Stasiun Jatinegara
Sebagai salah satu penghubung perkeretaapian di wilayah Jabodetabek, stasiun ini dilalui oleh semua KA ke berbagai kota di Pulau Jawa (kecuali tentu saja ke arah Kabupaten–Kota Bekasi yang dilayani Commuter Line). SejarahPada awalnya Jatinegara bernama Meester Cornelis. Nama itu diangkat dari panggilan murid-murid kepada seorang guru yang mengajar, mendirikan sekolah, dan berkhotbah di kawasan tersebut, yakni Cornelis Senen.[5] Nama itu kemudian diubah menjadi Jatinegara pada masa pendudukan Jepang karena Jepang tidak mau ada istilah Belanda. Nama Jatinegara berarti "Negara Sejati", sebutan dari Pangeran Jayakarta yang terlebih dahulu mendirikan perkampungan Jatinegara Kaum. Kampung ini didirikan setelah Belanda menghancurkan Keraton Sunda Kelapa dan berada di antara Rawamangun dan Pasar Klender.[6] Bangunan eksisting Stasiun Jatinegara mulai beroperasi pada tanggal 15 Oktober 1909[7] dan diperkirakan dirancang oleh arsitek Ir. S. Snuyf, kepala sementara Biro Perancang Departemen Pekerjaan Umum. Kota Meester Cornelis yang terletak di kedua sisi Sungai Ciliwung merupakan kotapraja yang mandiri sejak tahun 1935. Pada mulanya stasiun ini dinamakan Rawa Bangke, sebutan untuk rawa-rawa yang terletak di dekatnya, yang tampaknya juga memisahkan stasiun NIS Meester Cornelis dan seberang sungai. Stasiun Meester Cornelis BOS, yang beroperasi sejak hari-hari pertama jalur kereta api Batavia–Bekasi pada 1887, terletak lebih ke arah barat dan masih sempat berfungsi sebagai kantor dinas selama beberapa waktu.[6] Sang arsitek S. Snuyf mulanya bermaksud untuk membangun stasiun yang besar untuk persinggahan kereta api menuju Bandung. Harapannya adalah bahwa penumpang dari Weltevreden akan memilih stasiun ini daripada Stasiun Kemayoran, yang ketika itu adalah stasiun SS yang paling utama, tetapi tidak bersifat permanen. Pengambilalihan jalur NIS ke Bogor, yang sedianya dibatalkan, tetapi masih memungkinkan perbaikan struktural dan tetap dipertahankan, sehingga rencana tersebut tidak dipertimbangkan lebih lanjut. Walau begitu, kebutuhan akan suatu stasiun yang luas masih dirasakan karena Meester akan menjadi stasiun penghubung yang penting sebagai rangkaian yang baru ke Stasiun Weltevreden dan jalur yang ada ke Tanjung Priok melalui Pasar Senen.[8] Perluasan Kota Batavia tetap mengarah terus ke Meester Cornelis. Stasiun baru ini dalam perencanaan diusahakan memiliki ciri pedesaan Belanda, tetapi juga disesuaikan untuk daerah tropis. Tampaknya usaha itu membuahkan hasil. Sehubungan dengan pembangunan jalur dwiganda Manggarai–Cikarang, stasiun ini direnovasi besar-besaran. Bangunan baru stasiun dengan gaya arsitektur futuristik modern minimalis dibangun menggantikan overcapping stasiun peninggalan Staatsspoorwegen. Bangunan stasiun karya S. Snuyf yang asli tetap dipertahankan karena telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Unit Pusat Pelestarian dan Desain Arsitektur PT KAI. Namun, untuk alasan kenyamanan penumpang, pihak PT KAI dan Direktorat Jenderal Perkeretaapian menyediakan skybridge dan eskalator pada bangunan baru stasiun.[9][10] Bangunan baru stasiun ini beroperasi penuh pada 17 Desember 2020. Untuk alasan keselamatan, DJKA sedikit merombak stasiun, seperti menghilangkan area penyeberangan antarperon yang sebelumnya dibangun pada saat konstruksi masih berlangsung. Pintu masuk bangunan lama stasiun yang sudah digunakan untuk melayani penumpang selama 111 tahun ini telah dipindahkan ke sisi utara bangunan baru tersebut.[11] Bangunan dan tata letakPada awalnya, Stasiun Jatinegara memiliki tujuh jalur kereta api dengan jalur 1 merupakan sepur lurus arah Cikampek dan jalur 2 merupakan sepur lurus arah Manggarai ditambah satu jalur yang terhubung dengan depo lokomotif yang terletak di sebelah barat laut stasiun. Ke arah barat laut stasiun terdapat empat jalur kereta api yang berpencar setelah depo: yang satu ke arah Manggarai, yang satunya lagi ke arah Pasar Senen. Depo lokomotif yang terletak di sebelah barat laut stasiun akhirnya digantikan oleh Depo Lokomotif Cipinang per pertengahan 2020.[12] Bangunan depo lokomotif yang merupakan peninggalan Staatsspoorwegen itu sudah dibongkar pada Oktober–November 2020, meski bangunan tersebut berstatus cagar budaya.[13] Bangunan rancangan S. Snuyf tergolong bergaya peralihan antara Indische Empire dengan gaya Hindia Baru atau kolonial modern (Nieuwe Indische Bouwstijl). Dominasi gaya kolonial modern dapat terlihat dari bentuk atap yang curam tetapi menyesuaikan dengan iklim tropis Hindia Belanda. Penggunaan pintu, jendela, dan clerestory berfungsi sebagai pencahayaan alami dan pergantian hawa silang yang sesuai dengan iklim tropis yang lembap. Bangunan dibuat tidak simetris, tetapi memiliki titik fokus berupa hall bangunan yang lebih tinggi daripada bangunan di sisi kanan-kirinya.[6] Namun, bangunan itu telah lenyap seiring pembangunan gedung baru stasiun.[9] Setelah dibangunnya jalur dwiganda pada segmen stasiun ini hingga Stasiun Cakung pada tahun 2018, terdapat perubahan yang cukup signifikan pada tata letak jalurnya. Jumlah jalur di stasiun ini bertambah menjadi delapan dengan peruntukan tiap jalurnya digambarkan pada diagram tata letak jalur di bawah ini. Tata letak berikut belum baku mengingat keberadaan perubahan-perubahan ad hoc di lapangan yang timbul dari waktu ke waktu, khususnya pada saat penyusulan, serta perubahan yang akan datang saat penyelesaian proyek jalur dwiganda.[14]
Ciri khasStasiun ini memiliki ciri khas berupa bel bersuara lagu instrumental berjudul "Kicir-Kicir" yang diputarkan setiap kali ada kereta api apapun yang berhenti ataupun melintas. Stasiun ini adalah stasiun pertama yang memutarkan lagu ini, sebelum diikuti oleh stasiun terminus lainnya (Gambir, Jakarta Kota, dan Pasar Senen) Layanan kereta apiHampir semua KA antarkota yang datang menuju Jakarta berhenti untuk menurunkan penumpang di stasiun ini, yaitu KA Argo Bromo Anggrek, KA Argo Lawu, KA Argo Dwipangga arah barat, dan sebagian kecil perjalanan KA Argo Parahyangan. Sebelumnya, untuk arah sebaliknya tidak ada KA antarkota yang berhenti untuk menaikkan penumpang di stasiun ini, kecuali jika akses menuju Stasiun Gambir dan/atau Pasar Senen terganggu. Namun, mulai 1 Juni 2023 diikuti dengan pemberlakuan Grafik Perjalanan Kereta Api (Gapeka) 2023, Stasiun Jatinegara kini melayani keberangkatan penumpang kereta api antarkota yang meliputi KA Argo Sindoro, Argo Dwipangga, serta sebagian perjalanan KA Argo Parahyangan.[15] Berikut ini adalah layanan kereta api yang berhenti di stasiun ini sesuai Gapeka 2023 revisi per 3 November 2024. AntarkotaKeberangkatan penumpang
Kedatangan penumpang
Komuter
Antarmoda pendukung
Galeri
InsidenPada tanggal 29 April 2023, AKBP Buddy Alfrits Towoliu, Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta Timur tewas tertabrak kereta api Tegal Bahari KA 320 relasi Pasar Senen–Tegal. Jasadnya ditemukan di tepi rel kereta api pada pukul 09.30 WIB di dekat Stasiun Jatinegara ini, tepatnya setelah jembatan layang Jatinegara di lintas km 12+400.[16] Referensi
Daftar pustaka
Pranala luar
|