MRT Jakarta
Moda Raya Terpadu Jakarta (disingkat MRT Jakarta atau MRTJ, bahasa Inggris: Jakarta Mass Rapid Transit) adalah sistem transportasi rel angkutan cepat di Jakarta. Proses pembangunan moda transportasi ini dimulai tahun 2013. Jalur pertama layanan MRT Jakarta dioperasikan tanggal 24 Maret 2019, menjadikannya layanan kereta bawah tanah pertama yang beroperasi di Indonesia.[3][4] Layanan MRT Jakarta dioperasikan oleh PT MRT Jakarta (Perseroda), badan usaha milik daerah DKI Jakarta. Jalur yang telah beroperasi saat ini merupakan jalur sepanjang 15,7 km yang menghubungkan Stasiun Lebak Bulus dengan Stasiun Bundaran HI.[5] SejarahPerencanaan dan latar belakangIde pembangunan MRT di Jakarta telah dicetuskan sejak 1985 oleh Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi saat itu, B. J. Habibie. Pihak BPPT mengatakan bahwa pertumbuhan populasi di Jakarta menurun antara tahun 1985 hingga 1990. Namun, pertumbuhan kota satelit Jakarta tinggi sehingga mobilitas warga dari ibukota ke Bodetabek sangat besar. Jalan-jalan di Jakarta dinilai akan tidak mampu lagi mengakomodasi mobilitas penduduk. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu moda transportasi yang mengakomodasi mobilitas masyarakat dari wilayah Bodetabek.[6][7] Diperkirakan sekitar empat juta penduduk di wilayah Jabodetabek menglaju setiap harinya. Masalah transportasi ini mulai menarik perhatian politik. Pada tahun 2004, studi oleh Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) mengungkapkan bahwa pertumbuhan kendaraan di Jabodetabek yang sangat cepat akan mulai berakibat pada arus lalu lintas. Jika tidak ada terobosan untuk membangun sebuah sistem transportasi publik yang utama, hal tersebut akan mengakibatkan kemacetan yang semakin padat dan semakin parah. Hal ini jika terjadi secara berlanjut, maka pada tahun 2020 semua penduduk akan terhalang kemacetan bahkan pada saat baru keluar dari garasi mereka.[8] Transportasi umum yang ada di Jakarta juga baru melayani sekitar 56% dari komuter sehari-hari. Angka ini tentunya harus ditingkatkan lagi mengingat pertumbuhan populasi kendaraan yang cukup tinggi. Rata-rata pertumbuhan kendaraan bermotor di Jakarta berjumlah 9,5%, sementara untuk pertumbuhan panjang jalan hanya mencapai 0,1% pada rentang tahun 2005 hingga 2010. Hal ini tentunya harus disiasati dengan suatu kebijakan untuk mengurangi dan mencegah terjadinya kemacetan yang sangat parah.[9] Rencana pembangunan MRT Jakarta telah digulirkan dari masa ke masa sebagai salah satu pilihan untuk mengurai kemacetan. Pada tahun 1996, pemerintahan Presiden Soeharto menetapkan pembangunan MRT Jakarta dengan rute Blok M–Stasiun Jakarta Kota sepanjang 14 km dan dibangun di bawah tanah. Namun, usaha ini gagal akibat adanya krisis ekonomi 1997–1998. Pada tahun 2000, proyek ini kembali dilanjutkan setelah kondisi sosial-politik ekonomi Indonesia membaik. Ketika itu kajian tentang Rencana Induk Transportasi Terpadu untuk Jabodetabek (Study on Integrated Transportation Master Plan for Jabodetabek – SITRAMP) tahap I dimulai. Poin utama dari SITRAMP I adalah pengkajian ulang proyek MRT rute Fatmawati–Monas dan pemasangan konsep untuk SITRAMP II. Atas permintaan Pemerintah Indonesia, JICA mendapat kepercayaan oleh Pemerintah Jepang untuk mengerjakan kajian SITRAMP II yang berlangsung sejak November 2001 sampai Maret 2004. JICA menawarkan rute Fatmawati–Monas dengan beberapa alternatif desain pembangunan kepada pemerintah yang didapatkan setelah melakukan studi kelayakan.[6] Meskipun begitu, usaha untuk membangun MRT baru diseriuskan kembali pada tahun 2005. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan MRT Jakarta sebagai proyek nasional. Dari penetapan ini, proses-proses persiapan pembangunan jalur pertama MRT Jakarta dimulai. Pemerintah Jepang juga bersedia untuk memberikan pinjaman pada proyek nasional ini.[7][10] Pengembangan pertamaProses pengembangan jalur pertama MRT Jakarta dimulai saat Presiden SBY menetapkan sistem ini sebagai proyek nasional. Pada November 2006, ditandatangani perjanjian pinjaman pertama kepada JICA untuk proyek MRT. Perjanjian tersebut memuat pendanaan studi dan pendanaan pekerjaan konstruksi untuk jalur pertama MRT.[11][12] Pada tanggal 17 Juni 2008, Pemerintah DKI Jakarta mendirikan PT MRT Jakarta sebagai perusahaan badan usaha milik daerah penunjang pembangunan dan pengoperasian MRT Jakarta.[7][13] Pengerjaan desain dasar jalur pertama ini dilakukan pada tahun 2010 hingga 2012. Pada tanggal 26 April 2012, pencanangan persiapan proyek Lin Utara–Selatan MRT Jakarta dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo.[14] Setahun setelahnya, pada tanggal 11 Juni 2013 ditandatangani tiga kontrak proyek pertama, yaitu konstruksi lintasan bawah tanah.[15] Sementara itu, kontrak untuk lintasan layang ditandatangani pada tanggal 10 Oktober 2013.[16] Kegiatan ini dilaksanakan bersamaan dengan peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya konstruksi oleh Gubernur Joko Widodo.[17] Konstruksi seluruh lin ini tersambung sepenuhnya pada 31 Oktober 2017.[18] Mulai tanggal 12 Maret 2019, jalur ini dibuka untuk umum dalam kegiatan uji coba publik terbatas yang berlangsung hingga sebelum peresmian.[19] Jalur pertama MRT Jakarta resmi dioperasikan pada tanggal 24 Maret 2019 setelah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo.[3][4][5] Pengembangan lanjutanPada saat yang sama dengan peresmian fase pertama Lin Utara–Selatan, Presiden Joko Widodo juga mencanangkan pembangunan fase kedua Lin Utara–Selatan.[3][4][5] Proses konstruksi fase kedua ini, khususnya fase IIA, dinilai akan terlambat dari target. Hal ini disebabkan adanya Pandemi Covid-19 yang berimbas pada anggaran serta proses pelelangan kontrak. Akibatnya, ada beberapa paket kontrak yang digabung dan dilakukan secara pengadaan langsung. Target pembangunan segmen pertama yang awalnya selesai tahun 2024, diyakini akan terlambat hingga tahun 2025.[20][21] Hingga saat ini, proses pembangunan untuk fase ini masih berlangsung. Berbeda dengan fase sebelumnya, fase kedua ini telah didesain untuk dibangun dengan konsep kawasan berorientrasi transit sehingga memudahkan pengguna untuk beralih moda transportasi.[22] Sementara itu, fase IIB hingga saat ini masih dalam studi kelayakan. PendanaanTahap 1 (Lebak Bulus–Bundaran HI) didanai pinjaman lunak dari JICA (Japan Internasional Cooperation Agency) dengan tenor pinjaman 30 tahun dan masa tenggang 10 tahun di mana pembayaran pertama dilakukan 10 tahun setelah penandatanganan perjanjian pinjaman sampai 30 tahun setelahnya. Tingkat bunga yang dikenakan sebesar 0.25% per tahun.[23] Tahap 2 (Bundaran HI–Ancol Barat) didanai dengan skema serupa namun tenor 40 tahun dan juga dengan masa tenggang 10 tahun. Pencairan pertama pinjaman dikenakan bunga 0,1% per tahun. Pendanaan tahap 2 ini memuat sebagian kecil dari kekurangan anggaran tahap 1, yang disebabkan antara lain dengan adanya pemutakhiran peraturan pemerintah mengenai pencegahan dampak gempa bumi.[24] MRT Jakarta adalah proyek transportasi umum berbasis rel di Indonesia yang memiliki biaya konstruksi per kilometer tertinggi. Pada Tahap 1, biaya konstruksi per kilometer mencapai Rp 1,1 triliun, sementara pada Tahap 2 mencapai Rp 2,3 triliun. Biaya tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan proyek jalur rel ganda lintas Jawa, LRT Jabodebek, dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung.[25][26] Jaringan
Lin Utara–SelatanLin Utara–Selatan merupakan jalur pertama MRT Jakarta. Jalur ini menghubungkan daerah Lebak Bulus di selatan dengan Ancol di utara. Jalur ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu Fase I dan Fase II. Jalur ini memiliki warna merah di peta sehingga disebut juga dengan Red Line. Fase I Lin Utara–Selatan merupakan jalur sepanjang 15,7 km yang menghubungkan Stasiun Lebak Bulus dengan Stasiun Bundaran HI. Stasiun ini melayani 13 stasiun meliputi 7 stasiun layang dan 6 stasiun bawah tanah. Pembangunan fase ini dimulai pada tanggal 10 Oktober 2013.[17] Pada tanggal 24 Maret 2019, fase ini mulai beroperasi penuh setelah diresmikan pada tanggal yang sama.[3][4][5] Fase ini memiliki fasilitas depo di Lebak Bulus sebagai tempat perawatan rangkaian MRT.[28] Fase II Lin Utara–Selatan merupakan pembangunan kelanjutan dari Fase I yang memiliki panjang total 13,3 km. Fase ini menghubungkan Stasiun Bundaran HI dengan Stasiun dan Depo Ancol. Tahap II terbagi dalam dua tahap pembangunan, yaitu Fase IIA dengan Fase IIB. Fase IIA meliputi pembangunan dari Stasiun Bundaran HI menuju Stasiun Kota. Fase IIB meliputi pembangunan dari Stasiun Kota menuju Depo di Ancol Barat. Pembangunan Fase IIA secara resmi dimulai 24 Maret 2019 bersamaan dengan peresmian Fase I. Pembangunan fisik dari Fase IIA sendiri rencananya baru dimulai pada bulan Maret 2020.[29] Namun karena adanya Pandemi COVID-19, pembangunan Fase IIA terlambat hingga Juni 2020.[30] Diperkirakan, segmen satu dari Fase IIA baru akan beroperasi Maret 2025 setelah sebelumnya ditargetkan selesai Desember 2024.[20][21]
Rencana pengembanganLin Timur–BaratLin Timur–Barat merupakan jalur kedua MRT Jakarta yang menghubungkan Cikarang di timur dengan Balaraja di barat melewati daerah Jakarta Pusat. Jalur ini direncanakan memiliki 48 Stasiun dan panjang kurang lebih 84,102 hingga 87 km[33][34] dengan kebutuhan dana Rp 160 triliun.[35] Proses pembangunannya sendiri dibagi menjadi beberapa fase. Jalur ini rencananya akan terintegrasi dengan Jalur Utara–Selatan di Stasiun Thamrin.[36] Pembangunan jalur ini dibagi menjadi dua tahap, yakni fase 3A dan 3B. Fase 3A merupakan tahap pertama dari pembangunan Lin Timur–Barat. Fase 3A akan membentang sepanjang 31,7 km yang menghubungkan Ujung Menteng dengan Kembangan. Fase 3A ini akan memiliki 26 stasiun dan groundbreaking akan dilakukan pada tahun 2024.[35] Fase 3B sendiri akan memiliki 22 stasiun, dengan 14 stasiun di segmen Balaraja-Karangtengah serta 8 stasiun di Medan Satria-Cikarang.[37]
Rencana trase jalur ini berhimpitan dengan rencana jalur LRT Jakarta Velodrome–Dukuh Atas. Dengan demikian agar jalur LRT tidak mengganggu okupansi penumpang MRT, Pemprov DKI menilai perlu untuk mempertimbangkan opsi menghilangkan rute lanjutan ini atau mengubah trase jalur LRT agar tidak berhimpitan dengan rencana trase fase 3.[38]
Lin Lingkar LuarPada bulan Desember 2020 Direktur Utama PT MRT Jakarta, William Sabandar mengumumkan rencana pembangunan Fase 4. Jalur Fase 4 ini menghubungkan Fatmawati dengan TMII sepanjang kurang lebih 12 km. Rute ini dinilai sebagai rute yang paling strategis karena belum ada transportasi rel yang melewati daerah tersebut. Selain itu, rute ini rencananya akan terintegrasi dengan Terminal Bus Kampung Rambutan, Stasiun KRL Tanjung Barat Lin Bogor, dan LRT Jabodebek (Cibubur Line). Saat ini proses telah dimulai untuk studi kelayakan yang selanjutnya dilakukan proses perencanaan desain. Pembangunan fase ini rencananya akan menggunakan skema Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Rencananya jalur ini akan dibangun mulai tahun 2022 dan beroperasi pada tahun 2027.[39][40] Pengembangan Lebih LanjutMenurut laporan JABODETABEK Urban Transportation Policy Integration Phase (JUTPI), rencana induk transportasi Jabodetabek (RITJ) pada akhirnya akan terbentuk 10 Lintas MRT, yang pada tahun 2035 akan terdiri dari[41]:
Sedangkan menurut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 12 November 2021 secara live di Jakarta Investment Forum (JIF)[42], Railway Masterplan 2039 (Concept of DKI Jakarta Transportation Masterplan) akan dibagi menjadi dua berdasarkan status kepemilikan. Yang pertama adalah DKI Jakarta Provincial Government Urban Railway (Kereta Api Perkotaan Pemrprov DKI Jakarta) dengan 14 jalur yang terdiri dari dua jalur MRT, enam jalur LRT, dan enam jalur "Perkeretaapian Perkotaan Jakarta" atau disingkat PPJ. PPJ ini yang menjadi patok trase/rute yang nantinya akan digunakan untuk transportasi berbaris rel pada masa mendatang, bisa diisi tram, LRT, maupun MRT. Sedangkan yang kedua adalah Central Government Railway (Kereta Api Pemerintah Pusat) dengan LRT Jabodebek, KRL Commuter Line (dengan pengembangan Jatinegara-Manggarai-Tanah Abang-Duri-Angke-Kampung Bandang-Jatinegara menjadi Elevated Loopline), dan Kereta Cepat Jakarta Bandung Jalur-jalur milik Pemprov DKI Jakarta adalah:
Selain itu, pihak Hyundai Rotem dari Korea Selatan[43] menawarkan jalur lingkar luar alternatif, yakni dari Rawa Buaya menuju Ujung Menteng melewati Stasiun Kembangan (Integrasi dengan MRT Lin Timur-Barat), Stasiun Tanah Kusir (integrasi dengan stasiun baru di KRL Green Line), Fatmawati (Integrasi dengan MRT Utara-Selatan), mengikuti jalur Fatmawati-TMII, lalu melanjutkan kembali ke Stasiun Cikunir (integrasi dengan LRT Jabodebek Lin Bekasi), Stasiun Cakung (Integrasi dengan KRL Blue Line), dan Stasiun Ujung Menteng (Integrasi dengan MRT Timur-Barat) ArmadaSaat ini, MRT Jakarta menggunakan kereta rel listrik yang diproduksi oleh konsorsium Nippon Sharyo dari Jepang. Rangkaian kereta ini dikenal juga dengan nama Ratangga yang diambil dari Kakawin Sutasoma karangan Mpu Tantular. Kata Ratangga ini memiliki arti kendaraan beroda, kereta, atau kereta perang dalam bahasa Jawa Kuno.[44][45] Setiap rangkaian terdiri atas enam kereta dengan kereta yang terletak paling depan dan paling akhir memiliki kabin masinis.[46] Kereta ini mulai dikerjakan di Jepang pada tahun 2015 dan mulai didatangkan ke Indonesia pada tahun 2018.[47][48] Rangkaian kereta ini dioperasikan secara otomatis menggunakan sistem persinyalan CBTC dengan operasi kereta otomatis (ATO) di tingkat GoA 2 (STO).[49] MaskotPada tanggal 15 Agustus 2018, MRT Jakarta meluncurkan maskot yang bernama Marti bersamaan dengan aplikasi mobile MRT-J. Marti adalah seorang anak laki-laki berumur sembilan tahun yang melambangkan rasa ingin tahu serta keinginan yang cerah menyongsong masa depan. Maskot ini digambarkan berbentuk bulat dan mirip dengan tampak depan Ratangga. Peluncuran maskot Marti bertujuan untuk memperkenalkan moda transportasi MRT Jakarta kepada masyarakat sebagai sebuah moda transportasi publik baru untuk masa depan Jakarta.[50][51] Tarif dan pembayaranTarifPada tanggal 26 Maret 2019 tarif MRT Jakarta ditetapkan. Tarif awal yang dikenakan sebesar Rp3.000 sebagai tarif minimal dan bertambah Rp1.000 setiap melewati stasiun. Tarif tertinggi sebesar Rp14.000, yaitu perjalanan dari Stasiun Lebak Bulus ke Stasiun Bundaran HI.[52] Tarif ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2019.[53] Metode pembayaranKartu JelajahDalam rangka memenuhi kebutuhan tiket elektronik pada pengoperasian MRT, PT MRT Jakarta telah merilis tiket elektronik yang diberi nama Kartu Jelajah.[54] Kartu pembayaran ini dirilis dalam dua jenis, yaitu Kartu Jelajah Tunggal dan Kartu Jelajah Berganda. Kartu jelajah tunggal hanya dapat digunakan untuk sekali perjalanan dan diwajibkan untuk isi ulang dengan rentang waktu maksimal 7 hari setelah pembelian. Sementara kartu jelajah berganda dapat digunakan berkali-kali selama saldo di dalam kartu masih mencukupi.[55][56] Implementasi kartu jelajah berganda sebagai metode pembayaran disetujui oleh Bank Indonesia pada tanggal 14 November 2019.[57] Pada tanggal 1 Januari 2024, penjualan Kartu Jelajah Berganda dihentikan.[58] Hingga akhirnya pada tanggal 31 Oktober 2024, penggunaan kartu Jelajah Berganda resmi dinonaktifkan.[59] Jak LingkoUntuk mengoptimalkan angkutan antarmoda, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengimplementasikan cara pembayaran terintegrasi menggunakan kartu dan aplikasi Jak Lingko. Program ini merupakan kelanjutan dari program yang ada sebelumnya yakni sistem OK-Otrip. Kartu ini dapat digunakan juga untuk LRT Jakarta, Transjakarta, dam KRL Commuter Line.[60] MRT Jakarta menerima seluruh pembayaran dengan Jak Lingko yang disediakan oleh Bank DKI dan bank anggota Himbara seperti Bank BRI, Bank BNI dan Bank Mandiri. Saat ini sedang diadakan uji coba kartu serta aplikasi Jak Lingko baru dengan basis Kartu Multi Trip KRL Commuter Line dan dompet elektronik Fello.[61][62] Melalui aplikasi tersebut, pengguna dapat membayar dari semua dompet elektronik yang sudah terhubung dengan Kode QR standar Indonesia (QRIS). Kartu elektronik perbankanPembayaran MRT Jakarta dapat menggunakan kartu elektronik dari berbagai perbankan. Kartu elektronik tersebut mencakup semua yang dikeluarkan oleh Himbara, yaitu Bank BNI, Bank BRI, dan Bank Mandiri. Selain itu, kartu yang disediakan oleh Bank DKI dan Bank BCA juga diterima oleh MRT Jakarta. Daftar kartu elektronik perbankan yang dapat digunakan dalam pembayaran tarif sebagai berikut.[63] Aplikasi MRT JakartaPada tanggal 27 April 2020, pembayaran dan pembelian tiket mulai digunakan pada aplikasi buatan PT MRT Jakarta, yaitu aplikasi MRT-J. Pembayaran melalui aplikasi ini menggunakan beberapa layanan dompet digital yaitu OVO, Dana, LinkAja, ShopeePay, MotionPay, GoPay, dan AstraPay. Setelah pengguna melakukan pembayaran, pengguna hanya perlu mendekatkan ponsel kepada alat pembaca kode QR di pintu penumpang sehingga pintu terbuka otomatis.[64] Kartu Multi Trip KAI CommuterSejak bulan Oktober 2021, Kartu Multi Trip (KMT) Commuter Line dapat digunakan di layanan MRT Jakarta. Meskipun demikian, hingga saat ini penggunaan KMT masih berupa uji coba penerapan bersamaan dengan layanan LRT Jakarta dan Transjakarta.[65][66] Insiden
Jumlah penumpangPada tahun 2023 MRT Jakarta telah mengangkut 33.496.540 orang.
CatatanReferensi
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Jakarta MRT. |