Candra Naya
SejarahTidak ada catatan pasti yang menandakan tahun pendirian gedung Candra Naya, namun diperkirakan bangunan ini didirikan pada tahun Dingmao 丁卯 (tahun kelinc api), yaitu 1807, oleh Khouw Tian Sek untuk menyambut kelahiran anaknya, Khouw Tjeng Tjoan 許清泉, pada 1808. Atau, versi lain dari sejarah gedung ini adalah bangunan tersebut didirikan oleh Khouw Tjeng Tjoan pada 1867 yang juga merupakan tahun Dingmao 丁卯 (tahun kelinci api). Khouw Tian Sek adalah seorang tuan tanah yang memiliki tiga putra dan masing-masing diberinya sebuah gedung. Salah satunya adalah Khouw Tjeng Tjoan yang mendapatkan gedung Candra Naya di Jalan Gajah Mada 188. Khouw Tjeng Tjoan, yang memiliki 14 istri dan 24 anak, menggunakan bangunan utama Candra Naya sebagai kantor dan bangunan belakang sebagai tempat tinggal. Bangunan tersebut kemudian diwariskan kepada putranya yang bernama Khouw Kim An 許金安 yang lahir di Batavia pada 5 Juni 1876. Gedung Candra Naya juga disebut sebagai "Rumah Mayor" karena Khouw Kim An diangkat sebagai mayor Tionghoa (majoor der Chineezen) pada 1910, setelah menjabat sebagai letnan Tionghoa (luitenant der Chineezen) pada 1905 dan kapitan Tionghoa (kapitein der Chineezen) pada 1908. Tugas mayor Tionghoa pada masa itu adalah mengurusi kepentingan masyarakat Tionghoa pada zaman Hindia Belanda. Khouw Kim An juga merupakan seorang pengusaha dan pemegang saham Bataviaasche Bank. Khouw Kim An mulai menempati gedung Candra Naya pada 1934, setelah sebelumnya tinggal di Bogor. Ketika Jepang menduduki Indonesia pada 1942, Khouw Kim An ditangkap dan dimasukkan dalam kamp konsentrasi hingga wafat di Cimahi pada 13 Februari 1945.[5] ArsitekturGedung Candra Naya diapit oleh dua gardu jaga di bagian kanan dan kiri. Dulunya di bagian depan terdapat taman yang cukup luas dan di bagian belakang terdapat kolam teratai. Bangunan Candra Naya terdiri dari beberapa ruang utama sebagai berikut:
Salah satu struktur yang istimewa dari Candra Naya adalah bentuk atap melengkung bergaya Tionghoa yang kedua ujungnya terbelah dua, disebut "Yanwei" ('Ekor Walet') 燕尾 . Struktur atap yang melengkung ini, yang juga terdapat pada bangunan kelenteng, menandakan status sosial penghuninya. Pada pemisah antara halaman depan dan halaman samping, terdapat jendela penghubung yang disebut jendela bulan atau moon gate.[3] Beberapa ornamen yang menempel pada gedung ini adalah Ba Gua 八卦 ('Delapan Diagram') yang berupa pengetuk pintu berbentuk segi delapan untuk penolak bala, hiasan berupa jamur lingzhi 靈芝 pada pintu masuk utama yang melambangkan umur panjang, dan ragam hias bergambar buku, papan catur, kecapi, dan gulungan lukisan di bagian atas teras depan yang melambangkan sang pemilik rumah adalah seorang cendekiawan (scholar) disamping seorang hartawan.[3] Pemanfaatan BangunanSejak 1946 Perhimpunan Sosial Sin Ming Hui 新明會 (Xin Ming Hui, 'Perkumpulan Sinar Baru'), yang bertujuan membantu korban Kerusuhan Tangerang 1946, menyewa gedung di Jalan Gajah Mada 188 tersebut sebagai gedung perkumpulan.[6] Sin Ming Hui ini didirikan pada hari Minggu 29 Januari 1946. Pada 1964, Sin Ming Hui berganti nama menjadi Tjandra Naja atas saran dari Lembaga Pembina Kesatuan Bangsa. Lembaga ini disebutkan tidak eksklusif dan kegiatannya terbuka. Lembaga ini memiliki 5.000 anggota yang bertujuan melakukan asimilasi total melalui bermacam-macam usaha seperti pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan kebudayaan.[7] Hingga akhir 1992, gedung Candra Naya tidak hanya digunakan sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai poliklinik, kantor yayasan, tempat berlatih olahraga, dan sekolah. Sempat ada wacana pengalihfungsian akhir 1992 yang nyaris kemudian akan dibangun di tempat berdirinya Candra Naya itu kawasan komersial. Para orang tua murid sekolah yang ada dalam dalam kompleks Candra Naya keberatan. Di kompleks itu, berdiri SD-SLTA termasuk sekolah menengah farmasi.[3][7] Di antara 1960-1970-an, Candra Naya sering digunakan sebagai tempat pesta pernikahan.[2] Gedung ini juga menjadi tempat kompetisi pertama yang diadakan Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia maupun kompetisi bilyar dan angkat berat pertama di Jakarta. Di gedung inilah, tempat kegiatan seperti olahraga bridge, binaragaα, angkat besi, bulu tangkis, biliar, dan fotografi juga berlangsung. Sejumlah pebulu tangkis terkenal masa itu seperti Ferry Sonnefille, Eddy Yusuf, Tan King Gwan, dan Tan Joe Hok tampil di sini.[7][8] Pada 1992, Candra Naya dijual kepada Modern Group yang dimiliki oleh Samadikun Hartono.[8] Pada awalnya, oleh pemiliknya, Candra Naya direncanakan untuk direlokasi ke Taman Mini Indonesia Indah,[7] namun Sutiyoso, Gubernur Jakarta pada 2003 tidak menyetujui usulan tersebut;[8] selain itu usulan atas pemindahan ini juga mendapat tentangan keras dari para pecinta bangunan tua yang tidak setuju sebuah bangunan heritage (pusaka) dipindahkan dari habitat aslinya, demi kepentingan bisnis semata. Pada Februari 2012, gedung utama (main building) Candra Naya yang berhasil diselamatkan dipugar dan menjadi bagian dari kompleks hunian dan komersial terpadu, Green Central City (GCC). Kompleks GCC tersebut juga terdiri dari apartemen dan hotel.[9] Di sekeliling superblok itu, berdiri 2 menara apartemen dengan total 844 unit, griya tawang (penthouse), ruang komersial, dan perkantoran. Semua ini mengitari Candra Naya.[7] Bangunan sayap (wings) kiri-kanan, begitu pun gazebo-nya, juga dibangun kembali setelah sebelumnya dibongkar total, sedangkan bangunan belakang (back building) yang berlantai dua dan mempunyai "sayap" di kiri-kanannya (lihat foto) tidak berhasil diselamatkan karena telah dibongkar untuk selamanya. Di bagian belakang bangunan utama ini juga masih terdapat kolam ikan besar yang menyejukkan suasana berikut sederet kafe untuk bersantai.[7] Galeri
Referensi
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Chandra Naya, Jakarta. |