Bioskop Metropole
Bioskop Metropole di Kota Jakarta adalah sebuah gedung bioskop bersejarah yang dibangun pada tahun 1932 dengan nama Bioscoop Metropool, sesuai dengan ejaan bahasa Belanda pada waktu itu. Sejak tahun 1993, Metropole dimasukkan sebagai cagar budaya oleh gubernur Jakarta. Selain bioskop yang kini dikelola oleh 21 Cineplex group, terdapat pula gerai kopi Starbucks,[1] toko roti, dan restoran di lantai dua.[2] Sementara gedung kedua kini ditempati ruang pamer Grohe, produk sanitasi air asal Jerman.[3] LokasiBioskop Metropole terletak di dekat persimpangan antara Jalan Pangeran Diponegoro, Jalan Pegangsaan Timur, dan Jalan Proklamasi, di kawasan perumahan mewah Menteng, di Jakarta Pusat. Gedung ini dekat dengan perlintasan kereta api yang menghubungkan Stasiun Cikini dan Stasiun Manggarai (kini rel layang kereta api). Metropole terdiri dari tiga gedung utama. Satu gedung digunakan sebagai bioskop, yang kini dimiliki oleh grup 21 Cineplex. Dahulu bioskop ini hanya memiliki satu teater yang berukuran sangat besar, yang mampu menampung sekitar 1.000 orang penonton termasuk kursi di balkon. Gedung ini kemudian direnovasi dan dibagi menjadi empat teater, masing-masing berkapasitas kurang dari 170 orang.[4] Dua gedung lainnya terletak di bagian pinggir dan belakang: satu digunakan sebagai salah satu sinepleks (teater 4) dan ruang pertunjukan, dan satu lainnya sebagai tempat perkantoran dan supermarket. Supermarket Hero yang menempati gedung kedua kemudian digantikan dengan ruang pamer Grohe, produk sanitasi air (keran, pancuran air, dll.) asal Jerman. Seluruh gedung ini berdiri di atas tanah 11.800-m² dan memiliki total 12 pengontrak.[5] SejarahBioskop yang terletak di sudut Jalan Pegangsaan dan Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat dan berkapasitas 1.000 penonton ini adalah salah satu bioskop terbesar dan tertua, dengan arsitektur bergaya Art Deco yang masih tersisa di Jakarta hingga sekarang.[5] Pada 1951, gedung dan lahan seluas 11.623m² ini dimiliki oleh PT Bioskop Metropole. Bangunannya dirancang oleh Liauw Goan Sing, dan awalnya diberi nama Bioscoop Metropool. Bioskop ini mulai dibangun pada tahun 1932 dan diresmikan tahun 1949 oleh Wakil Presiden Muhammad Hatta.[5][6] Nama bioskop ini diganti menjadi Bioskop Megaria akibat adanya kebijakan anti-Barat dari Presiden Soekarno pada tahun 1960.[7] Pada tahun awalnya, Bioskop Metropole terikat kontrak sehingga hanya menayangkan film-film yang diluncurkan oleh MGM, tetapi pada saat pelaksanaan Festival Film Indonesia (FFI) pertama pada tahun 1955, Bioskop Metropole ikut serta menayangkan film-film Indonesia.[8] Gedung Bioskop Metropole juga menjadi tempat dilaksanakannya rapat penting yang menjadi cikal bakal pendirian Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI).[8] Pada tahun 1986, konsep cineplex (membagi satu gedung menjadi beberapa kompleks teater) mulai dikenal di Indonesia, pertama kali diterapkan oleh Teater Kartika Chandra. Bioskop Megaria mengikuti strategi ini dan menambah satu teater tambahan di belakang gedung utama. Namun, strategi Bioskop Megaria tidak sesukses Kartika Chandra, dan akhirnya bioskop ini bangkrut. Kompleks teater ini kemudian dibeli oleh grup jaringan bioskop 21 Cineplex, yang dikelola oleh Subentra Grup pada tahun 1989 dan diubah namanya menjadi Metropole 21. 21 Cineplex mengubah rancangan interior gedung itu dengan membagi ruang bioskop utama menjadi 3 bioskop berukuran kecil dan satu teater di gedung tambahan, dengan kapasitas tempat duduk sekitar kurang dari 170 kursi setiap ruangannya. Dengan demikian Metropole 21 menjadi bioskop yang memiliki 4 teater. Namanya pun sempat berubah menjadi Megaria 21. Gedung ini dinyatakan sebagai Bangunan Cagar Budaya Kelas A yang dilindungi dan tidak boleh dibongkar oleh Gubernur DKI Jakarta pada tahun 1993.[5][7] Selain bioskop dengan 4 teater milik 21 Cineplex group, sepanjang dasawarsa 1990-an sampai akhir dasawarsa 2000-an, gedung ini disewa oleh beberapa usaha kelas menengah, antara lain terdapat pula sasana biliar di lantai dua yang luas. Sementara di lantai dasar terdapat tempat cukur, dan beberapa restoran; antara lain kedai pempek megaria, rumah makan masakan Tionghoa, dan rumah makan ayam bakar khas Jawa. Sementara gedung sekunder pada lantai dasarnya disewa oleh gerai pasar swalayan Hero, dan perkantoran pada lantai di atasnya. Karena lokasinya yang dekat dengan kantor pusat tiga partai dominan pada masa Orde Baru—Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Golongan Karya (Golkar)—Megaria menjadi salah satu lokasi populer untuk berkumpul bagi mahasiswa pada masa reformasi pada akhir tahun 1990-an.[8] Pada awal 2007, tersiar berita bahwa gedung bioskop ini akan dijual. Lahan dan bangunannya ditawarkan dengan harga Rp 15 juta per m² atau total sekitar Rp 151,099 miliar. Namun pada tahun 2008, rencana penjualan tersebut dibatalkan. Grup 21 Cineplex memperpanjang masa sewa dan melakukan renovasi baik pada bagian interior maupun eksterior bangunan dan mengubahnya menjadi bioskop untuk kalangan menengah ke atas, namanya pun diubah menjadi Metropole XXI.[5] Setelah renovasi yang digelar antara tahun 2008 dan 2013, penyewa gedung ini pun berubah menyesuaikan dengan peruntukannya yang sebagai gerai kelas atas, yakni dengan penerapan biaya sewa yang jauh lebih tinggi pula. Semula Grup Cineplex 21 sempat membuka kedai XXI Garden Cafe, yang kemudian digantikan oleh gerai Starbucks pada 2014.[1] Sementara tempat cukur, kedai pempek dan beberapa rumah makan di lantai dasar digantikan oleh bakery (toko roti) dan beberapa toko. Sasana biliar di lantai dua kini telah digantikan oleh Roemah Kuliner, sebuah restoran kelas atas dengan konsep food hall (mirip food court) yang menyajikan masakan Indonesia.[2] Gedung kedua di sebelah timur bekas pasar swalayan, kini menjadi ruang pamer Grohe, produk sanitasi air mewah (keran, bak, wastafel, dan perlengkapan mandi dan sanitasi lainnya) asal Jerman.[3] Referensi
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Metropole Jakarta. |