Stasiun Jember
Stasiun Jember (JR) adalah stasiun kereta api kelas besar tipe B yang terletak di Kelurahan Jemberlor, Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember, Jawa Timur, pada ketinggian +89 meter dengan jarak 112 km arah barat dari Stasiun Ketapang dan 197 km sebelah tenggara dari Stasiun Surabaya Kota. Stasiun ini merupakan stasiun utama di bawah pengelolaan Kereta Api Indonesia Daerah Operasi IX Jember; lokasinya tidak jauh dari Alun-Alun Jember. Stasiun ini juga merupakan salah satu stasiun penting di wilayah Tapal Kuda Jawa Timur. Stasiun ini mulai beroperasi pada tahun 1897, bersamaan dengan pembukaan jalur kereta api Klakah–Jember. Ke arah barat stasiun ini, sebelum Stasiun Mangli, terdapat Stasiun Kaliwates yang sudah tidak aktif dan bekas bangunan sudah hampir tidak terlihat. Stasiun Kaliwates dinonaktifkan karena letaknya yang kurang strategis dan jarak antarstasiun yang tidak terlalu jauh dengan Stasiun Jember. SejarahJalur kereta api ruas Klakah–Jember dibuka oleh perusahaan kereta api Staatsspoorwegen (SS) pada 1 Juni 1897, dibangun untuk memenuhi kebutuhan pengangkutan komoditas hasil perkebunan, khususnya gula, tembakau, dan karet di sekitar Jember ke Pelabuhan Panarukan yang akan diteruskan ke Rotterdam, Belanda.[3] Stasiun ini merupakan saksi bisu tragedi gerbong maut Bondowoso. Korban yang meninggal akibat tragedi tersebut diperkirakan sebanyak 46 orang saat pemindahan tahanan dari Bondowoso ke Surabaya.[5][6] Pada saat gerbong berada di bawah terik matahari selama kira-kira 3 jam, tahanan di dalam gerbong maut tersebut mulai meronta-ronta meminta air dan udara untuk bertahan hidup.[7] Riwayat renovasiMeskipun bangunan tidak banyak mengalami perubahan secara sekilas, Stasiun Jember sebenarnya sudah mengalami beberapa kali renovasi. Dua terakhir dilakukan pada tahun 2007–2008 dan 2015–2016. Renovasi terakhir dilakukan dengan mengecat ulang kosen pintu dan jendela, mengecat ulang plafon kanopi, memasang penghubung kanopi peron 1 dan 2, serta menambahkan tempat penurunan pengunjung (drop-off zone) di bagian depan stasiun.[8] Bangunan dan tata letakStasiun yang masih menggunakan sistem persinyalan mekanik ini memiliki delapan jalur kereta api dengan jalur 2 merupakan sepur lurus, ditambah satu jalur menuju Depo Lokomotif yang terletak di sebelah barat laut stasiun. Jalur 2 dan 3 digunakan untuk keberangkatan maupun kedatangan kereta api; jalur 1 digunakan juga sebagai jalur keberangkatan maupun kedatangan hanya jika jalur 2 dan/atau 3 ada kereta api; jalur 3–6 untuk parkir, langsir, maupun pencucian dan pengisian air rangkaian kereta api serta parkir dan langsir lokomotif dari dan ke depo lokomotif tersebut; serta jalur 7 dan 8 yang saat ini jarang sekali digunakan. Jalur 1, 3, dan 4 terhubung langsung dengan jalur utama. Bersama stasiun kereta api lainnya yang dibangun sebelum awal abad ke-20, stasiun ini bergaya Indische Empire dan Neoklasik, yang dicirikan dengan teras depan yang lebar, gevel menonjol, dan kolom-kolom yang dipengaruhi gaya Yunani.[9] Stasiun ini berupa bangunan tunggal sederhana yang memanjang dengan peletakan ruang-ruang secara linier yang sejajar dengan rel sehingga disebut sebagai stasiun satu sisi.[10] Stasiun ini memiliki tiga peron. Terdapat perbedaan karakter peron yang cukup menonjol pada stasiun ini: peron pertama yang menjadi bagian dari bangunan utama atapnya berbentuk pelana menggunakan struktur pendukung berupa kolom kayu dengan bentuk konstruksi konsol seperti payung, sedangkan peron kedua yang terpisah berupa kanopi memanjang dengan atap berbentuk huruf V (butterfly shed) yang disangga struktur kantilever kolom tunggal dari baja (berbentuk huruf Y). Struktur kanopi ini juga digunakan pada peron Stasiun Jakarta Kota. Atap ketiga yang dibuat pada saat dilakukan renovasi tahun 2016 (pada beranda tempat penurunan pengunjung) memberi kesan modern dan tidak menonjolkan karakter kolonial.[11] Peron ketiga yang sebelumnya terbuka tanpa naungan telah ditambahkan kanopi pada tahun 2019. Ornamen geveltoppen—hiasan puncak atap depan—pada atap hall dan sisi samping stasiun terbuat dari kayu jati, memberikan kesan megah dan anggun bagi bangunan. Dinding stasiun memiliki ketebalan kira-kira 30 cm dan masih merupakan peninggalan kolonial, kecuali ruang PPKA yang hanya memiliki ketebalan 15 cm. Dinding bercat putih dengan lis pada bagian atas jendela stasiun, sedangkan bagian bawahnya dilapisi dengan batu alam di bagian depan serta marmer pada emperan peron jalur 1 untuk mencegah keroposnya dinding saat terjadi banjir. Gevel merupakan letak pintu keberangkatan stasiun, memberikan pusat perhatian, yang dindingnya diberi jendela agar cahaya dapat memasuki stasiun. Jendela krepyak di bagian luar serta pintu dengan desain sederhana, masih terlihat asli.[11] Stasiun ini kini juga telah dilengkapi papan penunjuk arah untuk menuju ruang/nomor jalur/fasilitas tertentu, penunjuk arah jalur disertai jarak tempuhnya, peron pulau beraspal, dan layar monitor informasi keberangkatan maupun kedatangan kereta api secara waktu nyata yang wujudnya terlihat seperti di bandara. Per tahun 2020, desain papan penunjuk arah jalur telah disesuaikan dengan standar ISO 7001:2007 sehubungan dengan angkutan natal dan tahun baru tahun 2021.[12] Rencana pengembangan stasiunPengembangan yang dilakukan berkaitan dengan operasi stasiun ini antara lain perluasan lahan parkir, penambahan area komersial, dan masjid. Selain itu, jalan-jalan di sekitar area stasiun ditata ulang sehingga memudahkan akses transportasi umum dan juga kendaraan pribadi dari dan menuju stasiun. Pengembangan tersebut dilakukan seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penumpang di stasiun ini dari tahun ke tahun.[13] Ciri khasMulai tahun 2018, stasiun ini memiliki ciri khas melodi penyambutan kereta api berupa lagu etnis Madura berjudul "Gelleng Sokoh" yang dimainkan secara instrumental dengan irama musik khas Jember, yaitu musik patrol. Sebelumnya, stasiun ini memiliki ciri khas penyambutan kereta api yang sama sekali tidak dimiliki oleh stasiun-stasiun lain hingga sekitar pertengahan tahun 2015. Ciri khas tersebut berupa bel kedatangan yang berbunyi dua nada seperti yang digunakan pada kereta mainan anak-anak dan lampu sirene kecil berwarna kuning yang terpasang dengan penanda jalur 1 dan 2 di langit-langit kanopi peron. Lampu sirene telah dicopot dan bunyi bel kedatangan sempat diganti dengan melodi keberangkatan seperti yang digunakan pada umumnya di stasiun KA lainnya (bernada "Westminster Quarters"). Layanan kereta apiSemua kereta api yang melintasi jalur kereta api Bangil–Kalisat pasti berhenti di Stasiun Jember. Kereta api penumpang yang berhenti di stasiun ini melayani berbagai daerah di Jawa, antara lain Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Malang, Surabaya, dan Banyuwangi. Kereta api yang perjalanannya berawal maupun berakhir di stasiun ini adalah KA Pandalungan, Ranggajati, Logawa, dan Pandanwangi. KA Pandanwangi sendiri merupakan satu-satunya layanan kereta api lokal yang masih beroperasi di Daop IX dengan relasi Jember–Ketapang pp. Pada semua perjalanan kereta api lintas selatan yang melewati Surabaya, terdapat aktivitas perpindahan posisi ataupun pergantian lokomotif di Stasiun Surabaya Gubeng, kecuali KA Sri Tanjung yang mana aktivitas tersebut dilakukan di Stasiun Surabaya Kota. Sementara itu, pada perjalanan KA Tawang Alun, aktivitas tersebut dilakukan di Stasiun Bangil. Berikut ini adalah layanan kereta api penumpang yang berhenti di Stasiun Jember sesuai Gapeka 2023 revisi per 1 November 2024. Antarkota
Lokal
Antarmoda pendukung
InsidenPada 11 Agustus 2022, seorang ibu beserta anaknya tertabrak kereta api Pandanwangi pada JPL 155c km 198+7/8 antara Stasiun Jember–Stasiun Arjasa, Jalan Mangga, Kelurahan Patrang, Kecamatan Patrang, Jember saat hendak menjemput suaminya. Nahas, keduanya kemudian meninggal meski sudah mendapatkan perawatan medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soebandi Jember karena luka yang diderita terlalu parah. Galeri
Referensi
Daftar pustaka
Pranala luar(Indonesia) Situs resmi KAI dan jadwal kereta api Wikimedia Commons memiliki media mengenai Jember Station.
|