setidaknya 72 TNI dan 34 polisi tewas Total: 106 aparat keamanan tewas (2010 – Maret 2022)[16]
setidaknya 69 TPNPB–OPM tewas (2010 – Maret 2023)
320 masyarakat sipil (OAP dan non-OAP) tewas (2010 – Maret 2022)[16] Perkiraan jangka panjang bervariasi antara 100,000[17]- 500.000 warga sipil tewas[18]
Konflik Papua adalah konflik militer yang tejadi di wilayah Papua, Indonesia. diawali pada tahun 1961, muncul keinginan Belanda untuk membentuk negara Papua Barat yang terlepas dari Indonesia,[19] Langkah Belanda ini kemudian ditentang oleh Presiden Indonesia, Soekarno dengan mendekatkan diri pada negara komunis terutama Uni Soviet.[20] Sikap Soekarno ini membuat takut Belanda dan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy. Sebab jika hal itu dibiarkan maka Indonesia kemungkinan menjadi negara komunis terbesar di Asia Tenggara.[21][22] Ketakutan itu lalu membuat Belanda mengambil sikap untuk menyerahkan masalah Papua ke PBB. Dari dan melalui PBB, Belanda mengambil sikap untuk keluar dari Papua dan tidak jadi mengambil, merebut, dan menjajah Papua lalu Papua diserahkan "kembali" ke Indonesia dengan syarat memberi kesempatan pada rakyat Papua untuk menentukan sikap sendiri atau referendum (Penentuan Pendapat Rakyat/PEPERA).
Ikhtisar
Pada bulan Desember 1949, di akhir Revolusi Nasional Indonesia, Belanda sepakat untuk mengakui kedaulatan Indonesia atas wilayah bekas Hindia Belanda, dengan pengecualian dari Papua bagian barat, dimana Belanda terus mengakui sebagai Nugini Belanda. Pemerintah Indonesia nasionalis berpendapat bahwa itu adalah negara penerus dari Hindia Belanda dan menginginkan untuk mengakhiri kehadiran kolonial Belanda di Nusantara. Belanda berpendapat bahwa orang Papua dengan etnis yang berbeda[23] dan bahwa Belanda akan terus mengelola wilayah itu sampai mereka mampu menentukan nasib sendiri.[24] Dari tahun 1950 di Belanda dan negara-negara Barat sepakat bahwa Papua harus diberikan sebuah kemerdekaan sebagai negara, namun karena pertimbangan global, terutama kekhawatiran pemerintahan Kennedy untuk menjaga Indonesia berada pihak mereka dalam situasi Perang Dingin, Amerika Serikat menekan Belanda untuk mengorbankan kemerdekaan Papua dan menyerahkan untuk digabung bersama Indonesia.[25]
Pada tahun 1962, Belanda setuju untuk melepaskan wilayah administrasi PBB sementara, menandatangani Perjanjian New York, yang termasuk ketentuan referendum yang akan diadakan sebelum 1969. Militer Indonesia yang mengorganisir pemilihan ini, yang disebut Penentuan Pendapat Rakyat pada 1969 untuk menentukan pandangan penduduk lokal untuk masa depan Papua dan Papua Barat; hasilnya adalah mendukung integrasi ke Indonesia. Melanggar Perjanjian antara Indonesia dan Belanda, suara lewat angkat tangan tersebut ditunjukkan di hadapan militer Indonesia, dan hanya melibatkan 1025 orang yang mengangkat tangan orang dengan dipaksa lewat todongan senjata untuk memilih integrasi dengan Indonesia, jauh lebih sedikit dari 1% orang-orang yang seharusnya berhak untuk memilih. Keabsahan suara yang kemudian dibantah oleh aktivis kemerdekaan, yang meluncurkan kampanye protes terhadap pendudukan militer Papua Barat oleh Indonesia.
Pemerintah Indonesia dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia, seperti serangan terhadap warga sipil dan memenjarakan orang-orang yang menaikkan bendera Bintang Kejora sebagai bendera nasional Papua Barat karena merupakan pengkhianatan terhadap Indonesia dan simpatisan Organisasi Papua Merdeka.[26]
Melalui program transmigrasi, yang sejak 1969 termasuk migrasi ke Papua, sekitar setengah dari 2,4 juta penduduk Papua Indonesia lahir di Jawa,[27] meskipun perkawinan meningkat dan keturunan transmigran berdatangan yang tetap melihat diri mereka sebagai "Papua" kelompok etnis orang tua mereka.[28]
Pada 2010, 13.500 pengungsi Papua hidup dalam pengasingan di negara tetangga yang merdeka, Papua Nugini,[27] dan kadang-kadang bagian dari tumpahan pertempuran di perbatasan negara. Akibatnya, Angkatan Pertahanan Nugini Papua telah menyiapkan patroli di sepanjang perbatasan barat PNG untuk mencegah infiltrasi oleh OPM. Selain itu, pemerintah PNG telah mengusir penduduk "pelintas batas" dan membuat janji tidak ada aktivitas anti-Indonesia sebagai syarat untuk migran tinggal di Papua Nugini. Sejak akhir 1970-an, OPM telah membuat pembalasan "ancaman terhadap proyek bisnis PNG dan politisi untuk operasi PNGDF melawan OPM".[29] Pada 1976, berlangsung Operasi Jayapura 1976. PNGDF telah melakukan patroli perbatasan bersama dengan Indonesia sejak tahun 1980-an, meskipun operasi PNGDF melawan OPM adalah "sejajar".[30]
Pada tahun 2004, Kampanye Papua Barat Merdeka berdasarkan UK didirikan oleh diasingkan pemimpin Papua Barat Benny Wenda untuk mendorong PBB untuk mengadakan Referendum Kemerdekaan di Papua Barat. Kampanye telah berkembang menjadi dukungan internasional dan dukungan dari tokoh-tokoh seperti peraih Nobel Perdamaian Uskup Agung Desmond Tutu.[31] Pada 2012, Kampanye mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono untuk kunjungan kenegaraan ke Inggris pada bulan Oktober-November tahun itu. Yudhoyono memprotes ketika ia pergi di London secara teratur melihat banyaknya Bendera Nasional Papua Barat berkibar yang bila di Indonesia adalah tindakan ilegal.
Pemimpin ULMWP (United Liberation Movement of West Papua) Benny Wenda, mendeklarasikan kemerdekaan "Papua Barat" (Papua) pada tanggal 3 Desember 2020 dan sekarang sedang menunggu respon pemerintah Indonesia, terutama dengan Joko Widodo, untuk membahas solusi konflik Papua.[32] Banyak politisi Indonesia membantah aksi ini, terutama Mahfud MD[33]dan lainnya.
September–Desember 1981: 13.000 orang diduga tewas di dataran tinggi tengah.
Juli 1984: Angkatan Laut, Udara, dan Darat menyerbu desa Nagasawa/Ormo Kecil, 200 orang tewas.
Tanpa sumber: bombardir dari laut di Taronta, Takar, dan desa pesisir Masi-Masi; yang selamat melarikan diri ke arah Jayapura; pada 1950 masih dikuasai Belanda dan masing-masing desa berpopulasi 1.500–2.000 orang.
15 Mei 1996: Krisis sandera Mapenduma, berakhir dengan serbuan Kopassus ke desa Geselama, di Mimika.[36][37][38]
Era Reformasi
1998–2010
6 Oktober 2000: polisi merazia upacara pengibaran bendera di Wamena, massa mengumpul dan dua warga non-Papua tewas dalam sebab tidak jelas. Massa memulai kerusuhan ke lingkungan migran dari daerah lain di Indonesia, membakar dan menjarah toko-toko. 7 warga Papua tertembak dan 24 warga non-Papua tewas.[39]
11 November 2001: ketua Presidium Dewan Papua, Theys Eluay, ditemukan tewas di mobilnya di luar Jayapura setelah hilang diculik.[40]
31 Agustus 2002: pemberontak menyerang sekelompok profesor Amerika. 3 tewas dan 12 lainnya luka-luka. Polisi menduga OPM yang bertanggung jawab.[41]
1 Desember 2003: Sekelompok 500 orang mengibarkan bendera separatis, 42 orang ditangkap.
15 Oktober 2004: pemberontak menewaskan enam warga sipil dalam serangan di Puncak Jaya.[42]
16 Maret 2006: Tiga polisi dan seorang pilot tewas dan 24 orang lainnya cedera dalam bentrokan dengan warga papua dan mahasiswa yang telah menuntut penutupan tambang Grasberg Freeport di Provinsi Papua.[43]
Pada tanggal 9 Agustus 2008: Di Wamena, satu orang, Opinus Tabuni (kerabat Buchtar Tabuni), tewas tertembak peluru kepolisian Indonesia yang dipicu pengibaran bendera Bintang Kejora oleh aktivis di sebuah demostrasi besar yang diorganisir oleh DAP (Dewan Adat Papua) dalam Hari Internasional Masyarakat Adat Dunia.[44]
4 Desember 2008: 4 warga Papua terluka oleh tembakan dari polisi dalam demonstrasi menuntut kemerdekaan Papua.[45]
29 Januari 2009: Sedikitnya 5 orang Papua terluka karena tembakan oleh polisi saat demonstrasi.[45]
14 Maret 2009: Satu personel TNI tewas dalam serangan terhadap pos tentara di Tingginambut. OPM diduga bertanggungjawab.[46]
Pada tanggal 8 April 2009: Beberapa bom meledak di sebuah jembatan dan sebuah kilang di pulau Biak. Satu orang tewas.[45]
9 April 2009: Sebuah serangan bom di Jayapura menewaskan 5 orang dan menciderai beberapa orang.[47] Sementara itu 500 militan menyerang pos polisi dengan busur dan panah dan bom bensin. Satu orang tewas tertembak polisi.[48]
11-12 April 2009: Pertempuran antara tentara dan militan Papua menewaskan 11 orang termasuk 6 anggota tentara. Pada saat yang sama, sebuah bom dijinakkan di kantor polisi di Biak.[45]
Pada tanggal 15 April 2009: Sebuah serangan terhadap sebuah konvoi polisi di Tingginambut menewaskan satu orang dan melukai enam. OPM diduga bertanggungjawab.[45]
11 Juli 2009: Seorang karyawan Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc warga Indonesia tewas ditembak dalam serangan di luar perusahaan tambang itu di Papua.[49]
Juli 2009: insiden pengibaran bendera Papua Barat oleh OPM di desa Jugum, kemudian lebih dari 30 rumah dibakar dalam sebuah operasi TNI.[50]
12 Agustus 2009: Sebuah konvoi 16 bis karyawan Freeport-McMoRan Copper disergap. Dua orang tewas dan 5 luka-luka.[51]
Pada tanggal 16 Desember 2009: pimpinan Organisasi Papua Merdeka (OPM) Kelly Kwalik tewas ditembak oleh kepolisian Indonesia saat operasi penyerbuan di Timika.[52]
2010-an
24 Januari 2010: Pemberontak menyergap sebuah konvoi karyawan perusahaan tambang PT Freeport McMoran. 9 orang terluka, OPM menyangkal bertanggung Jawab.[53]
1 Maret 2010: Asosiasi Papua Barat Australia di Sydney mengatakan bahwa situasi di Papua Barat memburuk. Sejak Juli tahun lalu telah terjadi 14 insiden penembakan di sekitar tambang Grasberg, tambang emas dan tembaga milik Freeport, dan serangan ini telah menewaskan sedikitnya 3 dan melukai 13 orang.[54]
23 Maret 2010: Pemberontak menyerang sebuah konvoi tentara Indonesia. melukai beberapa tentara.[55]
Mei 2010: OPM diduga menewaskan 3 pekerja di sebuah lokasi konstruksi, memicu sebuah operasi militer oleh TNI yang menyerbu sebuah desa, 2 tewas dan seorang wanita diperkosa sementara rumah di 3 desa dibakar oleh militer.[56]
17 Mei 2010: TNI menyerang markas militan OPM, menewaskan satu tersangka militan.[56]
21 Mei 2010: Militan menyerang anggota TNI di dekat Yambi, 75 km dari Mulia. Tidak ada korban.[56]
15 Juni 2010: Seorang perwira polisi Indonesia tewas tertembak saat patroli, 8 senjata api dicuri oleh pemberontak.[57]
Juli 2010: 12 rumah dan dua gereja rusak dan seorang wanita diperkosa saat operasi TNI untuk menangkap Goliath Tabuni.[58]
23 Juni 2011: Seorang perwira polisi dari Jayapura ditembak oleh anggota yang diduga dari OPM.[59]
6 Juli 2011:. Tiga tentara ditembak saat bentrokan dengan penyerang tak dikenal di Desa Kalome, Tingginambut.[60]
20 Juli 2011: Seorang perwira TNI tewas dalam penyergapan terhadap pasukan keamanan di distrik Puncak Jaya di Papua oleh pemberontak.[60]
31 Juli 2011:. Pemberontak menyerang sebuah mobil di Papua dengan senjata, kapak dan pisau menewaskan seorang tentara dan tiga warga sipil dan melukai tujuh orang, OPM menyangkal bertanggung jawab.[61][62]
2 Agustus 2011: Seorang personel TNI yang menjaga sebuah pos militer di Tingginambut tewas tertembak. Di kota Mulia dua penembakan terhadap target polisi dan militer melukai seorang tentara.[64]
3 Agustus 2011: Pemberontak menembak sebuah helikopter militer saat mengevakuasi tubuh seorang prajurit yang diduga juga dibunuh oleh mereka.[64]
22 Oktober 2011: Al Jazeera menerbitkan rekaman dari sebuah pertemuan kemerdekaan yang diserang oleh pasukan keamanan Indonesia. Setidaknya lima orang tewas.[65][66]
2 Desember 2011: Seorang perwira kepolisian Jayapura ditemukan tewas di samping sungai pada hari Kamis setelah ia diduga dibunuh oleh kelompok orang yang bersenjata panah dan belati. OPM diduga bertanggung jawab.[67]
5 Desember 2011:. Dua perwira kepolisian tewas di Puncak Jaya selama tembak-menembak dengan tersangka anggota OPM.[68]
12 Desember 2011: kepolisian menyergap markas grup lokal OPM. Polisi menyita senjata api, amunisi, pisau, perlengkapan perang, dokumen, bendera Bintang Kejora dan menewaskan 14 militan.[69]
Juni 2012, Koordinator Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Mako Tabuni meninggal di rumah sakit setelah mengalami luka tembak dalam operasi penangkapan oleh kepolisian Jayapura.[70]
22 Februari 2013, sebuah helikopter TNI rusak akibat tembakan dari darat ketika mencoba untuk mengevakuasi mayat personel yang tewas melawan OPM sebelumnya. Setidaknya 3 anggota kru terluka. 8 personel TNI tewas dalam tembak-menembak sebelumnya.[71]
Negara yang mendukung penentuan nasib sendiri di Majelis Umum PBB
Saint Vincent dan Grenadine – Saint Vincent dan Grenadines menyatakan dukungan mereka untuk penentuan nasib sendiri Papua pada tahun 2017 di Majelis Umum PBB, yang disampaikan oleh Wakil Perdana Menteri, H.E. Mr. Louis Straker.[72]
Vanuatu – Vanuatu mensahkan Wantok Blong Yumi Bill pada tahun 2010[73] dan menyatakan dukungan mereka untuk penentuan nasib sendiri Papua pada tahun 2017 di Majelis Umum PBB.[74]
Kepulauan Solomon – Kepulauan Solomon menyatakan dukungan mereka untuk penentuan nasib sendiri Papua pada tahun 2017 di Majelis Umum PBB.[74]
Tonga – Perdana Menteri TongaʻAkilisi Pōhiva mendesak dunia untuk mengambil tindakan atas situasi hak asasi manusia di wilayah Papua Barat Indonesia dan menyatakan dukungan untuk penentuan nasib sendiri untuk Papua Barat pada tahun 2017.[75][76]
Tuvalu –Mantan Perdana Menteri Enele Sopoaga mendukung penentuan nasib sendiri Papua di Majelis Umum PBB pada 2017 dan menandatangani pernyataan bersama dengan negara kepulauan Pasifik lainnya pada Mei 2017.[77][78]
Nauru – Pada 2017, Nauru menandatangani deklarasi bersama yang mendukung penentuan nasib sendiri orang Papua.[78]
Palau – Pada 2017, Palau menandatangani deklarasi bersama yang mendukung penentuan nasib sendiri Papua.[78]
Kepulauan Marshall – Pada 2017, Kepulauan Marshall menandatangani deklarasi bersama yang mendukung penentuan nasib sendiri Papua.[78]
Pemimpin dan kelompok yang mendukung penentuan nasib sendiri
^Maran, Major Arm Fence D (2008). Anatomy of Separatists(PDF) (Laporan). Indonesian intelligence. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 17 October 2011. Diakses tanggal 22 October 2017.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)