Kerusuhan Banjarmasin
Kerusuhan Banjarmasin terjadi pada tanggal 23 Mei 1997. Saat itu Banjarmasin dilanda kerusuhan massal, menyusul kampanye Golkar pada hari terakhir putaran kampanye Partai Persatuan Pembangunan menjelang pemilihan umum legislatif Indonesia 1997. Dilihat dari skala kerusuhan dan jumlah korban serta kerugiannya, peristiwa yang kemudian disebut sebagai Jumat Membara atau Jumat Kelabu itu termasuk salah satu yang terbesar dalam sejarah Orde Baru. Namun, akibat ketertutupan pemerintah, tidak ada laporan yang akurasinya bisa dipercaya penuh mengenai apa yang sesungguhnya terjadi di lapangan pada waktu itu. Dibandingkan dengan skalanya, berita-berita pers sangat terbatas dan tidak sebanding.[1] Pada hari itu berlangsung putaran terakhir masa kampanye Pemilu 1997 dan bertepatan dengan hari Jumat, yang secara kebetulan merupakan hari kampanye Golkar. Menurut rencana semula, setengah hari kampanye diawali dengan kampanye simpatik berupa pendekatan kepada kalangan bawah dengan menyasar buruh, pengojek, dan tukang becak. Kemudian, setengah hari berikutnya, usai salat Jumat, kampanye akan dilanjutkan dengan panggung hiburan rakyat di Lapangan Kamboja. Pada acara tersebut akan hadir Menteri Sekretaris Kabinet Saadilah Mursjid, Ketua MUI Kiai Hasan Basri, dan artis-artis ibu kota. Rencana itu tidak pernah terwujud, karena yang terjadi kemudian adalah malapetaka berupa kerusuhan massal.[2] Hingga tengah hari, semua kegiatan di tengah kota Banjarmasin masih berjalan normal. Begitu pula di mal terbesar di Banjarmasin kala itu Mitra Plaza, yang kemudian berubah sekejap menjadi pusat kerusuhan. Pengunjung dan pembeli ramai seperti biasanya, para pegawai pusat perbelanjaan berlantai empat itu pun bekerja sebagaimana hari-hari sebelumnya. Di lantai satu pusat perbelanjaan yang terletak di tepi sungai Martapura ini terdapat perkantoran, antara lain kantor Bank Bumi Daya (BBD). Lantai 2 digunakan sebagai tempat penjualan pakaian, sementara di lantai 3 terdapat swalayan Hero, toko buku Gramedia, restoran cepat saji CFC, dan sebuah bioskop. Di lantai 4 terdapat diskotek, kedai kopi, dan tempat hiburan, termasuk biliar dan sejenisnya. KronologiMulai sekitar pukul 9.00, kegiatan kampanye sudah semarak, warna kuning ada di mana-mana. Golkar membagi-bagikan saputangan bergambar beringin dan bekal nasi bungkus, masing-masing berjumlah 10 ribu. Sasaran kampanye ini ialah para buruh, tukang becak, tukang ojek. Pada sekitar pukul 11.00 kampanye membagi-bagikan nasi bungkus dan saputangan usai dengan tenang. Pada sekitar pukul 12.00 atau tengah hari, umat Islam menjalankan ibadah salat Jumat. Sewaktu ibadah berlangsung, sebagian massa kampanye Golkar, yang umumnya terdiri dari anak-anak muda dan remaja, masih berkampanye. Mereka berputar-putar keliling kota dengan menaiki sepeda motor. Banyak di antara sepeda motor itu knalpotnya dicopoti, dan suara raungan mesin motor dirasakan sangat mengusik ketenangan mereka yang sedang beribadah. Puncaknya, ketika arak-arakan sepeda motor tersebut melewati Masjid Noor di Jalan Pangeran Samudera. Masjid ini terletak di daerah basis Partai Persatuan Pembangunan. Menurut sumber dari Tim Lembaga Bantuan Hukum Nusantara (LBHN) cabang Banjarmasin yang melakukan investigasi ke lapangan, ketika massa yang akan berkampanye itu melintas, jemaah salat Jumat yang meluber sampai ke jalan itu masih sedang membaca doa. Sebenarnya polantas sudah berusaha mengadang massa Golkar. Namun Satgas Golkar bersikeras untuk melewati jalan itu. Alasan mereka adalah salat Jumatnya hanya tinggal membaca doa.[3] Kemarahan jemaah dengan cepat menyebar seusai salat Jumat dan sampai ke telinga penduduk di berbagai sudut kota Banjarmasin lainnya. Usai salat Jumat, terjadilah kerusuhan di depan kantor DPD Golkar Kalsel. Kabar itu segera tersiar dan massa berdatangan tanpa bisa dibendung. Mereka akhirnya bentrok dengan Satgas Golkar, yang rata-rata berasal dari organisasi Pemuda Pancasila dan FKPPI. Karena massa terlalu banyak, Satgas Golkar terpaksa mencari jalan selamat. Namun akibatnya, ada enam mobil peserta kampanye Golkar yang dibakar. Di depan kantor Banjarmasin Post, dari arah timur ribuan massa menyerbu dengan membawa senjata aneka macam. Mereka berlari-lari ke arah Lapangan Kamboja, tempat kampanye Golkar akan dilangsungkan. Di sepanjang jalan, semua bendera, spanduk, umbul-umbul Golkar diturunkan dan dibakar. Di sana, mereka bergabung dengan massa penyerbu yang mula-mula muncul di pinggir lapangan. Panggung kampanye pun diserbu dan dirobohkan. Kaum penyerbu bertarung dengan dua puluh ribu massal Golkar yang sedang berkumpul di sana. Para petugas keamanan tidak mampu mengendalikan pertarungan dengan kekerasan tersebut. Sebuah rumah ibadah, yaitu Gereja HKBP yang terletak di dekat kantor Banjarmasin Post mulai terbakar. Mobil pemadam kebakaran yang berusaha mencegah menjalarnya api ke gedung Banjarmasin Post terpaksa pergi karena petugasnya dikalungi celurit oleh massa. Namun api tidak jadi melalap kantor Banjarmasin Post. Sebagian massa menyerbu Hotel Istana Barito. Di sana, mereka berhadapan dengan ribuan massa Golkar yang berkumpul di depan hotel, sedang bersiap-siap untuk kampanye sore itu. Dari arah barat, tiba-tiba muncul ribuan massa lain, sebagian mengenakan kaus hijau dan atribut PPP. Dengan senjata tajam dan apa saja, mereka menyerbu massa di depan hotel. Mobil-mobil yang kebetulan ada di sana hancur luluh lantak, kaca-kaca hotel pecah dilempari batu. Sejak pukul 15.00, listrik pun padam, menambah suasana mencekam, dan kerusuhan meningkat. Sebagian besar tamu Hotel Istana Barito masih berada di dalam kamar mereka dalam kegelapan. Tiba-tiba satpam hotel menggedori pintu-pintu kamar dan berteriak, kebakaran! Para tamu pun berhamburan ke luar, menyelamatkan diri masing-masing. Dengan cepat, kerusuhan menjalar ke mana-mana. Massa terus melakukan pengrusakan, sambil meneriakkan yel-yel PPP. Beberapa orang mengenakan atribut PDI. Suasana semakin kalut. Massa merusak dan membakar mobil-mobil pribadi yang ditemui di jalan raya mana saja dan menjarah isinya. Sebuah mobil meledak, setelah dibakar di jalanan. Di depan Mitra Plaza, beberapa mobil segera bergelimpangan, sebagian terbakar. Seorang wanita naik sepeda motor dengan hanya mengenakan bra di bagian atas, karena kaus Golkarnya dirampas massa. Di jalanan, batu-batu berserakan, pecahan kaca bertebaran di mana-mana. Di jalanan, fasilitas umum dihancurkan. Massa juga merusak dan melempari ruko-ruko yang berderet di sepanjang Jalan HM Hasanuddin sampai Jalan Ahmad Yani, kawasan Sudimampir, Jalan MT Haryono, dan Jalan Pangeran Samudera. Di dalam kompleks Mitra Plaza, dengan persetujuan dari manajemen di Jakarta, pimpinan TB Gramedia memutuskan untuk menutup toko dan karyawan diminta segera meninggalkan lokasi kerja. Semua pulang, dengan catatan tidak memakai atribut PPP mana pun. Di depan Mitra Plaza, petugas mulai menutup jalanan dan membuat pagar betis untuk melindungi kompleks pertokoan itu. Namun ribuan massa tidak terbendung, mereka merangsek ke depan, memecah pagar betis petugas, memecahkan kaca-kaca etalase, masuk ke dalam gedung, dan menjarah apa saja yang bisa diambil. Gas air mata yang disemprotkan petugas tidak mampu menahan mereka. Hingga saat itu, Mitra Plaza baru dirusak, tetapi belum terbakar. Kemudian, sebuah sedan putih didorong dan ditabrakkan ke kaca etalase Toys Kids di lantai dasar, sebelum akhirnya mobil itu dibakar. Api segera menyebar ke seluruh gedung. Setelah Mitra Plaza terbakar, gedung-gedung lain segera menyusul. Malam itu, seluruh empat lantai gedung Mitra Plaza ludes terbakar. Sementara itu, kerusuhan tidak hanya menjangkau kawasan pertokoan. Wilayah permukiman penduduk pun mulai terkena. Kampung Kertak Baru Ulu, khususnya RT 10 yang dihuni 30 KK mulai dilalap api sejak pukul 16.35 WITA. Kawasan permukiman ini berlokasi di belakang Jalan Pangeran Samudera. Api mula-mula berasal dari kelenteng yang segera menjalar ke rumah-rumah yang terletak di belakangnya. Api bahkan menjalar ke asrama POM ABRI yang hanya terpisah oleh sungai selebar 3 meter dari Kertak Baru Ulu. Sementara di tempat lain, yaitu di Jalan Veteran dan Jalan Lambung Mangkurat, pada waktu yang sama, sebanyak enam gereja dan satu kelenteng ikut dihancurkan. Rumah-rumah etnis Tionghoa juga ikut dilempari batu. Bahkan ada keluarga yang akan menyelamatkan diri, setelah mobil penjemput datang, mobil tersebut dihancurkan kacanya, terpaksa pemiliknya lari menjauh dari sana. Rumah bos klub sepak bola Barito Putera yang juga calon legislatif dari Golkar juga digasak massa, rumah itu disatroni massa dan dirusak. Kompleks Pamen ABRI pun ikut rusak, barangkali karena penghuninya banyak yang menjadi calon legislatif Golkar.[3] Sekitar pukul 17.00 WITA, massa bergerak kembali ke arah DPD I Golkar, tetapi tidak langsung ke sana. Mereka mampir kembali di Junjung Buih Plaza. Genset Junjung Buih Plaza dibakar dan gedung 8 lantai tersebut akhirnya terbakar. Sebuah hotel di gedung itu, Hotel Kalimantan, banyak artis yang mengikuti kampanye menginap, termasuk juru kampanyenya. Di hotel tersebut juga menginap Ketua Umum MUI Pusat Kiai Hasan Basri (MUI) yang ikut rombongan kampanye. Di sana juga ada Gubernur Kalimantan Selatan dan Muspida, tetapi akhirnya mereka dapat diselamatkan. Namun tidak diketahui apakah di sana juga jatuh korban, yang jelas saat dilakukan penyelamatan banyak yang jatuh pingsan. Gubernur Kalimantan Selatan Gusti Hasan Aman sendiri merasa sangat kaget dan seolah tidak percaya melihat ulah massa yang begitu brutal.[3] Karena massa terus mengamuk, pemadaman pun tidak berlanjut, yang menyiram air kemudian lari dari kepungan massa. Banyak tabung gas meledak setelah disiram air, kemudian ditinggal lari menghindari amukan massa. Sejumlah sepeda motor tidak dapat diselamatkan dan ikut dilalap si jago merah.[3] Mulai sekitar pukul 18.00, bagian belakang gedung Anjung Surung mulai mengepulkan asap. Api membakar habis apotek Kasio yang terletak di belakang gedung ini. Barisan Pemadam Kebakaran tidak berdaya, karena massa mencegah dan mengancam mereka supaya tidak memadamkan api. Namun secara ajaib, ketika seluruh api menelan gedung-gedung di sekitarnya, gedung Anjung Surung selamat. Petugas UGD RS Islam Banjarmasin menyebutkan, hingga pukul 17.30 rumah sakit tersebut merawat 12 orang korban. Delapan di antaranya menderita luka bacok, empat sisanya akibat kecelakaan lalu lintas. Sementara RSUD Ulin menyebutkan, sedikitnya mereka merawat 20 orang pasien, termasuk Didik Triomarsidi, juru foto Banjarmasin Post. Didik dianiaya massa ketika meliput penghancuran gedung markas DPD Golkar. Saat itu, orang-orang dari berbagai kampung pun mulai gelisah dan mulai melakukan pengamanan masing-masing. Mereka semua keluar rumah, menjaga setiap gang, dan jalan-jalan masuk. Lengkap dengan senjata tajam, berupa mandau, samurai, dan celurit. Penjagaan dilakukan semalam suntuk, karena mereka mendengar isu yang mengatakan bahwa Golkar akan mengadakan serangan balasan.[3] Pukul 20.30 WITA, massa beramai-ramai ke arah Supermarket Mitra, yang merupakan pusat pertokoan terbesar di Banjarmasin. Letaknya di Jalan Sumatra. Di gedung berlantai empat ini banyak terdapat toko-toko elektronik, komputer, diskotek, ruang pertemuan, ruang pamer mobil mewah, toko buku Gramedia, CFC, Bioskop 21, dan sarana hiburan anak-anak. Massa berhasil masuk dengan menorobos blokade keamanan. Isi gedung dijarah dan dibawa lari. Gedung itu sendiri telah terbakar sekitar pukul 20.00 WITA, dan api menyala sampai pukul 09.00 keesokan harinya.[3] Massa terus mengamuk dan mengobrak-abrik isi gedung. Pada saat itu tersiar kabar bahwa pasukan keamanan diperbolehkan untuk menangkap dan menembak di tempat, tetapi pasukan keamanan tidak melakukan apa-apa. Akhirnya, massa yang lengkap dengan berbagai senjata tajam itu terus mengamuk. Pukul 22.00 WITA, 1.000 orang pasukan bantuan datang dengan tiga pesawat Hercules. Menurut laporan LBHN Banjarmasin itu, tidak diketahui dari mana mereka didatangkan. Pasukan kemudian bergerak mendekati Gedung Mitra Plaza. Mereka menghalau massa yang masih ada di gedung itu. Senjata menyala, tetapi pihak LBHN Banjarmasin tidak memperoleh informasi berapa korban yang jatuh di sana.[3] Pada malam harinya, jumlah gerombolan massa menyusut. Listrik masih padam dan seluruh kota dalam keadaan tetap gelap gulita, hanya diterangi kobaran api di mana-mana. Beberapa tempat diblokade petugas keamanan, tetapi gerombolan massa masih berkerumun di beberapa tempat. Mereka memasuki kawasan permukiman, menyerang dengan celurit, kelewang, mandau, samurai, dan berbagai macam senjata lain. Beberapa rumah, kantor, dan warung yang berdekatan dengan Banjarmasin Post masih terbakar. Laporan awal menyebut, secara keseluruhan ratusan rumah dan toko hancur, sebuah gereja Katolik, sebuah bank, dan sebuah hotel ikut hancur. Sekitar 80 orang diberitakan luka-luka dan 50 orang ditahan. Kemudian, sekitar pukul 23.00 WITA, massa menuju ke arah luar kota. Sasarannya adalah rumah-rumah calon legislatif Golkar. Karena terbetik kabar massa membawa formulir berisi Daftar Calon Tetap (DCT) Golkar. Ada empat rumah yang dibakar walau belum jelas apakah itu rumah caleg Golkar atau bukan. Juga menjadi sasaran adalah toko-toko etnis Tionghoa di sepanjang jalan, ikut dihancurkan dengan lemparan batu. Hampir semua toko di sepanjang Jalan Ahmad Yani rusak berat dan api membumbung tinggi. Saat itu pasukan pun tidak lagi diam, mereka mulai mengejar massa.[3] Sekitar pukul 00.00 WITA, seorang warga yang keluar rumah untuk melihat keadaan kelihatan tergeletak tertembak peluru. Meski begitu, masih menurut laporan Tim LBHN Banjarmasin, suasana di jalan-jalan masih ramai. Banyak orang yang sudah telanjur keluar sulit pulang lagi ke rumahnya masing-masing. Karena jalan-jalan sudah diblokade oleh warga kampung. Bagi yang bukan warganya tidak diperbolehkan masuk dan melewati jalan tersebut.[3] Namun sekitar pukul 01.00 WITA dini hari pada Sabtu, 24 Mei, massa bergerak ke luar kota. Karena semua jalan sudah diblokade oleh pihak keamanan. Suasana semakin tegang, khususnya di pusat kota, semua listrik padam, dan baru menyala sekitar pukul 09.30 pagi.[3] Kemudian pasukan keamanan, sekitar pukul 03.00 WITA, menggeledah Kampung Kelayan. Kampung ini merupakan kampung terpadat di Banjarmasin dan dikenal banyak preman. Ada 195 orang yang diamankan di Mapolresta Banjarmasin. Kondisi mereka babak belur dan hampir semua menjadi sulit untuk dikenali wajahnya. Sekitar pukul 04.00 WITA, masyarakat Perumahan Beruntung Jaya yang semalam suntuk berjaga terus karena ada isu akan diserang, bertahan masuk ke rumah, saat ada suara pasukan datang. Tak jelas berapa orang ditahan dari sana. Pukul 06.00 WITA, aparat keamanan, kurang lebih 5 truk, datang ke kampung Teluk Tiram. Di kampung itu, mereka memburu massa yang diperkirakan ada di kampung tersebut. Mereka dengan senjata lengkap di tangan berjaga-jaga terus di jalan-jalan utama. Setiap orang lewat yang kelihatan mencurigakan digeledah. Bahkan, yang terlihat menggunakan pakaian agak kumuh langsung dihentikan. Hingga keesokan harinya, Sabtu pagi, api masih menyala di kompleks Plaza Mitra. Seluruh lantai gedung tersebut masih belum bisa dimasuki. Namun bau sangit dan busuk menyengat hingga ke luar ruangan. Regu penyelamat belum bisa bertindak apa-apa, karena gedung masih diselimuti api dan asap. Evakuasi baru bisa dilakukan sore hari ketika sebagian api sudah padam. Kapolda Kalsel memberikan laporan kepada Kapolri mengenai kemungkinan terdapatnya sejumlah mayat yang terbakar hangus di dalam kompleks pertokoan. Para pejabat dari Jakarta yang sedianya berkampanye, diterbangkan kembali dari Banjarmasin, mereka termasuk Mensekkab Saadilah Mursyid dan Kiai Hasan Basri. Pangdan Tanjungpura Mayjen Namoeri Anoem mengumumkan berlakunya jam malam di Banjarmasin, mulai dari pukul 8 malam hingga 5 pagi, selama lima hari masa tenang kampanye, 24-29 Mei 1997. KerugianDari kerugian material, ratusan rumah, toko, gedung, dan bangunan lain, hancur luluh lantak. Yang hancur lebur termasuk gedung PLN Cabang Banjarmasin, Kantor Kanwil Depsos Kalsel, Kantor PDAM Banjarmasin, Kantor Pegadaian Banjarmasin, BDN, BRI, Bank Lippo, Bank Danamon, Bank Utama, BDNI, enam restoran, dua bioskop, tiga hotel (Hotel Kalimantan, Hotel Banjarmasin, Hotel Barito Palace). Selain Plaza Mitra, pusat-pusat pertokoan lain yang dihancurkan serta dijarah ialah Plaza Junjung Buih, Siolatama, Toserba Barata, Plaza Arjuna, Edwin Haouse, Toserba Lima Cahaya, dan pusat perbelanjaan Sudimampir.[4][5][6][7] Untuk data selanjutnya, lihat tabel.
Selain itu, ratusan penduduk tewas dan luka parah, belum termasuk yang luka-luka ringan. Jumlah korban jiwa 142 orang.[8] Jumlah angka korban ini bervariasi dan tidak sama. Pengumuman pertama mengenai jumlah tumpukan korban itu, dalam laporan Letkol (Pol) Friedy Tjiptoadi, Kapolres Banjarmasin, kepada Kol. (Pol) Sanimbar Kapolda Kalimantan Selatan, menyebut angka 60 orang. Sehari kemudian, angka itu menjadi 133 orang. Pangdam Mayjen Namoeri Anoem menyatakan, 187 orang ditahan sehubungan dengan kerusuhaan Jumat Membara. Polisi mengumumkan, 118 orang dibawa ke rumah sakit, banyak di antaranya dalam kondisi luka parah. Brigjen (Pol) Nurfaizi, Kadispen Polri, menyatakan, data terakhir menunjukkah 142 orang tewas, dengan rincian 140 tewas terbakar di Plaza Mitra, dan dua orang tewas di pusat perbelanjaan Lima Cahaya. Masih dalam pengumuman resmi ini, 118 orang luka-luka, ditambah 5 anggota ABRI. Tim Pencari Fakta YLBHI mencatat 123 korban tewas, 118 luka-luka, dan 179 orang hilang. Menurut Komnas HAM, laporan mengenai angka yang hilang sebanyak 199 orang, tetapi kemudian dua orang sudah kembali, sehingga jumlah orang hilang sebanyak 197. Jika angka orang hilang ini dianggap sebagai tewas (yang sangat besar kemungkinannya), maka perkiraan korban tewas antara 302 hingga 320 orang. Korban tewas di Plaza Mitra dikunjungi tim pencari fakta Komnas HAM pada 31 Mei 1997. Dua jam kemudian, 120 di antaranya dikuburkan secara massal dengan tata cara Islam di kompleks pemakaman Landasan Ulin Tengah, Kecamatan Landasan Ulin, Kota Administratif (sekarang kota otonom) Banjarbaru, yang terletak 22 kilometer sebelah tenggara Banjarmasin. Tiga korban lain sudah diambil keluarga mereka dan dikuburkan tersendiri. Komnas HAM melaporkan, tidak ada bukti telah digunakannya peluru tajam yang menyebabkan tewasnya korban kerusuhan. Dalam laporannya, Komnas HAM juga menyatakan, dalam memadamkan kerusuhan, aparat keamanan tidak menggunakan alat-alat yang mematikan, tetapi menggunakan letusan peringatan, granat asap, dan gas air mata. Referensi
Pranala luar
|