Komando Pasukan Khusus

Komando Pasukan Khusus
Lambang Kopassus
Aktif16 April 1952; 72 tahun lalu (1952-04-16)
Negara Indonesia
Tipe unitPasukan khusus
Peran
  • Operasi Khusus Rahasia
  • Anti Gerilya
  • Operasi Pengintaian Khusus
  • Perang Konvensional/Unkonvensional
  • Operasi Intelijen/Kontra Intelijen
  • Operasi Pembebasan Sandera
  • Sabotase
  • Anti Teror
Jumlah personelRahasia
Bagian dariTNI Angkatan Darat
MarkasJakarta Timur
JulukanPasukan Baret Merah
Hantu Rimba
Komando
MotoBerani, Benar, Berhasil
Baret MERAH  & Loreng darah mengalir
HimneLebih Baik Pulang Nama Daripada Gagal di Medan Tugas
Ulang tahun16 April
Pertempuran
Situs webkopassus.mil.id
Tokoh
Komandan Jenderal Mayjen TNI Djon Afriandi
Wakil Komandan Jenderal Brigjen TNI Yudha Airlangga
InspekturBrigjen TNI Yuri Elias Mamahi
Tokoh berjasaJenderal TNI (HOR) Prabowo Subianto

Komando Pasukan Khusus atau biasa disingkat menjadi Kopassus merupakan bagian dari Komando Utama Tempur yang dimiliki oleh TNI Angkatan Darat yang dipimpin oleh Jenderal Bintang 2 ☆☆Ros.mayang In (Mayjen) yang biasa disebut Danjen Kopassus. Kopassus terdiri dari beberapa Satuan Setingkat Brigade yang disebut Grup diantaranya (Grup 1/Para Komando, Grup 2/Sandi Yudha Grup 3/Sandhi Yudha dimana Grup ini membawahi beberapa Batalyon di bawahnya, dan juga Satuan Pendidikan yaitu Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus yang di dalamnya terdapat Sekolah Komando untuk mencetak Pasukan Khusus dan Sekolah untuk mengembangkan kemampuan dan Spesialisasi Anggota Kopassus, Kopassus juga memiliki Satuan Penanggulangan Teror yaitu Satuan 81 Kopassus yang sangat krusial peran dan eksistensinya baik di dalam negeri maupun dunia internasional. Satuan-satuan di Kopassus memiliki kemampuan yang berbeda-beda yaitu Para Komando, Sandhi Yudha, dan Anti Teror.

Tugas Kopassus pada ranah Operasi Militer Perang (OMP) di antaranya adalah Direct Action atau serangan langsung, untuk menghancurkan Instalasi Vital dan Logistik musuh, Combat SAR, Anti Teror, Advance Combat Intelligence (Operasi Intelijen Khusus).

Selain itu, tugas Kopassus pada Operasi Militer Selain Perang (OMSP) di antaranya adalah Humanitarian Assistance (bantuan kemanusiaan), AIRSO (Operasi Anti Insurjensi, Separatisme dan Pemberontakan), perbantuan terhadap Kepolisian Republik Indonesia (sesuai permintaan perbantuan), SAR Khusus serta Pengamanan VVIP.

Prajurit Kopassus dapat mudah dikenali dengan ciri khas baret merah yang disematkan di kepalanya sehingga pasukan ini seringkali dijuluki sebagai "Pasukan Baret Merah". Kopassus memiliki moto "Berani, Benar, Berhasil".[1]

Sejarah

Dalam perjalanan sejarahnya, Kopassus berhasil mengukuhkan keberadaannya sebagai pasukan khusus yang mampu menangani tugas-tugas yang berat.

Beberapa operasi yang dilakukan oleh Kopassus diantaranya adalah operasi penumpasan DI/TII, operasi militer PRRI/Permesta, Operasi Trikora, Operasi Dwikora, penumpasan G30S/PKI, Pepera di Irian Barat, Operasi Seroja di Timor Timur, Operasi Pembebasan Sandera di Bandara Don Muang-Thailand (Woyla), Operasi GPK di Aceh, Operasi Mapenduma, operasi pembebasan awak kapal Indonesia dari perompak Somalia, serta berbagai operasi militer lainnya.

Dikarenakan misi dan tugas operasi yang bersifat rahasia, mayoritas dari kegiatan tugas daripada satuan Kopassus tidak pernah diketahui secara menyeluruh.

Contoh operasi yang pernah dilakukan Kopassus dan tidak diketahui publik seperti penyusupan pengungsi Vietnam di Pulau Galang untuk membantu pengumpulan informasi untuk dikordinasikan dengan pihak Amerika Serikat (CIA), penyusupan perbatasan Malaysia dan Australia dan operasi patroli jarak jauh di perbatasan Papua Nugini.

Kesko TT III/Siliwangi

Pada tanggal 16 April 1952, Kolonel A.E. Kawilarang mendirikan Kesatuan Komando Tentara Territorium III/Siliwangi (Kesko TT). Ide pembentukan kesatuan komando ini berasal dari pengalamannya menumpas gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku.

Kolonel Alex Evert Kawilarang, salah satu penggagas pasukan komando Kesko TT III/Siliwangi di Bandung yang menjadi cikal bakal lahirnya Kopassus.

Saat itu A.E. Kawilarang bersama Letkol Slamet Rijadi (Brigjen Anumerta) merasa kesulitan menghadapi pasukan komando RMS. A.E. Kawilarang bercita-cita untuk mendirikan pasukan komando yang dapat bergerak tangkas dan cepat.

Untuk membentuk unit komando maka direkrutlah seorang mantan prajurit komando Inggris No.10 (Inter Allied) Commando dan Regiment Speciale Troepen KNIL bernama Idjon Djanbi. Idjon Djanbi adalah mantan kapten KNIL Belanda kelahiran Kanada, yang memiliki nama asli Kapten Rokus Bernardus Visser. Pada tanggal 9 Februari 1953, Kesko TT dialihkan dari Siliwangi dan langsung berada di bawah Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD).

KKAD (Korps Komando Angkatan Darat)

Pada tanggal 18 Maret 1953 Mabes APRI mengambil alih dari komando Siliwangi dan kemudian mengubah namanya menjadi Korps Komando Angkatan Darat (KKAD).

RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat)

Tanggal 25 Juli 1955 organisasi KKAD ditingkatkan menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), yang tetap dipimpin oleh Mochamad Idjon Djanbi.

Rokus Bernardus Visser atau lebih dikenal dengan Mochammad Idjon Djanbi, adalah pendiri sekaligus Danjen Kopassus pertama yang merupakan mantan pasukan Korps Commandotroepen, pasukan khusus Angkatan Darat Belanda.

Tahun 1959 unsur-unsur tempur dipindahkan ke Cijantung, di timur Jakarta. Dan pada tahun 1959 itu pula Kepanjangan RPKAD diubah menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Saat itu organisasi militer itu telah dipimpin oleh Mayor Kaharuddin Nasution.

Pada saat operasi penumpasan DI/TII, komandan pertama, Mayor Idjon Djanbi terluka, dan akhirnya digantikan oleh Mayor RE Djailani.

Puspassus AD (Pusat Pasukan Khusus Angkatan Darat)

Pada tanggal 12 Desember 1966, RPKAD berubah pula menjadi Pusat Pasukan Khusus Angkatan Darat (Puspassus AD).

Nama Puspassus AD ini hanya bertahan selama lima tahun. Sebenarnya hingga tahun 1963, Puspassus AD terdiri dari dua batalyon, yaitu batalyon 1 dan batalyon 2, kesemuanya bermarkas di Jakarta. Ketika, batalyon 1 dikerahkan ke Lumbis dan Long Bawan, saat konfrontasi dengan Malaysia, sedangkan batalyon 2 juga mengalami penderitaan juga di Kuching, Malaysia.

Personel nyata Puspassus AD saat itu tak lebih dari 1 Batalyon, hal ini membuat komandan Puspassus AD saat itu, Letnan Kolonel Sarwo Edhie, karena kedekatannya pribadi dengan Panglima Angkatan Darat, Letnan Jenderal Ahmad Yani, meminta penambahan personel dari 2 batalyon Banteng di Jawa Tengah.

Letnan Kolonel Mochammad Idjon Djanbi (paling kiri) bersama Menpangad dan perwira RPKAD; Letnan Jenderal Ahmad Yani (kanan tengah) dan Letnan Kolonel Sarwo Edhie Wibowo (paling kanan) sedang meninjau pelatihan komando.

Saat menumpas DI/TII di Jawa Tengah, Ahmad Yani membentuk operasi "Gerakan Banteng Negara" (GBN) yang sering disebut Batalyon Banteng Raiders. Ahmad Yani menyanggupi dan memberikan Batalyon 441 "Banteng Raider III", Jatingaleh, Semarang dan Batalyon Lintas Udara 436 "Banteng Raider I", Magelang.

Melalui rekrutmen dan seleksi latihan Raider di Bruno Purworejo dan latihan Komando di Batujajar maka Batalyon 441 "Banteng Raider III" ditahbiskan sebagai Batalyon 3 Puspassus AD (Tri Budhi Maha Sakti) di akhir tahun 1963. Menyusul kemudian Batalyon Lintas Udara 436 "Banteng Raider I", Magelang menjadi Batalyon 2 menggantikan batalyon 2 lama yang kekurangan tenaga di pertengahan 1965.

Perbedaan yang mencolok adalah prajurit Puspassus AD pada Batalyon-1 dan 2 awal di Cijantung diambil dari seleksi anak-anak muda (sipil) sementara pada Batalyon-2 dan 3 seleksi prajurit RPKAD diambil dari prajurit "jadi" yang sudah mempunyai "jam terbang" dan pengalaman dalam operasi - operasi militer.

Sedangkan Batalyon 454 "Banteng Raider II" tetap menjadi batalyon di bawah naungan Kodam Diponegoro. Batalyon ini kelak berpetualang di Jakarta dan terlibat tembak menembak dengan Batalyon 1 Puspassus AD di Hek. (Bekas markas Yon-3 RPKAD kini digunakan sebagai Yon Arhanudse 15, Semarang. Bekas markas Yon-2 RPKAD Magelang yang kini digunakan Rindam IV/Diponegoro. Batalyon-454 berubah menjadi Yonif-401/BR (Banteng Raiders) (kini Yonif Raider 400/Banteng Raider berkedudukan di Srondol, Semarang)).

Kopassandha (Komando Pasukan Sandhi Yudha)

Tanggal 17 Februari 1971, resimen tersebut kemudian diberi nama Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha).

Dalam operasi di Timor Timur pasukan ini memainkan peran sejak awal. Mereka melakukan operasi khusus guna mendorong integrasi Timtim dengan Indonesia. Pada tanggal 7 Desember 1975, pasukan ini merupakan angkatan utama yang pertama ke Dili.

Pasukan ini ditugaskan untuk mengamankan lapangan udara. Sementara Angkatan Laut dan Angkatan Udara mengamankan kota. Semenjak saat itu peran pasukan ini terus berlanjut dan membentuk sebagian dari kekuatan udara yang bergerak (mobile) untuk memburu tokoh Fretilin, Nicolau dos Reis Lobato pada Desember 1978.

Kapten Luhut Binsar Pandjaitan (tengah) bersama para prajurit Kopassandha tiba di Timor Timur dalam Operasi Seroja, 1976.
Letnan Prabowo Subianto (kiri kedua) memimpin Tim Nanggala 10 Kopassandha saat operasi Timor Timur untuk mengejar pimpinan Fretilin, Nicolau dos Reis Lobato pada Desember 1978.

Prestasi yang melambungkan nama Kopassandha adalah saat melakukan operasi pembebasan sandera yaitu para awak dan penumpang pesawat DC-9 Woyla Garuda Indonesian Airways yang dibajak oleh lima orang yang mengaku berasal dari kelompok ekstremis Islam "Komando Jihad" yang dipimpin Imran bin Muhammad Zein, 28 Maret 1981.

Pesawat yang tengah menerbangi rute Palembang-Medan itu sempat didaratkan di Penang, Malaysia dan akhirnya mendarat di Bandara Don Mueang, Bangkok. Di bawah pimpinan Letkol Sintong Panjaitan, pasukan Kopassandha mampu membebaskan seluruh sandera dan menembak mati semua pelaku pembajakan.

Korban yang jatuh dari operasi ini adalah Letda Inf Achmad Kirang yang meninggal tertembak pembajak serta pilot Kapten Herman Rante yang juga ditembak oleh pembajak. Imran bin Muhammad Zein ditangkap dalam peristiwa tersebut dan dijatuhi hukuman mati.

Pada tahun 1992 menangkap penerus Lobato, Xanana Gusmao, yang bersembunyi di Dili bersama pendukungnya.

Kopassus (Komando Pasukan Khusus)

Dengan adanya reorganisasi di tubuh ABRI, sejak tanggal 26 Desember 1986, nama Kopassandha berubah menjadi Komando Pasukan Khusus yang lebih terkenal dengan nama Kopassus hingga kini.

Kolonel Inf. Echsan Sutadji memimpin upacara di Makopassus, Cijantung, Jakarta Timur.

ABRI selanjutnya melakukan penataan kembali terhadap grup di kesatuan Kopassus. Sehingga wadah kesatuan dan pendidikan digabungkan menjadi Grup 1, Grup 2, Grup 3/Pusdikpassus, serta Detasemen 81.

Sejak tanggal 25 Juni 1996 Kopasuss melakukan reorganisasi dan pengembangan grup dari tiga Grup menjadi lima Grup.

  • Grup 1/Para Komando — berlokasi di Serang, Jawa Barat
  • Grup 2/Sandi Yudha — berlokasi di Kartasura, Jawa Tengah
  • Grup 3/Pusat Pendidikan Pasukan Khusus — berlokasi di Batujajar, Jawa Barat
  • Grup 4/Sandi Yudha — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
  • Grup 5/Anti Teror — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur

Detasemen 81, unit anti teroris Kopassus, ditiadakan dan diintegrasikan ke grup-grup tadi. Sebutan bagi pemimpin Kopassus juga ditingkatkan dari Komandan Kopassus yang berpangkat Brigjen menjadi Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus yang berpangkat Mayjen bersamaan dengan reorganisasi ini.

Struktur Satuan

Prajurit Kopassus mengikuti upacara kemiliteran.

Perbedaan struktur dengan satuan infanteri lain

Struktur organisasi Kopassus berbeda dengan satuan infanteri pada umumnya. Meski dari segi korps, para anggota Kopassus pada umumnya berasal dari Korps Infanteri, namun sesuai dengan sifatnya yang khusus, maka Kopassus menciptakan strukturnya sendiri, yang berbeda dengan satuan infanteri lainnya.

Kopassus sengaja untuk tidak terikat pada ukuran umum satuan infanteri, hal ini tampak pada satuan mereka yang disebut Grup. Penggunaan istilah Grup bertujuan agar satuan yang dimiliki mereka terhindar dari standar ukuran satuan infanteri pada umumnya (misalnya Brigade).

Dengan satuan ini, Kopassus dapat fleksibel dalam menentukan jumlah personel, bisa lebih banyak dari ukuran brigade (sekitar 5000 personel), atau lebih sedikit.

Lima Grup Kopassus

Satuan Kopassus

Secara garis besar satuan dalam Kopassus dibagi dalam lima grup dengan rincian tiga grup tempur, satu satuan khusus, dan satu satuan Diklat yaitu:

Kecuali Pusdiklatpassus, yang berfungsi sebagai pusat pendidikan, Grup-Grup lain memiliki fungsi operasional (tempur). Dengan demikian struktur Pusdiklatpassus berbeda dengan Grup-Grup lainnya. Masing-masing Grup (kecuali Pusdiklatpassus), dibagi lagi dalam batalyon, misalnya: Yon 11, 12, 13 dan 14 (dari Grup 1), Yon 21, 22 dan 23 (dari Grup 2), serta Yon 31, 32, dan 33 (dari Grup 3).

Jumlah personel

Karena Kopassus merupakan pasukan khusus, maka dalam melaksanakan operasi tempur, jumlah personel yang terlibat relatif sedikit, tidak sebanyak jumlah personel infanteri biasa, dengan kata lain tidak menggunakan ukuran konvensional mulai dari peleton hingga batalyon. Kopassus jarang sekali (mungkin tidak pernah) melakukan operasi dengan melibatkan kekuatan satu batalyon sekaligus.

Istilah di kesatuan

Karena berbeda dengan satuan pada umumnya, satuan di bawah batalyon bukan disebut kompi, tetapi detasemen, unit atau tim. Kopassus jarang melibatkan personel yang banyak dalam suatu operasi. Supaya tidak terikat dengan ukuran baku pada kompi atau peleton, maka Kopassus perlu memiliki sebutan tersendiri bagi satuannya, agar lebih fleksibel.

Pangkat komandan

Baret

Baret Warna Coklat pernah digunakan oleh prajurit KKAD dari tahun 1953-1955, karena warna merah belum tersedia. maka sesuai surat keputusan KSAD nomor Skep/175/Ksad/Kpts 53 tanggal 29 September 1953 yang diberlakukan kemudian adalah Baret Warna Coklat. sama dengan warna yang digunakan Prajurit-prajurit Artileri. Agar tampilan baret berbeda, terlebih dahulu direbus dalam larutan air teh dicampur sabun, kemudian baret di celupkan sehingga menjadi warna coklat tua kemerahan.

Sejarah Atribut Kopassus

Emblem baret Kopassus (saat itu RPKAD) pertama kali digunakan tahun 1954-1968 didesain oleh Letnan Dodo Sukamto. Dipakai pertama kali pada upacara 5 Oktober 1954. Emblem ini terdiri dari sangkur, jangkar yang melambangkan kemampuan di laut dan sayap sebagai mobilitas yang tinggi. Emblem baret yang digunakan tahun 1968 sampai dengan sekarang dengan sedikit perubahan dari desain awal, sangkurnya lebih ramping seperti pisau Komando dan gambar sayapnya lebih banyak lapisan bulu sayap seperti desain Wing Para Angkatan Darat.

  • Wing Para Angkatan Darat

Didesain dan dikeluarkan oleh PGT (Pasukan Gerak Tjepat) Angkatan Udara. Digunakan oleh Pasukan Komando AD yang lulus dari latihan terjun PGT di Margahayu dari tahun 1957-1959. Wing ini berbeda dengan Wing AU, terdapat tulisan RPKAD dibaliknya.

– Wing yang ditengah didesain oleh Letnan Djajadiningrat dan dijuluki ” Wing Kumis” yang dikeluarkan sementara untuk lulusan kursus terjun SPKAD yang baru di bentuk di Batujajar tahun 1960.

– Wing paling bawah menjadi wing standar Angkatan Darat dikeluarkan di Batujajar tahun 1961 sampai dengan saat ini.

  • Brevet Komando

Brevet kualifikasi Komando yang digunakan sejak tahun 1966 sampai dengan sekarang didesain oleh Mayor Djajadiningrat. Brevet ini dipakai oleh seluruh lulusan Komando di Batujajar. Kolonel Sarwo Edhie Wibowo dalam demonstrasi ”Show Of Force” di parkir Senayan pada 4 Januari 1966 menggunakan Brevet kualifikasi Komando yang baru.

  • Wing Free Fall

Wing terjun bebas militer RPKAD, didesain HH.Djajadiningrat dan pertama dikeluarkan tahun 1962 menggambarkan seorang peterjun free fall tergantung dibawah lingkaran yanbg terdiri dari parasut parasut kecil. Instruktur free fall pertama kali negara Yugoslavia: Mladen Milicetic, Stoyan Jovic dan Dobel Stanej di Bandung selama upacara kelulusan pertama kelas Free Fall RPKAD, 26 Oktober 1962.

Komandan

Saat ini, Kopassus dipimpin oleh seorang Komandan Jenderal (Danjen) yang berpangkat Mayor Jenderal. Saat ini jabatan Danjen diduduki oleh Mayjen TNI Djon Afriandi

Pendidikan

Pendidikan Komando dilaksanakan di Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus) Batujajar, Bandung, Jawa-Barat dimana seluruh siswa komando harus mengikuti 60 materi pelajaran yang sangat menantang dan berat.

Para siswa Carako (Calon Prajurit Komando) sedang mengikuti pendidikan komando.

Diantaranya teknik tempur, membaca peta, pionir, patroli, survival, mendaki gunung serta pendaratan dengan kapal motor & amphibi. Mereka juga dilatih pertempuran jarak dekat, perang kota, teknik gerilya, selam militer dan juga anti-teror.

Pendidikan dan pelatihan Komando berlangsung selama kurang lebih tujuh bulan (28 minggu) yang dibagi menjadi tiga tahap.

Tahap pertama pelaksanaan pendidikan dilakukan selama 18 minggu, tahap kedua semua peserta akan dilepas di hutan dan pegunungan masing-masing dua kali selama 6 minggu, dan tahap selanjutnya tahap ketiga diakhiri dengan 4 minggu tahap rawa laut. Dengan fase sebagai berikut:

  • Tahap I Pelatihan Dasar / Basis

18 Minggu dengan poin kemampuan individu di Batujajar. Membentuk sikap & kepribadian, mengisi keterampilan teknis, taktik Operasi Komando, Kemampuan individu & dasar pertempuran perkotaan, Pengetahuan pendukung, manajerial lapangan, dan tes kemampuan individu.

  • Tahap II (Hutan dan Gunung)

6 Minggu dengan penekanan anti-pemberontakan, Perang Hutan, Praktek raid, menembak, navigasi darat, survival, penjejakan dan anti penjejakan di Situ Lembang.

Stabilisasi pengamatan hutan, kemampuan individu di dalam hutan / Teknik dasar pertempuran, kemampuan hutan dalam hubungan kelompok, How To Fine The Figther (HTF) hutan, dan ketahanan patroli pengintaian jarak jauh (LRRP).

Di awali dengan pendakian serbu (panjat tebing) di kawasan tebing Citatah yang memiliki ketinggian 48 meter. Lalu nantinya akan dilanjutkan perang hutan / gerilya baik pemantapan individu maupun kerjasama tim di daerah Situ, Lembang.

Setelah itu dilanjutkan ke latihan survival di hutan. Di tahap ini para siswa komando tidak dibekali logistik dan senjata apapun selama 5 hari. Mereka harus bertahan hidup melewati segala rintangan dan mara bahaya di hutan.

Siswa para komando juga dilatih pengamatan hutan. Menganalisa tiap pergerakan sebagai data yang dapat di analisis. Ini berguna untuk melatih kepekaan dan insting seorang siswa komando di hutan. Bukan hanya individu tetapi juga kerjasama tim antar prajurit juga dipertajam dalam latihan tersebut.

Tahap survival diakhiri dengan long march dengan rintangan dari Lembang ke Cilacap yang berjarak sekitar 500 km. Mereka diperlengkapi dengan ransel yang berbobot sekitar 20 kg, ditambah logistik, senjata, helm dan sepatu boot. Mereka dikondisikan dalam skenario perang menuju ruang emas atau daerah target operasi yang harus direbut dalam waktu 10 hari.

  • Tahap III (Rawa dan Laut)

4 Minggu dengan taktik operasi Komando yang berat, taktik pertempuran laut di Cilacap dan Nusakambangan. Pengamatan konservasi Rawa Laut, kemampuan patroli, pengetahuan medan rawa dan uji ketahanan terhadap interogasi.

Bagian yang paling berat adalah menyelusup ke daerah target operasi dengan berenang 1 kilometer dari Cilacap ke Nusakambangan.

Tahap pertempuran laut diakhiri dengan sesi serangan fajar yang meliputi pelolosan dan kamp tawanan. Pada sesi tersebut para siswa komando harus lolos dari berbagai rintangan berat tanpa bekal dan peralatan.

Jika tertangkap mereka akan dimasukkan ke dalam kamp tawanan diskenariokan seperti perang sungguhan. Para siswa komando diharuskan tiba di Save House "tempat dituju" sebelum jam 10 malam di pantai Permisan sebagai syarat lulus ujian.

Para siswa komando yang berhasil menyelesaikan pendidikan Komando selama 7 Bulan dengan baik akan dilantik saat upacara penutupan di pantai Permisan dengan memakai kualifikasi brevet komando dan baret komando yang telah di sandang.

Isu dan berita

Nama besar dan citra yang disandang Kopassus sejak didirikannya menyebabkan banyaknya pihak yang menarik-narik Kopassus untuk masuk kedalam kegiatan bernuansa politik.

Kopassus sejak dulu telah menjadi tempat persemaian perwira-perwira muda potensial, yang kelak mengisi pos-pos jabatan pimpinan TNI. Nama-nama seperti L.B. Moerdani, Sintong Panjaitan, Yunus Yosfiah, Agum Gumelar, Luhut Binsar Panjaitan Hendropriyono, Prabowo Subianto, dan lain-lain, adalah perwira-perwira yang sudah dikenal publik, saat mereka masih berpangkat Kapten atau Mayor, berkat prestasi mereka di lapangan.

Kopassus juga kerap dituding oleh LSM dan media Barat melakukan serangkaian pelanggaran HAM di Aceh, Papua, Timor Timur, dan Jakarta (lihat bagian Kasus penculikan aktivis reformasi).[2]

Masalah HAM inilah yang sempat membuat pasukan khusus Australia Australian Special Air Service Regiment tidak lagi berlatih dengan Kopassus selama beberapa tahun, sebelum kembali diadakan pada saat ini.

Kasus penculikan aktivis reformasi

Pada tahun 1998, nama Kopassus sempat tercoreng berkaitan dengan aktivitas Tim Mawar yang dituding bertanggung jawab terhadap kegiatan penculikan dan penghilangan nyawa beberapa aktivis pro demokrasi.

Nama Kopassus kembali tercoreng setelah Peristiwa Mei 1998, ketika banyak hasil penelitian tim pencari fakta independen menemukan adanya organisasi terstruktur rapi dalam militer yang dengan sengaja dan maksud tertentu menyulut kerusuhan massa di Jakarta dan Surakarta (kedua kota tersebut secara kebetulan adalah daerah basis/markas Kopassus, yaitu Cijantung-Jakarta dan Kandang Menjangan-Surakarta).

Pada 2007 masalah Tim Mawar ini kembali mencuat ke permukaan melihat kenyataan bahwa 11 tentara yang terlibat (6 di antaranya dipecat pada 1999), ternyata tidak jadi dipecat tetapi tetap meniti karier, naik pangkat dan beberapa diketahui memegang posisi-posisi penting seperti Komandan Kodim dengan pangkat kolonel. Panglima TNI menyatakan hanya 1 dari 6 perwira tersebut yang benar-benar dipecat.

Referensi

  1. ^ "Berita Tni Terkini dan Terbaru Hari Ini - SINDOnews". www.sindonews.com. Diakses tanggal 2023-03-09. 
  2. ^ Sydney Morning Herald, November 15, 2002 [1] Diarsipkan 2007-10-14 di Wayback Machine.; Transcript from an Australian Broadcasting Corporation brodacast, 12/08/2003 [2]

Pranala luar


Kembali kehalaman sebelumnya