Presiden Amerika Serikat
Presiden Amerika Serikat (bahasa Inggris: President of the United States, disingkat POTUS) adalah kepala negara dan kepala pemerintahan dari negara Amerika Serikat. Sesuai amanat konstitusi, seorang Presiden Amerika Serikat hanya boleh menjabat selama masa bakti 4 tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Pada mulanya, pelantikan diadakan setiap empat tahun pada tanggal 4 Maret dan diberhentikan saat itu juga. Kekuasaan Presiden meningkat secara substansial[6] sejak dibentuk pada tahun 1789. Presiden memainkan peran yang kuat dalam kehidupan berpolitik di Amerika Serikat sejak abad ke 20 dengan meluasnya peran Presiden sejak era Franklin D. Roosevelt. Di zaman sekarang ini jabatan presiden juga dilihat sebagai figur paling berkuasa karena dipandang sebagai pemimpin negara superpower global yang tersisa[7][8][9][10]. Sebagai pemimpin negara dengan angka GDP terbesar, presiden memiliki kekuasaan dalam negeri dan luar negeri yang signifikan. Bab II Konstitusi membentuk cabang eksekutif dari pemerintahan federal dan menempatkan kekuasaan eksekutif pada presiden. Kekuasaan yang diberikan berupa pelaksanaan hukum tingkat federal dan tanggung jawab untuk mengangkat menteri, kepala badan, duta besar dan pejabat-pejabat yang mengurusi hukum dan regulasi. Berdasarkan atas kewenangan yang diberikan oleh Konstitusi, presiden juga dapat melakukan perjanjian dengan negara lain dan perjanjian tersebut diratifikasi oleh Kongres. Selain itu jabatan presiden di era modern ini bertanggung jawab atas kebijakan luar negeri AS dan bidang militer AS, terlebih AS merupakan negara dengan anggaran militer paling besar dan mempunyai gudang senjata nuklir terbesar kedua di dunia. Presiden juga memainkan peran penting dalam bidang legislatif tingkat federal dan pembuatan kebijakan dalam negeri. Sebagai bagian dari sistem checks and balances dalam Bab I Pasal 7 Konstitusi memberikan presiden kewenangan untuk menandatangani atau mem-veto undang-undang. Karena Presiden AS dimasa modern ini juga dipandang sebagai pemimpin partai politik, banyak pembuatan kebijakan negara yang secara signifikan dibentuk dari hasil kampanye pemilunya dengan presiden mengambil peran aktif dalam mengenalkan kebijakan prioritas mereka kehadapan para anggota Kongres yang sering bergantung secara elektoral pada presiden[11]. Dalam beberapa dekade terakhir, presiden juga telah meningkatkan penggunaan perintah eksekutif, peraturan agensi, dan penunjukan yudisial untuk membentuk kebijakan domestik. Setelah ratifikasi Amendemen Ke-22 pada Konstitusi Amerika Serikat mengubah masa bakti Presiden dan Wakil Presiden sehingga dimulai pada tengah hari tanggal 20 Januari, dimulai dengan masa bakti kedua Franklin Roosevelt pada tahun 1937 sampai sekarang. Saat ini Joe Biden merupakan Presiden Amerika Serikat ke 46 dan mulai menjabat sejak tanggal 20 Januari 2021. Latar BelakangSejarah PembentukanPada tahun 1776, 13 koloni yang tergabung dalam Kongres Kontinental ke-2, menyatakan kemerdekaan politik dari Inggris pada saat berlangsung Revolusi Amerika.[12] Negara baru yang akan dibentuk ini, terdiri dari koloni-koloni tersebut yang independen satu sama lain sebagai sebuah bangsa dan negara,[13] mengakui diperlukannya koordinasi yang erat dalam upaya mereka melawan Inggris,[14] berkeinginan jauh untuk menghindari apa pun yang menyerupai monarki. Menyadari akan perlunya koordinasi yang dekat sebagai upaya untuk melawan Inggris,[15] Kongres Kontinental memulai pembuatan konstitusi yang bersifat mengikat bersama negara-negara bagian tersebut. Banyak terjadi perdebatan panjang selama pembahasannya, termasuk masalah bagaimana rakyat diwakili dalam negara, tata cara pelaksanaan pemilihan umum dan bagaimana metode pemberian kekuasaan kepada pemerintah pusat[16]. Kongres akhirnya menyelesaikan pembuatan konsttitusi Konfederasi untuk membentuk sebuah negara perserikatan antara semua negara bagian pada bulan November 1777 dan mengirimkan draf konstitusi kepada setiap negara bagian untuk dirafitikasi[12]. Dibawah Konstitusi tersebut yang berlaku efektif sejak 1 Maret 1781, Kongres Konfederasi adalah otoritas politik pusat tanpa diberikan kewenangan dalam bidang legislatif. Kongres Kontinental dapat membuat resolusi, keputusan dan regulasi tetapi tidak dapat membuat undang-undang serta tidak dapat mengenakan pajak apa pun atau memberlakukan peraturan komersial lokal kepada warganya. Perancangan institusi ini terefleksi dari bagaimana para warga Amerika percaya bahwa sistem kerajaan dan sistem perwakilan Inggris seharusnya berfungsi dengan mendapatkan hormat dari para negara persemakmuran yang ada di Inggris. Negara-negara bagian berada di luar monarki mana pun dan menetapkan beberapa hak prerogatif kerajaan sebelumnya (misalnya, berperang, menerima duta besar, dll.) kepada Kongres; hak prerogatif yang tersisa diajukan ke dalam pemerintah negara bagian mereka masing-masing. Para anggota Kongres memilih seorang presiden Amerika Serikat di Majelis Kongres untuk memimpin pembahasannya sebagai moderator diskusi netral. Tidak berhubungan dengan dan sangat berbeda dari jabatan presiden Amerika Serikat saat ini, jabatan presiden pada masa itu adalah posisi seremonial sebagian besar tanpa banyak pengaruh[17]. Pada tahun 1783, Perjanjian Paris dibuat untuk menjamin kemerdekaan dari setiap bekas negara koloni. Dengan perdamaian di tangan mereka, masing-masing negara bagian beralih ke urusan internal mereka sendiri. Di tahun 1786 Amerika mengetahui bahwa batas negara mereka telah dikepung dan terjadi krisis ekonomi karena negara-negara tetangga mengagitasi persaingan perdagangan satu sama lain. Mereka menyaksikan mata uang keras mereka mengalir ke pasar luar negeri untuk membayar impor, perdagangan Mediterania mereka dimangsa oleh bajak laut Afrika Utara, dan utang Perang Revolusi yang dibiayai asing yang belum dibayar dan bunga yang bertambah ditambah lagi dengan bayang-bayang akan terjadinya kerusuhan sipil dan politik. Setelah resolusi yang mengatur penyelesaian perselisihan dagang dan perikanan antara Negara Bagian Virginia dan Maryland yang ditandatangani pada Konferensi Mount Vernon tahun 1785. Virginia memanggil semua negara bagian untuk ikut dalam konferensi perdagangan yang dilaksanakan pada bulan September 1786 di Annapolis, Maryland. Konferensi tersebut bertujuan untuk menyelesaikan antagonisme perdagangan antar negara bagian yang lebih jauh. Konferensi tersebut pada akhirnya gagal akibat sedikit perwakilan negara bagian yang hadir karena adanya kecurigaan antara negara-negara bagian. Akibatnya Alexander Hamilton memimpin para delegasi Maryland untuk mengadakan sebuah Konvensi untuk menawarkan revisi dari Konstitusi Kontinental yang akan diadakan pada musim semi berikutnya di Philadelphia. Prospek dari konvensi ini masih tidak jelas sampai James Madison dan Edmund Randolph berhasil memastikan kehadiran George Washington ke Philadelphia sebagai delegasi untuk Virginia[18]. Ketika Konvensi Konstitusi bersidang pada bulan Mei 1787, 12 delegasi negara hadir (Negara Bagian Rhode Island tidak mengirimkan delegasinya) membawa serta akumulasi pengalaman atas serangkaian pengaturan kelembagaan yang beragam antara cabang legislatif dan eksekutif dari dalam pemerintah negara bagian masing-masing. Sebagian besar negara bagian mempertahankan eksekutif yang lemah tanpa hak veto atau penunjukan, dipilih setiap tahun oleh legislatif untuk satu periode saja, berbagi kekuasaan dengan dewan eksekutif, dan dilawan oleh legislatif yang kuat. New York menawarkan pengecualian terbesar, memiliki gubernur kesatuan yang kuat dengan hak veto dan kekuasaan penunjukan yang dipilih untuk masa jabatan tiga tahun, dan memenuhi syarat untuk pemilihan kembali untuk jumlah masa jabatan yang tidak terbatas sesudahnya. Melalui negosiasi tertutup di Philadelphia, kepresidenan yang dibingkai dalam Konstitusi AS muncul. PerkembanganSebagai Presiden Amerika Serikat yang pertama, George Washington membentuk banyak aturan yang akan menjadi patokan utama dalam jabatan presiden[19]. Keputusannya untuk tidak mencalonkan diri lagi setelah menjabat selama dua periode membantu mengatasi rasa takut akan berubahnya bentuk negara menjadi kerajaan[20], dan menyebabkan timbulnya sebuah preseden masa jabatan presiden dua periode untuk orang yang sama yang berlangsung sampai tahun 1940 dan kemudian diratifikasi dalam amandemen kedua puluh lima. Dengan berakhirnya masa jabatan Washington banyak partai politik didirikan[21], ditandai dengan John Adams mengalahkan Thomas Jefferson pada tahun 1796 yang diakui sebagai pilpres pertama yang sebenarnya[22]. Pada tahun 1800, Jefferson mengalahkan Adams dalam pemilhan presiden.[23] Setelah itu, presiden berikutnya berasal dari Virginia James Madison dan James Monroe tetap menjabat selama dua periode yang akhirnya mendominasi politik bangsa selama Era Perasaan Baik sampai putra Adams, John Quincy Adams memenangkan pemilihan pada tahun 1824 setelah Partai Demokrat-Republik terpecah. Pemilihan Andrew Jackson pada tahun 1828 merupakan sebuah tonggak baru karena Jackson bukan merupakan elit politik dari Virginia dan Massachusetts yang menjabat sebagai presiden setelah 40 tahun Amerika Serikat dibentuk[24]. Demokrasi Jacksonian terlihat menguatkan kepresidenan atas biaya dari Kongres, sambil memperluas partisipasi publik saat negara Amerika Serikat berkembang pesat ke arah bagian barat amerika. Bagaimanapun penerusnya Martin Van Buren menjadi tidak disukai masyarakat setelah kasus Kepanikan Tahun 1837[25] dan kematian dari William Henry Harrison dan kurang harmonisnya hubungan antara Kongres dengan Presiden John Tyler menyebabkan melemahnya jabatan presiden[26]. Termasuk Van Buren, dalam 24 tahun antara 1837 dan 1861, enam masa jabatan presiden akan diisi oleh delapan orang yang berbeda, tanpa ada yang memenangkan pemilihan ulang. Senat memainkan peran penting selama periode ini, dengan Triumvirat Hebat Henry Clay, Daniel Webster, dan John C. Calhoun memainkan peran kunci dalam membentuk kebijakan nasional pada tahun 1830-an dan 1840-an sampai perdebatan tentang perbudakan mulai memisahkan negara pada tahun 1850-an.[27][28]. Kepemimpinan Abraham Lincoln selama Perang Saudara Amerika membuat para sejarawan mengatakan bahwa ia adalah salah satu dari Presiden Terhebat Bangsa Amerika Serikat[A]. Keadaan Negara yang sedang dalam berperang dan Kongres yang didominasi oleh para politikus dari Partai Republik menjadikan jabatan presiden sangat berkuasa[29][30] dan terpilihnya Lincoln pada tahun 1864 merupakan kejadian terpilihnya pertama kali seorang presiden petahana sejak terakhir kali terjadi pada waktu terpilihnya Jackson di tahun 1832. Setelah Lincoln dibunuh pada tahun 1865, penerusnya Andrew Johnson kehilangan semua dukungan politiknya[31] dan hampir dimakzulkan dari jabatannya[32] dengan Kongres masih berkuasa selama masa kepresidenan Jenderal Perang Saudara Ulysses S. Grant. Setelah akhir dari masa-masa Rekonstruksi, Grover Cleveland menjadi politikus Partai Demokrat pertama yang terpilih sejak Perang Saudara, mencalonkan diri pada tiga pilpres (1884,1888, 1892) dan menang dua kali. Pada tahun 1900 William Mckinley menjadi presiden petahana yang terpilih kembali sejak terakhir kalinya dipegang oleh Grant pada tahun 1872. Setelah terbunuhnya McKinley, Theodore Roosevelt menjadi figur dominan dalam perpolitikan Amerika Serikat[33]. Para sejarawan percaya Theodore Roosevelt mengubah sistem politik dengan menguatkan jabatan presiden[34], dengan beberapa pencapaian kunci termasuk memecah kepercayaan, konservasionisme, reformasi tenaga kerja, menjadikan karakter pribadi sama pentingnya dengan masalah, dan memilih penggantinya, William Howard Taft. Dekade berikutnya, Woodrow Wilson memimpin negara menuju kemenangan selama Perang Dunia I, meskipun proposal Wilson untuk Liga Bangsa-Bangsa ditolak oleh Senat. Warren Harding, yang disukai oleh rakyat, akan melihat warisannya ternoda oleh skandal, terutama Kubah Teko, dan Herbert Hoover dengan cepat menjadi sangat tidak disukai setelah gagal meringankan Depresi Hebat[35]. Era Kepresidenan ImperialTerpilihnya Franklin D. Roosevelt dalam pilpres tahun 1932 menjadi titik tonggak dengan apa yang dinamakan oleh para sejarawan sebagai Kepresidenan Imperial[36]. Didukung dengan Kongres yang dikuasai oleh mayoritas Partai Demokrat dan dukungan masyarakat untuk melakukan perubahan, kebijakan Kesepakatan Baru yang dibuat Roosevelt semakin menjangkau ranah pemerintahan federal termasuk badan-badan yang ada dibawahnya[37]. Staf Kepresidenan yang sebelumnya hanya berjumlah sedikit pada era Roosevelt ditambah jumlah anggotanya tanpa perlu adanya konfirmasi dari Senat[37]. Terpilihnya Roosevelt untuk masa jabatan periode ketiga dan keempat yang belum pernah terjadi sebelumnya ditambah dengan kemenangan Amerika Serikat dalam Perang Dunia II serta pertumbuhan ekonomi negara yang meningkat pesar menjadi salah satu faktor amerika menjadi tonggak kepemimpinan dunia[37]. Presiden penerusnya, Harry Truman dan Dwight Eisenhower yang menjabat selama dua periode berturut-turut dimasa Perang Dingin menjadikan jabatan presiden sebagai pemimpin dunia bebas, sedangkan terpilihnya John F. Kennedy yang masih muda dan disukai masyarakat dengan mengambil keuntungan dari bangkitnya dunia pertelevisian di tahun 1960-an[38][39] Setelah kalahnya Lyndon B. Johnson akibat Perang Vietnam dan mundurnya Richard Nixon karena Skandal Watergate, Kongres AS memberlakukan sejumlah agenda reformasi yang bertujuan untuk mempertegas kembali posisi Kongres[40][41]. Agenda Reformasi tersebut termasuk Resolusi Kewenangan Perang dan Undang-undang Kontrol Penahanan dan Anggaran Kongres pada tahun 1974 yang terliihat menguatkan kekuasaan fiskal Kongres[42]. Pada tahun 1976 Presiden Gerald Ford mengakui bahwa "bandul sejarah" telah berayun kepada Kongres yang mungkin bisa menyebabkan terjadinya sebuah erosi yang menganggu kemampuannya untuk memerintah[43]. Ford dan Jimmy Carter akhirnya gagal untuk terpilih kembali menjadi Presiden. Ronald Reagan yang sebelumnya merupakan seorang aktor sebelum terjun ke dunia politik, menggunakan kemampuannya sebagai seorang komunikator untuk membentuk ulang kebijakan Agenda Amerika Serikat yang berbeda jauh dengan konsep kebijakan Kesepakatan Baru yang cenderung mengarah kepada ideologi konservatif[44][45]. Sementara itu Wakil Presidennya George H. W. Bush menjadi wakil presiden pertama yang terpilih menjadi presiden sejak terakhir kali terjadi pada tahun 1836[46]. Dengan berakhirnya Perang Dingin dan Amerika Serikat menjadi global power tunggal[47], Bill Clinton, George W. Bush, and Barack Obama menjadi presiden yang menjabat selama dua masa jabatan berturut-turut. Sementara Kongres dan Bangsa Amerika Serikat menjadi lebih terpolarisasi dalam berpolitik, terlebih pada pemilu sela tahun 1994 partai Republik berhasil mengambil alih mayoritas di DPR untuk pertama kalinya setelah 40 tahun dan bangkitnya filibuster dalam Senat beberapa dekade terakhir ini[48]. Maka dari itu presiden dengan demikian semakin fokus pada perintah eksekutif, peraturan lembaga, dan penunjukan yudisial untuk menerapkan kebijakan-kebijakan utama, dengan mengorbankan undang-undang dan kekuasaan kongres[49]. Pemilihan presiden di abad ke-21 telah mencerminkan polarisasi yang terus berlanjut ini, dengan tidak ada calon presiden kecuali Obama pada tahun 2008 yang memenangkan lebih dari lima persen suara populer dan dua presiden— George W. Bush dan Donald Trump — menang di Dewan Elektoral tetapi kalah dalam suara populer[B]. Clinton dan Trump menghadapi upaya pemakzulan dari Kongres yang dipimpin oleh oposisi, tetapi upaya pemakzulan tersebut tidak memiliki efek jangka panjang pada posisi politik mereka[50][51]. Kritikan-kritikan Akibat Evolusi Jabatan PresidenPara Pendiri Bangsa mengharapkan Kongres untuk menjadi cabang pemerintah federal yang lebih dominan; mereka tidak mengharapkan bidang eksekutif yang dominan[52]. Bagaimanapun kekuasaan presiden bergant-ganti seiring waktu yang menghasilkan klaim bahwa kepresidenan di era modern telah menjadi terlalu kuat[53][54], tidak terkendali, tidak seimbang[55], dan sifatnya "monarkis"[56]. Pada tahun 2008 Profesor Dana D. Nelson menyatakan keyakinannya bahwa presiden selama tiga puluh tahun sebelumnya bekerja menuju "kontrol presiden yang tidak terbagi atas cabang eksekutif dan badan-badannya"[57]. Ia mengkritik para pendukung teori eksekutif Kesatuan karena memperluas "banyak kekuasaan eksekutif yang tidak dapat dikendalikan—seperti perintah eksekutif, dekrit, memorandum, proklamasi, arahan keamanan nasional, dan pernyataan penandatanganan legislatif—yang telah memungkinkan presiden untuk memberlakukan banyak kebijakan asing dan domestik. kebijakan tanpa perlu bantuan, campur tangan atau persetujuan dari Kongres"[57]. Bill Wilson, anggota dewan American for Limited Government, berpendapat bahwa perluasan kewenangan kepresidenan adalah "ancaman terbesar yang pernah ada terhadap kebebasan individu dan pemerintahan demokratis"[58]. Kewenangan EksekutifPresiden merupakan kepala cabang eksekutif pemerintahan federal dan secara hukum telah diikat untuk memperhatikan dan mengawasi bagaimana undang-undang yang telah ada secara implementasi telah dilaksanakan[59]. Cabang eksekutif mempunyai lebih dari empat juta pegawai termasuk para tentara angkatan bersenjata amerika serikat.[60] Urusan Administratif Dalam NegeriPresiden bisa membuat aturan-aturan tingkat federal. Para duta besar, menteri-menteri dan pejabat-pejabat federal lainnya semuanya diangkat oleh presiden dengan persetujuan dari Senat. Ketika pada saat akan dilakukan pengangkatan pejabat federal ternyata Senat sedang dalam masa reses, maka presiden akan melakukan "pengangkatan reses"[61]. Pengangkatan reses seorang pejabat bersifat sementara dan akan berakhir pada saat masa sidang Senat yang akan datang. Kekuasaan presiden untuk memberhentikan para pejabat telah lama menjadi isu kontroversial. Pada umumnya seorang presiden mungkin dapat memberhentikan para pejabatnya atas keinginannya sendiri[62]. Tetapi Kongres dapat membatasi hal tersebut dan membatasi kewenangan presiden dalam memberhentikan para pejabat tinggi maupun pejabat eksekutif rendah tertentu melalui undang-undang[63]. Untuk mengatur pertumbuhan biro federal, presiden secara bertahap akan mengelilingi dirinya dengan berbagai lapisan staf yang ada dalam Kantor Staf Kepresidenan Amerika Serikat. Presiden juga memiliki kewenangan untuk mengatur proses berjalannya pemerintahan federal dengan mengeluarkan berbagai proklamasi presiden dan perintah eksekutif. Ketika presiden secara sah menjalankan salah satu tanggung jawab presiden yang diberikan secara konstitusional, ruang lingkup kewenangan ini bersifat luas[64]. Meski begitu, arahan ini tunduk pada tinjauan yudisial oleh pengadilan federal AS, yang dapat menemukan bahwa mereka tidak konstitusional. Selain itu, Kongres dapat membatalkan perintah eksekutif melalui undang-undang (misalnya, Undang-Undang Tinjauan Kongres). Urusan Luar NegeriBab II Pasal 3 Ayat 4 Konstitusi menyatakan bahwa presiden menerima duta-duta besar negara sahabat. Hal ini dikenal dengan nama Klause Resepsi telah diinterpretasikan sebagai sebuah makna tersirat bahwa presiden memiliki kekuasaan yang luas atas masalah kebijakan luar negeri[65] Konstitusi juga memberikan kewenangan kepada presiden untuk mengangkat para duta besar dan mengajukan atau bernegosiasi untuk mengadakan perjanjian dengan negara lain. Perjanjian tersebut, setelah menerima saran dan persetujuan dari Senat AS (dengan suara mayoritas dua pertiga), menjadi mengikat dengan kekuatan hukum federal. Urusan luar negeri selalu menjadi elemen penting dalam tanggung jawab presiden terlebih dengan adanya kemajuan teknologi sejak adopsi Konstitusi telah meningkatkan kekuasaan presiden. Di mana sebelumnya para duta besar diberi kekuasaan yang signifikan untuk bernegosiasi secara independen atas nama Amerika Serikat, presiden sekarang secara rutin bertemu langsung dengan para pemimpin negara asing. Pemimpin Tertinggi Angkatan BersenjataKewenangan eksekutif yang paling penting adalah sebagai Pemimpin Tertinggi Angkatan Bersenjata Amerika Serikat. Kewenangan mendeklarasikan perang secara konstitusi berada pada Kongres, tetapi presiden memiliki tanggung jawab penuh untuk mengatur dan menempatkan para tentaranya. Tingkat kewenangan yang tepat bahwa Konstitusi memberikan kekuasaan tertinggi kepada presiden sebagai pemimpin tertinggi telah menjadi subjek perdebatan sepanjang sejarah dengan Kongres beberapa kali memberikan presiden kewenangan yang besar atas hal tersebut, dan banyak terjadi upaya untuk membatasi kewenangan tersebut[66]. Dalam Era Modern sesuai dengan Resolusi Kewenangan Perang, Kongres harus mengesahkan penempatan tentara yang jangka waktunya lebih dari 60 hari, meskipun proses itu bergantung pada mekanisme pemicu yang belum pernah digunakan, menjadikannya tidak efektif[67] Sebagai tambahan Kongres akan mengecek penggunaan kewenangan militer presiden melalui kontrol atas pengeluaran belanja militer dan regulasi-regulasi yang berkaitan dengan itu. Dalam sejarah Amerika Serikat, Kebanyakan Presiden AS yang memulai proses perang[68][69], tetapi banyak kritikan yang bahwa telah terjadi beberapa konflik di mana presiden tidak mendapatkan deklarasi resmi, termasuk ketika Theodore Roosevelt memindahkan tentara ke Panama pada tahun 1903[68], Perang Korea[68], Perang Vietnam[68], invasi ke Grenada pada tahun 1983[70] dan Panama pada tahun 1989[71]. Jumlah detail tentara yang dipegang presiden pada waktu perang bervariasi[72]. George Washington Presiden AS pertama membentuk subordinasi militer yang mapan di bawah otoritas sipil. Pada tahun 1794 Washington menggunakan kewenangannya untuk mengumpul 12.000 milisi untuk memadamkan Pemberontakan Whiskey. Sejarawan mencatat bahwa pada masa itu pertama kalinya seorang presiden memimpin pasukan langsung dalam perang, meskipun James Madison pernah mengambil alih unit artileri dalam mempertahankan Ibukota Washington D.C. pada perang tahun 1812[73]. Abraham Lincoln juga terlibat dalam seluruh strategi dan pelaksanaan sehari-hari selama Perang Sipil Amerika (Sejarawan memberikan pujian atas insting strategi dan kemampuan Lincoln dalam memilih perwira perang seperti Ulysses S. Grant[74]). Komando operasional Angkatan Bersenjata saat ini didelegasikan kepada Departemen Pertahanan dan biasanya dilaksanakan melalui menteri pertahanan. Ketua Kepala Staf Gabungan dan Komando Tempur membantu operasi sebagaimana digariskan dalam Rencana Komando Terpadu (UCP) yang disetujui presiden[75][76][77]. Kewenangan Yuridis dan Hak-hak KhususPresiden berwenang dalam mencalonkan para hakim federal, termasuk para anggota dari Pengadilan Banding Amerika Serikat dan para hakim Mahkamah Agung Amerika Serikat. Para calon hakim yang dicalonkan oleh presiden harus mendapat persetujuan dari Senat sebelum dilantik. Dalam upaya untuk mengamankan persetujuan Senat mungkin bisa menjadi rintangan bagi presiden yang berharap untuk mengarahkan peradilan federal ke arah sikap ideologis tertentu. Saat mencalonkan hakim-hakim Pengadilan Distrik Amerika Serikat, presiden biasanya menghormati tradisi lama kesopanan senator. Presiden juga dapat memberikan pengampunan dan penangguhan hukuman. Presiden Gerald Ford memberikan pengampunan kepada mantan Presiden Richard Nixon sebulan setelah ia menjabat. Presiden biasanya memberikan pengampunan dihari-hari terakhir mereka menjabat, seperti ketika Presiden Bill Clinton memberikan pengampunan kepada Patty Hearst pada hari terakhir ia menjabat; namun biasanya pengampunan disaat akhir-akhir masa jabatan tersebut bisa menimbulkan kontroversi[78][79][80]. Dua doktrin yang mengkhawatirkan kekuasaan eksekutif telah berkembang yang membuat presiden menjalankan kekuasaan eksekutifnya dengan sebuah derajat otonomi. Doktrin yang pertama yaitu hak-hak khusus eksekutif yang mengizinkan presiden menahan untuk mengungkapkan setiap komunikasi yang dibuat langsung oleh presiden dalam menjalankan tugas-tugasnya dibidang eksekutif. George Washington dianggap presiden yang pertama menggunakan hak-hak khusus ini saat Kongres meminta untuk melihat catatan Ketua Mahkamah Agung John Jay dari negosiasi perjanjian dengan Inggris Raya yang tidak diketahui publik. Meskipun hal itu tidak diatur dalam Konstitusi atau undang-undang lainnya, tindakan Washington tersebut akhirnya menciptakan preseden untuk hak khusus tersebut. Ketika Presiden Nixon mencoba menggunakan hak khusus eksekutif sebagai sebuah alasan untuk tidak menyerahkan bukti yang berkaitan dengan skandal Watergate kepada Kongres, Mahkamah Agung membuat sebuah perintah bahwa penggunaan hak khusus itu tidak dapat dipakai dalam sebuah kasus dimana presiden petahana menggunakannya untuk mengelak dari proses hukum. Saat Presiden Bill Clinton menggunakan hak khusus ini saat sedang hebohnya skandal Lewinsky, Mahkamah Agung juga membuat sebuah perintah bahwa penggunaan hak khusus ini juga tidak dapat dipakai dalam gugatan perdata. Kejadian-kejadian diatas menjadi preseden legal bahwa hak-hak khusus eksekutif merupakan hak yang sah, meskipun sejauh mana hak istimewa tersebut belum didefinisikan dengan jelas. Selain itu, pengadilan federal telah mengizinkan hak istimewa ini untuk memancar keluar dan melindungi pejabat-pejabat eksekutif lainnya, tetapi melemahkan perlindungan itu untuk komunikasi cabang eksekutif yang tidak melibatkan presiden[81]. Doktrin yang kedua yaitu hak-hak khusus rahasia negara mengizinkan presiden dan para pejabat eksekutif untuk menahan rilisnya sebuah dokumen atau informasi dalam proses hukum yang dianggap dapat membahayakan keamanan negara. Hal ini terjadi saat Thomas Jefferson menolak untuk merilis dokumen militer dalam proses persidangan atas dugaan pengkhianatan oleh Aaron Burr, ketika Mahkamah Agung menolak kasus yang dibawa oleh mantan mata-mata Union. Hal inilah yang menjadi preseden hak khusus rahasia negara. Meskipun demikian hak khusus ini belum resmi diakui oleh Mahkamah Agung AS sampai saat di mana itu dianggap sebagai hak pembuktian hukum umum[82]. Sebelum Serangan 11 September, penggunaan hak khusus ini sarang jarang terjadi. Sejak tahun 2001 pemerintah menegaskan penggunaan hak khusus ini dalam banyak kasus tahap awal litigasi, sehingga dalam beberapa kasus menyebabkan pembatalan gugatan sebelum mencapai manfaat dari klaim, seperti dalam keputusan Sirkuit Kesembilan pada kasus Mohamed v. Jeppesen Dataplan, Inc[83][84] . Kritikus mengklaim penggunaan hak khusus ini, telah menjadi alat untuk pemerintah untuk menutupi tindakan ilegal atau memalukan pemerintah.[85][86] Kewenangan LegislatifBab I Pasal I Konstitusi menetapkan segala urusan yang terkait dengan pembuatan undang-undang dan legislasi lainnya berada dibawah kewenangan Kongres. Sedangkan dalam Bab I Pasal 6 Ayat 2 mengatur tentang bagaimana mencegah presiden dan para pejabat-pejabat eksekutif lainnya (menteri-menteri dan kepala-kepala badan) pada saat yang bersamaan menjadi anggota Kongres. Namun demikian kepresidenan di era modern ini memberikan kekuasaan yang signifikan atas undang-undang, baik karena ketentuan konstitusional dan perkembangan sejarah dari waktu ke waktu. Menandatangani dan Memveto RUUKewenangan legislasi presiden diturunkan dari Klausa Presentment yang memberikan presiden kewenangan untuk memveto RUU yang telah diloloskan oleh Kongres. Namun Kongres juga dapat membatalkan keputusan presiden yang memveto RUU tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan setidak-tidaknya dari dukungan suara dua per tiga anggota Kongres yang biasanya sangat sulit dicapai kecuali untuk legislasi bipartisan yang didukung secara luas. Para perancang konstitusi khawatir jika Kongres akan meningkatkan kewenangannya dan mencoba menghidupkan "tirani mayoritas" sehingga memberikan hak veto kepada presiden dipandang sebagai pemeriksaan penting terhadap kekuasaan legislatif. George Washington percaya bahwa hak memveto ini hanya dapat digunakan dalam kasus dimana RUU tersebut bersifat inkonstitusionil, dimasa sekarang hak memveto ini sering dipakai jika presiden merasa jika RUU yang diloloskan itu bertentangan dengan kebijakan-kebijakannya. Hak memveto – atau ancaman veto – telah berkembang untuk menjadikan kepresidenan modern sebagai bagian pusat dari proses legislatif Amerika. Lebih khusus, dibawah Klausa Presentment pada saat RUU telah diloloskan oleh Kongres maka presiden dapat :
Mengatur AgendaDalam sejarah amerika, para calon presiden menyampaikan janjinya untuk sebuah agenda legislatif. Secara resmi dalam Bab II Pasal 3 Ayat 2 menyatakan bahwa presiden merekomendasikan tindakan dan kebijakan yang ia akan lakukan kepada Kongres. Hal ini dilakukan dengan cara yaitu Presiden menyampaikan pidato kenegaraannya yang dikenal dengan istilah State of the Union yang biasanya akan menjadi tolok ukur kebijakan legislatif presiden dalam tahun yang sama dan tolok ukur itu didapat dengan melakukan komunikasi resmi maupun tidak resmi bersama Kongres. Presiden juga bisa terlibat dalam pembuatan legislasi dengan merekomendasikan, meminta atau bahkan bersikeras dengan Kongres berkaitan dengan RUU yang ia rasa diperlukan. Sebagai tambahan Presiden dapat mencoba untuk membentuk legislasi selama proses legislasi melalui pengaruhnya terhadap para anggota Kongres[87]. Presiden memiliki kewenangan ini karena Konstitusi tidak mengatur secara jelas siapa yang dapat menulis RUU, tetapi kekuasaan itu terbatas karena hanya anggota Kongres yang dapat memulai proses legislasi rancangan undang-undang[88]. Presiden maupun para pejabat pemerintah lainnya dapat membuat draf legislasi dan kemudian meminta para senator atau anggota DPR untuk dapat mengenalkan draf legislasi tersebut kepada Kongres. Selain itu presiden juga dapat meminta Kongres untuk dapat mengubah isi RUU yang diusulkan dengan mengancam akan memveto RUU tersebut jika perubahan yang diminta presiden tidak diindahkan[89]. Mengumumkan Peraturanbanyak peraturan-peraturan yang diberlakukan oleh Kongres tidak disampaikan kemungkinannya secara detail, baik secara eksplisit atau implisit mendelegasikan kekuasaan implementasi ke lembaga federal yang sesuai. Sebagai pejabat tertinggi eksekutif presiden mengontrol susunan yang luas dari badan-badan eksekutif yang dapat mengeluarkan peraturan-peraturan dengan sedikit pengawasan oleh Kongres. Pada abad ke 20, banyak kritik yang berkaitan dengan kewenangan legislatif dan pengadaan anggaran belanja negara yang seharusnya berada dibawah kewenangan Kongres namun kenyataannya malah berada ditangan presiden. Satu kritik yang ditujukan kepada kewenangan presiden yang dapat mengangkat sebuah "tentara maya tsar—masing-masing sepenuhnya tidak bertanggung jawab kepada Kongres namun ditugasi mempelopori upaya kebijakan utama untuk Gedung Putih[90]. Presiden banyak dikritik berkaitan dengan bolehnya presiden untuk menandatangani pernyataan ketika menandatangani legislasi kongres tentang bagaimana mereka (para anggota Kongres) memahami sebuah ruu atau rencana kebijakan yang akan diberlakukan[91]. Praktik ini telah dikritik oleh Asosiasi Pengacara Amerika sebagai tindakan yang inkonstitusional[92]. Persidangan dan Penundaan KongresUntuk mengizinkan pemerintah supaya cepat bertindak jika terjadi krisis dalam negeri maupun luar negeri ketika Kongres tidak dalam masa sidang. Presiden diberikan kewenangan oleh Bab II Pasal 3 Konstitusi AS untuk memanggil sebuah sesi sidang istimewa di salah satu dari dua majelis yang ada di Kongres. Sejak hal ini pertama kali dilakukan oleh John Adams menggunakan hak ini pada tahun 1797, Presiden memanggil Kongres untuk melaksanakan sidang istimewa untuk 27 hal. Terakhir kali hak ini digunakan oleh Harry S. Truman pada bulan Juli 1948 (dikenal dengan Sesi Hari Turnip). Sebelum amandemen ke 25 pada tahun 1933 yang memajukan tanggal di mana Kongres bersidang dari Desember hingga Januari, presiden yang baru dilantik akan secara rutin memanggil Senat untuk bertemu guna mengonfirmasi pencalonan atau meratifikasi perjanjian. Dalam praktiknya, kekuasaan telah tidak digunakan lagi di era modern karena Kongres sekarang secara resmi tetap bersidang sepanjang tahun, mengadakan sesi pro forma setiap tiga hari bahkan ketika seolah-olah sedang istirahat. Sejalan dengan itu, presiden berwenang untuk menunda Kongres jika DPR dan Senat tidak dapat menyepakati waktu penundaan; tidak ada presiden yang pernah menggunakan kewenangan ini[93][94]. Peran KepemimpinanSebagai Kepala Negara dan Kepala PemerintahanSebagai Kepala Negara, Presiden bertindak sebagai perwakilan pemerintah Amerika Serikat terhadap rakyatnya sendiri dan bangsa dalam kegiatan internasional. Sebagai contoh dalam kegiatan kunjungan kenegaraan oleh pemimpin negara lain, presiden akan menjamu pemimpin negara yang datang dengan mengadakan sebuah acara resmi yang dikenal dengan State Arrival Ceremony yang bertempat di taman selatan Gedung Putih. Kemudian setelah acara penyambutan ini, pada malam harinya akan diadakan Makan Malam Kenegaraan di ruangan makan negara di dalam Gedung Putih[95]. Acara ini pertama kali dikenalkan oleh Presiden John F. Kennedy pada tahun 1961. Selain itu, Presiden juga melakukan dan menerapkan kegiatan pemantauan dan pensurveian negaranya sendiri apakah rakyatnya membangun atau tidak. Sama halnya dengan Indonesia.[96]. Sebagai pemimpin bangsa, presiden juga memenuhi serangkaian tugas-tugas seremonial. Sebagai contoh, Presiden William Taft memulai sebuah tradisi lemparan pertama seremonial di Stadium Griffith, Washington D.C. pada tahun 1910. Selain itu setiap presiden menjabat sebagai Presiden Kehormatan Pramuka Amerika[97] yang dimulai sejak kepemimpinan Presiden Theodore Roosevelt. Selain itu ada lagi tradisi yang dilakukan Presiden Amerika Serikat yang kebanyakan berhubungan dengan hari libur di Amerika Serikat. Rutherford B. Hayes memulai tradisi menggulung telur di Gedung Putih pada tahun 1878 yang ditujukan untuk anak-anak[98]. Di tahun 1947 setiap perayaan hari Thanksgiving, presiden akan dipersembahkan dengan sebuah kalkun selama pelaksanaan kegiatan Persembahan Kalkun Hari Thanksgiving Nasional yang diadakan di Gedung Putih. Perayaan ini dilegalkan oleh Presiden George H. W. Bush, dimana kalkun yang terpilih akan ditempatkan di sebuah peternakan sampai hewan tersebut mati[99]. Selain itu banyak tradisi yang dilakukan oleh juga berkaitan dengan perannya sebagai kepala pemerintahan. Presiden yang akan memasuki akhir jabatan biasanya akan memberikan saran dan nasihat kepada presiden terpilih selama periode transisi[100]. Kepresidenan diera moderen juga memandang presiden sebagai satu dari selebriti utama bangsa. Beberapa ahli berpendapat bahwa image dari presiden mempunyai tendensi untuk dimanipulasi oleh pejabat humas administrasi maupun oleh presiden sendiri. Satu kritik menjelaskan bahwa presiden sebagai "Pemimpin Propaganda" yang mempunyai "sebuah daya pukau yang ada disekitar jabatannya" [101]. Manajer humas administrasi staf kepresidenan juga melakukan pemotretan yang dibuat sehati-hati mungkin dari presiden yang tersenyum dengan orang banyak yang tersenyum untuk kamera televisi[102]. Seorang kritikus menulis bahwa potret John F. Kennedy digambarkan dengan hati-hati yang dibingkai "dalam detail yang kaya" dan "mengambil kekuatan mitos" mengenai insiden PT 109[103] dan kritikus tersebut juga menilai bahwa Kennedy mengerti bagaimana menggunakan gambar untuk memajukan ambisi kepresidenannya[104]. Oleh karena itu para pengamat politik berpendapat bahwa para pemilih di AS mempercayai harapan yang tidak realistis pada presidennya: para pemilih berharap seorang presiden akan "mengendalikan ekonomi, mengalahkan musuh, memimpin dunia bebas, menghibur korban tornado, menyembuhkan jiwa nasional dan melindungi peminjam dari biaya kartu kredit tersembunyi"[105]. Pemimpin PartaiPresiden yang sedang menjabat sering dipandang sebagai pemimpin partainya. Sejak pemilihan anggota DPR dan sepertiga senator dilaksanakan serentak dengan pemilihan presiden, calon-calon senator atau anggota DPR mau tidak mau bergantung pada kesuksesan pemilihan mereka yang berkaitan dengan kinerja calon presiden dari partai tersebut. Efek coattail, atau kekurangannya, juga akan sering berdampak pada kandidat partai di tingkat pemerintahan negara bagian dan lokal. Namun, sering ada ketegangan antara presiden dan orang lain di partai, dengan presiden yang kehilangan dukungan signifikan dari kaukus partai mereka di Kongres umumnya dipandang lebih lemah dan kurang efektif. Tahapan-tahapan Pemilihan PresidenKelayakanBab II, Pasal I Ayat 5 Konstitusi AS menjelaskan mengenai tiga syarat utama untuk dapat menduduki jabatan presiden, yaitu :
Tiga syarat sampingan menjadi seorang Presiden Amerika Serikat,yaitu:
Calon Presiden ataupun Presiden Amerika Serikat dapat diberhentikan dari jabatannnya jika:
Proses Pencalonan dan KampanyePelaksanaan kampanye presiden di era moderan ini dimulai sebelum pilpres, dimana dua partai politik utama gunakan untuk membersihkan bidang kandidat sebelum konvensi pencalonan nasional mereka, dimana bakal calon yang berhasil akan menjadi calon presiden dari partai politik itu. Biasanya para calon presiden memilih calon wakil presidennya dan pilihannya ini akan disahkan oleh partai. Biasanya profesi dari seorang calon presiden adalah seorang pengacara[113]. Para calon presiden akan melaksanakan kampanye yang disiarkan melalui televisi. Pelaksanaan debat ini biasanya hanya terbatas dari calon presiden yang berasal dari partai demokrat dan partai republik. Jika ada calon presiden selain dari partai tersebut, maka calon presiden itu akan diundang untuk ikut serta dalam pelaksanaan debat seperti yang dilakukan oleh Calon Presiden Independen Ross Perot pada debat tahun 1992. Para calon akan melaksanakan kampanye diseluruh negara bagian untuk menyampaikan pandangan mereka, meyakinkan para pemilih dan meminta kontribusi dari para pemilih. Sebagian besar proses pemilihan presiden di era modern berkaitan dengan memenangkan suara di negara-negara bagian melalui kunjungan-kunjungan dan dorongan iklan media massa. Pelaksanaan PemilihanPreisden dipilih secara tidak langsung oleh pemilih dari setiap negara bagian dan wilayah Washington, D.C melalui Dewan Elektoral. Dewan Elektoral merupakan sebuah badan pemilihan yang dibentuk setiap empat tahun sekali dengan tujuan untuk memilih presiden dan wakil presiden Amerika Serikat. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Bab II, Pasal I Ayat II Konstitusi AS, setiap negara bagian diberikan alokasi jumlah pemilih elektoral yang dianggap setara dengan jumlah total perwakilan dalam kedua majelis perwakilan yang ada di Kongres AS. Sebagai tambahan, Amandemen Ke 23 juga menjelaskan bahwa Wilayah Ibukota Washington, D.C. juga diberikan sejumlah pemilih elektoral yang dianggap setara dengan jumlah penduduknya[114]. Untuk saat ini semua negara bagian dan wilayah D.C. memilih pemilih elektoralnya berdasarkan pada pemilihan yang dilakukan oleh rakyat[115]. Tapi khusus di dua negara bagian yang merupakan asal tiket presiden-wakil presidennya menerima sejumlah suara populer di negara bagian tersebut memiliki seluruh daftar calon pemilih yang dipilih sebagai pemilih negara bagian. Maine dan Nebraska menyimpang dari praktik pemenang-ambil-semua ini, memberikan dua pemilih kepada pemenang di seluruh negara bagian dan satu kepada pemenang di setiap distrik kongres[116][117]. PelantikanBerdasarkan pada Amandemen Ke - 25, Konstitusi Amerika Serikat, masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden Amerika Serikat dimulai pada tengah hari tanggal 20 Januari[118], pelaksanaan ketentuan ini dimulai pada pelantikan Presiden Franklin Delano Roosevelt dan Wakil Presiden John Nance Garner untuk masa jabatan mereka yang kedua di tahun 1937[119]. Sebelumnya Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden AS dilaksanakan pada tanggal 4 Maret[120]. Sebelum menjabat Presiden Amerika Serikat terpilih akan membacakan sumpah jabatan presiden. Isi dari sumpah jabatan presiden diatur dalam Bab II Pasal I Ayat 8 Konstitusi AS. Sumpah jabatan Presiden Amerika Serikat berbunyi sebagai berikut :
Atau yang jika diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia bermakna sebagai berikut :
Presiden yang dilantik biasanya akan menempatkan salah satu tangannya diatas sebuah alkitab ketika sedang membacakan sumpahnya dan menambahkan kalimat "Maka tolong aku Tuhan"[121][122] setelah membacakan sumpahnya. Meskipun pelaksanaan sumpah dapat dipandu oleh siapapun yang telah diberikan kewenangan oleh undang-undang, biasanya pelantikan presiden dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung Amerika Serikat[123]. PetahananMasa JabatanSaat Presiden pertama, George Washington, menyampaikan dalam Pidato Perpisahannya bahwa dia tidak akan mencalonkan diri untuk ketiga kalinya, yang menyebabkan munculnya preseden "setelah dua kali masa jabatan, berhenti". Preseden ini menjadi tradisi setelah Thomas Jefferson menyatakan bahwa ia menganut prinsip preseden tersebut satu dekade dalam masa jabatannya sebagai presiden dan diikuti oleh penerusnya.[124] Presiden Ulysses S. Grant mencalonkan kembali untuk periode ketiganya, tapi tidak berhasil.[125] Pada tahun 1940 setelah memimpin negara melewati Depresi Besar, Franklin Delano Roosevelt terpilih untuk periode ketiga, mematahkan preseden dua jabatan yang sudah lama berlangsung. Empat tahun kemudian dalam keadaan Amerika Serikat yang masih bergelut dengan Perang Dunia II, Roosevelt terpilih kembali untuk masa jabatan keempat meskipun kondisi kesehatannya semakin memburuk, Roosevelt akhirnya wafat setelah 82 hari menjabat di periode keempatnya tanggal 12 April 1945.[126] Sebagai reaksi akibat lamanya masa jabatan Roosevelt, Amandemen Ke 25 kemudian diberlakukan pada tahun 1951. Amandemen tersebut melarang siapapun untuk menjadi presiden melebihi dari dua periode masa jabatan, atau saat presiden tersebut menjabat lebih dari dua puluh empat bulan sebagai akibat dari meninggalnya atau presiden yang sebelumnya mengundurkan diri atau diberhentikan.[126] Sejak diberlakukan amandemen ini, lima orang presiden menjabat selama dua periode masa jabatan yaitu : Dwight D. Eisenhower, Ronald Reagan, Bill Clinton, George W. Bush dan Barack Obama. Jimmy Carter, George H. W. Bush, dan Donald Trump, mencalonkan diri kembali untuk periode masa jabatan kedua namun gagal. Richard Nixon terpilih untuk periode kedua namun ia mengundurkan diri sebelum menyelesaikan masa jabatannya. Lyndon B. Johnson yang menjadi presiden dalam sisa masa jabatan John F. Kennedy yang masih tersisa empat belas bulan lagi, berhak untuk mencalonkan diri kembali di periode keduanya, namun ia mengundurkan diri dari pencalonannya saat pelaksanaan konvensi partai demokrat. Presiden Gerald Ford yang menjabat selama dua tahun lima bulan dalam sisa masa jabatan presiden Nixon, mencalonkan diri kembali namun ia dikalahkan oleh Jimmy Carter pada pemilu tahun 1976. Kekosongan Jabatan dan Proses SuksesiDIbawah Bab I dari Amandemen Ke 25 yang diratifikasi tahun 1967, Wakil Presiden akan menjadi Presiden pada saat presiden petahana dimakzulkan, meninggal dunia atau mengundurkan diri. Kematian seorang presiden petahana terjadi beberapa kali sepanjang sejarah AS, pengunduran diri terjadi sekali, dan pemakzulan dari jabatan tidak pernah terjadi. Dalam Konstitusi asli didalam Bab II Pasal I Ayat 6 menyatakan bahwa wakil presiden hanya mengambil alih tugas dan kekuasaan dari kepresidenan jika terjadi pemakzulan, pengunduran diri, ketidakmampuan atau wafatnya seorang presiden petahana.[127] Dibawah klausa ini, terjadi keambiguan mengenai posisi dari wakil presiden itu sendiri apakah ia secara otomatis menjadi presiden atau hanya bertindak sebagai Pelaksana Tugas Presiden AS,[128] yang berpotensi akan memicu pemilihan khusus. Pada saat kematian Presiden William H. Harrison pada tahun 1841, Wakil Presiden John Tyler menyatakan bahwa ia telah menjadi Presiden AS yang baru dan menolak menerima segala dokumen kenegaraan yang menyatakan bahwa ia adalah seorang Pelaksana Tugas Presiden. Meskipun begitu, Kongres AS menyetujui penetapan Tyler sebagai Presiden AS yang baru. Hal ini menjadi preseden di masa yang akan datang walaupun preseden ini belum disahkan sampai Amandemen Ke 25 diratifikasi. Jika terjadi kekosongan ganda, Bab II Pasal 1 Ayat 6 juga menyatakan bahwa Kongres berwenang untuk mengangkat siapapun untuk menjadi Pelaksana Tugas Presiden jika terjadi pemakzulan, pengunduran diri, ketidakmampuan atau pun kematian dari Presiden dan Wakil Presiden petahana secara bersamaan.[128] UU Suksesi Presiden tahun 1947 menyatakan bahwa jika Presiden dan Wakil Presiden secara bersamaan tidak dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya, maka urutan suksesi kepresidenan akan dilaksanakan. Urutan-urutan tersebut terdiri dari : Ketua DPR AS, Presiden Pro Tempore Senat AS dan jika memang tidak juga berhasil maka salah satu dari para menteri-menteri kabinet akan ditunjuk untuk menjadi Pelaksana Tugas Presiden AS. Saat ini kabinet terdiri dari lima belas anggota dengan Sekretaris Negara Amerika Serikat menjadi urutan pertama diantara yang setara sedangkan sekretaris Kabinet lainnya mengikuti urutan pembentukan departemen mereka (atau departemen di mana departemen mereka adalah penerusnya). Orang-orang yang secara konstitusional tidak memenuhi syarat untuk dipilih menjadi presiden juga didiskualifikasi dari mengambil alih kekuasaan dan tugas kepresidenan melalui suksesi. Belum ada pengganti resmi yang dipanggil untuk bertindak sebagai presiden.[129] Pendeklarasian KetidakmampuanDibawah Amandemen Ke 25, Presiden mungkin sementara waktu dapat melimpahkan tugas dan wewenangnya kepada wakil presiden, yang kemudian akan bertindak sebagai Pelaksana Tugas Presiden dengan mengirimkan surat pernyataan kepada Ketua DPR AS dan Presiden Pro Tempore Senat AS yang berisi pernyataan dari presiden itu sendiri bahwa ia tidak dapat melaksanakan tugasnya. Presiden akan kembali mengambil alih tugas dan wewenangnya dengan kembali mengirimkan surat pernyataan bahwa ia telah kembali dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya. Mekanisme ini telah dipakai oleh Presiden Reagan, George W. Bush dan Joe Biden ketika mereka sedang melaksanakan operasi pembedahan.[130][131] Amandemen Kedua Puluh Lima juga mengatur bahwa wakil presiden, bersama-sama dengan mayoritas anggota Kabinet tertentu, dapat mengalihkan kekuasaan dan tugas kepresidenan kepada wakil presiden dengan menyampaikan pernyataan tertulis, kepada ketua DPR dan Presiden Pro Tempore Senat, yang mengakibatkan presiden tidak dapat melaksanakan kekuasaan dan tugasnya. Jika presiden kemudian membuat pernyataan bahwa ia masih mampu untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya, maka presiden dapat melanjutkan tugas dan wewenangnya kecuali jika wakil presiden dan Kabinet membuat pernyataan kembali berkaitan dengan ketidakmampuan presiden, maka hal ini Kongres memutuskan untuk mempertanyakan pernyataan tersebut. PemakzulanBab II Ayat 4 Konstitusi mengizinkan pemakzulan para pejabat tinggi federal termasuk presiden dengan alasan "pengkhianatan, penyuapan atau tindakan kejahatan kelas tinggi dan perbuatan yang tidak baik lainnya". Bab I Pasal 2 Ayat 5 juga memberikan wewenang kepada DPR AS bertindak sebagai juri utama dengan kewenangan untuk memakzulkan pejabat-pejabat yang tertuduh dengan suara mayoritas[132]. Sedangkan dalam Bab I Pasal 3 Ayat 6 juga memberikan wewenang kepada Senat AS untuk bertindak sebagai Hakim dengan kewenangan untuk memberhentikan pejabat-pejabat yang telah diajukan untuk dimakzulkan dari DPR AS dengan suara mayoritas dua pertiga[133]. Sebanyak tiga orang Presiden telah menghadapi upaya pemakzulan dari DPR AS yaitu : Presiden Andrew Johnson di tahun 1868, Bill Clinton di tahun 1998 dan Donald Trump ditahun 2019 dan 2021, meskipun Senat menolak upaya pemakzulan tersebut. Sebagai tambahan Komite Hukum DPR AS juga pernah mengajukan upaya pemakzulan kepada Presiden Richard Nixon yang berlangsung dari tahun 1973-1974 dan menyampaikan tiga dokumen pemakzulan kepada DPR untuk keputusan final, meskipun pada akhirnya Presiden Nixon mengundurkan diri sebelum DPR melakukan pemungutan suara untuk mengajukan pemakzulan terhadap dirinya[132]. GajiSejak tahun 2011, gaji presiden selama setahun berjumlah $400.000 Dollar AS, bersama tunjangan pengeluaran sebesar $50.000 Dollar AS, tunjangan transportasi non pajak sebesar $100.000 Dollar AS dan rekening hiburan sebesar $19.000 Dollar AS. Gaji Presiden diatur oleh Kongres AS dan dibawah Konstitusi dalam Bab II Pasal 1 Ayat 7, setiap perubahan gaji Presiden akan mulai diberlakukan pada awal masa jabatan presiden yang berikutnya[134][135] Kediaman ResmiKediaman Resmi Presiden AS adalah Gedung Putih yang terletak di Ibukota Washington, District of Columbia. Lokasi ini dipilih oleh George Washington dan peletakan batu pertama dilaksanakan pada tahun 1792. Semua Presiden AS dimulai dari John Adams tinggal disini. Dalam beberapa kali sepanjang sejarah AS, sebelumnya Gedung Putih dikenal dengan istilah "Istana Presiden", "Rumah Presiden" dan "Mansion Eksekutif". Presiden Theodore Roosevelt yang memberikan nama Gedung Putih secara resmi pada tahun 1901[136]. Pemerintah Federal akan melakukan pembayaran untuk setiap pelaksanaan acara resmi kenegaraan dan acara-acara resmi kenegaraan lainnya, sedangkan untuk urusan rumah tangga kepresidenan, keluarga presiden, dan makanan untuk tamu dan proses setelahnya akan dibayarkan oleh presiden[137]. Camp David, atau nama resminya Fasilitas Pendukung Angkatan Laut Thurmont, adalah sebuah kamp militer yang berlokasi di daerah pegunungan yang terletak di Frederick County, Maryland. Camp David telah menjadi rumah pedesaan resmi presiden. Tempat yang menyendiri dan tenang, situs ini telah digunakan secara luas untuk menjamu pejabat asing sejak tahun 1940-an[138]. Rumah Tamu Presiden yang terletak di sebelah Bangunan Kantor Eksekutif Eisenhower menjadi rumah tamu resmi kepresidenan dan kediaman kedua presiden[139].
TransportasiPresiden menggunakan salah satu dari dua pesawat kembar Boeing VC-25 yang kemudiannya dikenal dengan sebutan Air Force One (meskipun semua Pesawat Angkatan Udara Amerika Serikat telah dirancang sebagai "Air Force One", jika presiden menaiki salah satu dari pesawat yang ada). Untuk perjalanan udara di dalam negeri presiden akan menggunakan salah satu dari pesawat Boeing VC-25 yang ada, sementara untuk perjalanan udara keluar negeri, kedua pesawat Boeing VC-25 dibawa dengan satu pesawat akan dinaiki oleh presiden dan satu pesawat lain berfungsi sebagai "backup-an". Jika presiden bepergian ke suatu wilayah yang dimana bandaranya tidak mendukung pendaratan pesawat jumbojet, presiden akan menggunakan pesawat Boeing C-32 (pesawat ini juga terkadang digunakan oleh Wakil Presiden)[140]. Selain itu untuk perjalanan udara yang berjarak dekat, presiden akan menggunakan helikopter dari Korps Marinir Amerika Serikat dengan kode panggilan "marine one". Pada saat perjalanan udara menggunakan helikopter marine one ini berlangsung, akan ada lima helikopter sejenis yang akan berangkat bersamaan untuk pencegahan dari hal-hal yang tidak diinginkan[141]. Untuk perjalanan di darat, presiden menggunakan mobil kepresidenan. Mobil kepresidenan yang digunakan berjenis limosin dengan merek Cadillac yang dikenal dengan kode panggilan "The Beast"[142].
Lihat pula
Catatan
Referensi
Pranala luar
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Presidents of the United States.
|