Bahasa BugisBahasa Bugis adalah salah satu bahasa dari rumpun bahasa Austronesia yang digunakan oleh suku Bugis. Penutur bahasa Bugis umumnya tinggal di Sulawesi Selatan. Wilayah penuturnya terutama di Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Kabupaten Barru, Kabupaten Majene, Kabupaten Luwu, Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Pinrang, Kota Parepare. Bahasa Bugis juga dipertuturkan di sebagian wilayah di Kabupaten Enrekang,Kabupaten Majene dan Kota Makassar. SejarahDalam bahasa Bugis, bahasa ini disebut sebagai Basa Ugi dan suku Bugis sendiri disebut sebagai To Ugi. Menurut beberapa mitos suku Bugis, istilah Ugi diambil dari nama La Sattumpugi, yakni raja pertama Cina yang sendirinya merupakan kerajaan kuno di tanah Bugis. Kata To Ugi sendiri dapat diartikan sebagai "pengikut daripada La Sattumpugi".[5] Hanya sedikit hal yang diketahui tentang sejarah awal bahasa ini karena kurangnya catatan tertulis. Catatan tertulis paling awal dari bahasa ini adalah Sureq Galigo, yakni sebuah wiracarita mengenai penciptaan orang Bugis. Sumber tertulis lain dari bahasa Bugis adalah Lontara, sebuah istilah yang mengacu pada naskah tradisional dan juga catatan sejarah. Catatan sejarah Lontara paling awal berasal dari sekitar abad ke-17. Catatan Lontara telah digambarkan oleh sejarawan Indonesia sebagai "faktual" bila dibandingkan dengan naskah serupa dari daerah lain di Asia Tenggara Maritim, seperti babad di Jawa. Catatan-catatan ini biasanya ditulis dengan nada yang sebenarnya dengan sedikit elemen mitos, dan penulis biasanya akan memberikan penafian sebelum menyatakan sesuatu yang tidak dapat mereka verifikasi.[6][7][8] Sebelum kedatangan Belanda di Indonesia pada abad ke-19, seorang misionaris, B. F. Matthews, menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Bugis, yang membuatnya menjadi orang Eropa pertama yang memperoleh pengetahuan bahasa tersebut. Ia juga salah satu orang Eropa pertama yang menguasai bahasa Makassar. Kamus dan buku tata bahasa yang disusun olehnya, serta teks sastra dan cerita rakyat yang diterbitkannya, tetap menjadi sumber informasi dasar tentang kedua bahasa tersebut. Setelah penjajahan oleh Belanda, sejumlah suku Bugis melarikan diri dari daerah asalnya di Sulawesi Selatan untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Hal ini menyebabkan adanya kelompok kecil penutur bahasa Bugis di seluruh Asia Tenggara Maritim.[9][10] KlasifikasiBahasa Bugis termasuk dalam kelompok Sulawesi Selatan yang sendirinya merupakan rumpun turunan dari rumpun bahasa Austronesia. Dalam kelompok bahasa-bahasa Sulawesi Selatan, bahasa ini berkerabat dekat dengan bahasa Campalagian. Distribusi geografisSebagian besar penutur asli (sekitar 3 juta orang) terkonsentrasi di Sulawesi Selatan, Indonesia. Terdapat juga kelompok kecil penutur bahasa Bugis di pulau Jawa, pesisir timur pulau Kalimantan yakni Samarinda, Balikpapan, Bontang, Tarakan, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Kotabaru, Sumatra bagian timur, Sabah bagian timur dan Semenanjung Malaysia, dan Selatan Filipina. Diaspora suku Bugis ini merupakan hasil migrasi sejak abad ke-17 yang terutama didorong oleh situasi peperangan yang terus menerus. FonologiBahasa Bugis memiliki enam vokal dalam kotak fonemnya, yakni /a/, /e/, /i/, /o/, /u/, dan vokal madya /ə/. Tabel berikut menunjukkan kotak fonem untuk konsonan bahasa Bugis beserta penulisannya dalam aksara Lontara.
Disaat bahasa Bugis ditulis dalam alfabet Latin, bahasa Bugis ditulis menggunakan konvensi ejaan bahasa Indonesia umum, yakni sebagai berikut: [ɲ] ditulis sebagai ⟨ny⟩, [ŋ] by ⟨ng⟩, [ɟ] sebagai ⟨j⟩, [j] sebagai ⟨y⟩. Konsonan hentian glotis [ʔ] biasanya ditulis dengan tanda petik (contoh: ana' [anaʔ] "anak"), akan tetapi biasanya juga ditulis sebagai ⟨q⟩. /e/ dan /ə/ biasanya ditulis sebagai ⟨e⟩, ataupun biasanya /e/ ditulis sebagai ⟨é⟩ untuk mencegah ketaksaan. Tata bahasaPronominaBahasa Bugis memiliki empat jenis pronomina personalia yang terdiri atas satu pronomina bebas dan tiga pronomina terikat:[11]
Pronomina enklitik digunakan pada subjek dengan verba intransitiva dan verba transitiva. Pronomina akhiran hanya utamanya pada fungsi posesiva. AspekBerikut merupakan aspek ketatabahasaan yang terdapat dalam bahasa Bugis:[12]
ContohA: ᨄᨘᨑᨊᨚ pura-no punya [penanda prespektiva na (ᨊ) + kamu] ᨆᨙᨋ? manre makan 'Apakah kamu sudah makan?' B: ᨉᨙᨄ deq-pa tidak + [kondisional (ᨄ)] 'Belum' Harap diperhatikan bahwa ⟨q⟩ melambangkan hentian glotis yang tidak dituliskan dalam aksara Lontara.
DialekBahasa Bugis terdiri dari beberapa dialek. Seperti dialek Pinrang yang mirip dengan dialek Sidrap, dialek Bone (yang berbeda antara Bone utara dan selatan), dialek Soppeng, dialek Wajo (juga berbeda antara Wajo bagian utara dan selatan, serta timur dan barat), dialek Barru, dialek Sinjai dan sebagainya. Ada beberapa kosakata yang berbeda selain dialek. Misalnya, dialek Pinrang dan Sidrap menyebut kata "loka" untuk pisang. Sementara dialek Bugis yang lain menyebut "otti" atau "utti", adapun dialek yang agak berbeda yakni kabupaten Sinjai setiap bahasa Bugis yang menggunakan Huruf "W" diganti dengan Huruf "H". Contoh; diawa di ganti menjadi diaha. Huruf "C" dalam dialek bahas Bugis lain, dalam dialek Sinjai berubah menjadi "SY". Contoh, "cappa" (ujung) menjadi "syappa". Karya sastra terbesar dunia yaitu I Lagaligo menggunakan bahasa Bugis tinggi yang disebut bahasa Torilangi. Bahasa Bugis umum menyebut kata Menre' atau Manai untuk kata yang berarti "ke atas/naik". Sedang bahasa Torilangi menggunakan kata "Manerru". Untuk kalangan istana, ahasa Bugis juga mempunyai aturan khusus. Jika orang biasa yang meninggal digunakan kata "Lele ri Pammasena" atau "mate". Sedangkan jika Raja atau kerabatnya yang meninggal digunakan kata "Mallinrung". Referensi
Daftar pustaka
Pranala luarWikipedia juga mempunyai edisi Bahasa Bugis Lihat entri Appendix:Daftar Swadesh bahasa Bugis di kamus bebas Wiktionary.
Templat:Rumpun bahasa Austronesia
|