Kabupaten Tanah Bumbu

Kabupaten Tanah Bumbu
Transkripsi bahasa daerah
 • Jawi Banjarكابوڤاتين تانه بومبو
Lambang resmi Kabupaten Tanah Bumbu
Motto: 
Bersujud
artinya: Bersih, jujur, dan adil
Peta
Peta
Kabupaten Tanah Bumbu di Kalimantan
Kabupaten Tanah Bumbu
Kabupaten Tanah Bumbu
Peta
Kabupaten Tanah Bumbu di Indonesia
Kabupaten Tanah Bumbu
Kabupaten Tanah Bumbu
Kabupaten Tanah Bumbu (Indonesia)
Koordinat: 3°29′01″S 115°56′53″E / 3.48363391°S 115.9479384°E / -3.48363391; 115.9479384
Negara Indonesia
ProvinsiKalimantan Selatan
Tanggal berdiri20 Maret 2002
Dasar hukumUU No. 2 Tahun 2002
Hari jadi08 April 2003 (umur 21)
Ibu kotaBatulicin
Jumlah satuan pemerintahan
Daftar
  • Kecamatan: 12
  • Kelurahan: 5
  • Desa: 152
Pemerintahan
 • BupatiZairullah Azhar
 • Wakil BupatiMuhammad Rusli
 • Sekretaris DaerahAmbo Sakka
Luas
 • Total5.066,96 km2 (1,956,36 sq mi)
Populasi
 (31 Desember 2023)[1]
 • Total346.336
 • Kepadatan68/km2 (180/sq mi)
Demografi
 • Agama
  • 94,87% Islam
  • 2,39% Hindu
  • 0,11% Kepercayaan
  • 0,03% Buddha
  • 0,01% Konghucu[1]
 • IPMKenaikan 73,86 (2023)
 tinggi [2]
Zona waktuUTC+08:00 (WITA)
Kode BPS
6310 Edit nilai pada Wikidata
Kode area telepon+62 518
Pelat kendaraanDA xxxx Z**
Kode Kemendagri63.10 Edit nilai pada Wikidata
DAURp 491.426.287.000,- (2020)
Situs webwww.tanahbumbukab.go.id


Kabupaten Tanah Bumbu adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Sebelumnya kabupaten ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Kotabaru. Secara historis semula dinamakan Daerah Tingkat II Persiapan Tanah Bumbu Selatan.[3] Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.066,96 km² dan jumlah penduduk sebanyak 267.913 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010), dan pada akhir tahun 2023, jumlah penduduk Tanah Bumbu berjumlah 346.336 jiwa.[1]

Ibu kotanya adalah kecamatan Batulicin, pusat pemerintahan kabupaten berada di kelurahan Gunung Tinggi yang dulunya bernama desa Pondok Butun. Adapun yang menjadi sentra kegiatan usaha dan ekonomi adalah kecamatan Simpang Empat, yang dulunya merupakan bagian dari Kecamatan Batulicin.

Kabupaten Tanah Bumbu merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Kotabaru yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2003 tanggal 8 April 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan di Provinsi Kalimantan Selatan. Berdasarkan undang-undang tersebut, Kabupaten Tanah Bumbu selalu merayakan hari jadinya pada tanggal 8 April setiap tahunnya. Nama historis yang pernah digunakan untuk menyebut daerah kabupaten ini adalah Tanah Koesan - 1879.[4]

Sejarah

Sebelum Tahun 1888

Pada mulanya Tanah Boemboe adalah nama kolektif dari sebuah wilayah yang terdiri dari kerajaan Tjangtoeng dengan Boentar-laut, Bangkala-an, Sampanahan, Menoenggoel dan Tjengal. Ini terletak di pantai timur Kalimantan, memanjang dari Tjandjong Aroe (titik berbatu), pada 2° 7 ° 2. br., dan 116° 48' 0. L., ke sungai Serongga pada 3° 2' 2 br ., dan dibatasi), di utara, oleh Pasir, di timur, oleh Selat Makassar, di selatan, oleh Kussan, — dan di barat, oleh Bandjarmasin, yang dipisahkan oleh pegunungan Beratus atau Meratus.[5]

Tahun 1888

Poeloe Laut sejak tahun 1888 secara administratif dihitung sebagai milik wilayah Tanah Boemboelands, seperti Batoe Litjin, Pagatan dengan Koesan dan Sebamban; Namun pada awalnya, Tanah Bumbu ini hanya berarti lanskap di sekitar Teluk Kloempang (Tjantoeng, Boentar Laut dan Bangkalaän serta di sekitar Teluk Pamoekan, Sampanahan, Menoengoel dan Tjengal).[6]

Dari perbatasan barat daya dengan Tanah Laut (distrik Satoei) sekarang (sejak tahun 1888) dihitung di bawah Tanah Bumbu:

Dikelola oleh :

  1. Sebamban: Pangeran Sjarif Hasan
  2. Pagatan dan Koesan: Pangeran Mangkoe Boemi Daëng Machmud (akting untuk minoritas raja). TAHUNB. MYW. N. 0. I. 1888, TECHN. GED. 24san
  3. Batoe Litjin: Pangeran Sharif Achmad
  4. Poeloe Laut dan Sebuku: Pangeran Amir Hoesin
  5. Tjanjoeng dan Boentar Laut: Adji Darma
  6. Bangkalaän, Tjengal dan Menoengoel: Adji Mas Rawan
  7. Sampanahan: Pangeran Mangkoe Praboe Djaja

Bentang alam ini, bersama dengan kerajaan Pasir, membentuk divisi terpisah yang disebut: Pasir dan Tanah Boembuland di bawah kendali seorang pengendali yang berbasis di Kota Baroe di Poeloe Laut.

Batas antara negara-negara ini terutama ditentukan oleh daerah tangkapan air di sungai-sungai utama.

Jadi Pagatan dan Kusan menutupi daerah tangkapan air dari sungai dengan nama itu, dan lebih jauh lagi ke wilayah pantai selatan sampai Tanah Laut, dengan pengecualian jalur sempit milik Sebamban.

Bentang alam Batoe Litjin berisi cekungan Sungai Batoe Litjin, sehingga garis pemisah air antara Pagatan dan Koesan dan di utara dengan Sungai Tjantung membentuk batas; Sedangkan di sisi Selat Laut garis batas ini mencapai selat tersebut di sebelah selatan sepanjang sungai kecil Sekoempang dan di sebelah utara sepanjang sungai Saronga.

Tjantoeng disebut daerah Sungai Tjantoeng dan Boentar Laut adalah daerah utara Dewa (Tanjung Dewa), bersama-sama dikendalikan oleh satu kepala yang terletak di Tjantoeng. Bangkalaän berisi daerah tangkapan air sungai Bangkalaän yang menghubungkan di utara dengan daerah tangkapan sungai Sampanahan, membentuk lanskap Sampanahan.

Di sebelah utara Sampanahan terhampar pemandangan Menoengoel, kembali meliputi wilayah Sungai Menoengal, dan terakhir Tjengal yang paling utara, yang selain merupakan daerah tangkapan air Sungai Tjengal yang mengalir ke Teluk Pamoekan. masih memanjang di sepanjang pantai dari Tandjong Merah (seberang Samalantakkan di pintu masuk Teluk Pamukan) sampai ke Tandjong Ares (Tanjung Aru), di mana perbatasan dengan Kerajaan Pasir dimulai.

Tiga lanskap Bankalaän, Menoengoel dan Tjengal berada di bawah satu kepala, yang biasanya berada di Tandjong Batoe di Teluk Kloempang.

Daerah Kabupaten Tanah Bumbu termasuk dalam kawasan Tanah Bumbu yang lebih luas atau wilayah Kalimantan Tenggara. Sejak dahulu kala wilayah tenggara pulau Kalimantan bukanlah daerah tidak bertuan karena daerah ini juga sudah dihuni oleh penduduk asli Kalimantan, menurut Hikayat Banjar penduduknya terdiri orang Satui, orang Laut Pulau, orang Pamukan (Dayak Samihim) dan orang Paser maupun orang-orang Dayak Bukit yang tinggal di pegunungan Meratus. Orang Pamukan dan orang Paser masing-masing memiliki pemerintahan kerajaan sendiri-sendiri.

Di daerah Cantung terdapat sebuah lesung batu (yoni) yang menunjukkan adanya pengaruh agama Hindu memasuki wilayah ini pada zaman dahulu kala. Sebelum terjadinya migrasi suku Bugis ke wilayah ini, seluruh wilayah tenggara Kalimantan di bawah koordinator Adji Tenggal, penguasa Paser yang menjadi bawahan Sultan Banjar IV Mustain-Bilah/Marhum Panembahan. Pada abad ke-17 Sultan Banjar menguasai Kalimantan Tenggara untuk diperintah keturunannya yaitu Pangeran Dipati Tuha dengan nama Kerajaan Tanah Bumbu dengan wilayah awal mulanya meliputi daerah dari Tanjung Aru (batas wilayah Banjar dengan Paser) sampai Tanjung Silat.[butuh rujukan]

Kronologi

  • Menurut Hikayat Banjar, ada beberapa daerah dari wilayah tenggara pulau Kalimantan yang takluk dan mengirimkan upeti kepada Raja Banjar Islam ke-1 Sultan Suriansyah (1520-1546) yang berkedudukan di Banjarmasin, daerah-daerah tersebut yaitu Satui, Laut Pulau, Pamukan dan Paser. Kesultanan Banjar menamakan kawasan pesisir dengan "Laut" yang terdiri atas Laut Pulau dan Laut Darat. Nama daerah-daerah yang turut mengirimkan upeti ditemukan dalam naskah Cerita Turunan Raja-raja Banjar dan Kotawaringin (disebut juga Hikayat Banjar 1):[7]

Pada masa itu daerah Kabupaten Tanah Bumbu termasuk ke dalam wilayah negeri Satui, salah satu negeri yang turut serta mengirim prajurit membantu Pangeran Samudera berperang melawan pamannya Pangeran Tumenggung (Raja Negara Daha terakhir).
Hikayat Banjar dan Kotawaringin menyebutkan:

Maka Patih Masih menyuruh orang memberitahu ke Kintap, ke Satui, ke Sawarangan, ke Hasam-Hasam, ke Laut Pulau, ke Pamukan, ke Paser, ke Kutai, ke Berau, ke Karasikan, dan memberitahu ke Biaju, ke Sebangau, ke Mendawai, ke Sampit, ke Pembuang, ke Kotawaringin, ke Sukadana, ke Lawai, ke Sambas: Pangeran Samudera menjadi raja di Banjarmasih. Banyak tiada tersebut.[7]

Hikayat Banjar dan Kotawaringin menyebutkan:

Maka Patih Balit itu kembali maka datang serta orang bantu itu. Maka orang yang takluk tatkala zaman Maharaja Suryanata sampai ke zaman Maharaja Sukarama itu, seperti negeri Sambas dan negeri Batang Lawai dan negeri Sukadana dan Kotawaringin dan Pembuang dan Sampit, Mendawai dan Sebangau dan Biaju Besar dan orang Biaju Kecil dan orang negeri Karasikan dan Kutai dan Berau dan Paser dan Pamukan dan orang Laut-Pulau dan Satui dan Hasam-Hasam dan Kintap dan Sawarangan dan Tambangan Laut dan orang Takisung dan Tabuniau, sekaliannya itu sudah sama datang serta senjata serta persembahnya. Sama suka hatinya merajakan Pangeran Samudera itu. Sekaliannya orang itu berhimpun di Banjar dengan orang Banjarmasih itu, kira-kira orang empat laksa. Serta orang dagang itu, seperti orang Melayu, orang Cina, orang Bugis, orang Mangkasar, orang Jawa yang berdagang itu, sama lumpat menyerang itu. Banyak tiada tersebut.[7]

Daerah-daerah yang takluk pada masa Sultan Suryanullah - Sultan Banjarmasin ke-1 disebutkan dalam Hikayat Banjar.[8]

Sudah itu maka orang Sebangau, orang Mendawai, orang Sampit, orang Pembuang, orang Kota Waringin, orang Sukadana, orang Lawai, orang Sambas sekaliannya itu dipersalin sama disuruh kembali. Tiap-tiap musim barat sekaliannya negeri itu datang mahanjurkan upetinya, musim timur kembali itu. Dan orang Takisung, orang Tambangan Laut, orang Kintap, orang Asam-Asam, orang Laut-Pulau, orang Pamukan, orang Paser, orang Kutai, orang Berau, orang Karasikan, sekaliannya itu dipersalin, sama disuruh kembali. Tiap-tiap musim timur datang sekaliannya negeri itu mahanjurkan upetinya, musim barat kembali.[7]

  • Pada masa pemerintahan Raja Banjar Islam ke-4 Sultan Mustain Billah (Raja Maruhum Panambahan) mengutus menteri/duta besar Kiai Martasura ke negeri Makassar (Tallo-Gowa) untuk menjalin hubungan bilateral kedua negara pada masa I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang Sultan Mahmud, Raja Tallo yang menjabat mangkubumi bagi Sultan Malikussaid Raja Gowa 1638-1654, ia meminjam ("menyewa") negeri Paser dan beberapa daerah lainnya termasuk daerah hunian suku Banjar - negeri Satui kepada Raja Banjar Marhum Panembahan (1595-1642) sebagai tempat berdagang. Peristiwa tersebut sebelum adanya Perjanjian Bungaya, hal ini menunjukkan pengakuan Makassar (Tallo-Gowa) mengenai kekuasaan Kesultanan Banjar terhadap daerah-daerah di wilayah sepanjang tenggara dan timur pulau Kalimantan. Pada masa itu Sultan Makassar terfokus untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di kepulauan Sunda Kecil. Namun setelah Perjanjian Bungaya (1667), Kesultanan Gowa dilarang oleh VOC-Belanda berdagang ke wilayah timur dan utara pulau Kalimantan.

Naskah Cerita Turunan Raja-raja Banjar dan Kotawaringin (disebut juga Hikayat Banjar 1) menyebutkan:

Kemudian daripada itu tatkala Kiai Martasura ke Mangkasar, zaman Karaing Patigaloang itu, ia menyuruh pada Marhum Panembahan itu meminjam Pasir itu akan tempatnya berdagang serta bersumpah: "Barang siapa anak cucuku hendak aniaya lawan negeri Banjar mudah-mudahan dibinasakan Allah itu." Maka dipinjamkan oleh Marhum Panembahan. Itulah mulanya Pasir - serta diberi desa namanya Satui dan Hasam-Hasam dan Kintap, dan Sawarangan itu, Banacala, Balang Pasir dan Kutai dan Berau serta Karasikan - itu tiada mahanjurkan hupati ke Martapura itu.[7]

  • Orang Pamukan atau Suku Dayak Samihim dahulu telah memiliki kerajaan sendiri yaitu Kerajaan Pamukan yang telah dihancurkan oleh suatu serangan musuh dari luar dengan bukti sisa-sisa pemukiman mereka terdapat di Tanjung Kersik Itam. Setelah kejadian tersebut, orang Pamukan/Dayak Samihim meminta kepada Sultan Banjar untuk mengamankan wilayah itu dengan mendirikan pemerintahan (kerajaan) dan untuk mengantisipasi banyaknya pendatang dari luar memasuki daerah tersebut maka Pangeran Dipati Tuha putera Sultan Saidullah ditunjuk sebagai raja membawahi wilayah antara Tanjung Silat sampai Tanjung Aru yang dinamakan Kerajaan Tanah Bumbu dengan pusat pemerintahan di sungai Bumbu termasuk dalam Daerah Aliran Sungai Sampanahan. Pangeran Dipati Tuha kemudian digantikan puteranya Pangeran Mangu (Mangun Kesuma) sebagai Raja Tanah Bumbu berikutnya dan seorang putera lainnya Pangeran Citra (Citra Yuda) menjadi sultan negeri Kelua. Pangeran Mangu (1700-1740) kemudian digantikan putrinya, yaitu Ratu Mas. Ratu Mas (1740-1780) menikahi seorang pedagang dari Gowa bernama Daeng Malewa yang bergelar Pangeran Dipati; pasangan ini beranak Ratu Intan I dan Pangeran Layah, sedangkan dari selir Daeng Malewa berputra Pangeran Prabu[9] 1780, Kerajaan Tanah Bumbu dipecah menjadi wilayah selatan di bawah pemerintahan Ratu Intan I (keturunan Pangeran Dipati Tuha) yang dikenal sebagai Ratu Cantung dan Batulicin dan wilayah utara yang berpusat di Sampanahan di bawah pemerintahan Pangeran Prabu bergelar Sultan Sepuh. Ratu Intan I menikahi Sultan Anom dari Paser tetapi perkawinan ini tidak menghasilkan keturunan. Sedangkan Sultan Anom dengan selirnya memiliki keturunan yaitu Pangeran Muhammad, Andin Kedot, Andin Girok dan Andin Proah. Pangeran Layah menjadi penguasa Buntar Laut, ia memiliki kerurunan Gusti Cita dan Gusti Tahora.
  • Kedaulatan atas daerah Pasir dan Pulau Laut diserahkan VOC kembali kepada Sultan Banjar, Tahmidullah II.
  • Pada tanggal 4 Mei 1826 (26 Ramadhan 1241 H), Sultan Banjar (Sultan Adam al-Watsiq Billah), menyerahkan wilayah tenggara dan timur Kalimantan beserta daerah lainnya kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
  • Kasus Sebuli – Batulicin yaitu perompakan yang menyebabkan pertikaian Daeng Manggading yang dibantu Raja Pagatan dan Raja Sabamban dengan Aji Pati (Raja Bangkalaan) yang dibantu Pangeran Meraja Nata yang bermukim di Batulicin, mengakibatkan rumah-rumah orang Bugis di Batulicin dibakar.[11]
  • Pada tahun ini, distrik-distrik dalam onderafdeeling van Tanah Boemboe yaitu Pagatan, Kusan, Batulicin, Cantung dengan Buntar Laut, Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul dan Cengal. Pada waktu itu Pulau Laut masih di bawah pemerintah pusat Kesultanan Banjar.
  • Batulicin dan Pulau Laut berada di bawah pemerintah Kusan.[12] Penguasa Kusan kemudian pindah ke pulau Laut, dan akhirnya divisi Kusan digabung dengan Pagatan. Sabamban dibentuk belakangan. Wilayah kabupaten Tanah Bumbu hari ini merupakan gabungan wilayah bekas distrik (swapraja) pada masa kolonial Hindia Belanda tersebut, yaitu Batoe Litjin, Koessan, Pagatan dan Sabamban, serta Distrik Satui (tahun 1889 Satui masih merupakan bagian dari Afdeeling Tanah Laut). Jadi Kerajaan Pagatan hanya salah satu dari banyak kerajaan yang ada di Tanah Bumbu maupun Kalimantan Tenggara.[13]
  • Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8[14]

Geografi

Secara geografis Kabupaten Tanah Bumbu terletak di antara 2°52’ – 3°47’ Lintang Selatan dan 115°15’ – 116°04’ Bujur Timur. Kabupaten Tanah Bumbu adalah salah satu kabupaten dari 13(tiga belas) kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan yang terletak persis di ujung tenggara Pulau Kalimantan. Tanah Bumbu memiliki luas wilayah sebesar 5.066,96 km2 (506.696 ha) atau 13,50 persen dari total luas Provinsi Kalimantan Selatan.[15]

Batas Wilayah

Batas wilayah Kabupaten Tanah Bumbu adalah:

Utara Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah
Timur Kabupaten Kotabaru
Selatan Laut Jawa
Barat Kabupaten Tanah Laut dan Kabupaten Banjar

Pemerintahan

Bupati

No. Bupati Mulai menjabat Akhir menjabat Wakil Bupati
4 Zairullah Azhar 26 Februari 2021[16] Petahana Muhammad Rusli

Dewan Perwakilan

Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Tanah Bumbu dalam dua periode terakhir.[17][18]

Partai Politik Jumlah Kursi dalam Periode
2014-2019 2019-2024
PKB 5 Steady 15
Gerindra 5 Kenaikan 16
PDI-P 10 Kenaikan 13
Golkar 3 Kenaikan 16
NasDem 3 Penurunan 11
PKS 1 Steady 11
PPP 2 Penurunan 11
PAN 2 Steady 12
Hanura 3 Penurunan 10
Demokrat 1 Penurunan 10
Jumlah Anggota 35 Steady 35
Jumlah Partai 10 Penurunan 8

Kecamatan

Kabupaten Tanah Bumbu terdiri dari 12 kecamatan, 5 kelurahan, dan 144 desa. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 310.309 jiwa dengan luas wilayah 5.006,96 km² dan sebaran penduduk 62 jiwa/km².[19]

Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Tanah Bumbu, adalah sebagai berikut:

Kode
Kemendagri
Kecamatan Jumlah
Kelurahan
Jumlah
Desa
Status Daftar
Desa/Kelurahan
63.10.09 Angsana 9 Desa
63.10.01 Batulicin 2 7 Desa
Kelurahan
63.10.07 Karang Bintang 11 Desa
63.10.10 Kuranji 7 Desa
63.10.02 Kusan Hilir 1 21 Desa
Kelurahan
63.10.05 Kusan Hulu 11 Desa
63.10.11 Kusan Tengah 13 Desa
63.10.08 Mantewe 12 Desa
63.10.04 Satui 16 Desa
63.10.06 Simpang Empat 2 10 Desa
Kelurahan
63.10.03 Sungai Loban 17 Desa
63.10.12 Teluk Kepayang 10 Desa
TOTAL 5 144


Ekonomi

Tanah Bumbu memiliki beberapa industri dan perusahaan tambang yang cukup besar, antara lain PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin dan PT. Arutmin Indonesia Tambang Satui yang berada di bawah manajemen PT. Arutmin Indonesia yang sahamnya sebagian dimiliki Bakrie melalui Bumi Resources. Kemudian perusahaan tambang biji besi antara lain; PT. Yiwan Mining, PT. Meratus Jaya Iron Steel, dan yang baru diresmikan pada awal Juli 2012 yakni PT. Batulicin Steel.

Seni Budaya

Rumah Adat Tanah Bumbu (Rumah Balai Bini).

Suku bangsa

Suku bangsa yang ada di daerah ini antara lain:

  1. Suku Banjar
  2. Suku Dayak Bukit
  3. Suku Bugis
  4. Suku Makassar
  5. Suku Mandar
  6. Suku Jawa
  7. Suku Bali
  8. Suku Sunda
  9. Suku Tionghoa-Indonesia
  10. Suku Batak
  11. Suku Sasak

Referensi

  1. ^ a b c "Visualisasi Data Kependudukan - Kementerian Dalam Negeri 2023" (visual). www.dukcapil.kemendagri.go.id. Diakses tanggal 13 Maret 2024. 
  2. ^ "[Metode Baru] Indeks Pembangunan Manusia menurut Kabupaten/Kota (Umur Harapan Hidup Hasil Long Form SP2020), 2021-2023". www.kalsel.bps.go.id. Diakses tanggal 13 Maret 2024. 
  3. ^ (Indonesia) Kalimantan Selatan (Indonesia). Biro Perentjanaan dan Pembangunan (1972). Data daerah Kalimantan Selatan. Kalimantan Selatan (Indonesia). Biro Perentjanaan dan Pembangunan. hlm. 16. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-10. Diakses tanggal 2017-07-22. 
  4. ^ Indonesian History Info. "Administrative sub-divisions in Dutch Borneo, ca 1879". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-05. Diakses tanggal 2012-04-06. 
  5. ^ Schwaner, C.A.L.M. (1851). Historische, geografische en statistieke aanteekeningen betreffende Tanah Boemboe: aangetroffen onder de bij het Gouvernement van Nederlandsch-Indië berustende papieren van C.A.L.M. Schwaner. 1. hlm. 32. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-10. Diakses tanggal 2022-03-27. 
  6. ^ Dutch East Indies. Dienst van den Mijnbouw, Netherlands. Departement van Kolonien (1888). Jaarboek van het mijnwezen in Nederlandsch-Indië (dalam bahasa Belanda). 17. J.G. Stemler. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-10. Diakses tanggal 2022-03-27. 
  7. ^ a b c d e Johannes Jacobus Ras, Hikayat Banjar halaman 350, diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.
  8. ^ (Indonesia) Poesponegoro, Marwati Djoened (1992). Sejarah nasional Indonesia: Jaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. PT Balai Pustaka. hlm. 86. ISBN 9794074098. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-11-11. Diakses tanggal 2016-10-25.  ISBN 978-979-407-409-1
  9. ^ guide2womenleaders (site). "Indonesia Sub-States". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-11-25. Diakses tanggal 2010-03-17. 
  10. ^ "Situs web Universitas Indonesia" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-01-18. Diakses tanggal 2011-08-10. 
  11. ^ Subiyakto (8 Maret 2008). "Perompakan: Sebuah Realitas Historis Abad XIX di Kalimantan Selatan". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-08-14. Diakses tanggal 2011-07-22. 
  12. ^ Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde. 1. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-10. Diakses tanggal 2011-05-27. 
  13. ^ Indonesian History Info (situs). "Tanah Boemboe (atlas)". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-25. Diakses tanggal 2011-07-22. 
  14. ^ Google Book. "Staatsblad van Nederlandisch Indië, s.n., 1849". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-24. Diakses tanggal 2011-04-02. 
  15. ^ Pemkab Tanah Bumbu Diakses: 14 Oktober 2009.
  16. ^ Haswar, Andi Muhammad (26-02-2021). Dony Aprian, Dony, ed. "Ini Pesan Pj Gubernur Kalsel Usai Lantik 5 Kepala Daerah Pemenang Pilkada 2020". Kompas.com. Diakses tanggal 16-04-2022. 
  17. ^ Perolehan Kursi DPRD Tanah Bumbu 2014-2019
  18. ^ Perolehan Kursi DPRD Tanah Bumbu 2019-2024
  19. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-09-19. Diakses tanggal 5 Desember 2018. 

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya