Sensus 2010 memperkirakan jumlah penduduk sebanyak 8.032.551 jiwa, yang menjadikan Sulawesi Selatan sebagai provinsi terpadat di pulau itu (46% dari populasi Sulawesi ada di Sulawesi Selatan), dan provinsi terpadat keenam di Indonesia. Pada pertengahan 2024, penduduk Sulawesi Selatam meningkat menjadi 9.460.344 jiwa.[2][8]
Pada masa keemasan perdagangan rempah-rempah, dari abad ke-15 hingga ke-19, Sulawesi Selatan menjadi pintu gerbang Kepulauan Maluku. Ada sejumlah kerajaan kecil, termasuk dua yang menonjol, Kerajaan Gowa yang terletak di Makassar dan Kerajaan Bone yang terletak di Bone. Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) mulai beroperasi di wilayah tersebut pada abad ke-17. VOC kemudian bersekutu dengan Arung Palakka dan mereka mengalahkan kerajaan Gowa dalam mengambil kekayaan sumber alam di Nusantara serta hak Monopoli perdagangan. Arung Palakka kemudian menikmati hasil kerja sama tersebut dengan VOC Belanda. Raja Gowa, Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani Perjanjian Bungaya yang sangat mengurangi kekuasaan Gowa.
Sejarah
Penemuan manusia tertua ditemukan di gua-gua dekat bukit kapur dekat Maros, sekitar 30 km sebelah timur laut dan Makassar sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan. Kemungkinan lapisan budaya yang tua berupa alat batu Pebble dan flake telah dikumpulkan dari teras sungai di lembah Walanae, di antara Soppeng dan Sengkang, termasuk tulang-tulang babi raksasa dan gajah-gajah yang telah punah.[butuh rujukan]
Selama masa kemasan perdagangan rempah-rempah, pada abad ke-15 sampai ke-19, Sulawesi Selatan berperan sebagai pintu gerbang ke kepulauan Maluku, tanah penghasil rempah. Kerajaan Gowa dan Bone yang perkasa memainkan peranan penting di dalam sejarah Kawasan Timur Indonesia di masa Ialu.
Pada sekitar abad ke-14 di Sulawesi Selatan terdapat sejumlah kerajaan kecil, dua kerajaan yang menonjol ketika itu adalah Kerajaan Gowa yang berada di sekitar Makassar dan Kerajaan Bugis yang berada di Bone. Pada tahun 1530, Kerajaan Gowa mulai mengembangkan diri, dan pada pertengahan abad ke-16 Gowa menjadi pusat perdagangan terpenting di wilayah timur Indonesia. Pada tahun 1605, Raja Gowa memeluk Agama Islam serta menjadikan Gowa sebagai Kerajaan Islam, dan antara tahun 1608 dan 1611, Kerajaan Gowa menyerang dan menaklukkan Kerajaan Bone sehingga Islam dapat tersebar ke seluruh wilayah Makassar dan Bugis.
Perusahaan dagang Belanda atau yang lebih dikenal dengan nama VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) yang datang ke wilayah ini pada abad ke-15 melihat Kerajaan Gowa sebagai hambatan terhadap keinginan VOC untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di daerah ini. VOC kemudian bersekutu dengan seorang raja bone bernama Arung Palakka yang hidup dalam pengasingan setelah jatuhnya kekuasaan di bawah kerajaan Gowa-Tallo.
Belanda kemudian mendukung Palakka kembali ke Bone, sekaligus menghidupkan perlawanan masyarakat Bone dan Sopeng untuk melawan kekuasaan Gowa. Setelah berperang selama setahun, Kerajaan Gowa berhasil dikalahkan. Dan Raja Gowa, Sultan Hasanuddin dipaksa untuk menandatangani Perjanjian Bongaya yang sangat mengurangi kekuasaan Gowa. Selanjutnya Bone di bawah Palakka menjadi penguasa di Sulawesi Selatan.
Persaingan antara Kerajaan Bone dengan pemimpin Bugis lainnya mewarnai sejarah Sulawesi Selatan. Ratu Bone sempat muncul memimpin perlawanan menentang Belanda yang saat itu sibuk menghadapi Perang Napoleon di daratan Eropa. Namun setelah usainya Perang Napoleon, Belanda kembali ke Sulawesi Selatan dan membasmi pemberontakan Ratu Bone. Namun perlawanan masyarakat Makassar dan Bugis terus berlanjut menentang kekuasaan kolonial hingga tahun 1905-1906. Pada tahun 1905, Belanda juga berhasil menaklukkan Tana Toraja, perlawanan di daerah ini terus berlanjut hingga awal tahun 1930-an.
Sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI, Sulawesi Selatan, terdiri atas sejumlah wilayah kerajaan yang berdiri sendiri dan mendiami empat etnis yaitu: Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja.
Kedatuan Luwu, Kesultanan Gowa dan Kesultanan Bone menjadi tiga negeri besar di Sulawesi Selatan mulai pada abad ke-15 M.[9] Pada abad ke XVI dan XVII, ketiga negeri tersebut mencapai masa keemasan dan telah melakukan hubungan dagang serta persahabatan dengan bangsa Eropa, India, China, Melayu, dan Arab.
Setelah kemerdekaan, dikeluarkan UU Nomor 21 Tahun 1950 di mana Sulawesi Selatan menjadi provinsi Administratif Sulawesi dan selanjutnya pada tahun 1960 menjadi daerah otonomi Sulawesi Selatan dan Tenggara berdasarkan UU Nomor 47 Tahun 1960. Pemisahan Sulawesi Selatan dari daerah otonomi Sulawesi Selatan dan Tenggara ditetapkan dengan UU Nomor 13 Tahun 1964, sehingga menjadi daerah otonomi Sulawesi Selatan.
Geografi
Letak Provinsi Sulawesi Selatan berada pada 0°12'–8° Lintang Selatan dan 116°48'–122°36' Bujur Timur.[10] Provinsi Sulawesi Selatan memiliki wilayah seluas 45.704,16 km2.[11] Di sebelah utara, Provinsi Sulawesi Selatan berbatasan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat. Di sebelah timur, Provinsi Sulawesi Selatan berbatasan dengan Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara. Sementara di sebelah selatan, Provinsi Sulawesi Selatan berbatasan dengan Laut Flores dan di sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar.[12]
Pemerintahan
Lima tahun setelah kemerdekaan, pemerintah mengeluarkan UU Nomor 21 Tahun 1950, yang menjadi dasar hukum berdirinya Provinsi Administratif Sulawesi. Sepuluh tahun kemudian, pemerintah mengeluarkan UU Nomor 47 Tahun 1960 yang mengesahkan terbentuknya Sulawesi Selatan dan Tenggara. Empat tahun setelah itu, melalui UU Nomor 13 Tahun 1964 pemerintah memisahkan Sulawesi Tenggara dari Sulawesi Selatan. Terakhir, pemerintah memecah Sulawesi Selatan menjadi dua, berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2004.
DPRD Sulawesi Selatan beranggotakan 85 orang yang dipilih melalui pemilihan umum setiap lima tahun sekali. Pimpinan DPRD Sulawesi Selatan terdiri dari 1 Ketua dan 4 Wakil Ketua yang berasal dari partai politik pemilik jumlah kursi dan suara terbanyak. Anggota DPRD Sulawesi Selatan yang sedang menjabat saat ini adalah hasil Pemilu 2019 yang dilantik pada 24 September2019 oleh Ketua Pengadilan Tinggi Makassar di Gedung DPRD Sulawesi Selatan.[14] Komposisi anggota DPRD Sulawesi Selatan periode 2019-2024 terdiri dari 11 partai politik dimana Partai Golkar adalah partai politik pemilik kursi terbanyak yaitu 13 kursi disusul oleh Partai NasDem yang juga meraih 12 kursi.
Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Sulawesi Selatan dalam empat periode terakhir.[15][16][17][18]
Pada tahun 2008, Kabupaten Toraja Utara terbentuk, menyusul terbitnya Amanat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, bernomor R. 68/Pres/12/2007 pada tanggal 10 Desember 2007, mengenai pemekaran 12 kabupaten/kota.
Demografi
Jumlah penduduk
Sampai dengan Mei 2010, jumlah penduduk di Sulawesi Selatan terdaftar sebanyak 8.032.551 jiwa dengan pembagian 3.921.543 orang laki-laki dan 4.111.008 orang perempuan. Pada tahun 2013, penduduk di Sulawesi Selatan sudah mencapai 8.342.047 jiwa.[20] Sementara pada tahun 2021, penduduk provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 9.192.621 jiwa.
Bahasa resmi instansi pemerintahan di Sulawesi Selatan adalah bahasa Indonesia. Menurut Badan Bahasa pada 2019, terdapat 13 bahasa daerah di Sulawesi Selatan.[22][23] Ketiga belas bahasa tersebut adalah: (1) Bajo, (2) Bonerate, (3) Bugis, (4) Bugis De, (5) Konjo, (6) Laiyolo, (7) Lemolang, (8) Makassar, (9) Massenrengpulu, (10) Rampi, (11) Seko, (12) Toraja, dan (13) Wotu.[22]
Bahasa yang umum digunakan adalah:
Bahasa Bugis adalah bahasa yang menduduki peringkat pertama dengan penutur terbanyak di Sulawesi Selatan. Bahasa ini kebanyakan dituturkan di wilayah tengah Semenanjung Selatan Sulawesi, terutama Kabupaten Bone, Soppeng, Wajo, SinjaiSidenreng Rappang, Pinrang, Barru, Kota Parepare dan sebagian wilayah di Tana Luwu, Maros, Pangkep, Barru, dan Bulukumba. Terdapat 9 dialek Bugis yang dituturkan di Sulawesi Selatan seperti dialek Palakka (Bone), Kessi (Soppeng), Sawitto (Pinrang), Sidrap, Wajo, Barru, Enna (Sinjai, Bulukumba), Camba, dan Luwu.[24]
Bahasa Makassar adalah salah satu rumpun bahasa yang dipertuturkan di daerah pesisir barat daya Sulawesi Selatan, Bahasa Makassar merupakan bahasa kedua yang paling banyak dituturkan di Sulawesi Selatan. Terdapat 1,8 juta penutur bahasa Makassar di Sulawesi Selatan. Bahasa ini terdiri dari 3 dialek yaitu Lakiung, Turatea dan Bantaeng.
Bahasa-Bahasa Konjo terbagi menjadi dua yaitu Bahasa Konjo Pesisir dan Bahasa Konjo Pegunungan, Konjo Pesisir tinggal di kawasan pesisir Bulukumba dan Sekitarnya, di sudut tenggara bagian selatan pulau Sulawesi sedangkan Konjo pegunungan tinggal di kawasan tenggara gunung Bawakaraeng.
Bahasa Duri adalah bahasa yang paling banyak dituturkan di Kabupaten Enrekang. Bahasa ini dituturkan di beberapa kecamatan seperti Alla, Buntu Batu, Baraka, Curio, Baroko, Masalle, Malua dan sebagian Anggeraja.
Bahasa Enrekang adalah bahasa yang dituturkan di Kabupaten Enrekang khususnya di Kecamatan Enrekang, Cendana dan sebagian Anggeraja. Sebagian linguistik memasukkan bahasa Pattinjo ke dalam salah satu dialek bahasa Enrekang.
Bahasa Maiwa adalah salah satu bahasa yang dituturkan di Kabupaten Enrekang khususnya di Kecamatan Maiwa dan Bungin
Bahasa Tae' adalah salah satu bahasa yang dipertuturkan di daerah kaki gunung hingga pesisir di sepanjang Tana Luwu. Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur dan Kota Palopo merupakan wilayah dengan mayoritas penutur bahasa ini.
Salah satu kebiasaan yang cukup dikenal di Sulawesi Selatan adalah Mappalili. Mappalili (Bugis) atau Appalili (Makassar) berasal dari kata palili yang memiliki makna untuk menjaga tanaman padi dari sesuatu yang akan mengganggu atau menghancurkannya. Mappalili atau Appalili adalah ritual turun-temurun yang dipegang oleh masyarakat Sulawesi Selatan, masyarakat dari Kabupaten Pangkep terutama Mappalili adalah bagian dari budaya yang sudah diselenggarakan sejak beberapa tahun lalu. Mappalili adalah tanda untuk mulai menanam padi. Tujuannya adalah untuk daerah kosong yang akan ditanam, disalipuri (Bugis) atau dilebbu (Makassar) atau disimpan dari gangguan yang biasanya mengurangi produksi.
Masyarakat Sulawesi Selatan menarikan beberapa tarian khas dari suku-suku di Sulawesi Selatan, seperti Makassar, Toraja, Mandar dan Bugis.
^Kesuma IC., Andi Ima (2015). Alang, A. F., dkk., ed. Legacy Tana Luwu:(PDF). Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan. hlm. 67.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: editors list (link)
^Rahim, R., Putri, N. D., dan Pertiwi, W. Y. (2023). Provinsi Sulawesi Selatan Dalam Angka 2023. BPS Provinsi Sulawesi Selatan. hlm. 5. ISSN0215-2290.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Wahidin, A., Helmy, A., dan Sari, I. D. P. (2022). Amal, M., dan Rahim, R., ed. Provinsi Sulawesi Selatan Dalam Angka 2022. BPS Provinsi Sulawesi Selatan. hlm. 3. ISSN0215-2290.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Statistik Kebahasaan 2019. Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan. 2019. hlm. 2. ISBN9786028449182. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-04-30. Diakses tanggal 2020-05-23.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"Data Fasyankes RSIA Yasira". Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-09-01. Diakses tanggal 14 Mei 2020.
^"Data Fasyankes RSU Thalia Irham". Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-09-14. Diakses tanggal 14 Mei 2020.
^"Data Fasyankes RSU Thalia Irham". Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-06-07. Diakses tanggal 14 Mei 2020.
^"Data Fasyankes RS Islam Faisal". Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-04. Diakses tanggal 14 Mei 2020.
^"Data Fasyankes RSB Wahyu". Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Diakses tanggal 14 Mei 2020.
^"Data Fasyankes RS Umum Luramay". Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-15. Diakses tanggal 14 Mei 2020.
^"Data Fasyankes RSUD Haji Makassar". Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-26. Diakses tanggal 14 Mei 2020.
^"Data Fasyankes RS Grestelina". Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-06-27. Diakses tanggal 14 Mei 2020.
^"Data Fasyankes RS Fatima Parepare". Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-13. Diakses tanggal 14 Mei 2020.
^"PPDS RS Kusta Lauleng Parepare". PPDS Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-08-02. Diakses tanggal 14 Mei 2020.