Firanda Andirja
Firanda Andirja Abidin (lahir 28 Oktober 1979), lebih dikenal dengan nama Firanda Andirja atau bernama kuniyah Abu Abdil Muhsin adalah seorang ulama yang aktif mengisi berbagai kajian Islam di Indonesia. Ia juga merupakan salah satu narasumber Radio Rodja dan pernah menjadi penceramah Indonesia di Masjid Nabawi, Madinah. Kehidupan awal & pendidikanFiranda lahir di RSUD dr. Soetomo, Surabaya pada tanggal 28 Oktober 1979. Ayahnya bernama Abidin dari suku Bugis (Sengkang) dan ibundanya bernama Suenda dari Surabaya. Baru berumur seminggu ia diajak merantau bersama orang tuanya ke Sorong, Irian Jaya (kini Papua Barat Daya) dan mengabiskan masa kecilnya hingga lulus SMA di sana. Setelah lulus SMA, Firanda melanjutkan studi ke Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada program studi Teknik Kimia di DIY; ia diterima masuk tanpa tes. Namun, ia hanya menjalani kuliahnya sekitar setahun. Oleh karena lebih tertarik ilmu agama, ia kemudian memutuskan belajar agama di Pondok Pesantren Jamilurrahman di Kabupaten Bantul, DIY sekitar 1,5 tahun. Pada tahun 2000 ia mengikuti daurah tes penerimaan mahasiswa baru yang diadakan oleh dosen-dosen Universitas Islam Madinah di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Dalam daurah tersebut, ia mendapat peringkat 3 dari seluruh peserta yang berasal dari berbagai penjuru Nusantara. Sejak tahun 2000, Firanda sudah mulai mengisi kajian kajian Islami di masjid-masjid sekitar kampus UGM, seperti Masjid Pogung Dalangan, Masjid Pogung Raya, Masjid Siswa Graha, dan Mushalla Fakultas Teknik UGM. Ia mengisi kajian di aula perkuliahan, di hadapan para mahasiswa Fakultas Ekonomi dan juga fakultas Kedokteran.[1] Ia juga menyempatkan diri untuk mengisi kajian di luar Yogyakarta seperti di kota Wates, Muntilan, dan juga kota Sorong. Pada akhir Agustus 2001 Firanda berangkat ke Madinah, Arab Saudi untuk menimba ilmu agama. Ia melanjutkan pendidikannya di Universitas Islam Madinah hingga tingkat doktoral.[2] Selama setahun ia memperdalam bahasa melalui Syu’batul Lughoh al-‘Arobiyah, kemudian dilanjutkan dengan pendidikan S1 selama 4 tahun di Fakultas Hadits dan lulus dengan predikat cum laude. Setelah itu ia menamatkan kuliah Magister-nya (S2) selama 4 tahun jurusan aqidah di Fakultas Dakwah dan Ushuluddin dengan tesis: أَجْوِبَةُ شَيْخِ الإِسْلاَمِ اِبْنِ تَيْمِيَّةَ عَنِ الشُّبُهَاتِ التَّفْصِيْلِيَّةِ لُلْمُعَطِّلَةِ فِي الصِّفَاتِ الذَّاتِيَّةِ ("Jawaban Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah berharap terhadap syubhat-syubhat terperinci para penolak sifat yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah adz-dzaatyah"). Dosen pembimbingnya dalam menulis tesis adalah Prof. Dr As-Syaikh Abdurrozzaq al-Badr al-‘Abbad. Ia lulus dengan nilai summa cum laude. Firanda menyelesaikan program doktoralnya (S3) selama 5 tahun di Jurusan Aqidah dengan disertasi yang berjudul: نَقْضُ اِسْتِدْلَالَاتِ دُعَاةِ التَّعَدُّدِيَّةِ الدِّيْنِيَّةِ بِالنُّصُوْصِ الشَّرْعِيَّةِ ("Merobohkan argumentasi para da’i pluralisme yang berdalil dengan Al Qur'an dan As Sunnah"). Dosen pembimbingnya dalam menulis disertasi adalah Dr Abdul Majid al-May’abi. Ia lulus pada tanggal 25 September 2016, juga dengan nilai summa cumlaude.[2] Guru-guru beliau (yang mengenal beliau) di antaranya:.
Kehidupan pribadiIa menikah pada tanggal 17 Agustus 2001 dengan Romala Dewi Arifuddin (lahir 12 Maret 1980). Dari pernikahan tersebut ia dikaruniai 2 orang putra dan 3 orang putri:
AktivitasFiranda sejak tahun 2012 hingga 2018 diberi amanah oleh Pemerintah Arab Saudi untuk menyampaikan ceramah berbahasa Indonesia di Masjid Nabawi Madinah untuk para jamaah haji dan umrah dan para penduduk Indonesia yang bermukim di Kerajaan Arab Saudi.[3] Selain Firanda, pengajian rutin Indonesia di sana juga diisi oleh ustadz Abdullah Roy yang juga belajar di Madinah. Saat ini, keduanya sudah tidak lagi mengisi pengajian tersebut dan digantikan oleh ustadz Ariful Bahri dari Kampar, Riau, yang sekaligus sedang menempuh pendidikan di Madinah.[4][5] Firanda merupakan salah satu pengisi tetap di Radio Rodja dan beberapa saluran media dakwah lainnya dalam mengisi dan menulis kolom-kolom bantahan-bantahan terhadap polemik dari tokoh-tokoh liberal.[6] Secara spesifik, Firanda merumuskan bahwa dalam salah satu kitabnya, Maqalatul Islamiyyin, Imam Asy'ari sendiri menyatakan bahwa mentakwil "Allah istiwa ‘alal-‘Arsy" berawal dari akidah Muktazilah, bukan akidah ahlussunnah seperti yang diklaim Asy'ariyah atau Kullabiyah modern,[7] serta kelompok takfiri.[8] Karya tulis
Lihat pula
Referensi
Pranala luar
|