Zainuddin MZ
K.H. Zainuddin Hamidi atau dikenal sebagai K.H. Zainuddin MZ[3] (2 Maret 1952 – 5 Juli 2011) adalah seorang pemuka agama Islam di Indonesia yang populer melalui ceramah-ceramahnya di radio dan televisi. Julukannya adalah "Dai Berjuta Umat" karena dakwahnya yang dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Ia pernah menjabat sebagai ketua umum Partai Bintang Reformasi, kemudian digantikan oleh Bursah Zarnubi.[4] Seiring pergantian tersebut, terjadilah fraksi di dalam partai. Zainuddin yang pernah aktif di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kemudian dikabarkan kembali ke partai berlambang Ka'bah itu atas tawaran Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat PPP Suryadharma Ali. Zainuddin menempuh pendidikan tinggi di IAIN Syarif Hidayatullah. Ia berhasil mendapatkan gelar doktor honoris causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia.[5] Riwayat HidupMasa kecilTerlahir dengan nama Zainuddin Hamidi, kiai kelahiran Jakarta, 2 Maret 1952 ini lebih tersohor dengan sebutan Zainuddin M.Z. Huruf M dan Z pada nama belakangnya diambil dari nama ayahnya Turmudzi.[6][7] Zainuddin merupakan anak tunggal buah cinta pasangan Turmudzi dan Zainabun dari keluarga Betawi asli. Ayahnya yang pensiunan pegawai PLN adalah seorang yang taat beragama, sementara ibunya seorang ibu rumah tangga.[7] Sejak umur dua tahun, Zainudin sudah ditinggal sang ayah. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Udin -nama panggilan keluarganya- kecil sering membantu sang ibu untuk berjualan nasi uduk.[6] Sejak kecil memang sudah tampak mahir berpidato. Udin suka naik ke atas meja untuk berpidato di depan tamu yang berkunjung ke rumah kakeknya. ‘Kenakalan’ berpidatonya itu tersalurkan ketika mulai masuk Madrasah Tsanawiyah hingga tamat Madrasah Aliyah di Darul Ma’arif, Cipete, Jakarta Selatan. Selama enam tahun Zainudin mengenyam pendidikan di bawah asuhan K.H. Idham Chalid, ulama kharismatik asal Kalimantan, sekaligus politisi ulung yang pernah menjabat sebagai Ketua MPR dan Ketua DPR pada periode 1971-1977.[6] Di sekolah ini ia belajar pidato dalam forum Ta’limul Muhadharah (belajar berpidato). Kebiasaannya membanyol dan mendongeng terus berkembang. Setiap kali tampil, ia memukau teman-temannya. Kemampuannya itu terus terasah, berbarengan permintaan ceramah yang terus mengalir. KarierKarena ceramahnya sering dihadiri puluhan ribu ummat, maka tak salah kalau pers menjulukinya ‘Dai Sejuta Umat’. Suami Hj. Kholilah ini semakin dikenal masyarakat ketika ceramahnya mulai memasuki dunia rekaman. Kasetnya beredar bukan saja di seluruh pelosok Nusantara, tetapi juga ke beberapa negara Asia. Sejak itu, dai yang punya hobi mendengarkan lagu-lagu dangdut ini mulai dilirik oleh beberapa stasiun televisi. Bahkan dikontrak oleh sebuah biro perjalanan haji yang bekerjasama dengan televisi swasta bersafari bersama artis ke berbagai daerah yang disebut "Nada dan Dakwah". Kepiawaian ceramahnya sempat mengantarkan Zainuddin ke dunia politik. Pada tahun 1977-1982 ia bergabung dengan partai berlambang Ka’bah (PPP). Jabatannya pun bertambah, selain dai juga sebagai politikus. Selain itu, keterlibatannya dalam PPP tidak bisa dilepaskan dari guru ngajinya, KH Idham Chalid. Sebab, gurunya yang pernah jadi ketua umum PBNU itu salah seorang deklarator PPP. Dia mengaku lama nyantri di Ponpes Idham Khalid yang berada di bilangan Cipete, yang belakangan identik sebagai kubu dalam NU. Sebelum masuk DPP, dia sudah menjadi pengurus aktif PPP, yakni menjadi anggota dewan penasihat DPW DKI Jakarta. Lebih jauh lagi, berkat kelihaiannya mengomunikasikan ajaran agama dengan gaya tutur yang luwes, sederhana, dan dibumbui humor segar, partai yang merupakan fusi beberapa partai Islam itu jauh-jauh hari (sejak Pemilu 1977) sudah memanfaatkannya sebagai vote-getter. Bersama Raja Dangdut Rhoma Irama, Zainuddin berkeliling berbagai wilayah mengampanyekan partai yang saat itu bergambar Ka’bah -sebelum berganti gambar bintang. Hasil yang diperoleh sangat signifikan dan memengaruhi dominasi Golkar. Tak ayal, kondisi itu membuat penguasa Orde Baru waswas. Totalitas Zainuddin untuk PPP bisa dirunut dari latar belakangnya. Pertama, secara kultural dia warga nahdliyin, atau menjadi bagian dari keluarga besar NU. Dengan posisinya tersebut, dia ingin memperjuangkan NU yang saat itu menjadi bagian dari fusi PPP yang dipaksakan Orde Baru pada 5 Januari 1971. Untuk diketahui, ormas lain yang menjadi bagian fusi itu, antara lain, Muslimin Indonesia (MI), Perti, dan PSII. Zaiuddin MZ pernah diangkat menjadi Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia periode 1997–1999.[8] Selain itu, keterlibatannya dalam PPP tidak bisa dilepaskan dari guru ngajinya, KH Idham Chalid. Sebab, gurunya yang pernah jadi ketua umum PB NU itu salah seorang deklarator PPP. Pada 20 Januari 2002 K.H. Zainudiin M.Z. bersama rekan-rekannya mendeklarasikan PPP Reformasi yang kemudian berubah nama menjadi Partai Bintang Reformasi dalam Muktamar Luar Biasa pada 8-9 April 2003 di Jakarta. Ia juga secara resmi ditetapkan sebagai calon presiden oleh partai ini. Zainuddin MZ menjabat sebagai Ketua umum PBR sampai tahun 2006. Zainuddin kembali fokus untuk menebarkan dakwah dan kembali berada di tengah-tengah umat.
Zainuddin meninggal dunia pada 5 Juli 2011 dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Pusat Pertamina, karena serangan jantung dan gula darah.[9] Ia meninggal setelah sarapan bersama keluarga di rumahnya Gandaria I, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. PendidikanFilmografi
Acara Televisi
Lihat pulaReferensi
Pranala luar
|