Pada kurun waktu 2008 hingga 2019, Gerindra memosisikan diri sebagai partai oposisi. Pasca pemilu 2019, Gerindra bergabung dengan Kabinet Indonesia Maju dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo, meskipun sebelumnya Prabowo pernah menghadapi Joko Widodo dalam pemilihan presiden pada 2014 dan 2019.
Sejarah
Setelah menempati posisi akhir dalam konvensi calon presiden Partai Golkar yang digelar pada 21 April 2004, Prabowo menjabat sebagai anggota Dewan Penasihat Golkar sampai pengunduran dirinya pada 12 Juli 2008. Gerindra dibentuk pada 6 Februari 2008 atas saran adik laki-laki Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, yang turut membantu kampanye iklan partai di televisi pada jam prime-time dalam bentuk dukungan finansial.[8] Prabowo ditunjuk sebagai ketua Dewan Pembina partai.
Pada Februari 2009, Gerindra mulai membentuk cabang-cabang pada tingkat provinsi dan kabupaten. Mereka mengklaim jumlah keanggotaan partai mencapai sekitar 15 juta, dengan basis pendukung di Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi.[9]
Dalam pemilihan umum legislatif 2014, perolehan suara partai melonjak hingga 11,8% dan menjadikannya partai terbesar ketiga di Indonesia.[12] Jumlah kursi Gerindra naik tiga kali lipat dari 26 kursi pada 2009, menjadi 73 kursi pada 2014.
Setelah wafatnya Ketua Umum Gerindra, Suhardi, pada 28 Agustus 2014, Prabowo dipilih menjadi ketua umum pada 20 September 2014.[13]
Sejak masuk DPR di tahun 2009, Gerindra telah mengusulkan, mengawal dan/atau menjadi penyokong beberapa UU penting:
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menjadi dasar hukum pemerintahan desa dan transfer anggaran langsung ke desa minimal Rp. 1 milyar per desa[14].
UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang menjadi dasar hukum penyediaan pelayanan khusus pemerintah untuk penyandang disabilitas[15].
UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang menjadi dasar hukum untuk memproses pelaku tindak pidana kekerasan seksual[16].
Berikut rekam jejak Gerindra untuk beberapa isu penting yang berkembang di masyarakat:
Gerindra menolak perpanjangan masa jabatan Presiden jadi tiga periode dan/atau penundaan Pemilu 2024.[17]
Gerindra mendukung larangan ekspor CPO sementara, dan diterapkannya domestic market obligation untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan harga minyak goreng.[18]
Gerindra mendukung penghapusan seluruh pasal karet di UU ITE yang dapat menyebabkan represi serta kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat.[19]
Gerindra mendukung penyelamatan maskapai Garuda Indonesia dari ancaman kebangkrutan imbas salah manajemen dan pandemi.[20]
Beberapa kader partai yang menjabat sebagai menteri dalam Kabinet Indonesia Maju adalah:
Di tingkat daerah, Gerindra telah memenangkan 336 Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2015, 2017. 2018 dan 2020. Dari 336 yang dimenangkan, 16 diantaranya adalah Pilkada tingkat Gubernur. Berikut adalah sebagian dari calon kepala daerah populer yang diusung oleh Gerindra:
Undang-Undang Partai Politik Tahun 2008 menyatakan bahwa partai politik diperbolehkan mencantumkan ciri-ciri tertentu yang mencerminkan aspirasi politiknya, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.[25] Sesuai dengan pasal 5 dan 7 AD/ART Partai Gerindra, Gerindra berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, sedangkan identitasnya berakar pada nasionalisme, populisme, agama, dan keadilan sosial.[26] Pada bulan Februari 2019, anggota dewan pusat partai Andre Rosiade menggambarkan Gerindra sebagai partai "nasionalis-religius".[27] Pandangan orang luar mengenai orientasi politik partai berbeda-beda. Kalangan akademisi dan pengamat dalam negeri mengklasifikasikan Gerindra sebagai partai nasionalis,[28] sedangkan pengamat internasional menggolongkannya sebagai partai sekuler dengan sikap nasionalis keras[29] atau partai “nasionalis militan”.[30] Tom Power tidak setuju dengan pelabelan Gerindra sebagai partai sekuler dan mengkategorikannya sebagai partai "inklusivis-nasionalis", karena dianggap kesediaannya untuk berkompromi dengan agenda politik Islam.[31] Kecenderungan politiknya digambarkan sebagai sayap kanan[32][33] atau populis sayap kanan.[34][35][36][37]
Pandangan Politik
Dalam manifesto politik partai,[38] Gerindra telah mengambil posisi dalam beberapa isu. Di bidang politik, Gerindra berupaya merombak sistem politik Indonesia, menolak demokrasi liberal yang dianggap kontraproduktif. Partai ini menganjurkan demokrasi yang selaras secara budaya, menekankan kepemimpinan nasional yang kuat berdasarkan Pancasila dan konstitusi.[39] Di bidang ekonomi, Gerindra mengadvokasi populisme ekonomi dan mengkritik ekonomi liberalIndonesia pasca Reformasi. Mereka mengupayakan peningkatan keterlibatan negara, menolak meningkatnya utang luar negeri, menentang privatisasi badan usaha milik negara (BUMN), menyerukan evaluasi ulang undang-undang yang memihak entitas asing (seperti UU Minyak dan Gas Bumi dan UU Penanaman Modal), dan mendukung penerapan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Gerindra menolak sistem pasar bebas dan mendukung tindakan proteksionis.[40] Gerindra mengikuti platform ekonomi populis dan nasionalis, yang menargetkan kelas menengah ke bawah seperti petani dan nelayan, meskipun pendukungnya pada pemilu 2014 sebagian besar adalah penduduk perkotaan.[41]
Di bidang luar negeri, Gerindra memandang bahwa politik luar negeri dan hubungan internasional harus diabdikan untuk kepentingan nasional dan politik luar bebas aktif harus berdasarkan konteks aktual zaman.[38] Gerindra memperjuangkan politik luar negeri yang progresif, yang dapat menempatkan Indonesia kembali sebagai negara yang berperan dan dihormati di Asia dan dunia. Pada November 2023, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto menyerukan “penyeimbangan kembali” dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia memandang ke arah Barat; sekarang mereka harus belajar dari Timur seperti Tiongkok, India, Jepang dan Korea Selatan.[42] Prabowo menyambut baik gagasan Indonesia bergabung dengan BRICS jika hal tersebut menguntungkan perekonomian Indonesia, dengan alasan sifat BRICS sebagai blok ekonomi, bukan blok geopolitik.[43]
Catatan: Nama yang ditebalkan menandakan anggota partai.
Tokoh partai
Sejak berdiri tahun 2008, Gerindra telah berhasil merekrut tokoh-tokoh populer dari berbagai latar belakang untuk bergabung dalam kepengurusan partai, diantaranya:
Seperti partai politik lainnya, Partai Gerindra memiliki sayap-sayap untuk dapat mengakomodasi aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat. Misalkan, Tunas Indonesia Raya untuk pemuda,[56]Perempuan Indonesia Raya untuk perempuan, dan lain sebagainya.[57]
Berikut ini adalah daftar lengkap organisasi sayap Partai Gerindra saat ini:
^Bourchier, David (2014). Illiberal Democracy in Indonesia. Routledge. hlm. 255.
^ abBulkin, Nadia (24 October 2013). "Indonesia's Political Parties" (dalam bahasa Inggris). Carnegie Endowment for International Peace. Diakses tanggal 2024-03-02.
^Demopoulos, Katherine (Mar 31, 2009). "Indonesia's dark-horse candidate". Asia Times Online. Diarsipkan dari versi asli tanggal April 1, 2009.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"PBR Gabung ke Gerindra" [PBR merged into Gerindra]. Detik (dalam bahasa Indonesian). February 18, 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal February 5, 2022. Diakses tanggal September 30, 2020.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
^Rafie, Barratut Taqiyyah, ed. (21 September 2014). "Prabowo replaces Suhardi as Gerindra chairman". Kontan.co.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 July 2020. Diakses tanggal 29 June 2020.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Saifulloh 2016, hlm. 178: "Akan tetapi, dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik kembali dipertegas bahwa asas dan ciri partai politik merupakan penjabaran dari Pancasila dan UUD 1945." Translation: In Law No. 2 of 2008 on Political Parties, it is emphasized that the principles and characteristics of political parties derive from Pancasila and the 1945 Constitution.
^Kuswandi 2019: "Kalau Gerindra ini partai nasionalis-religius..." Translation: Gerindra is a nationalist-religious party...
^Lee & Paath 2019: "So-called nationalist parties such as the Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P), Prabowo Subianto's political machine the Great Indonesia Movement Party (Gerindra)..."
^Bulkin 2013: "It is a secular party whose chief ideology appears to be fierce nationalism and defense of the unitary state."
^Bourchier 2015, hlm. 259: "Gerindra (Partai Gerakan Indonesia Raya), Greater Indonesia Movement Party; a militant nationalist party formed in 2008."
^Power 2014: Gerindra is listed as "Inclusivist-Nationalist (Centrist)" in the table.
"Coupled with Prabowo's willingness to adopt a more 'Islamic' tone in his campaign, it seems there is sufficient evidence to doubt Gerindra's commitment to a 'secular' agenda. For these reasons, Gerindra cannot be included in the 'secular-nationalist' camp."
^Kwok 2017: "...while Anies is backed by the right-wing Gerindra Party of Prabowo Subianto..."
^Meakem 2024: "Prabowo, who previously lost the presidency to Jokowi, belongs to the right-wing Gerindra Party and was a military officer under Suharto."
^Santoso 2009: "Today, another highly spirited right-wing populist political party has emerged. Its name, Gerindra, Gerakan Indonesia Raya, the Greater Indonesia Movement, signifies its fervour for revitalising the greatness of the nation."
^Soeriaatmadja 2023: "This is because Mr Prabowo, 71, chairman of right-wing populist Gerindra Party..."
^van Klinken 2009, hlm. 157: "...although thus far without producing programmatic platforms beyond the vague right wing populism of the PDI-P (of former president Megawati Soekarnoputri) or of Gerindra (of retired Lieutenant-General Prabowo Subianto)."
^Yilmaz & Shukri 2023, hlm. 143: "Subianto, a former general of the army and former son-in-law of Suharto, left his Golkar Party to form the Gerindra, a right-wing populist party."