Katolik
Kata "katolik" (καθολικός, katolikos; bahasa Latin: catholicus)[1][2] berasal dari frasa Yunani καθόλου (katolou), yang berarti "sarwa sekalian", "secara keseluruhan", atau "am", gabungan kata κατά (kata), yang berarti "perihal", dan kata ὅλος (holos), yang berarti "sarwa".[3][4] Istilah "Katolik" (dengan huruf k besar) pertama kali digunakan pada permulaan abad ke-2 sebagai sebutan bagi seantero Dunia Kristen.[5] Dalam ranah eklesiologi, istilah ini memiliki sejarah yang panjang dan digunakan dengan berbagai makna. Di Indonesia, kata ini dapat berarti "hal ihwal agama Kristen Katolik" maupun "hal ihwal ajaran dan amalan bersejarah Gereja Barat".[note 1][6] Kata ini digunakan banyak orang Kristen sebagai sebutan bagi Gereja Semesta atau segenap orang yang beriman kepada Yesus Kristus tanpa pandang denominasi,[7][8] dan digunakan pula dengan makna yang lebih sempit sebagai sebutan bagi kekatolikan, yang mencakup beberapa gereja bersejarah dengan keyakinan-keyakinan pokok yang sama. Katolikos, gelar pemimpin tertinggi di sejumlah Gereja Timur, juga berasal dari akar kata yang sama. Istilah ini sudah lekat pada nama persekutuan Kristen terbesar di dunia, yakni Gereja Katolik. Tiga cabang utama agama Kristen di Dunia Timur, yakni Gereja Ortodoks Timur, Gereja Ortodoks Oriental, dan Gereja Persia, senantiasa menyebut diri Katolik, seturut tradisi rasuli dan syahadat Nikea. Jemaat-jemaat Anglikan, Lutheran, dan sejumlah jemaat Metodis percaya bahwa gereja-gereja mereka juga "Katolik", dalam arti merupakan kelanjutan dari Gereja Perdana sedunia yang didirikan oleh rasul-rasul Kristus. Kendati demikian, tiap-tiap Gereja memaknai istilah "Gereja Katolik" secara berbeda-beda. Sebagai contoh, baik Gereja Katolik, Gereja Ortodoks Timur, Gereja Ortodoks Oriental, maupun Gereja Persia menegaskan bahwa denominasinya adalah kelanjutan dari Gereja Perdana sedunia, sementara semua denominasi lain hanyalah pecahannya. Keyakinan-keyakinan yang menjadi ciri khas kekatolikan, yakni keyakinan-keyakinan anutan sebagian besar umat Kristen yang menyebut diri "Katolik", mencakup episkopalisme, yakni memuliakan para uskup selaku rohaniwan tertinggi dalam agama Kristen,[9] dan penerimaan syahadat Nikea tahun 381. Kekatolikan juga dianggap sebagai salah satu dari keempat ciri Gereja,[10] sebagaimana tercantum dalam salah satu butir syahadat Nikea yang berbunyi "aku percaya akan Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik." Pada Abad Pertengahan maupun Zaman Modern, terjadi pergeseran makna istilah Katolik Barat dan Katolik Timur. Sebelum Skisma Timur-Barat tahun 1054, kedua istilah ini hanya bermakna beda wilayah, karena hanya ada satu kekatolikan, yang mencakup umat Kristen penutur bahasa Latin di Dunia Barat maupun umat Kristen penutur bahasa Yunani di Dunia Timur. Sesudah Skisma Timur-Barat, makna istilah-istilah ini kian ruwet, dan memunculkan beberapa tata istilah yang paralel tetapi saling bertentangan.[11] EtimologiCikal bakal istilah katolik adalah kata katolikos, kata sifat dalam bahasa Yunani yang berarti "semesta". Langsung dari bahasa aslinya, atau via bahasa Latin Akhir, istilah katolik masuk ke dalam bermacam-macam bahasa lain, dan menjadi dasar pembentukan berbagai istilah teologi semisal katolikisme (bahasa Latin Akhir: catholicismus) dan kekatolikan (bahasa Latin Akhir: catholicitas). Istilah "katolikisme" adalah kata benda mujarad yang dibentuk dari kata sifat "katolik". Padanannya dalam bahasa Yunani Modern adalah καθολικισμός (katolikismos), yang biasanya mengacu pada Gereja Katolik. Istilah "katolik", "katolikisme", dan "kekatolikan" sangat erat kaitannya dengan penggunaan istilah "Gereja Katolik". Bukti tertua penggunaan istilah ini adalah Surat kepada Jemaat di Smirna dari Santo Ignasius, Uskup Antiokhia, yang ditulis sekitar tahun 108 dan dialamatkan kepada umat Kristen di kota Smirna. Dalam surat ini, Santo Ignasius mengimbau umat Kristen agar tetap erat bersatu dengan uskup mereka, dalam kalimat yang berbunyi "alangkah baiknya jika di mana saja uskup hadir, sidang jemaat pun turut hadir, sehingga sama seperti di mana saja Yesus Kristus hadir, hadir pula Gereja Katolik."[12][13] Semenjak separuh akhir abad ke-2, kata "katolik" mulai digunakan dengan makna "ortodoks" (bukan bidah), "karena umat Katolik mengaku mengajarkan kebenaran yang seutuhnya dan mewakili segenap Gereja, sementara bidah timbul akibat tindakan sebagian pihak yang melebih-lebihkan satu butir kebenaran dan pada hakikatnya bersifat parsial dan lokal".[14] Pada tahun 380, Kaisar Teodosius I menetapkan bahwa istilah "Kristen Katolik" hanya boleh digunakan oleh orang-orang yang seiman dengan Paus Damasus I di Roma dan Paus Petrus di Aleksandria.[15] Banyak pujangga Gereja Perdana lainnya yang mengembangkan penggunaan istilah "katolik" dalam kaitannya dengan agama Kristen, antara lain Santo Sirilus, Uskup Yerusalem (ca. 315–386), dan Santo Agustinus, Uskup Hipo (354–430). Sejarah pemakaian istilahSanto Ignasius, Uskup AntiokhiaBukti tertulis yang paling tua dari penggunaan istilah "Gereja Katolik" adalah Surat kepada Jemaat di Smirna yang ditulis oleh Santo Ignasius, Uskup Antiokhia, sekitar tahun 107, dan dialamatkan kepada umat Kristen di kota Smirna. Ia mengimbau umat Kristen agar tetap erat bersatu dengan uskup mereka melalui kalimat suratnya yang berbunyi "alangkah baiknya jika di mana saja uskup hadir, sidang jemaat pun turut hadir, sehingga sama seperti di mana saja Yesus Kristus hadir, hadir pula Gereja Katolik."[12][17][18] Sehubungan dengan makna frasa ini bagi Santo Ignasius, J.H. Srawley mengemukakan bahwa:
Santo Ignasius menggunakan istilah Gereja Katolik sebagai sebutan bagi Gereja semesta. Bagi Santo Ignasius, ahli-ahli bidah tertentu pada zamannya, yang menyangkal bahwa Yesus adalah maujud bendawi yang sungguh-sungguh menderita sengsara dan mengalami maut, dan malah berkata bahwa "ia cuma tampak seolah-olah menderita sengsara" (Surat kepada Jemaat di Smirna, 2), bukanlah umat Kristen yang sesungguhnya.[21] Pemakaian pada abad ke-2 selain oleh Santo IgnasiusIstilah "Katolik" juga digunakan dalam naskah Kemartiran Polikarpus (tahun 155), dan dalam Kanon Muratori (sekitar tahun 177). Santo Sirilus, Uskup YerusalemSebagaimana telah disebutkan dalam kutipan pendapat J.H. Srawley di atas, Sirilus, Uskup Yerusalem (ca. 315–386), yang kini dihormati sebagai santo oleh Gereja Katolik, Gereja Ortodoks Timur, dan persekutuan gereja-gereja Anglikan, membedakan kelompok umat Kristen yang ia sebut "Gereja Katolik" dari kelompok-kelompok lain yang juga menyebut diri ἐκκλησία (eklesia), yang berarti sidang jemaat atau Gereja, sebagai berikut:
Kaisar Teodosius ITeodosius I, Kaisar Romawi dari tahun 379 sampai tahun 395, menetapkan agama Kristen "Katolik" sebagai agama resmi Kekaisaran Romawi, dalam Maklumat Tesalonika tanggal 27 Februari 380, yang berbunyi:
Santo HieronimusPada tahun 418, Santo Hieronimus menulis sepucuk surat kepada Santo Agustinus, Uskup Hippo, berisi kalimat yang berbunyi, "engkau terkenal di seantero dunia. Umat Katolik menghormati dan menghargai engkau selaku salah seorang tokoh yang menegakkan kembali iman purba"[24] Santo Agustinus, Uskup HippoTak seberapa lama kemudian, Santo Agustinus, Uskup Hipo (354–430), menggunakan pula istilah "Katolik" sebagai pembeda Gereja "sejati" dari jemaat-jemaat ahli bidah:
Santo Vinsensius asal LerinsRekan sezaman Santo Agustinus, Santo Vinsensius asal Lerins, menulis sepucuk risalah dengan nama samaran Peregrinus pada tahun 434, yang dikenal dengan judul Commonitoria (memorandum). Kendati menegaskan bahwa, sama seperti tubuh manusia, ajaran Gereja terus tumbuh dan berkembang seraya teguh mempertahankan jati dirinya (bagian 54-59, bab XXIII),[26] ia mengemukakan bahwa:
Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks TimurPada abad-abad permulaan sejarah agama Kristen, mayoritas umat Kristen, yakni umat Kristen penganut ajaran-ajaran yang terangkum dalam syahadat Nikea, terikat oleh satu kekatolikan tunggal dan tidak terbagi-bagi, yang mempersatukan umat Kristen penutur bahasa Latin di Dunia Barat dan umat Kristen penutur bahasa Yunani di Dunia Timur. Kala itu, istilah "Katolik Timur" dan "Katolik Barat" hanya mengandung makna perbedaan letak geografis, dan pada umumnya cuma berkaitan dengan perbedaan bahasa tutur antara Dunia Timur dan Dunia Barat. Kendati sering kali timbul selisih pendapat seputar teologi dan hal ihwal gerejawi antarpusat agama Kristen, kekatolikan bersama tetap lestari sampai dengan timbulnya sengketa besar antara abad ke-9 sampai abad ke-11. Sesudah peristiwa Skisma Timur-Barat, gagasan tentang kekatolikan bersama pun retak. Masing-masing kubu yang bersengketa mulai mengembangkan peristilahan sendiri.[11] Semua sengketa besar seputar teologi dan hal ihwal gerejawi, baik di Gereja Timur maupun di Gereja Barat, selalu saja dibarengi usaha masing-masing pihak yang bersengketa untuk menafikan hak lawan menyebut diri dengan istilah "Katolik". Sesudah Roma menambahkan kata Filioque ke dalam syahadat Nikea, umat Kristen Ortodoks di Dunia Timur mulai menyebut para pendukung penambahan Filioque di Dunia Barat sebagai "orang Latin", karena menganggap mereka bukan lagi bagian dari "umat Katolik".[11] Menurut pandangan yang paling mengemuka di Gereja Ortodoks Timur, segenap umat Kristen di Dunia Barat, yang menerima penambahan Filioque berikut pneumatologi yang tidak ortodoks, bukan lagi bagian dari umat Katolik. Pandangan ini dianut dan dianjurkan oleh ahli hukum kanon kenamaan Gereja Ortodoks Timur, Teodoros Balsamon, Batrik Antiokhia. Pada tahun 1190, Teodoros Balsamon menulis sebagai berikut:
Di lain pihak, para teolog Barat menganggap umat Ortodoks Timur sebagai kaum yang terceraikan. Hubungan Gereja Timur dan Gereja Barat semakin direnggangkan oleh peristiwa-peristiwa tragis seperti Pembantaian orang Latin pada tahun 1182, dan Penjarahan Konstantinopel pada tahun 1204. Peristiwa-peristiwa berdarah ini disusul oleh usaha-usaha rujuk yang gagal (baca Konsili Lyon II, Konsili Firenze, Persatuan Brest, Persatuan Užhorod). Pada Akhir Abad Pertengahan dan Awal Zaman Modern, peristilahan bertambah ruwet, sehingga memunculkan beberapa tata istilah yang paralel tetapi saling bertentangan, dan masih bertahan sampai sekarang dengan segala keruwetannya. Pada Awal Zaman Modern, istilah khusus "Akatolik" banyak digunakan di Dunia Barat sebagai sebutan bagi orang-orang yang dianggap menganut pandangan-pandangan teologi bidah dan amalan-amalan gerejawi yang menyimpang. Pada masa kontrareformasi, istilah Akatolik digunakan oleh warga Gereja Katolik yang fanatik sebagai sebutan bagi umat Kristen Protestan maupun umat Kristen Ortodoks Timur. Istilah ini dianggap sangat menista sampai-sampai muktamar Gereja Ortodoks Serbia tahun 1790 di Temeswar memutuskan untuk mengajukan permohonan resmi kepada Kaisar Romawi Suci, Leopold II, agar sudi melarang pemakaian istilah "Akatolik".[29] Pemakaian mutakhirKristen KatolikSecara umum, sebutan Gereja Katolik merujuk pada Gereja Katolik Roma. Kata Roma diatributkan pada Gereja ini karena Gereja Katolik mengimani Paus yang berkedudukan di kota Roma, Italia sebagai kepala gereja yang kelihatan, wakil Yesus Kristus di bumi, dimana kristus yang merupakan kepala utama gereja yang tak kelihatan. Paus adalah penerus Petrus turun temurun yang tidak terputuskan, pengganti St.Petrus saat ini dijabat oleh Paus Fransiskus, yang menggantikan Paus Benediktus XVI yang mengundurkan diri karena alasan kesehatan pada tahun 2013 lalu. Menurut tradisi gereja, Petrus menjadi uskup Roma dan menjadi martir di sana. Gereja Katolik dengan penambahan kata Roma sendiri sebenarnya tidak pernah menjadi nama resmi yang digunakan oleh Gereja Katolik, . Kristen OrtodoksKetiga cabang agama Kristen di Dunia Timur, yakni Gereja Ortodoks Timur, Gereja Ortodoks Oriental, dan Gereja Persia, masih tetap menyebut dirinya Katolik, sejalan dengan tradisi-tradisi rasuli dan syahadat Nikea.[30] Gereja Ortodoks Timur menjunjung tinggi ajaran-ajaran purba Kekatolikan Ortodoks Timur, dan lumrah memakai istilah Katolik, seperti pada judul Katekismus Lengkap Gereja Orthodox, Katolik, Timur. Sama halnya dengan Gereja Ortodoks Koptik, yang termasuk dalam persekutuan Kristen Ortodoks Oriental, dan yang menganggap persekutuannya sebagai "Gereja Sejati Tuhan Yesus Kristus".[31] Tak satu pun Gereja Timur, Ortodoks maupun Oriental, yang berniat meninggalkan tradisi-tradisi purba kekatolikannya masing-masing. Kristen Protestan mazhab LutheranPengakuan Iman Augsburg, yang tercantum dalam Buku Mufakat, kumpulan ajaran Kristen Protestan mazhab Lutheran, mengajarkan bahwa "iman yang dianut Martin Luther beserta pengikut-pengikutnya bukanlah iman yang baru, melainkan iman katolik yang sejati, dan gereja-gereja mereka merupakan gereja katolik atau gereja semesta yang sejati".[32] Tatkala membabarkan Pengakuan Iman Augsburg pada tahun 1530 di hadapan Kaisar Romawi Suci, Karl V, para pengikut Martin Luther dengan penuh keyakinan "membuktikan bahwa tiap-tiap butir iman dan amalan di dalamnya pertama-tama benar menurut seluruh Kitab Suci, dan selanjutnya juga benar menurut ajaran bapa-bapa Gereja maupun konsili-konsili".[32] Kristen ProtestanKebanyakan gereja reformasi dan pascareformasi menggunakan istilah Katolik (sering kali dengan huruf k kecil) sebagai sebutan bagi keyakinan bahwa segenap umat Kristen adalah bagian dari Gereja yang esa tanpa pandang denominasi. Sebagai contoh, dalam bab XXV dari Pengakuan Iman Westminster tercantum kalimat "katolik atau Gereja semesta". Dengan tafsir kata "katolik" (semesta) semacam inilah gereja-gereja tersebut memaknai frasa "Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik" dalam syahadat Nikea, frasa "iman Katolik" dalam syahadat Atanasius, dan frasa "Gereja Katolik yang kudus" dalam syahadat para rasul. Istilah "Katolik Roma" atau "Gereja Katolik Roma" menyiratkan bahwa Gereja yang mengikuti Sri Paus dan berpusat di Roma bukanlah satu-satunya Gereja Katolik, dan bahwasanya gereja-gereja lain pun berhak disebut "Gereja Katolik", misalnya Gereja Anglikan. Asumsi semacam ini tidak diterima oleh Gereja Roma, yang lazim menyebut dirinya "Gereja Katolik" tanpa embel-embel lain, dan tidak mengakui kesahihan penggunaan nama ini oleh pihak lain. Istilah ini juga digunakan dengan makna gereja pelestari jawatan uskup yang masih dapat dirunut asal usulnya sampai pada para rasul, dan yang menganggap dirinya sebagai bagian dari satu kumpulan katolik (semesta) umat beriman. Gereja-gereja yang menganggap dirinya Katolik tetapi bukan Katolik Roma antara lain gereja-gereja Anglikan[33] dan gereja-gereja Lutheran,[32] yang menegaskan bahwa mereka adalah gereja-gereja yang Terbarukan sekaligus Katolik. Gereja Katolik Lama dan bermacam-macam jemaat yang disamaratakan dengan sebutan gereja-gereja Katolik Mandiri juga mengaku Katolik. Jemaat-jemaat Katolik Tradisionalis bukan saja menganggap dirinya "Katolik" melainkan juga "Katolik Roma sejati", sekalipun tidak menjalin persekutuan dengan Gereja Roma. Beberapa gereja menggunakan istilah "Katolik" sebagai tanda bahwa gereja mereka berbeda haluan dengan gereja-gereja Protestan yang bermazhab Kalvinis maupun Puritan, antara lain segolongan umat Anglikan yang lazim disebut umat Anglo-Katolik, jemaat-jemaat Neo-Lutheran pada abad ke-19, jemaat-jemaat Lutheran Gereja Tinggi atau gereja-gereja Katolik Injili pada abad ke-20, dan lain-lain. Umat Kristen Metodis dan Kristen Presbiterian meyakini bahwa cikal bakal denominasi mereka adalah para rasul dan Gereja Perdana, tetapi tidak mengaku sebagai penerus tatanan Gereja Purwa semisal jawatan uskup. Kendati demikian, kedua gereja ini meyakini bahwa mereka adalah bagian dari gereja katolik (semesta). Menurut Harper's New Monthly Magazine:
Dengan demikian, ditinjau dari satu sudut pandang, bagi orang-orang yang "terbilang warga Gereja," istilah Katolik Metodis, atau Katolik Presbiterian, atau Katolik Baptis, adalah istilah-istilah yang sama wajarnya dengan istilah Katolik Roma.[35] Istilah itu cuma berarti himpunan umat Kristen di seluruh dunia yang sepaham dengan mereka dalam urusan keagamaan, dan menerima format-format gerejawi yang sama pula.[35] Kristen Katolik MandiriSebagian umat Katolik Mandiri mengakui bahwa uskup Roma adalah primus inter pares di antara para uskup, dan berkeyakinan bahwa konsiliarisme diperlukan untuk mengekang ultramontanisme. Kendati demikian, mereka tidak diakui sebagai umat Katolik oleh Gereja Katolik. Penghidaran pemakaian istilahSejumlah gereja Protestan dengan sengaja menghindari pemakaian istilah ini, sampai-sampai ada banyak jemaat Lutheran yang nekat mengganti kata "katolik" dalam syahadat dengan kata "Kristen".[36][37][38] Gereja-gereja Protestan di Indonesia memakai kata "am" (bahasa Arab: عَام, ʿām) sebagai ganti istilah "Katolik" dalam syahadat. Gereja-Gereja Ortodoks memang turut prihatin terhadap klaim-klaim jawatan kepausan Katolik Roma, tetapi tidak sependapat dengan sebagian umat Protestan perihal hakikat Gereja sebagai satu tubuh. SakramenGereja Katolik mengajarkan bahwa Yesus Kristus menginstitusikan tujuh sakramen, tidak lebih dan tidak kurang, baik menurut Kitab Suci [39] maupun Tradisi Suci dan sejarah Gereja.[40] Adapun sakramen yang diakui oleh Gereja Katolik Roma sebagai berikut: Dalam ajaran Katolik, sakramen adalah berkat penyelamatan khusus yang oleh Yesus Kristus diwariskan kepada gereja. Santo Agustinus menyebut sakramen sebagai "tanda kelihatan dari rahmat Allah yang tidak kelihatan".[41] Katolik di IndonesiaPenyebaran agama Katolik sudah dimulai sejak kedatangan Portugis di Indonesia yang dilakukan oleh beberapa misionaris pada abad ke-16 dan abad ke-17 di bagian timur seperti di Maluku dan Flores, NTT. Agama katolik baru memasuki tanah Jawa pada masa pemerintahan Herman Willem Daendels di Batavia awal abad-19 dengan didirikan gereja pertama di sana pada tahun 1807 dan disertai dengan diakuinya oleh Vatikan. Pada tahun 2010, 6.907.873 orang (2.9%) dari total penduduk Indonesia sebanyak 237.641.326 orang, beragama Katolik.[42] Baca jugaKeterangan dan rujukanKeterangan
Rujukan
Lihat pula
Pranala luar
|