Musik Kristen
Musik Kristen, disebut juga musik rohani, adalah musik yang diciptakan untuk mengekspresikan keyakinan diri pribadi dan komunitas Kristen. Nyanyian Kristen dapat berupa doa, puji-pujian, atau kidung yang bentuknya bervariasi di seluruh dunia Seperti bentuk lainnya pada musik, penciptaan lagu, penampilan, signifikansi, dan pengertian musik Kristen bervariasi bergantung keadaan sosial budaya masyarakatnya. Musik Kristen dikomposisi dan ditampilkan untuk berbagai tujuan, baik untuk kenikmatan estetis, religius, atau untuk keperluan upacara keagamaan, dan bahkan memberikan nilai komersial. Musik GerejaMusik Gereja dapat didefinisikan sebagai musik yang ditulis dengan tujuan untuk dimainkan di gereja, atau musik untuk mengiringi ibadahliturgi, atau suatu musik yang bersifat suci, seperti nyanyian yang dinyanyikan digereja. Musik atau Leitourgia yang berarti: laos (umat) dan ergon (karya). Dengan demikian, liturgi merupakan bakti dan ungkapan syukur umat. SejarahMusik paling awal dari sinagoge didasarkan pada sistem yang sama seperti yang digunakan dalam Bait Allah di Yerusalem Menurut Mishnah, orkestra reguler terdiri dari dua belas instrumen, dan paduan suara dari dua belas penyanyi laki-laki. Sejumlah instrumen Ibrani kuno tambahan yang dikenal, meskipun mereka tidak termasuk dalam orkestra reguler Bait Allah: uggav'(seruling kecil), abbuv'(seruling buluh atau oboe seperti instrumen). Setelah kehancuran Bait Allah dan selanjutnya diaspora dari Yahudi orang ish, musik awalnya dilarang. Kemudian, pembatasan ini akan dihapuskan. Itu adalah denganpiyyut (puisi liturgi) musik Yahudi mulai dibuat ke dalam bentuk yang pasti. The penyanyi menyanyikan piyyutim untuk melodi yang dipilih oleh penulis atau oleh dirinya sendiri, sehingga memperkenalkan melodi tetap menjadi musik synagogal. musik mungkin telah diawetkan dengan beberapa frasa dalam membaca Alkitab yang ingat lagu dari Bait Allah itu sendiri, tetapi umumnya menggemakan nada dari setiap usia dan negara mendengar di sekelilingnya, bukan hanya dalam peminjaman aktual lagu, tetapi lebih pada nada suara di mana musik lokal didasarkan. Musik synagogal awal didasarkan pada sistem yang sama seperti yang digunakan dalam Bait Allah di Yerusalem. Menurut Talmud, Joshua ben Hananya, yang pernah bertugas di tempat kudus paduan suara Lewi, menceritakan bagaimana choristers masuk ke rumah ibadat dari orkestra oleh mezbah (Talmud, Suk. 53a), dan sebagainya berpartisipasi dalam kedua layanan. Alkitab dan sumber-sumber kontemporer menyebutkan instrumen berikut yang digunakan di Kuil kuno:
Menurut Mishna, orkestra Candi reguler terdiri dari dua belas instrumen, dan paduan suara dari dua belas penyanyi laki-laki. Musik Kristen awalKekristenan dimulai sebagai sebuah sekte kecil yang dianiaya. Pada mulanya orang Kristen masih menghadiri sinagoge dan Bait Allah di Yerusalem sama seperti Kristus lakukan, dan mungkin masih membawa pada tradisi musik yang sama dalam pertemuan Kristen. Catatan satunya lagu komunal dalam Injil adalah pertemuan terakhir para murid sebelum Penyaliban.[1] Kemudian, ada acuan dalam Pliny yang menulis kepada kaisar Trajan (61-113) meminta nasihat tentang bagaimana untuk menuntut orang Kristen di Bitinia, dan menggambarkan mereka praktik pengumpulan sebelum matahari terbit dan mengulangi antiphonally 'sebuah himne kepada Kristus sebagai perantaraan kepada Allah'. Antiphonal hal bermazmur adalah bernyanyi atau bermain musik dari mazmur. Struktur yang aneh dari bahasa Ibrani Mazmur membuat kemungkinan bahwa metode antiphonal berasal dari jasa bangsa Israel kuno. Menurut sejarawan Socrates, pengenalan ke dalam ibadah Kristen karena Ignatius dari Antiokhia (meninggal 107), yang dalam visi telah melihat para malaikat bernyanyi.[2] Penggunaan instrumen dalam musik Kristen awal tampaknya telah disukai. Pada akhir keempat atau awal abad [5 [St Jerome]] menulis bahwa seorang gadis Kristen tidak seharusnya bahkan untuk mengetahui apa kecapi atau suling, atau bagaimana cara menggunakanya. Pengenalan gereja organ musik secara tradisional diyakini tanggal dari waktu kepausan dari Paus Vitalian pada abad ke-7. Nyanyian GregorianNyanyian Gregorian adalah tradisi utama nyanyian biasa (plainsong) dari Barat, suatu bentuk monofonik liturgis dari Kristen Barat yang menyertai perayaan Misa dan ritual lainnya dalam pelayanan. Bentuk musik berasal dari kehidupan biara, di mana menyanyikan sembilan 'Layanan Ilahi' beberapa kali sehari pada jam-jam yang tepat ditegakkan menurut Peraturan Santo Benediktus. Nyanyian Mazmur terdiri dari sebagian besar hidup dalam komunitas monastik, sementara kelompok yang lebih kecil dan solois menyanyikan nyanyian yang cukup sederhana. Dalam sejarah panjang nyanyian Gregorian telah mengalami banyak perubahan bertahap dan beberapa reformasi. Ini diselenggarakan, dikodifikasikan, dan dinotasikan terutama di Frank tanah dari Eropa barat dan tengah selama abad 12 dan 13, dengan tambahan kemudian dan redactions, tetapi teks dan banyak dari melodi pendahulunya kembali beberapa berabad-abad sebelumnya. Meskipun kredit kepercayaan populer Paus Gregorius Agung dengan memiliki pribadi menciptakan lagu Gregorian. Selama berabad-abad mengikuti tradisi nyanyian masih di jantung musik Gereja, di mana ia berubah dan diperoleh berbagai penambahan-penambahan. Bahkan polifonik musik yang berasal dari nyanyian lama dalam Organa oleh Leonin dan Perotin di Paris (1160-1240) berakhir pada nyanyian monofonik dan nantinya tradisi gaya komposisi baru dipraktikkan dalam penjajaran dengan nyanyian monophonic. Praktik ini berlanjut sampai seumur hidup François Couperin, Organ Misa itu dimaksudkan untuk dilakukan sesuai dengan homofonik. Meskipun sebagian besar telah jatuh ke dalam tidak digunakan setelah periode Baroque, nyanyian tersebut mengalami kebangkitan pada abad ke-19 dalam Gereja Katolik Roma dan Anglo-Katolik sayap Komuni Anglikan. Musik Misa atau KebaktianNyanyian pada kebaktian adalah bentuk musik yang menetapkan bagian-bagian dari Ekaristi liturgi (terutama berasal dari Gereja Katolik Roma, Gereja-gereja dari Komuni Anglikan, dan juga Gereja Lutheran) untuk musik gereja. Kebanyakan pengaturan nyanyian Misa dalam bahasa Latin, bahasa tradisional Gereja Katolik Roma, namun ada sejumlah besar yang ditulis dalam bahasa negara-negara lain. Sebagai contoh, ada banyak nyanyian Misa (sering disebut "Komuni Layanan") yang ditulis dalam bahasa Inggris untuk Gereja Inggris. Nyanyian Misa bisa a cappella, untuk suara manusia saja, atau mereka dapat disertai dengan instrumental Obbligato sampai dengan orkestra penuh.. Umumnya, komposisi untuk menjadi nyanyian Misa penuh, itu harus berisi tak berubah berikut lima bagian, yang bersama-sama membentuk Misa biasa tersebut.
Misa Requiem adalah versi modifikasi dari misa biasa. Pengaturan musik misa Requiem memiliki tradisi panjang dalam musik Barat. Ada banyak karya-karya penting dalam tradisi ini, termasuk yang dilakukan oleh Giovanni Pierluigi da Palestrina, Tomás Luis de Victoria, Wolfgang Amadeus Mozart, Hector Berlioz, Johannes Brahms, Anton Bruckner, Gabriel Faure, Franz Liszt, Giuseppe Verdi, Benjamin Britten, Maurice Duruflé, Ligeti György, Krzysztof Penderecki dan Igor Stravinsky. Fungsi musik gerejaadapun fungsinya:
Ragam musik gereja ada beraneka ragam, terdiri dari nyanyian jemaat, musik paduan suara dan musik instrumental. Semuanya digunakan dalam rangka perayaan iman gereja serta memiliki simbolik tersendiri. Nyanyian jemaat merupakan nyanyian komunitas yang relative mudah dinyanyikan oleh orang banyak. Cara menyanyikannya ada beraneka ragam: alternatim, antiphonal, responsorial, dengan diskantus, canon, cantus firmus di tenor atau suara lain. Ibadah bukan hiburan, Seringkali kita lebih cenderung untuk memuaskan diri kita sendiri. Misalnya hanya mau mendengar khotbah yang bagus dan indah-indah saja, kalau mendengar teguran keras, langsung pendeta dicap tidak baik. Atau hanya mau lagu-lagu yang rame dan asal bikin hati senang saja. Ibadah kita dilakukan di hadapan Tuhan, untuk Tuhan. Pusatnya bukan diri kita atau jemaat. Pusat ibadah adalah Yesus Kristus Tuhan kita. Ialah yang diberitakan dalam ibadah-ibadah kita, Ialah yang kita ingat dalam ibadah-ibadah kita. Sudah selayaknya persembahan kita hanyalah untuk nama-Nya. Itu sebabnya, ibadah kita harus dipersiapkan dengan matang. Baik dari segi isi ibadah maupun penyelenggaraan ibadah. Supaya ibadah dapat berjalan dengan baik dan khidmat, kita harus mempersiapkan semua pelayan ibadah, termasuk para pemusik, penyanyi dan paduan suara. Pemusik ibadah tidak sama dengan pemusik biasa. Seseorang yang pandai dan handal dalam memainkan instrumen atau menyanyi, belum tentu merupakan pemusik ibadah yang baik. Menjadi seorang pengiring nyanyian jemaat yang baik tidaklah mudah. Ia harus memahami fungsi dan tugasnya. Daud telah menganggap penting fungsi pelayan ibadah dalam ibadah musik. Dengan demikian, kita dapat mempersiapkan kader untuk menjadi tenaga pemusik gereja. Kualifikasi pemusik gerejaIa adalah seorang tenaga ahli yang dididik dan dilatih. (bdk. I Tawarikh 25:7). Dari segi spiritualitas ia adalah rekan dari Pelayan Firman, yang melayani dalam bidang musik. Tentu bukan untuk menunjukkan kepiawaiannya dalam bermain namun sekadar merupakan medium untuk memberitakan Kabar Baik dengan bimbingan Roh Kudus. Seorang pemusik gereja juga hendaknya taat beribadah dan hidup sebagai murid Kristus, bukan hanya dalam ibadah tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi kepribadian sebaiknya seorang pemusik gereja itu mudah bergaul dan bekerja sama dengan siapa saja, pemimpin yang baik dan bertanggung jawab serta bisa menempatkan diri sesuai dengan fungsinya pada saat itu. Dari segi musikalitas, seorang pemusik gereja harus memiliki dasar musik dan pengetahuan musik yang kuat. Diimbangi tentu saja dengan pengetahuan mengenai liturgy dan sejarah musik gereja serta senantiasa menambah pengetahuan, terutama mengenaik kontekstuaslisasi musik gereja. Paduan SuaraDari masa Perjanjian Lama hingga kini, paduan suara memegang peranan penting di dalam ibadah jemaat. Pada Abad Pertengahan, schola cantorum (kelompok penyanyi) adalah kelompok yang bertugas untuk menyanyikan lagu-lagu yang ada di dalam ibadah. Pada masa Reformasi, Luther menggunakan paduan suara (anak) untuk mengajarkan nyanyian baru kepada jemaat. Calvin bahkan hanya memperkenankan paduan suara untuk mengiringi nyanyian jemaat di gereja. Baik Luther maupun Calvin memandang musik gereja itu penting demi pertumbuhan iman jemaat. Melalui dokumentasi yang ada kita melihat bahwa paduan suara anak di genewa yang merupakan bagian dari sekolah, memiliki tugas untuk membentuk dan mendukung nyanyian jemaat. Paduan suara anak tersebut menyanyi mazmur satu suara. Aransemen mazmur lebih digunakan untuk di rumah, bukan untuk di gereja. Calvin membedakan antara nyanyian jemaat, musik paduan suara, permainan orgel dan nyanyian liturgi. Bagi Calvin nyanyian paduan suara di dalam ibadah dapat membuat perhatian orang teralih dari syair hingga orang hanya mendengarkan musiknya saja tanpa memperhatikan pesan yang ada di dalam lagu tersebut. Itu adalah salah satu keberatan Calvin. Luther sebaliknya, banyak memakai musik di dalam ibadah. Musik adalah ciptaan Tuhan dan itu adalah karunia Tuhan, menurut Luther. Luther menghubungkan musik gereja dengan Pekabaran Injil: Kabar Baik itu penuh dengan nyanyian dan permainan musik. Iman dan percaya menginginkan kita menyanyi. Musik dapat membantu untuk membangkitkan iman. Di dalam ibadah, Luther menggunakan paduan suara untuk mendukung pelaksanaan nyanyian jemaat. Fungsi utama paduan suara dalam ibadah
Mengiringi jemaat dalam melakukan kegiatan tertentu (misalnya persembahan, prosesi atau perjamuan kudus).
Seringkali paduan suara yang bertugas, tidak mau menjadi kantoria yang bertugas menuntun jemaat dalam menyanyikan nyanyian jemaat. Andaikata ada kantoria, para anggota sebagian besar mengganggap remeh karena hanya menyanyikan satu suara. Padahal justru menyanyi unisono itu amat sulit. Idealnya sebuah kantoria menyanyikan semua nyanyian jemaat yang ada dengan susunan 4 suara, SATB (atau aransemen suara sejenis), baik yang sederhana maupun aransemen khusus. Untuk dapat mencapai hal tersebut, diperlukan pendidikan paduan suara yang progresif hingga tiap anggota dapat menyanyi dengan mandiri tanpa harus “nebeng” kiri-kanan. Jika nyanyian jemaat dapat dilagukan dengan baik dan benar, penuh semangat, maka dengan sendiri ibadah kita akan lebih hidup dan berarti. Ingatlah bahwa sering kali kita lebih mengingat musik yang dinyanyikan di dalam satu ibadah, dibandingkan dengan hal-hal lain. Ada banyak hal yang harus diperhatikan di dalam pelayanan kita sebagai kantoria. Yang terpenting adalah persiapan kita untuk menyanyikan lagu-lagu jemaat haruslah matang. Jangan sampai kita tidak tahu pasti bagaimana cara menyanyikan lagu-lagu tersebut. Hingga jemaat tidaklah terganggu ketika beribadah, dengan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Jelaslah bagi kita bahwa sebetulnya PS tidak harus selalu menyanyi sebelum dan sesudah khotbah. Namun lebih penting untuk menyanyi sebagai satu kesatuan ibadah. Andaikata menyanyi sebelum dan sesudah khotbah, nyanyian itu adalah bagian integral dari ibadah, bukan pertunjukan hingga harus ditepuki. Jenis musikJenis musik yang cocok untuk beribadah adalah musik yang tidak mengalihkan perhatian kita dari pusat ibadah, yaitu TUHAN. Dengan demikian, musik yang menyita perhatian utama kita dan sekadar memuaskan hati dengan hentakan dan keramaian bunyi dan suasana, sebaiknya harus dipertanyakan, apakah musik itu untuk mendukung ibadah atau sekadar menyenangkan hati saja? Kesakralan ibadah haruslah dijaga, kemurnian ajaran haruslah juga dipertahankan. Gereja harus mendunia, dan bukan sebaliknya, dunia yang menguasai gereja dengan berbagai kebiasaan dan kebudayaan duniawi. Dari masa kuno hingga sekarang, musik yang gaduh tidak dapat dipakai dalam ibadah. Aristoteles (384-322 SM), seorang filsuf Yunani, murid Plato, membagi masyarakat dalam dua mazhab, yaitu masyarakat bebas (berbudaya tinggi) dan budak (berbudaya rendah). Masyarakat berbudaya rendah tergerak oleh musik yang hingar bingar serta gaduh dan sekadar memuaskan hati dan jiwa sesaat saja. Sedangkan masyarakat berbudaya tinggi menganggap musik sebagai sesuatu yang memulihkan keseimbangan jiwa, menghibur hati dan merangsang rasa patriotisme dan kepahlawanan. Musik bukan sekadar untuk telinga saja tetapi lebih untuk jiwa, bersifat kognitif. Sebastian Virdung, seorang ahli musik pada tahun 1511 dalam bukunya mengungkapkan bahwa bunyi perkusi menyebabkan gangguan bagi mereka yang sakit, mereka yang sedang belajar (ia berbicara dalam konteks kehidupan rohaniwan yang harus terus-menerus belajar) dan mereka yang sedang beribadah. ReferensiLihat pula |