Bachtiar Nasir
Ustadz Bachtiar Nasir, Lc. MM. (lahir 26 Juni 1967) adalah seorang Da’i dan Ulama’ yang sangat sering mengkaji dan mendalami Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Ustadz yang memimpin Ar-Rahman Qur’anic Learning (AQL) Islamic Center Diarsipkan 2016-11-07 di Wayback Machine. ini juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Ketua Alumni Saudi Arabia se-Indonesia serta Ketua Alumni Madinah Islamic University se-Indonesia.[1][2][3][4] Ia juga tercatat pernah menjadi Pengurus Pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI).[5] Ustadz Bahctiar Nasir sering mengisi berbagai kajian di stasiun televisi nasional dan menjadi Juri dalam Acara Hafidz Indonesia bersama Ustadz Amir Faishol Fath dan Syeh Ali Jabeer. Namanya semakin ramai diberitakan saat ia didaulat menjadi penanggung jawab Aksi Damai 4 November 2016 di bawah nama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI).[6][7] Riwayat HidupPendidikanBeliau menyelesaikan pendidikan jenjang menengah di Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur dan Pondok Pesantren Daarul Huffazh, Bone, Sulawesi Selatan. Beliau melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Islam Madinah, Arab Saudi.[2] Karier dan OrganisasiUstadz Bachtiar Nasir merupakan Ulama' yang sangat aktif di berbagai organisasi keagamaan, pendidikan, sosial, dan kemasyarakatan,[2] di antaranya:
KaryaUstadz Bachtiar Nasir juga merupakan salah satu ulama yang aktif menulis.[8] Di antara bukunya adalah:
Aksi Damai 4 November 2016Aksi Damai 4-11-2016 yang mendesak proses hukum terhadap Ahok yang dianggap melakukan penghinaan terhadap Islam. Aksi tersebut melibatkan para Ulama’ dan berbagai lapisan kaum muslim dengan jumlah kurang lebih 500 ribu peserta. Aksi tersebut tidak lepas dari sosok Ustadz Bachtiar Nasir yang didaulat menjadi penanggung jawab di bawah nama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI).[2][6][9][10][11] KritikTokoh ini oleh sebagian orang dianggap rasis, terlebih setelah wawancaranya untuk kantor berita Reuter. Disebutnya bahwa kekayaan etnis minoritas Cina di Indonesia adalah sebuah permasalahan kesenjangan ekonomi yang perlu diperbaiki, “Sepertinya mereka tidak menjadi lebih murah hati, lebih adil,” sebutnya. Dalam wawancara itu juga Bachtiar Nasir menyinggung (jumlah) investasi dari negara Cina yang dianggapnya kurang membantu. Para kritik menyanggah pendapat Bachtiar Nasir dengan fakta bahwa pada etnis Cina minoritas tidak mendapat perlakuan khusus apapun dari pemerintah dalam mengumpulkan kekayaannya. Bachtiar Nasir dianggap menggunakan isu kesenjangan sosial sebagai senjata untuk memicu kebencian dan mengkambinghitamkan etnis minoritas Cina di Indonesia untuk kegagalan pemerintah mensejahterakan rakyat. Pranala luar
ReferensiCatatan Kaki
|