Cenrana, Maros5°01′29″S 119°44′18″E / 5.0245977°S 119.738378°E
Cenrana (Ejaan Van Ophuijsen: Tjenrana; Bugis: ᨌᨛᨋᨊ, translit. Cênrana, Makassar: ᨌᨉᨊ, translit. Candana) adalah nama sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kecamatan ini berada di Bengo, Desa Limapoccoe dengan jarak 32 km dari Kota Turikale yang merupakan ibu kota dan pusat pemerintahan Kabupaten Maros. Tahun 1999, kecamatan ini mulai dibentuk atau dimekarkan sebagai kecamatan pembantu dan pada tanggal 30 Desember 2000 secara definitif Kecamatan Cenrana dimekarkan dari Kecamatan Camba. Kecamatan Cenrana sempat viral pada 2019 ditengangarai ada aliran sungai purba dibawah Desa Lebbotengngae. Kecamatan ini dikenal sebagai penghasil beras dan palawija berlimpah, ternak dan budaya dengan sejarah yang panjang. Mitos Bissu Daeng ada di sani di Kerajaan Pattiro yang kini menjadi nama dusun di Desa Labuaja, Raja Pattiro ayah dari Bissu Daeng berprinsip dalam memimpin "parentai tawwa Ri ero'na" filosopi kepemimpinan yang kurang lebih mengatakan perintahlah rakyatmu pada apa yang menjadi keinginan dan harapannya. ToponimiKata Cenrana atau Cendawang berasal dari bahasa Bugis yang secara harfiah bermakna cendana/tumbuhan cendana. Penamaan tempat atau kecamatan ini didasari atau merujuk pada pemandangan rimbunnya tanaman cendana yang tumbuh di daerah ini. SejarahLatar belakang pemekaranPemekaran kecamatan merupakan wujud nyata dari adanya otonomi daerah. Pembentukan atau pemekaran suatu daerah dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa alasan, seperti kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan, keamanan, sosial budaya, dan sosial politik. Inilah yang mendorong masyarakat yang dipelopori oleh Daeng Tata Saing dan pemuka masyarakat mengajukan pengusulan pemekaran kecamatan baru dari wilayah Kecamatan Camba di Kabupaten Maros yang luas wilayahnya 362,33 km² guna pemerintah dapat lebih menjangkau dalam pemberian pelayanan publik secara merata kepada seluruh penduduk. Kantor kecamatan bisa lebih dekat dengan masyarakat, pemerintah kecamatan dapat lebih maksimal dalam mendengarkan aspirasi masyarakat, membimbing, memberikan informasi mengenai prosedur pelayanan, dan memberdayakan masyarakat. Pemerintah kecamatan dapat lebih lancar dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Wilayah yang sangat luas, meningkatnya jumlah penduduk, sarana dan prasarana yang kurang memadai sehingga ketidakterjangkauan pemerintah dalam menjalankan fungsi pelayanan yang maksimal terhadap penduduk. Inilah beberapa alasan sehingga dimekarkan Kecamatan Cenrana dari Kecamatan Camba. Kecamatan Cenrana yang terletak di kawasan hutan dan pegunungan memiliki potensi dalam bidang pertanian dan pariwisata alamnya sehingga tugas pemerintah adalah dengan mengembangkannya. Namun setelah berpuluh tahun pasca pemekaran, masyarakat lebih lekat dengan nama Camba dari pada Cenrana. Dan salah satu bukti bahwa wilayah Kecamatan Cenrana memiliki potensi dalam sumber daya manusia adalah Nurdin Johan yang merupakan bupati pertama Kabupaten Maros berasal dari Kecamatan Cenrana. Selain itu wilayah Kecamatan Cenrana berdomisili penduduk dengan bahasa peralihan Bugis–Makassar sehingga memiliki bahasa daerah yang berbeda dan terdengar unik dan disebut dengan nama Bahasa Dentong.[3] PembentukanKecamatan Cenrana menjadi Kecamatan Pembantu di tahun 1999. Kecamatan Cenrana yang merupakan hasil pemekaran Kecamatan Camba memiliki wilayah administrasi yang lebih luas. Sebelum pemekaran, total luas wilayah Kecamatan Camba, yaitu 326,33 km². Setelah pemekaran Kecamatan Camba menjadi 145,36 km² dan luas wilayah Kecamatan Cenrana 180,97 km². UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004 dengan nama yang sama merupakan peluang untuk memekarkan Kecamatan Cenrana. Pemekaran wilayah yang terjadi selama ini didasari oleh ketidakjangkauan pemerintahan dalam menjalankan fungsi-fungsi pelayanan yang maksimal sebagai akibat dari luasnya wilayah kependudukan dan bertambahnya jumlah penduduk setempat yang menghuni wilayah otonomi maupun perpindahan penduduk serta sarana dan prasarana yang tidak memadai, bahkan jalan penghubung antar desa sangat terhambat dan beberapa jalanan yang belum layak dilewati kendaraan roda dua apalagi roda empat, sehingga masyarakat mengeluhkan pemekaran. Tokoh penggagas Kecamatan Cenrana berasal dari berbagai kalangan. Semua kepala desa yang akan menjadi bagian wilayah Kecamatan Cenrana ikut terlibat, yaitu Andi Umar, S.Sos. (Kepala Desa Limapoccoe), H. Andi Tajalling (Kepala Desa Baji Pa'mai), Andi Enre Nai (Kepala Desa Cenrana Baru), Sitti Hawang (Kepala Desa Lebbotengngae), Bahring (Kepala Desa Rompegading), Andi Muhlis Puang Sitaba (Kepala Desa Labuaja), Hasbullah (Kepala Desa Laiya). Dan beberapa tokoh masyarakat, seperti Daeng Tata Saing, Puang Lewa, Puang Bare, dan beberapa tokoh masyarakat lainnya serta organisasi masyarakat. Pembentukan Kecamatan Cenrana adalah untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat secara berdaya guna. Pembentukan Kecamatan Cenrana tidak terlepas dari adanya aspirasi dari masyarakat yang menginginkan pelayanan publik yang merata sesuai dengan amanat Pancasila poin ke-5, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang tuntutannya adalah meng-Indonesiakan Indonesia dalam pemaknaannya adalah mewujudkan cita-cita bersama. Pada saat rapat pembentukan kecamatan baru, salah satu yang lama diperdebatkan adalah masalah nama. Ada empat kandidat nama yang menjadi pilihan, yaitu Lebbotengngae, Watang Bengo, Bulu, dan Cenrana. Semua nama yang disodorkan memiliki makna sejarah terhadap daerah di sini. Keempat nama ini masing-masing memiliki penguatan untuk dijadikan nama kecamatan baru. Nama Lebbotengngae menjadi salah satu pilihan nama dengan alasan negeri-negeri pegunungan yang meliputi Camba, Laiya, Bengo, Mallawa, Cenrana, Labuaja, dan Balocci yang kemudian disebut Lobbotengngae pada awal abad ke-XVII, menurut istilah Lobbotengngae berasal dari dua kata, yaitu lobbo yang berarti lubang dan tengngae yang berarti tengah mewakili keadaan geografis negeri-negeri wilayah Lobbotengngae yang berada di dataran yang rendah diantara bukit-bukit yang tinggi. Namun nama ini tidak dapat dijadikan nama kecamatan karena telah ada desa dengan nama yang sama di wilayah yang akan menjadi salah satu desa di Kecamatan Cenrana. Pilihan nama kedua adalah Watang Bengo dengan alasan nama Watang Bengo merupakan wilayah yang akan menjadi ibu kota kecamatan jika telah dimekarkan, selain itu nama Bengo juga merupakan salah satu kerajaan yang pernah ada di zaman kerajaan. Dan pilihan nama ketiga adalah nama Bulu dengan alasan setelah terjadinya peperangan antara Kerajaan Bengo dan Kerajaan Samata yang kemudian dimenangkan oleh Kerajaan Samata, maka yang memerintah di Kerajaan Bengo adalah utusan Karaeng Samata yang kemudian diberi gelar Karaeng Bulu. Nama keempat adalah Cenrana dan merupakan kandidat yang paling kuat. Secara istilah Cenrana berasal dari nama pohon, yaitu Cendana yang merupakan pohon kayu yang sangat tinggi nilai sebagai bahan bangunan istana dan warangka keris dan badik. Secara historis Cenrana merupakan salah satu kerajaan yang berada di Wilayah Lobbotengngae. Kemudian pada saat Pemerintahan Hindia Belanda telah masuk ke wilayah Lobbotengngae, terjadi perubahan luas wilayah pada Kerajaan Cenrana. Karaeng Labuaja yang bernama Petta Cella memilih turun tahta daripada ditaklukkan Pemerintahan Hindia Belanda, hal ini membuat Karaeng Cenrana yang bernama Karaeng Barakkeanna mengambil alih wilayah kekuasaan Karaeng Labuaja, sehingga daerah kekuasaan Karaeng Cenrana semakin luas dan hampir semua wilayah Kecamatan Cenrana saat ini merupakan wilayah Kerajaan Cenrana. Ini menjadi alasan terkuat sehingga nama Cenrana dijadikan nama kecamatan baru. Pada tahun 1999 Kecamatan Cenrana sebagai kecamatan pembantu dibentuk secara tidak langsung menunjukkan keyakinan, bahwa pembentukan wilayah mampu membawa tingkat kesejahteraan yang lebih baik kedepannya untuk kemajuan daerahnya, walaupun pada awal setelah Kecamatan Cenrana berstatus definitif pada 30 Desember 2000, kantor camat harus menumpang di Kantor Desa Limapoccoe selama lebih dari empat tahun. Pada tahun 2004, pembangunan Kantor Camat Cenrana dilakukan yang bertempat di Desa Limapoccoe. Setelah pemekaran, jumlah desa di Kecamatan Cenrana ada 7, yaitu Desa Laiya dengan luas 63,13 km², Desa Cenrana Baru dengan luas 31,13 km², Desa Limapoccoe dengan luas 23,37 km², Desa Labuaja dengan luas 21,45 km², Desa Rompegading dengan luas 17,97 km², Desa Lebbotengngae dengan luas 15,67 km². Dan desa dengan wilayah terkecil adalah Desa Baji Pa'mai dengan luas 7,55 km². Dengan total luas wilayah Kecamatan Cenrana 180,97 km². Desa Limapoccoe dan Desa Laiya memiliki 7 dusun, Desa Baji Pa'mai dan Cenrana Baru memiliki 5 dusun, Desa Rompegading memiliki 4 dusun, Desa Labuaja dan Lebbotengngae memiliki 3 dusun. Sehingga total dusun di Kecamatan Cenrana berjumlah 34 dusun.[3] Dampak pemekaranGagasan pembentukan Kecamatan Cenrana sebagai Kecamatan Pembantu pada tahun 1999 yang kemudian berstatus sebagai Kecamatan Definitif pada 30 Desember 2000 sangat berpengaruh terhadap masyarakat. Sebelum pemekaran, pelayanan publik sangat kurang, transportasi sangat kurang, jalanan tidak diaspal, dan beberapa tidak dapat dilalui kendaraan roda dua apalagi roda empat. Jumlah sekolah yang kurang, bahkan sekolah tingkat menengah atas tidak ada sama sekali sehingga masyarakat harus menyekolahkan anaknya di kecamatan lain. ketersediaan fasilitas kesehatan juga tidak memadai, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sangat susah dijangkau karena jaraknya yang jauh. Pemekaran juga memungkinkan untuk menghadirkan jenis-jenis pelayanan baru, seperti pelayanan listrik, telepon, serta fasilitas urban lainnya, terutama di wilayah ibu kota daerah pemekaran. Apabila kondisi ekonomi masyarakat semakin membaik, maka secara tidak langsung hal ini berpengaruh kepada akses masyarakat terhadap pelayanan publik, baik pendidikan maupun kesehatan. Di sisi lain, pelayanan publik juga mencerminkan sejauh mana pemerintah daerah mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat serta kondisi umum daerah itu sendiri. Setelah pemekaran, peningkatan pelayanan publik membaik, dalam sektor pendidikan mengalami peningkatan dengan pembangun sekolah baru mulai dari tingkat anak usia dini hingga sekolah menengah atas atau sederajat. Dalam sektor kesehatan terus mengalami peningkatan, dengan penambahan infrastruktur setiap desa dan jumlah tenaga medis yang bertambah sehingga pelayanan kesehatan masyarakat di Kecamatan Cenrana meningkat. Optimalnya pelayanan publik di daerah pemekaran disebabkan tersediaanya tenaga layanan publik dan efektifnya pemanfaatan pelayanan publik. Oleh karena itu, dampak pemekaran daerah terhadap penyediaan pelayanan publik sangat baik bagi masyarakat pasca pemekaran. Secara umum, pemekaran wilayah menumbuhkan harapan akan perubahan ke arah yang lebih baik khususnya dalam hal pelayanan publik, pertumbuhan ekonomi, maupun hal-hal lain yang berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya terkait dengan rentang kendali, didapat bahwa jangkauan jarak pelayanan yang relatif lebih dekat memberikan dampak positif terhadap rentang kendali.[3] Pemekaran wilayah di Kecamatan Camba menjadi kecamatan baru, yaitu Kecamatan Cenrana didasari oleh ketidakjangkauan pemerintahan dalam menjalankan fungsi-fungsi pelayanan yang maksimal sebagai akibat dari luasnya wilayah kependudukan dan bertambahnya jumlah penduduk setempat yang menghuni wilayah otonomi maupun perpindahan penduduk serta sarana dan prasarana yang tidak memadai, bahkan jalan penghubung antar desa sangat terhambat dan beberapa jalanan yang belum layak dilewati kendaraan roda dua apalagi roda empat, sehingga masyarakat mengeluhkan pemekaran. Perkembangan Kecamatan Cenrana dimulai pada 30 Desember 2000 setelah berstatus definitif, kantor camat harus menumpang di kantor Desa Limapoccoe selama kurang lebih 4 tahun. Pada tahun 2004 pembangunan Kantor Camat Cenrana dilakukan yang berlokasi di Desa Limapoccoe. Dalam masa 19 tahun, perkembangan dari berbagai aspek dapat dilihat, mulai dari perekonomian yang meningkat, pendidikan merata, kesehatan tambah baik dan bidang pariwisata yang bertumbuh pesat. Dampak setelah pemekaran yaitu peningkatan pelayanan publik membaik, dalam sektor pendidikan mengalami peningkatan dengan pembangun sekolah baru mulai dari tingkat Anak Usia Dini hingga sekolah menengah atas atau sederajat. Dalam sektor kesehatan terus mengalami peningkatan, dengan penambahan infrastruktur setiap desa dan jumlah tenaga medis yang bertambah sehingga pelayanan kesehatan masyarakat di Kecamatan Cenrana bertambah baik. Bagi pemerintah Kabupaten Maros untuk mengatasi jauhnya jarak rentang kendali antara pemerintah dan masyarakat, serta memberi kesempatan pada daerah untuk melakukan pemerataan pembangunan.[3] Dasar hukum pembentukanKecamatan Cenrana resmi dibentuk dan diundangkan pada tanggal 30 Desember 2000 dari status kecamatan pembantu menjadi kecamatan definitif. Alasan pembentukan tersebut karena semakin meningkatnya volume kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan pada kecamatan pembantu Kabupaten Maros. Maka dengan perubahan status dari kecamatan pembantu menjadi kecamatan defenitif dapat memperlancar pelaksanaan tugas/kegiatan dimaksud serta untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat. Pembentukan kecamatan definitif dalam wilayah Kabupaten Maros juga berpedoman kepada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2000 tanggal 26 Januari 2000 tentang Pedoman Pembentukan Kecamatan.[4] Wilayah Kecamatan Cenrana merupakan hasil pemekaran wilayah dari Kecamatan Camba (Desa Laiya, Desa Labuaja, Desa Lebbotengngae, Desa Cenrana Baru, Desa Limapoccoe, Desa Baji Pa'mai, dan Desa Rompegading) didasarkan pada dasar hukum Peraturan Daerah Kabupaten Maros No. 30 Tahun 2000 Bab II Pasal 5 Ayat 1, 2, dan 3.[4] Kondisi geografisKecamatan Cenrana adalah kecamatan yang terletak di kawasan hutan dan pegunungan. Secara administratif, wilayah Kecamatan Cenrana berbatasan langsung dengan wilayah sebelah barat Kecamatan Bantimurung dan Kecamatan Simbang, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bone, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Tompobulu dan sebelah utara berbatasan Kabupaten Pangkep dan Kecamatan Camba. Pusat pemerintahan Kecamatan Cenrana terletak di Bengo, Desa Limapoccoe yang berjarak 34 km dari Kota Turikale, ibu kota Kabupaten Maros. Penduduk di Kecamatan Cenrana sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani sehingga berdampak pada luasnya penggunaan lahan untuk sawah, tegal/kebun, dan ladang/huma. Komposisi penggunaan lahan pertanian di wilayah Kecamatan Cenrana antara lain untuk lahan persawahan 2.001 Ha, lahan bukan sawah yang diusahakan untuk pertanian 8.363 Ha dan lahan untuk bangunan dan pemukiman 3.216 Ha. Di Kecamatan Cenrana, terdapat sebuah sungai yang berair sepanjang tahun, sungai tersebut adalah sambungan Sungai Walanae. Pada saat musim hujan debit airnya rata-rata besar sehingga sering menimbulkan banjir yang melanda areal persawahan serta pemukiman di sekitarnya.[3] Batas wilayahKecamatan Cenrana memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
Kondisi demografisKondisi hubungan sosial pada masyarakat yang ada di Kecamatan Cenrana tingkat kepeduliannya yang tinggi terhadap sesama dan tetap mempertahankan budaya gotong royong. Hampir setiap kegiatan sosial kemasyarakatan selalu melibatkan pemerintah, tokoh pemuda, pemuda adat, dan sebagainya. Sehingga koordinasi antar sesama dalam masyarakat menimbulkan kesadaran sosial masyarakat Kecamatan Cenrana. Daerah Kabupaten Maros merupakan salah satu daerah batas atau peralihan. Dikatakan demikian karena mayoritas jumlah penduduk yang mendiami hampir sama jumlah Suku Bugis dan Suku Makassar. Perbedaan itu dapat dilihat dari dialek dan bahasa yang digunakannya dan juga atas pengakuan mereka tentang asal keturunannya, seperti Bone, Gowa, Wajo, atau Soppeng. Pada umumnya penduduk daerah Kabupaten Maros menggunakan Bahasa Makassar dan Bugis. Hal ini pula yang menyebabkan adanya sub Bahasa Bugis–Makassar, yang pada akhirnya masyarakat Kecamatan Cenrana mengalami peralihan bahasa dan membentuk dialek dan bahasa yang baru. Masyarakat Kecamatan Cenrana menyebutnya Bahasa Dentong yang berarti penyatuan dua bahasa.[3] Jumlah pendudukKecamatan Cenrana memiliki luas 180,97 km² dan penduduk berjumlah 14.697 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 81,21 jiwa/km² pada tahun 2021. Adapun rasio jenis kelamin penduduk Kecamatan Cenrana pada tahun tersebut adalah 97,91. Artinya, tiap 100 penduduk perempuan ada sebanyak 97 penduduk laki-laki. Berikut ini adalah data jumlah penduduk Kecamatan Cenrana dari tahun ke tahun:
PemerintahanPembagian wilayah administrasiKecamatan Cenrana memiliki tujuh wilayah pembagian administrasi berupa desa sebagai berikut:
Daftar kepala kecamatan/camatBerikut ini adalah daftar kepala kecamatan/camat di Kecamatan Cenrana dari masa ke masa sejak pembentukannya pada tahun 1999:
Daftar sekretaris kecamatan
Fasilitas
Indeks desa membangun kecamatanIndeks Desa Membangun (IDM) merupakan Indeks Komposit yang dibentuk berdasarkan tiga indeks, yaitu Indeks Ketahanan Sosial (IKS), Indeks Ketahanan Ekonomi (IKE), dan Indeks Ketahanan Ekologi/Lingkungan (IKL). Perangkat indikator yang dikembangkan dalam Indeks Desa Membangun dikembangkan berdasarkan konsepsi bahwa untuk menuju desa maju dan mandiri perlu kerangka kerja pembangunan berkelanjutan di mana aspek sosial, ekonomi, dan ekologi menjadi kekuatan yang saling mengisi dan menjaga potensi serta kemampuan desa untuk mensejahterakan kehidupan desa. Kebijakan dan aktivitas pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa harus menghasilkan pemerataan dan keadilan, didasarkan dan memperkuat nilai-nilai lokal dan budaya, serta ramah lingkungan dengan mengelola potensi sumber daya alam secara baik dan berkelanjutan. Dalam konteks ini ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi bekerja sebagai dimensi yang memperkuat gerak proses dan pencapaian tujuan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Indeks Desa Membangun memotret perkembangan kemandirian desa berdasarkan implementasi Undang-Undang Desa dengan dukungan dana desa serta pendamping desa. Indeks Desa Membangun mengarahkan ketepatan intervensi dalam kebijakan dengan korelasi intervensi pembangunan yang tepat dari Pemerintah sesuai dengan partisipasi masyarakat yang berkorelasi dengan karakteristik wilayah desa, yaitu tipologi dan modal sosial.
PendidikanLembaga pendidikan formal di kecamatan Cenrana adalah sebagai berikut: SD sederajat
SMP sederajat
SMA sederajat
KesehatanFasilitas
AgamaGereja
Masjid
Organisasi kemasyarakatan/perkumpulan/komunitas
Galeri Foto
Referensi
Pranala luar
|