Kawasan Karst Maros-Pangkep
Kawasan Karst Maros-Pangkep (disingkat KKMP) adalah sebuah kawasan karst yang terletak secara administratif di dua kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, yakni Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep. Kawasan ini merupakan sebuah rangkaian pegunungan atau perbukitan karst yang berada di utara Maros dan selatan Pangkep, Sulawesi Selatan, Indonesia. Titik tertinggi Kawasan Karst Maros-Pangkep berada di puncak Gunung Bulusaraung yang berada di ketinggian 1.353 mdpl. Kawasan ini memiliki luas ± 46.200 ha atau 462 km².[1] Wilayah seluas ± 22.800 ha pada kawasan ini masuk kedalam wilayah Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung (TN Babul) yang memiliki jumlah luas ± 43.750 ha.[1] Dengan luas tersebut, Kawasan Karst Maros-Pangkep menjadi kawasan karst terluas di Indonesia dan terluas kedua di dunia setelah karst yang ada di Guangzhou, Cina. KKMP memiliki tipe tower karst sejenis di Cina Selatan & Vietnam, KKMP selain dimanfaatkan sebagai bahan galian untuk bahan bangunan & bahan baku semen, dimanfaatkan nilai jasa lingkungannya (environmental services) seperti sumberdaya air, keanekaragaman hayati, keunikan bentang alam, objek wisata alam, situs arkeologi, dan areal peribadatan Indonesia memiliki potensi bentang alam karst sekitar 154.000 km² atau sekitar 0,08% dari luas daratan Indonesia. Sulawesi Selatan memiliki kawasan karst yang tersebar di beberapa wilayah kabupatennya. Namun yang paling terkenal adalah kawasan karst yang terletak di Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep. Kawasan Karst Maros-Pangkep (KKMP) merupakan yang terbesar dan terindah kedua di dunia setelah kawasan karst di Cina. Keunikan kawasan karst Maros Pangkep yang tidak terdapat pada kawasan-kawasan karst lainnya di Indonesia karena mempunyai bentang alam yang unik dan khas yang biasa disebut menara karst (tower karst). Di kawasan itu, bukit-bukit kapur menjulang tinggi dengan tebing yang menantang. Bahkan bersama kawasankarst di Pegunungan Sewu, kawasan karst Maros-Pangkep diusulkan sebagai situs warisan budaya dunia (World Heritage) kepada UNESCO. Namun sayangnya kawasan karst Maros-Pangkep belum dapat menjadi situs warisan budaya dunia. Untunglah saat ini, sebagian besar kawasan karst Maros-Pangkep telah ditetapkan menjadi taman nasional dan telah menjadi satu-satunya kawasan taman nasional karst di Indonesia.[1] Informasi yang tersedia mengenai kawasan Karst Maros-Pangkep di Sulawesi Selatan dianggap paling lengkap mengenai data kawasan karst. Tentunya karena kawasan tersebut statusnya sudah menjadi taman nasional. Ekosistem karst yang memiliki banyak nilai, membuat banyak sektor yang berkepentingan membuat kebijakan dalam pengelolaan yang terkadang tarik ulur dan berseberangan dengan sektor yang lain. Selain itu, karena tingginya kebutuhan untuk bahan bangunan, membuat kawasan karst menjadi sangat rentan untuk ditambang. Untuk melindungi dan melestarikan kawasan karst, diperlukan informasi yang cukup mengenai kawasan karst yang ada.[1] Kawasan karst Maros-Pangkep terbentang seluas 43.750 ha yang terdiri dari areal penambangan seluas 20.000 ha dan 23.750 ha lainnya menjadi bagian dari 43.750 ha kawasan konservasi Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung. Pembagian tersebut dilakukan karena pada saat akan diusulkan menjadi taman nasional, di kawasan ini sudah banyak perusahaan yang mendapat izin melakukan kegiatan penambangan, diantaranya PT Semen Bosowa Maros, PT Semen Tonasa Pangkep, dan puluhan perusahaan lain yang menambang marmer dan batu kapur. Penambangan yang dilakukan di kawasan Karst Maros-Pangkep ini merupakan ancaman terhadap ekosistem dan kelestarian situs gua prasejarah dan tinggalan budaya prasejarah yang tersimpan di dalamnya. Salah satu aspek ekosistem yang terancam adalah ketersediaan air tanah di sekitar kawasan karst. Dari tinjauan hidrologis, daerah karst berpotensi sebagai wadah cadangan air. Hal ini terlihat pada beberapa gua yang di dalamnya terdapat sungai bawah tanah. Disamping itu, di kawasan ini dijumpai sejumlah sumber air berupa sungai besar dan sebagian bermuara di Air Terjun Bantimurung. Selain dikhawatirkan mengancam ketersediaan air, aktivitas penambangan juga dikhawatirkan dapat menghilangkan bukti-bukti sejarah karena gua-gua tersebut menyimpan sejumlah artefak sisa peradaban manusia masa prasejarah.[2] Kawasan Karst Maros-Pangkep sudah ditunjuk sebagai kawasan Taman Nasional melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 398/Menhut/11/2004, tanggal 18 Oktober 2004, tentang Perubahan Fungsi Cagar Alam, Taman Wisata Alam, Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas, dan Hutan Produksi Tetap menjadi Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung di Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan, seluas ± 43.750 ha. Kawasan tersebut sebelumnya terdiri dari kawasan Cagar Alam seluas ± 10.282,65 ha, Taman Wisata Alam seluas ± 1.624,25 ha, Hutan Lindung seluas ± 21.343,10 ha, Hutan Produksi Terbatas seluas ± 145 ha dan Hutan Produksi Tetap seluas ± 10.355 ha.[2] Sejarah kawasan
GeologiKarst Maros-Pangkep merupakan Formasi Tonasa yang berumur Eosen Akhir hingga Miosen Tengah (40 juta hingga 15 juta tahun yang lalu). Formasi Tonasa ini tersusun oleh batugamping pejal, bioklastik, kalkarenit, koral dan kalsirudit. Sebaran Formasi Tonasa ini menurut Moyra Wilson membentuk Paparan Karbonat Tonasa yang menyebar dari selatan hingga utara (± 100 km).
Sebagian TN BabulPenunjukan sebagian kawasan Karst Maros-Pangkep dan kawasan Hutan Pegunungan Bulusaraung menjadi taman nasional melalui proses yang cukup panjang. Proses tersebut dimulai pada tahun 1993 oleh desakan UNESCO kepada Pemerintah Indonesia untuk segera melindungi ekosistem karst melalui penetapan kawasan konservasi, untuk selanjutnya diusulkan menjadi Situs Warisan Dunia (World Heritage Site). Kawasan Karst Maros -Pangkep memiliki keistimewaan dibandingkan dengan kawasan karst lainnya, diantaranya:
Lihat pula
Referensi
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Kawasan Karst Maros-Pangkep. |