Hubungan Amerika Serikat dengan Indonesia

Hubungan Amerika Serikat – Indonesia
Peta memperlihatkan lokasiIndonesia and USA

Indonesia

Amerika Serikat
Misi diplomatik
Kedutaan Besar Indonesia, Washington, D.C. Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta
Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dalam upacara penyambutan kenegaraan di Istana Merdeka, Jakarta, Indonesia, 9 November 2010.

Amerika Serikat dengan Indonesia membuka hubungan diplomatik pada tahun 1949. Hubungan antara kedua negara cenderung dekat. Kedua negara tersebut merupakan negara republik dan keduanya mengakui kepentingan strategis kedua belah pihak.[1]

Masyarakat Indonesia cenderung melihat Amerika Serikat secara positif dengan 61% warga Indonesia melihat AS secara positif pada tahun 2002, menurun ke 54% pada tahun 2011 dan kembali meningkat ke 59% pada tahun 2014.[2][3] Namun, persepsi warga Indonesia terhadap AS menurun secara signifikan di masa pemerintahan Presiden Donald Trump dengan 43% warga Indonesia melihat AS secara positif dibandingkan dengan 42% yang melihat AS secara negatif.[4]

Sejarah

Pra-Kemerdekaan

Konsulat ini kemudian tutup pada 27 Februari 1942 dan dibuka kembali pada 24 Oktober 1945
  • Robert R Purvis menjadi Agen Perdagangan di Medan, Sumatra yang ditunjuk oleh Mentri Luar Negri AS pada 12 Juli 1853; kemudian kantor Agen Perdagangan dijadikan kantor wakil konsulat pada tahun 1866 dan agen konsulat pada tahun 1898. Kantor agen perdagangan ini kemudian diperintahkan untuk ditutup pada 4 Januari 1916 dan menjadi konsulat dengan Horace J. Dickinson sebagai konsul yang pertama pada 21 Juli 1917. Konsulat ini sendiri kemudian ditutup pada 25 Juli 1917.
  • Joseph Balestier menjadi konsul di Riau, Kepulauan Bintan pada 11 Oktober 1833 penunjukannya disahkan pada 10 Februari 1834. Tidak jelas kapan perwakilan di Riau ini akhirnya ditutup.
  • Carl Van Oven menjadi agen konsuler pada 11 Januari 1866 di Surabaya, Jawa. Kantor ini kemudian menjadi konsulat dengan ditunjuknya Harry Campbel pada 25 Mei 1918. Konsulat Surabaya kemudian ditutup pada 22 Februari 1942 dan dibuka lagi untuk umum pada 27 Mei 1950.
  • Edward George Taylor menjadi agen konsuler di Semarang, Jawa pada 10 Juli 1885. Agensi ini kemudian ditutup pada 1 Oktober 1913

Pendaratan pertama tentara Amerika di Indonesia pada masa Perang Dunia II

1949-1975

Soekarno (kanan) bersama John Foster Dulles (kiri) dan Richard Nixon (tengah) pada tahun 1956.
Soekarno (tengah) bersama John F. Kennedy (kiri) dan Lyndon B. Johnson (kanan) pada tahun 1961.

Amerika Serikat memiliki peran yang besar dalam menuntut kemerdekaan Indonesia. Adanya Perang Dingin bersamaan dengan Republik Indonesia yang menunjukan bisanya dalam menekan ancaman-ancaman komunis internal seperti Peristiwa Madiun pada tahun 1948. Kebijakan luar negeri AS terhadap Indonesia sejak tahun 1940an yaitu terus mendukung Indonesia untuk menghindari berkembangnya komunisme dan AS menjadi penyuplai senjata terbesar ke Indonesia. Setelah Jepang, Indonesia merupakan salah satu negara pro-AS terbesar di Asia. Investasi dari AS dalam industri minyak bumi dan sumber daya alam lainnya termasuk sangat besar dan Indonesia juga memiliki kendali atas jalur-jalur pelayaran yang strategis.[6]

Belanda mencoba mengambil alih kembali Indonesia setelah menyerahnya Jepang. Namun, nasionalisme Indonesia tumbuh secara signifikan pada masa okupansi Jepang yang kemudian menentang kembalinya Belanda sehingga menyebabkan terjadinya Revolusi Nasional Indonesia. AS berperan besar di PBB untuk menekan Belanda untuk menarik dari Indonesia dengan mengancam mencabut Belanda dari bantuan Marshall Plan. Indonesia meraih kemerdekaan penuh dari Belanda pada Desember 1949. Indonesia memberlakukan kebijakan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda yang ada di Indonesia dan sekitar 9 dari 10 warga Belanda kembali ke negara asalnya.[7] Indonesia berperan besar dalam terbentuknya Gerakan Non-Blok bersama dengan India dan Yugoslavia untuk menentang pengaruh dari Amerika Serikat dan Uni Soviet. Ketika Indonesia mulai menjual karet ke Tiongkok pada pertengahan 1950an, pemerintahan AS dibawah Presiden Eisenhower menentang kebijakan tersebut dan membujuk Indonesia untuk berhenti menjual karet ke Tiongkok sehingga hubungan diplomatik dapat berlangsung dengan baik.[8][9]

Dibawah pemerintahan John F. Kennedy, AS melakukan intervensi dalam Sengketa Irian Barat antara Indonesia dengan Belanda. AS menengahi pembentukannya Perjanjian New York yang pada akhirnya memberikan Irian Barat ke Indonesia pada tahun 1969 setelah diadakannya Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA).[10] Pemerintahan AS dibawah Lyndon B. Johnson mengirimkan pasukan AS dalam jumlah besar ke Vietnam selama Perang Vietnam. Hal tersebut meningkatkan ketegangan antara Indonesia dengan AS yang diperburuk dengan semakin dekatnya Indonesia ke Blok Timur, berkembangnya Partai Komunis Indonesia dan berlangsungnya Konfrontasi Indonesia-Malaysia. Setelah terjadinya upaya kudeta, dan terjadinya pembantaian terduga komunis, Presiden Soekarno digantikan dengan Soeharto yang pro-barat sehingga AS memberikan bantuan militer dan finansial ke Indonesia.[11][12]

Krisis Timor Timur

Dengan menangnya kelompok sayap kiri Fretilin dalam perang sipil di Timor Leste. Pemerintahan Soeharto khawatir jika adanya pemerintahan kiri sebagai tetangga dapat membangun gerakan-gerakan separatis di Indonesia.[13] Beberapa kelompok anti-Fretilin melarikan diri ke Timor Barat dan meminta pemerintah Indonesia untuk menganeksasi Timor Leste. Pada 6 Desember 1975, Presiden AS Gerald Ford dan menteri luar negeri Henry Kissinger bertemu dengan Soeharto dan mengindikasikan bahwa AS tidak akan menentang invasi Indonesia ke Timor Leste. Pada esok harinya Indonesia melakukan invasi ke Timor Leste dan menjadikannya provinsi ke-27 bernama Timor Timur. Posisi AS tersebut diakibatkan oleh inginnya AS mempertahankan hubungan diplomatik yang baik dengan Indonesia akibat dari berkembangnya pengaruh Indonesia dalam kawasan Asia Tenggara..[14] Setelah invasi, AS terus memberikan bantuan militer ke Indonesia sebesar $20 juta setiap tahunnya dan penjualan senjata ke Indonesia meningkat secara signifikan selama masa pemerintahan Jimmy Carter.

Pendudukan Indonesia di Timor Leste selama hampir 25 tahun dipenuhi dengan konflik antara kelompok separatis terutama Fretilin dengan militer Indonesia. Indonesia mengalami sanksi dari AS dibawah pemerintahan Bill Clinton ketika terjadinya konflik berdarah setelah berlangsungnya referendum kemerdekaan yang menunjukan besarnya dukungan terhadap kemerdekaan pada tahun 1999.[15] Indonesia melepaskan kekuasaannya dari Timor Leste setelah masuknya intervensi asing yang dipimpin oleh Australia.[16][17]

Sejak 2000

Sejak berakhirnya Perang Dingin pada tahun 1989 dan krisis Timor Leste pada tahun 2000, hubungan diplomatik antara Amerika Serikat dengan Indonesia telah membaik. Hubungan antara kedua negara mencapai puncaknya pada tahun 2000 setelah Indonesia mengalami transisi dari pemerintahan otoriter menuju pemerintahan yang demokratis. Perbaikan hubungan juga diakibatkan oleh efektifnya kebijakan anti-terorisme di Indonesia. Presiden AS Barack Obama mengakui pentingnya peran Indonesia dalam urusan dunia.[18][19]

Amerika Serikat memiliki kepentingan ekonomi, komersil, dan keamanan di Indonesia. Hal itu didasari atas lokasi Indonesia yang strategis yang dilalui oleh beberapa jalur perdagangan dunia. Kooperasi keamanan antara kedua negara terus berkembang meskipun tidak adanya perjanjian resmi antara kedua negara. Kerjasama antara kedua negara dalam kontraterorisme terus berkembang terutama setelah terjadinya serangan bom Bali pada tahun 2002 dan diketahuinya adanya kelompok-kelompok teroris seperti Jamaah Islamiyah.

Perwakilan Diplomatik

Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia berlokasi di Jakarta dengan konsulat jenderal berlokasi di Surabaya, dan Medan.

Sedangkan Kedutaan Besar Indonesia di Amerika Serikat berlokasi di Washington D.C. dengan konsulat jenderal berlokasi di New York, San Fransisco, Los Angeles, Chicago, dan Houston.[20]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Almond, Roncevert Ganan (23 October 2016). "Why Indonesia Matters in a Season of Change – Indonesia is important to the U.S., in ways that might be unexpected". The Diplomat. 
  2. ^ "Indonesian Opinion of the United States". Pew Research Center. Diakses tanggal 20 September 2015. 
  3. ^ "Opinion of the United States". Pew Research Center. Diakses tanggal 20 September 2015. 
  4. ^ "Global Indicators Database". Pew Research Center's Global Attitudes Project (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-09-07. 
  5. ^ (Inggris) Samuel Eliot Morison, Sejarah Operasi Angkatan Laut Amerika pada Perang Dunia ke II, Volume VIII.
  6. ^ Marc Frey, "Decolonization and Dutch-American Relations," in Krabebbendam, ed., Four Centuries of Dutch-American Relations (2009) pp 609-20.
  7. ^ M. C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia since c. 1200 (3rd ed. 2001) pp 261–90.
  8. ^ Soo Chun Lu, "'Trade with the Devil': Rubber, Cold War Embargo, and US–Indonesian Relations, 1951–1956." Diplomacy and Statecraft 19.1 (2008): 42–68.
  9. ^ Richard Mason, "The United States, the Cold War and Indonesia-People's Republic of China Relations, 1950–1955." KEMANUSIAAN: The Asian Journal of Humanities 23.1 (2016) Online.
  10. ^ David Webster, "Regimes in Motion: The Kennedy Administration and Indonesia's New Frontier, 1960–1962." Diplomatic History 33.1 (2009): 95–123.
  11. ^ Matthew Jones, "US relations with Indonesia, the Kennedy-Johnson transition, and the Vietnam connection, 1963–1965." Diplomatic History 26.2 (2002): 249–281. online
  12. ^ H. W. Brands, "The limits of Manipulation: How the United States didn't topple Sukarno." Journal of American History 76.3 (1989): 785–808. online
  13. ^ Rebecca Strating (2015). Social Democracy in East Timor. Routledge. hlm. 30–31. ISBN 9781317504238. 
  14. ^ Brad Simpson, "‘Illegally and Beautifully’: The United States, the Indonesian Invasion of East Timor and the International Community, 1974–76." Cold War History 5.3 (2005): 281–315.
  15. ^ "Report: U.S. Arms Transfers to Indonesia 1975–1997 – World Policy Institute – Research Project". World Policy Institute. Diarsipkan dari versi asli tanggal February 26, 2017. Diakses tanggal July 13, 2014. 
  16. ^ Benedict R. Andersen, "East Timor and Indonesia: Some Implications," in Peter Carey and G. Carter Bentley, eds., East Timor at the Crossroads: The Forging of a Nation (University of Hawaii Press, 1995), 138–40.
  17. ^ Adam Schwarz, A Nation in Waiting: Indonesia’s Search for Stability (Westview Press, 2000) pp 198–204.
  18. ^ Ann Marie Murphy, "US rapprochement with Indonesia: from problem state to partner." Contemporary Southeast Asia (2010): 362–387. online
  19. ^ Meidyatama Suryodiningrat, "US rapprochement with Indonesia: From problem state to partner—A response." Contemporary Southeast Asia 32.3 (2010): 388–394. excerpt
  20. ^ "Daerah Yuridiksi KJRI di Amerika Serikat". October 22, 2013. 
Kembali kehalaman sebelumnya