Indonesia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa
Indonesia resmi menjadi negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa ke-60 pada tanggal 28 September 1950, yang ditetapkan dengan Resolusi Majelis Umum PBB nomor A/RES/491 (V) tentang "penerimaan Republik Indonesia dalam keanggotaan di Perserikatan Bangsa Bangsa",[1] kurang dari satu tahun setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag (23 Agustus - 2 November, 1949).[2] Indonesia dan 143 negara United Nations Declarations on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP) 13 September 2007[3]. Perwakilan diplomatikIndonesia memiliki perwakilan tetap untuk PBB di New York, sekaligus satu perwakilan tetap untuk PBB, WTO dan organisasi-organisasi internasional lainnya di Jenewa.[4] Misi di New York dikepalai oleh seorang wakil tetap, sedangkan misi di Jenewa dikepalai oleh seorang duta besar. Pemerintah Republik Indonesia menunjuk Lambertus Nicodemus Palar sebagai Wakil Tetap untuk PBB pertama dari Indonesia. Palar telah memainkan peran penting dalam upaya mencari dukungan dan pengakuan internasional tentang kedaulatan Indonesia pada masa sulit dengan Belanda pada tahun 1947, di mana saat itu Indonesia memiliki status Pengamat dalam Majelis Umum PBB. Berbicara di dalam sidang Majelis Umum PBB pada tahun 1950, Palar berterima kasih untuk setiap dukungan yang diberikan untuk kemerdekaan Indonesia, dan berjanji bahwa negaranya akan melaksanakan tanggung jawabnya sebagai negara anggota dari PBB. Tanggung jawab dari perwakilan diplomatik Indonesia ini adalah untuk mewakilkan seluruh kepentingan Indonesia di PBB termasuk dalam berbagai isu keamanan internasional, perlucutan senjata, hak asasi manusia, masalah kemanusiaan, lingkungan hidup, buruh, kerjasama ekonomi dan pembangunan internasional, perdagangan internasional, kerjasama Selatan-Selatan, transfer teknologi, hak kekayaan intelektual, telekomunikasi, kesehatan dan meteorologi.[5] Isu Pengunduran diri dari Perserikatan Bangsa Bangsa (1965-1966)Pada masa Konfrontasi Indonesia-Malaysia pada 7 Januari tahun 1965, sebagai reaksi atas terpilihnya Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, Soekarno marah dan memutuskan agar Indonesia mundur dari PBB secara de facto.[6] Indonesia tidak menarik diri dari PBB tetapi memberitahu Sekretaris Jenderal U Thant bahwa Indonesia akan menangguhkan partisipasinya. Soekarno mendirikan CONEFO, didukung Republik Rakyat Tiongkok, Republik Demokratik Rakyat Korea, dan Republik Demokratik Vietnam. Namun, dalam sebuah telegram bertanggal 19 September 1966, Indonesia memberikan pesan kepada Sekretaris Jenderal PBB atas keputusannya "untuk melanjutkan kerjasama penuh dengan Perserikatan Bangsa Bangsa, dan untuk melanjutkan partisipasinya dalam sesi ke-21 sidang Majelis Umum PBB". Pada tanggal 28 September 1966, Majelis Umum PBB menindaklanjuti keputusan pemerintah Indonesia tersebut dan mengundang perwakilan Indonesia untuk menghadiri sidang kembali. AktivitasMajelis Umum PBBIndonesia menjadi anggota Majelis Umum PBB semenjak tahun 1951.[7] Indonesia pernah sekali ditunjuk sebagai Presiden Majelis Umum PBB pada tahun 1971, yang pada saat itu diwakili oleh Adam Malik yang memimpin sesi ke 26 sidang Majelis Umum PBB. Ia merupakan perwakilan Asia kedua yang pernah memimpin sidang tersebut setelah Dr. Carlos Pena Romulo dari Filipina.[8] Dewan Keamanan PBBIndonesia telah terpilih sebanyak empat kali sebagai anggota tidak tetap di Dewan Keamanan PBB. Indonesia pertama kali dipilih untuk periode 1974-1975. Indonesia kemudian dipilih kembali untuk kedua kalinya pada periode 1995-1996 lalu untuk ketiga kali pada periode 2007-2008 dan keempat kalinya pada periode 2019-2020 . Dalam masa jabatannya yang ketiga, Indonesia dipilih oleh 158 suara dari 192 negara anggota yang melakukan pemungutan suara di Majelis Umum PBB pada saat itu. Pada masa jabatan keempat, Indonesia mendapat 144 suara dari 190 negara yang hadir. Dalam pemungutan suara tersebut, Indonesia bersaing dengan Maladewa yang mendapatkan 46 suara, tidak ada yang abstain.[9] Dewan Ekonomi dan Sosial PBBIndonesia menjadi anggota Dewan Ekonomi dan Sosial PBB untuk periode-periode 1956-1958, 1969-1971, 1974-1975, 1979-1981, 1984-1986, 1989-1991, 1994-1996, 1999-2001, 2004-2006, 2007-2009 dan 2012-2014. Indonesia pernah dipilih dua kali sebagai Presiden Dewan Ekonomi dan Sosial PBB pada tahun 1970 dan 2000, dan dipilih sebagai Wakil Presiden Dewan Ekonomi dan Sosial PBB pada tahun 1969, 1999 dan 2012.[10] Pada masa jabatnya untuk tahun 2012-2014, Indonesia menjadi anggota dewan tersebut dengan mendapatkan suara terbanyak dibandingkan dari negara-negara Asia lainnya yang diambil pada sesi Majelis Umum PBB pada 24 Oktober 2011 di New York.[11] Dewan Hak Asasi Manusia PBBIndonesia telah terpilih sebanyak tiga kali sebagai anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB semenjak dewan tersebut dibentuk pada tahun 2006. Indonesia menjadi anggota dalam periode 2006-2007, 2007-2010 dan 2011-2014.[12] Indonesia sekali menjadi Wakil Presiden Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada tahun 2009-2010, diwakili oleh Duta Besar Dian Triansyah Djani. Lihat jugaReferensi
Pranala luar |