Papua Selatan
Papua Selatan adalah salah satu provinsi di Indonesia yang telah dimekarkan dari provinsi Papua pada tahun 2022.[2][8] Ibu kota provinsi ini berada di Kabupaten Merauke, tepatnya di Kota Terpadu Mandiri (KTM) Salor yang terletak di Distrik Kurik sekitar 60 km dari pusat kota Merauke.[2][9] Provinsi ini dimekarkan dari provinsi Papua bersama dengan dua provinsi lainnya, yakni Papua Pegunungan dan Papua Tengah berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2022, yang ditandatangani presiden Indonesia, Joko Widodo, tanggal 25 Juli 2022.[2][10] Papua Selatan merupakan provinsi dengan jumlah penduduk paling sedikit di Indonesia.[3] Papua Selatan telah diperjuangkan untuk menjadi provinsi tersendiri sejak tahun 2002 dan kembali diajukan menjadi provinsi pada tahun 2020.[11][12] Pemekaran Provinsi Papua Selatan awalnya direncanakan akan terdiri atas lima kabupaten, yakni Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Pegunungan Bintang, dan Kabupaten Merauke. Atas dasar pertimbangan letak wilayah, Kabupaten Pegunungan Bintang kemudian memilih undur diri.[13] Papua Selatan berada di dataran rendah yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini dengan banyak rawa-rawa dan sungai besar seperti Digul dan Maro. Wilayah ini memiliki hasil bumi seperti sagu dan ikan yang menghidupi suku-suku di tepian sungai dan pantai seperti Marind, Asmat, Kombay, Koroway, Muyu maupun suku-suku lainnya. Suku-suku di Papua Selatan termasuk dalam wilayah adat Anim Ha. Mereka umumnya menggunakan perahu dayung dan membuat ukiran-ukiran kayu khususnya Asmat. Papua Selatan terdapat Taman Nasional Wasur yang memiliki kekayaan hayati yang tinggi seperti walabi, musamus atau rumah semut raksasa, dan cenderawasih.[14][15][16][17] SejarahMasa KolonialSebelum datangnya bangsa Eropa, wilayah rawa-rawa Papua Selatan dihuni oleh berbagai suku seperti Asmat, Marind, dan Wambon yang masih menjaga tradisinya. Suku Marind atau disebut juga Malind dulunya hidup berkelompok di sepanjang sungai-sungai di wilayah Merauke dan hidup dengan berburu dan meramu. Selain itu orang Marind juga dikenal sebagai suku pengayau atau pemburu kepala (headhunting). Orang Marind menggunakan perahu mengarungi sungai dan pantai menuju kampung yang jauh dan memenggal kepala penghuninya. Orang Marind kemudian membawa kepala korbannya untuk diawetkan dan dirayakan.[18][19][20] Pada abad ke-19, bangsa Eropa mulai melakukan penjajahan di Pulau Papua. Pulau Papua dibelah dengan garis lurus, bagian barat masuk ke wilayah Nugini Belanda dan bagian timur masuk wilayah Inggris. Suku Malind sering melewati perbatasan tersebut untuk pergi mengayau. Sehingga pada tahun 1902, Belanda mendirikan pos militer di ujung timur Papua Selatan untuk memperkuat perbatasan dan menghilangkan tradisi tersebut. Pos ini berada di sungai Maro sehingga kemudian daerahnya sekitarnya diberi nama Merauke. Belanda juga menempatkan misi Katolik di pos ini untuk menyebarkan agamanya serta membantu menghapuskan tradisi pengayauan. Pos ini lama kelamaan semakin ramai sehingga menjadi sebuah kota. Kemudian Merauke dijadikan ibu kota dari Afdeeling Zuid Nieuw Guinea atau Provinsi Nugini Selatan. Pada masa penjajahan Belanda juga, Orang Jawa didatangkan ke Merauke untuk membuka lahan persawahan.[18][20] Selain sungai Maro, Belanda juga mendengar informasi tentang sungai lain yang lebih besar yang dinamakan Sungai Digul. Belanda kemudian mengirim ekspedisi kesana. Tahun 1920-an, muncul ide untuk memanfaatkan pedalaman Papua sebagai kamp tahanan. Lokasi yang cocok adalah hulu sungai Digul (Boven Digoel) yang kemudian didirikan kamp bernama Tanah Merah. Hutan yang lebat dan sungai Digul yang ganas ditambah wabah malaria menyebabkan tahanan tersiksa namun tak bisa meloloskan diri. Beberapa tokoh yang pernah ditahan disini antara lain Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir.[20][21][22] Selama perjuangan pembebasan Irian Barat, Belanda kembali menggunakan lokasi ini sebagai kamp pengasingan. Mereka kembali membangun penjara dan beberapa rumah dinas polisi. Beberapa tokoh yang pernah dipenjara disini adalah Johanes Abraham Dimara beserta pasukannya, Petrus Korwa, Hanoch Rumbrar, dll.[23] Kamp ini kemudian dipimpin oleh seorang opsir tentara yang ditugaskan sebagai fungeerend controleur (pejabat pengawas).[23][24] Setelah Belanda pergi tahun 1960-an, Tanah Merah semakin ramai sehingga menjadi distrik dan akhirnya dijadikan ibu kota Kabupaten Boven Digoel.[22] Pasca IntegrasiTahun 1960-an, seluruh Nugini Belanda berhasil dikuasai Indonesia. Bekas Zuid Nieuw Guinea diubah menjadi Kabupaten Merauke dengan ibukotanya di Distrik Merauke. Pada tahun 2002, Kabupaten Merauke dimekarkan menjadi empat kabupaten seperti sekarang yaitu Merauke, Mappi, Asmat, dan Boven Digoel. Seluruh bekas wilayah Kabupaten Merauke terdahulu yang mencakup empat kabupaten akhirnya kembali disatukan menjadi provinsi Papua Selatan pada tahun 2022. Menurut Ketua Tim Pemekaran Provinsi Papua Selatan, Thomas Eppe Safanpo, nama provinsi ditentukan tidak menggunakan kata Anim Ha, dikarenakan kata tersebut merupakan nama-nama wilayah adat yang direkayasa Belanda dan berasal dari kata Suku Marind untuk memanggil dirinya yang berarti manusia sejati, sedangkan memanggil suku di luar Marind dengan sebutan ikom yang artinya bangsa yang direndahkan. Sehingga penggunaan nama tersebut sama saja dengan mengakui dan mengangkat derajat Suku Marind, tetapi merendahkan derajat suku-suku lainnya.[25] Tahun 2007, Bupati Merauke John Gebze menggagas Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) yaitu proyek pengembangan pangan dan energi dalam skala besar dan dikelola secara terpadu untuk meningkatkan ketahanan pangan Indonesia, Merauke yang memiliki lahan yang luas dengan geografis dataran rendah dan subur cocok dijadikan lumbung pangan. Awalnya proyek ini bernama Merauke Integrated Rice Estate (MIRE) yang berfokus pada padi, namun kemudian diperluas sehingga mencakup tanaman lain seperti tebu, jagung, dan kelapa sawit. Proyek ini kemudian diresmikan di tahun 2010 pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan melibatkan banyak investor swasta. Dalam perjalanannya, proyek ini kurang berhasil karena adanya perbedaan pandangan antara pemerintah, investor, dan masyarakat adat Marind sebagai pemilik lahan. Ditambah tekanan dari LSM yang menilai proyek ini terdapat pelanggaran HAM terhadap suku asli dan kerusakan lingkungan membuat perusahaan berhenti membuka lahan baru.[26][27][28] Di masa Presiden Joko Widodo, proyek Food Estate dibangkitkan kembali di berbagai wilayah dengan 200.000 hektare lahan ditetapkan untuk Pulau Papua. Komoditas utamanya yaitu jagung dan padi dan berlokasi antara lain di Mappi, Boven Digoel, dan Merauke.[29] Setelah undang-undang pembentukan Papua Selatan diresmikan, Kementerian Dalam Negeri mengirim tim Kelompok Kerja (Pokja) I Satgas Pengawalan Daerah Otonomi Baru ke Merauke untuk membantu para bupati menyiapkan segala kebutuhan dari provinsi baru tersebut seperti pegawai, lahan perkantoran, penyerahan aset dan dana hibah, anggaran sementara, serta kantor sementara. Kantor gubernur sementara berada di Gedung Negara Merauke sedangkan kantor Sekretariat Daerah (Sekda) berada di Hotel Asmat yang letaknya di seberang jalan dari Gedung Negara. Perkantoran gubernur beserta dinas provinsi nantinya akan dibangun di titik yang belum ditentukan tetapi sudah ada alternatif yang ditawarkan yaitu Kota Terpadu Mandiri (KTM) Kurik atau kawasan Kebun Cokelat Tanah Miring. Kedua daerah tersebut merupakan kawasan transmigrasi.[30][31][32] Peresmian Provinsi Papua Selatan dilakukan pada 11 November 2022 bersamaan dengan pelantikan rektor Universitas Cenderawasih Apolo Safanpo sebagai penjabat gubernur Papua Selatan oleh Menteri Dalam Negeri. GeografiBatas wilayah
TopografiSecara geografis, sebagian besar wilayah Papua Selatan merupakan dataran rendah yang didominasi oleh dua ekoregion (kawasan geografis yang mencakup suatu ekosistem dan keanekaragaman hayati di dalamnya). Ekoregion tersebut adalah hutan rawa air tawar dan hutan hujan tropis dataran rendah. Kedua ekoregion ini dilintasi oleh sungai-sungai besar yang hulunya berada di Pegunungan Tengah yang merupakan kawasan pegunungan tertinggi di Indonesia.[33] Wilayah Papua Selatan banyak ditemukan pohon sagu yang menjadi makanan pokok dan sistem kepercayaan bagi suku lokal. Sagu tumbuh liar di daerah dataran rendah dan bahkan tumbuh baik di area yang sering tergenang air seperti rawa, pesisir, gambut, dan sepanjang tepi sungai.[34] Berbagai kawasan konservasi dibentuk untuk menjaga ekoregion tersebut seperti Cagar Alam Bupul, Suaka Margasatwa Danau Bian, Suaka Margasatwa Pulau Dolok, serta sebagian kecil Taman Nasional Lorentz. Selain itu, terdapat satu ekoregion yang memiliki keunikan dari wilayah lain di Papua yaitu lahan basah Taman Nasional Wasur yang didominasi oleh sabana dan padang rumput yang tergenang air di waktu tertentu. Wilayah ini menjadi menjadi sumber air bagi burung-burung endemik dan yang bermigrasi dari Australia seperti boha Wasur atau angsa murai. Fauna lain yang dapat ditemukan di Papua Selatan antara lain walabi lincah dan musamus atau rumah rayap raksasa.[33][35] Wilayah Papua Selatan dipilih sebagai lokasi transmigrasi karena wilayahnya yang luas di dataran rendah serta cocok ditanami padi karena berupa lahan basah. Distrik transmigrasi antara lain Semangga, Tanah Miring, dan Kurik yang menjadi sumber pangan untuk dipasarkan di Kota Merauke. Datangnya warga pendatang juga membawa hewan pendatang yang mengganggu ekosistem yang ada seperti rusa dan ikan mujair. Ikan mujair mudah beradaptasi sangat cepat berkembang biak di kawasan ini dan menggusur ikan-ikan lokal, sehingga tangkapan nelayan di sungai-sungai Merauke didominasi mujair.[33][36][37] SungaiPapua Selatan memiliki berbagai sungai besar antara lain: Sungai juga membentuk batas negara Indonesia dengan Papua Nugini. Perbatasan Indonesia dan Papua Nugini berbentuk garis lurus kecuali sebagian kecil Sungai Fly di Papua Nugini yang menjorok ke arah Indonesia.[38] Sungai Torasi (Bensbach) juga mengalir di Papua Nugini namun wilayah muaranya atau disebut Muara Torasi di Kampung Kondo dikenal sebagai titik ujung timur Indonesia.[39] Pulau
PemerintahanGubernurBerikut ini adalah daftar Gubernur Papua Selatan yang pernah menjabat sejak jabatan ini dibentuk pada tahun 2022.
Penjabat sementaraBerikut ini daftar penjabat sementara Gubernur Papua Selatan, termasuk pelaksana harian yang menggantikan gubernur definitif yang sedang mengajukan cuti maupun penjabat saat masa transisi.
Independen
Kabupaten dan Kota
DemografiSuku bangsaProvinsi Papua Selatan termasuk dalam wilayah adat Anim Ha yang dihuni oleh beragam suku bangsa. Data dari Badan Pusat Statistik melalui Sensus Penduduk Indonesia 2010, kelompok suku bangsa di Papua dikategorikan sebagai orang Papua dan non Papua atau bukan penduduk asli Papua. Berdasarkan data sensus tersebut, untuk wilayah Papua Selatan, jumlah penduduk berdasarkan suku bangsa berdasarkan jenis kelamin laki-laki, bahwa sebanyak 130.050 jiwa atau 60,08% adalah orang Papua dan sebanyak 86.421 jiwa atau 39,92% adalah non Papua. Sementara Kabupaten Merauke menjadi kabupaten di Papua Selatan yang didominasi oleh pendatang atau bukan penduduk asli Papua.[43]
Papua Selatan memiliki berbagai macam suku asli dengan berbagai bahasa yang berbeda, antara lain suku Marind, Wambon, Awyu, Muyu, Korowai, Kombai, Asmat, Sawi, Yei, Yaghai, Marori, Kanum, Kimaam, dan lain-lain.[44] AgamaBerdasarkan data Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, persentase agama di Papua Selatan di tahun 2024 adalah 72,96% Kekristenan (49,82% Katolik dan 23,14% Protestan), kemudian 26,90% Islam, 0,10% Hindu, dan 0,04% Buddha. Sehingga, Papua Selatan menjadi satu-satunya provinsi di Pulau Papua dengan persentase Agama Katolik melebihi agama lain.[3] Jumlah penduduk beragama Katolik yang cukup signifikan ini mendorong dibentuknya Keuskupan Agung Merauke dan Keuskupan Agats yaitu provinsi gerejawi dalam Gereja Katolik Roma yang dipimpin uskup agung atau uskup.[45] PerekonomianPertanianPapua Selatan memiliki potensi pertanian yang melimpah karena geografinya berupa dataran rendah yang sangat luas dan subur. Sejak zaman Belanda, orang Jawa didatangkan untuk mencetak sawah padi di Merauke yang kemudian dilanjutkan oleh program transmigrasi setelah kemerdekaan. Pangan lokal seperti sagu dan umbi-umbian mulai berganti dengan beras dan makanan instan.[46] Tahun 2010, pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan program Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) untuk menjadikan Kabupaten Merauke sebagai salah satu lumbung pangan Indonesia. Tanaman dalam program ini antara lain padi, jagung, dan kelapa sawit. Proyek ini mengalami kegagalan karena konflik antara pemerintah dan perusahaan dengan masyarakat adat dan LSM mengenai adanya kerusakan lingkungan dan pelanggaran HAM terhadap suku asli sehingga tidak ada lahan baru yang dibuka.[26][27][28] Program cetak sawah kembali dimulai pada masa kepemimpinan Joko Widodo namun kembali menuai kegagalan karena berbagai faktor seperti kondisi tanah berupa rawa yang asam dan sering banjir, kurangnya tenaga kerja, dan minimnya infrastruktur pendukung. Sekarang pemerintah Merauke lebih fokus untuk memaksimalkan produksi sawah yang sudah ada.[47] Perkebunan dan KehutananPapua Selatan memiliki perkebunan kelapa sawit di Merauke dan Boven Digoel yang dikelola perusahaan besar. Salah satunya adalah PT Tunas Sawa Erma (TSE) yang merupakan anak perusahan Korindo asal Korea Selatan. Selain kelapa sawit, Korindo juga bergerak di industri kayu. TSE Group beroperasi di Merauke dan Boven Digoel dan terdiri dari beberapa anak perusahaan seperti PT Tunas Sawa Erma (TSE), PT Dongin Prabawa (DP), PT Berkat Cipta Abadi (BCA) dan PT Papua Agro Lestari (PAL).[48][49] Persebaran kebun kelapa sawit Papua Selatan antara lain di distrik Ngguti, Ulilin, dan Muting di Kabupaten Merauke serta distrik Jair di Kabupaten Boven Digoel.[50] Pemerintah pusat mencanangkan Papua Selatan sebagai pusat industri gula dan bioetanol dengan ratusan ribu hektar lahan direncanakan diubah menjadi perkebunan tebu. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan gula di dalam negeri yang masih ditopang oleh gula impor. Proyek besar ini dimulai pada Juli 2024 dengan penanaman tebu perdana PT Global Papua Abadi yang juga dihadiri presiden Joko Widodo di Kampung Sermayam, Distrik Tanah Miring, Merauke. Kawasan ini nantinya juga akan dibangun pabrik yang mulai beroperasi tahun 2027 dengan kapasitas produksi 2,6 juta ton gula dan 244 juta liter bioetanol.[51][52] Salah satu produk kehutanan Papua Selatan adalah sagu yang menjadi salah satu makanan pokok suku di wilayah ini. Suku-suku lainnya memiliki makanan pokok seperti pisang,[53] ubi kelapa (Dioscorea alata), keladi (Colocasia esculenta), ubi jalar (Ipomoea batatas), dan sukun (Artocarpus incisa atau Artocarpus camansi).[54] Selain itu, juga banyak ditemukan kayu gaharu (Aquilaria dan Gyrinops) yang digunakan untuk wangi-wangian. Pohon ini dapat ditemukan di Mappi dan Asmat. Tanaman ini menjadi mata pencaharian masyarakat di pedalaman karena memiliki nilai jual yang tinggi. Beberapa gaharu ada yang diambil dari tegakan pohon namun ada juga yang diambil dari lumpur. Gaharu lumpur merupakan hasil penebangan di masa lalu yang jatuh dan terbenam di lumpur namun masih beraroma wangi.[55][56] Pada tahun 2020, lebih dari 2 ton gaharu Mappi seharga 790 juta dijual ke Jakarta melalui Bandara Mopah Merauke.[57] PerikananLaut Arafura di selatan Pulau Papua memiliki potensi perikanan yang tinggi. Menurut Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono, terdapat sekitar 20 ribu kapal dari luar Papua yang menangkap ikan disini sehingga membuat nelayan lokal tersisih serta jumlah ikan menjadi turun. Kementerian KKP berencana menertibkan kapal-kapal tersebut dengan mengutamakan nelayan lokal serta meningkatkan pelabuhan perikanan Merauke. Ikan yang ditangkap harus dibawa ke Merauke dan dikirim ke luar lewat pelabuhan ini agar membawa kontribusi ke daerah setempat.[58] Untuk melestarikan kekayaan sumber daya alam di Laut Arafura, Pemerintah Papua Selatan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta UNDP meluncurkan Kawasan Konservasi Perairan atau Marine Protected Area (MPA) pertama di Provinsi Papua Selatan pada Juli 2023 yang terletak di Pulau Kolepom dengan luas 356.337 ha.[59] Salah satu produk perikanan yang berharga adalah gelembung renang yaitu organ yang mengatur kemampuan mengapung dan berenang ikan. Gelembung ikan yang paling diminati antara lain gelembung ikan kakap dan ikan gulama. Harga gelembung ikan gulama 10 gram per 1 kg adalah sekitar 18 juta rupiah dan diproduksi sekitar 15 ribu ton di tahun 2018 untuk diekspor ke negara lain seperti Malaysia dan Singapura. Kegunaan gelembung ikan antara lain untuk kesehatan, makanan mewah dan benang jahit operasi.[60][61] Salah satu perusahaan besar di bidang perikanan adalah perusahaan asal Tiongkok PT Dwikarya Reksa Abadi yang beroperasi di Wanam, Distrik Ilwayab, Merauke. Namun, izin usahanya dicabut di tahun 2015 karena melanggar peraturan termasuk peratuan Menteri Perikanan Susi Pudjiastuti tentang moratorium kapal asing. Hal ini berdampak pada perkampungan di sekitar perusahaan seperti kampung Bibikem. Masyarakat dulunya memanfaatkan fasilitas perusahaan seperti rumah sakit, genset, dan ruang pendingin ikan.[62] PendidikanPerguruan tinggiProvinsi ini terdapat satu perguruan tinggi negeri yaitu Universitas Musamus Merauke (UNMUS). Sekolah ini awalnya bernama Sekolah Tinggi Teknologi Merauke (STTM) yang berdiri di tahun 2001 kemudian berubah status menjadi perguruan tinggi negeri di tahun 2010.[63] Merauke juga memiliki kampus D3 Keperawatan dibawah Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jayapura. Selain perguruan tinggi negeri dan kedinasan diatas juga terdapat perguruan tinggi swasta,[64] antara lain:
Program afirmasiPapua Selatan adalah salah satu daerah yang siswanya berhak mendapatkan beasiswa ADEM (Afirmasi Pendidikan Menengah) dan ADIK (Afirmasi Pendidikan Tinggi). Beasiswa tersebut merupakan program pemerintah pusat sejak tahun 2013 yang ditujukan untuk daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar). Siswa OAP (Orang Asli Papua) yang lolos seleksi akan melaksanakan pendidikan di berbagai sekolah dan perguruan tinggi di berbagai wilayah di Indonesia. Tahun 2023, terdapat 48 siswa lulusan SMP di Papua Selatan, masing-masing kabupaten 12 siswa, yang mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tingkat SMA di wilayah Jawa dan Bali.[65][66] PariwisataTaman Nasional WasurTaman Nasional Wasur merupakan bagian dari lahan basah terbesar di Papua dan sedikit terganggu oleh aktivitas manusia. Biodiversitasnya membuat taman ini dijuluki sebagai "Serengeti Papua".[35] Sekitar 70% dari luas wilayah ini terdiri dari sabana, sementara vegetasi lainnya merupakan hutan rawa-rawa, hutan monsoon, hutan pantai, hutan bambu, padang rumput dan hutan sagu. Tanaman yang dominan meliputi spesies mangrove, triwulan, dan melaleuca serta fauna seperti walabi dan cendrawasih.[35] Taman Nasional Wasur ini terletak di Kabupaten Merauke. Daerah ini ditetapkan sebagai taman nasional oleh Menteri Kehutanan di tahun 1990 dengan menggabungkan Cagar Alam Rawa Biru dan Suaka Margasatwa Wasur yang sudah ditetapkan sejak 1978.[67] MusamusMusamus adalah salah satu keanekaragaman hayati di Merauke, Papua Selatan. Musamus adalah bangunan yang menjulang tinggi hingga 5 meter yang dibangun oleh rayap dari golongan Macrotermes. Musamus terbuat dari tanah dengan perekat dari rumput dan air liur serta di dalamnya terdapat lorong-lorong sebagai tempat tinggal koloni rayap. Musamus juga dilengkapi rongga ventilasi untuk mengatur suhu dan kelembapan di dalam struktur ini. Musamus umumnya ditemukan di padang sabana Taman Nasional Wasur, namun juga terdapat kumpulan musamus yang ditemukan di kampung Salor Indah. Warga Salor Indah yang mayoritas berprofesi sebagai petani mengubah area tempat musamus tersebut berada sebagai tempat wisata dengan nama Taman 1000 Musamus.[68][69] Kota AgatsKota Agats adalah ibu kota Kabupaten Asmat. Asmat memiliki geografis rawa-rawa berlumpur yang masih asri dengan sebagian besar bangunan dan jalannya dibangun terangkat dari tanah. Kebanyakan jalan di Asmat terbuat dari papan kayu sedangkan di Agats sudah banyak yang dirubah menjadi beton. Penduduk asli Agats umumnya berprofesi sebagai nelayan sedangkan pendatang membuka usaha lain. Berbeda dengan wilayah lainnya di Indonesia, sepeda motor listrik lebih banyak dipakai di Agats daripada kendaraan berbahan bakar bensin. Kota Agats untuk saat ini tidak memiliki jalur darat yang terhubung dengan kabupaten lain, harus memakai kapal atau dengan pesawat.[70] Pemerintah Kabupaten Asmat bekerjasama dengan Keuskupan Agats mengadakan acara tahunan yaitu Festival Budaya Asmat di Agats untuk memperkenalkan kebudayaan Suku Asmat seperti ukiran kayu dan atraksi perahu.[71] PLBN Sota dan Titik 0 KilometerSota adalah sebuah distrik di Merauke yang merupakan salah satu titik perbatasan negara Indonesia dengan Papua Nugini. Jarak Sota dengan pusat Kota Merauke sekitar 80 km melewati Taman Nasional Wasur. Pos perbatasan di wilayah ini mulai ditingkatkan menjadi Pos Lintas Batas Negara (PLBN) sejak tahun 2018 dan selesai di tahun 2021. PLBN tidak hanya bertujuan sebagai gerbang perbatasan antar negara tetapi juga sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru sehingga mampu menyejahterakan masyarakat perbatasan. Sehingga untuk mewujudkan hal itu, PLBN Sota juga dilengkapi oleh pasar dan fasilitas umum lainnya serta dijadikan destinasi pariwisata Merauke.[72][73] KebudayaanUkiran AsmatSuku Asmat terkenal dengan seni ukirnya yang sudah mendunia. Ukiran Asmat memiliki berbagai motif seperti alam, makhluk hidup, dan kehidupan sehari-hari. Orang Asmat menganggap bahwa ukiran tidak hanya merupakan karya seni tetapi bagian dari ritual religius mereka sebagai penghubung dengan leluhur. Ukiran Asmat terbuat dari bahan lokal seperti kayu besi dan kayu pala hutan. Salah satu ukiran Asmat yang terkenal adalah Tiang Bisj atau Bis yang berukuran lebih dari 3 meter. Tiang ini terdiri dari figur-figur yang disusun bertingkat. Figur tersebut melambangkan arwah leluhur yang terbunuh oleh musuh. Bagian paling atas tiang diberi hiasan seperti sayap.[74][75][76] Rumah adatKelompok suku di Papua Selatan memiliki rumah adat masing-masing, misalnya rumah Jew Suku Asmat dan rumah tinggi Suku Korowai. Rumah adat Suku Korowai memiliki keunikan karena dibangun di atas pohon sekitar 4,5 meter dari tanah. Budaya ini adalah respons Suku Korowai untuk menghadapi geografi wilayah mereka yang diapit sungai besar sehingga sering mengalami banjir. Struktur utama dari bangunan ini adalah pohon dengan batang dan akar yang kuat kemudian di bagian pinggir diberi tiang penyangga tambahan. Rotan digunakan sebagai tali sambungan antar kayu. Atap bangunan terbuat dari rangka kayu yang ditutupi daun sagu sedangkan lantainya terbuat dari rangka kayu yang ditutupi kulit kayu atau nibung.[77] Senjata tradisionalSalah satu senjata tradisional di Papua Selatan adalah pisau belati bernama pisuwe. Senjata ini diambil dari tulang paha manusia atau tulang burung kasuari, dan bulunya menghiasi hulu belati tersebut. senjata utama penduduk asli Papua lainnya adalah busur dan panah. Busur tersebut dari bambu atau kayu, sedangkan tali Busur terbuat dari rotan. Anak panahnya terbuat dari bambu, kayu atau tulang kanguru. Busur dan panah umumnya dipakai untuk berburu atau berperang.[78] Perahu lesungKarena geografi Papua Selatan berupa rawa-rawa dan dilewati sungai besar, banyak suku yang menggunakan perahu lesung sebagai alat transportasi sehari-hari. Salah satu suku yang menggunakan perahu lesung adalah Suku Asmat. Perahu lesung dibuat dengan membuat rongga di tengah batang pohon yang utuh dan terkadang dihiasi dengan ukiran. Perahu ini didayung oleh orang banyak dengan posisi berdiri. Pada zaman dahulu, perahu ini juga digunakan Suku Asmat dalam tradisi pengayauan mereka yang membuat suku ini cukup ditakuti. Warga Asmat beramai-ramai menuju kampung yang jauh menggunakan perahu kemudian membantai penghuninya. Sekarang perahu motor lebih banyak digunakan sebagai alat transportasi.[79][80] Perahu lesung diangkat dalam berbagai acara budaya untuk melestarikan tradisi ini misalnya Festival Budaya Asmat dan lomba mendayung antar kampung.[81] TransportasiSektor udaraTransportasi udara adalah sektor transportasi penting di Papua Selatan karena wilayahnya yang luas dengan jarak antar daerah yang berjauhan serta infrastruktur transportasi darat yang belum maksimal. Semua ibukota kabupaten di Papua Selatan telah memiliki bandar udara masing-masing sebagai berikut:[82]
Ibukota distrik berikut ini juga memiliki bandar udara yang telah berstatus kelas III: Kimaam dan Okaba di Merauke, Bade di Mappi, Bomakia di Boven Digoel, dan Kamur di Asmat.[82] Selain itu juga terdapat bandar udara kecil dengan infrastruktur yang minim untuk melayani wilayah yang sangat terisolir. Misalnya Bandar Udara Korowai Batu di Kampung Danuwage, Boven Digoel untuk membuka akses ke wilayah Suku Korowai.[83] Sektor daratJalur darat di Papua Selatan pada tahun 2023 masih belum maksimal. Di antara empat kabupaten di Papua Selatan, hanya Merauke dan Boven Digoel yang sudah tersambung oleh Jalan Trans-Papua. Sedangkan Mappi dan Asmat hanya bisa diakses melalui jalur laut dan udara. Jalan nasional lintas kabupaten di Papua Selatan yang telah selesai di tahun 2023 terdiri dari ruas Merauke - Sota - Erambu - Bupul - Muting di Kabupaten Merauke yang tersambung ke ruas Getentiri - Tanah Merah - Mindiptana - Waropko di Kabupaten Boven Digoel. Jalan nasional tersebut sangat dekat dengan perbatasan Papua Nugini dan terus dibangun sehingga mencapai sisi selatan Kabupaten Pegunungan Bintang di Provinsi Papua Pegunungan.[84][85][86] Telah tersedia transportasi umum di Papua Selatan misalnya angkutan bus DAMRI yang melayani rute perintis dari Merauke menuju distrik lain seperti Kurik, Tanah Miring, Jagebob, Sota, dan Muting.[87] Sektor perairanSektor perairan adalah sektor transportasi yang sangat penting di Papua Selatan untuk meningkatkan konektivitas antar wilayah di dalam provinsi maupun Papua Selatan ke wilayah lain di Indonesia. Pelabuhan terbesar di Papua Selatan adalah Pelabuhan Merauke yang melayani kapal penumpang besar maupun kapal perintis. Kapal penumpang tersebut diantaranya kapal PELNI KM Tatamailau rute Merauke-Agats-Timika hingga ke Bitung dan KM Leuser rute Merauke-Agats-Timika hingga ke Surabaya,[88] sedangkan kapal perintis atau KM Sabuk Nusantara melayani rute Merauke menuju pelabuhan kecil di pedalaman Papua Selatan seperti Kimaam, Wanam, Bade, Agats, Atsy kemudian berlanjut ke wilayah lain di Indonesia.[89] Di antara kabupaten di Papua Selatan, Kabupaten Asmat paling bergantung dengan transportasi air berupa perahu motor (speedboat) karena sangat minimnya jalan darat penghubung antar kampung dan distrik, bahkan Kabupaten Asmat di tahun 2023 belum tersambung jalur darat dengan kabupaten tetangganya. Perkampungan di Asmat sekaligus ibukotanya yaitu Kota Agats berdiri di atas rawa di tepian sungai dengan struktur bangunan yang terangkat dari tanah dengan papan kayu atau beton. Asmat dapat dicapai dengan pesawat terbang dengan adanya Bandara Ewer, tetapi dari bandara menuju pusat kota Agats tetap membutuhkan perahu motor karena tidak adanya jalan darat.[90] Perahu motor juga dipakai untuk menyusuri daerah pedalaman lain di Papua Selatan, misalnya Pelabuhan Senggo di Distrik Citak Mitak di utara Kabupaten Mappi. Namun, perjalanan menuju wilayah ini diperlambat dengan adanya tanaman yang dikenal sebagai "tebu rawa" (Hanguana malayana) yang tumbuh subur dan menutupi badan sungai. Tebu rawa tumbuh subur di berbagai sungai di Mappi termasuk Sungai Weldeman yang menghubungkan ibukota Mappi di Kepi dengan lima distrik di utara Mappi. Tebu rawa tersebut ditebangi agar bisa dilewati, namun perahu harus didorong agar dapat melanjutkan perjalanan karena banyaknya lumpur yang menghalangi. Tanaman ini menghambat transportasi ke distrik pedalaman di Mappi sehingga Pemerintah Mappi menganggarkan biaya perawatan jalur sungai agar transportasi lancar.[91] Referensi
|