Papua Pegunungan
Papua Pegunungan adalah sebuah provinsi di Indonesia dengan ibu kota yang berkedudukan di Kabupaten Jayawijaya, tepatnya di perbatasan Walesi dan Wouma.[3] Papua Pegunungan dimekarkan dari provinsi Papua bersama dua provinsi lainnya yakni Papua Selatan dan Papua Tengah pada 30 Juni 2022 berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2022.[4] Sebelumnya nama usulan provinsi ini bernama "Provinsi Papua Pegunungan Tengah". Papua Pegunungan adalah provinsi pertama dan satu-satunya di Indonesia yang tidak memiliki garis pantai (terkurung daratan).[5] Secara geografis, Provinsi Papua Pegunungan berbatasan dengan Provinsi Papua di utara, Papua Nugini di timur, Provinsi Papua Selatan di selatan, dan Provinsi Papua Tengah di barat. Provinsi Papua Pegunungan berlokasi di Pegunungan Jayawijaya bagian timur. Pegunungan ini merupakan jajaran pegunungan tertinggi di Indonesia dengan puncak seperti Puncak Mandala dan Puncak Trikora. Provinsi ini termasuk dalam wilayah adat La Pago dengan berbagai macam suku yang tinggal di lembah yang diapit gunung-gunung tinggi, mereka menanam ubi dan beternak babi. Salah satu lembahnya adalah Lembah Baliem yang terkenal dengan festival tradisionalnya.[6][7] SejarahEksplorasi Hindia BelandaPelaut seperti Jan Carstenszoon pada abad ke-17 telah mencatat adanya pegunungan tinggi yang tertutup salju di tengah pulau Papua padahal letaknya di khatulistiwa. Bangsa Eropa menyebut kawasan ini dengan terra incognita yang berarti daerah yang belum terpetakan. Ekspedisi yang dipimpin Hendrikus Albertus Lorentz pada tahun 1909, berhasil melakukan kontak dengan suku di pedalaman Provinsi Papua Pegunungan, ekspedisi ini saat itu sedang mencari jalur mencapai Puncak Wilhelmina (sekarang disebut Puncak Trikora) yang terjal dan tertutup salju. Anggota ekspedisi tersebut beristirahat dan melihat prosesi adat di perkampungan suku Pesechem atau Pesegem (Nduga). Namanya kemudian diabadikan dalam nama Taman Nasional Lorentz. Setelah ekspedisi tersebut, dilakukan banyak ekspedisi lain oleh de Bruyn, Franssen Herderschee, Karel Doorman, dan lain-lain.[8][9] Ekspedisi oleh van Overeem dan Kremer tahun 1920 berhasil menemukan Lembah Swart (sekarang Lembah Toli di wilayah Tolikara) beserta suku Lani yang tinggal disana. Ekspedisi ini kemudian menemukan Danau Habema dan berhasil mencapai Puncak Wilhelmina dari sisi utara. Lembah Baliem yang dihuni suku Dani ditemukan secara tidak sengaja dari pesawat terbang oleh ekspedisi yang dipimpin Richard Archbold dari Museum Sejarah Alam Amerika di tahun 1938. Ekspedisi ini diperkuat oleh puluhan tentara Belanda beserta orang-orang Dayak sebagai pemikul barang. Bangsa Belanda menyebut Lembah Baliem dengan Groote Vallei atau "Lembah Besar".[8][10] Mitchel Zuckoff dalam bukunya Lost in Shangri-La tahun 2011 mengungkapkan, pada masa Perang Dunia II wilayah ini belum banyak dipetakan. Geografinya berupa pegunungan tinggi yang berawan dan hutan lebat ditambah suku pedalaman yang tidak familier banyak memakan korban. Salah satu insiden yang terkenal terjadi pada 13 Mei 1945 oleh pesawat Gremlin Special yang menabrak tepi gunung di Pass Valley, lebih tepatnya di Uwambo, Distrik Abenaho, Kabupaten Yalimo. Operasi khusus kemudian dikirimkan dan tiga orang berhasil diselamatkan. Kisah mereka bertahan hidup masuk berita di tahun itu.[8][11][12] Misi gereja dan berdirinya pemerintahan kolonialAgama Kristen masuk ke Lembah Baliem tahun 1954 oleh tim misionaris dari Christian and Missionary Alliance (C&MA) Amerika yang diterbangkan dari Sentani. Anggotanya antara lain pendeta Lioyd Van Stone dan Einer Michelson. Tidak lama kemudian, Pemerintah Belanda melalui kontrolir Frits Veldkamp juga mendirikan pos pemerintahan disini untuk memperkuat pengaruhnya di pedalaman. Kemudian dibangunlah perkampungan, lapangan udara, dan sarana prasarana lain di wilayah ini yang menjadi cikal bakal Kota Wamena. Hari jadi Wamena diperingati tiap 10 Desember 1956 sesuai pendirian pos pemerintahan Belanda ini.[8][13] Sterrengebergte atau Pegunungan Bintang yang terletak di ujung timur dekat perbatasan negara adalah salah satu wilayah yang belum dijelajahi Belanda. Perkumpulan Geografi Kerajaan Belanda atau KNAG (Koninklijk Nederlands Aardrijkskundig Genootschap) kemudian meluncurkan ekspedisi besar-besaran di tahun 1959 dengan membawa ilmuwan dari berbagai bidang seperti zoologi, botani, dan antropologi. Selain mendapatkan berbagai pengetahuan baru mengenai keadaan wilayah dan penduduknya, anggota ekspedisi juga berhasil menaiki Puncak Juliana (sekarang disebut Puncak Mandala). Sebelum memulai ekspedisi besar ini, dilakukan survei terlebih dahulu untuk mencari tempat yang cocok dijadikan kamp dan lapangan terbang. Pegawai Belanda seperti Jan Sneep, Nol Hermans, dan Pim Schoorl dikirim dalam ekspedisi kecil menuju Lembah Sibil di tahun 1955 dan bertemu penduduknya yaitu suku Sibil atau Ngalum. Tahun 1958, Pemerintah Belanda meresmikan pos pemerintahan di Lembah Sibil yang nantinya akan menjadi Kota Oksibil ibu kota Kabupaten Pegunungan Bintang. Pemerintahan Belanda di wilayah ini cukup singkat dengan masuknya wilayah Nugini Belanda ke Indonesia di tahun 1963.[14][15] Pasca kolonialSetelah pemerintahan UNTEA Nugini Belanda (Papua) diserahkan kepada Indonesia, pemerintah melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri no.37 tahun 1968 dan no. 38 tahun 1968 membentuk delapan DPRD Kabupaten Provinsi Irian Barat, dengan DPRD Kabupaten Pegunungan Jayawijaya dibentuk tanggal 4 Juli 1968 dalam rangka persiapan melaksanakan Penentuan Pendapat Rakyat.[16] Untuk mendukung PEPERA, beberapa kepala suku di Pegunungan Tengah seperti Alex Doga, Kurulu Mabel (atau disebut juga Gutelu), Ukhumiarek Asso, mendirikan markas PEPERA (sekarang gedung RRI Wamena). Beberapa kepala suku Pegunungan Tengah yang dipimpin Silo Doga kemudian diundang untuk bertemu Sukarno di Istana Merdeka, disana mereka manyampaikan ikrar kesetiaan kepada NKRI dan mengangkat Sukarno sebagai Kepala Suku Pegunungan Papua dengan cara tukar darah (ibu jari Silo Doga dan Sukarno dilukai dan darahnya dicampurkan). Jadi darah Sukarno dianggap sudah menyatu dengan darah Papua. Setelah kembali Silo Doga dikenal dengan nama Silo Karno Doga.[17][18] Dewan Musyawarah Penentuan Pendapat Rakyat Kabupaten Jayawijaya yang diketuai Clement Kiriwaib (mantan anggota Dewan Nugini) melaksanakan kegiatannya di Wamena pada tanggal 16 Juli 1969, dan menentapkan dua keputusan yaitu, Irian Barat merupakan wilayah mutlak dari NKRI dan tidak dipisahkan dari Bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke.[16] Pada bulan Desember 1969, pemerintah mengeluarkan UU No.12 tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat. Salah satunya adalah Kabupaten Jayawijaya yang meliputi Kepala Pemerintahan Setempat Baliem, Bokondini, Tiom, dan Oksibil.[19] Kabupaten ini adalah cikal bakal Provinsi Papua Pegunungan. Tahun 2002, Kabupaten Jayawijaya dimekarkan menjadi Kabupaten Jayawijaya, Yahukimo, Pegunungan Bintang, dan Tolikara. Kemudian di tahun 2008, Kabupaten Jayawijaya kembali dimekarkan menjadi Kabupaten Jayawijaya, Lanny Jaya, Nduga, Mamberamo Tengah, dan Yalimo. 8 kabupaten pecahan Jayawijaya akhirnya bersatu kembali menjadi Provinsi Papua Pegunungan dengan ibukotanya di Wamena pada tahun 2022. Sejak masuk ke wilayah Indonesia, daerah ini sering diwarnai dengan aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok separatis teroris Organisasi Papua Merdeka (OPM). Beberapa insiden yang disebabkan oleh OPM antara lain penyanderaan tim peneliti di Mapenduma tahun 1996,[20] pembunuhan pekerja Istaka Karya yang membangun jembatan di Nduga tahun 2018,[21] pembakaran SMA dan puskesmas disertai pembunuhan tenaga kesehatan di Pegunungan Bintang,[22][23] dan penyanderaan pilot Susi Air Phillips Mertens pada Februari 2023 di Bandar Udara Paro, Nduga.[24] Di Papua Pegunungan juga sering terjadi kericuhan masyarakat yang menimbulkan kerugian materi dan korban jiwa, misalnya penyerangan dan pembakaran masjid untuk salat Id di ibu kota Kabupaten Tolikara tahun 2015,[25] pembakaran kantor pemerintah di Yalimo akibat pilkada tahun 2021,[26] kerusuhan di Wamena di tahun 2019 yang menewaskan 10 perantau Minang,[27] dan bentrok antara warga Lanny Jaya dengan warga Nduga di Wouma, Jayawijaya menggunakan panah disertai pembakaran rumah di tahun 2022.[28] Provinsi Papua PegununganSetelah UU No. 16 Tahun 2022 diresmikan, para bupati di provinsi baru ini bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri melalui Kelompok Kerja (Pokja) III Satgas Pengawalan Daerah Otonomi Baru untuk menyusun hal-hal yang perlu dipersiapkan supaya provinsi baru ini dapat segera berjalan seperti lokasi kantor gubernur dan dinas sementara, anggaran sementara sebelum diadakannya Pilkada, Aparatur Sipil Negara (ASN), serta dana hibah dari masing-masing kabupaten, provinsi induk, dan pemerintah pusat.[29] Pokja juga meninjau calon lokasi pusat perkantoran Pemerintah Provinsi kedepannya dengan alternatif yang ditawarkan antara Distrik Muliama, Wamena Kota, Megapura, atau Hubikiak. Sedangkan untuk kantor gubernur sementara berada di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Jayawijaya walaupun ada rekomendasi lain seperti Mall Wamena. Plang nama kantor gubernur sementara terpasang di tanggal 6 September 2022 namun dirusak sehari kemudian oleh 9 anggota Himpunan Mahasiswa Kabupaten Jayawijaya (HMKJ) yang akhirnya ditangkap oleh kepolisian.[30][31][32] Tanggal 11 November 2022, Provinsi Papua Pegunungan beserta dua provinsi baru lainnya diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri. Pada hari itu juga, mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Nikolaus Kondomo dilantik sebagai penjabat gubernur Papua Pegunungan. GeografiBerdasarkan estimasi dari Badan Informasi Geospasial, luas wilayah Provinsi Papua Pegunungan adalah 51.213,330 km².[33] Papua Pegunungan adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang tidak berbatasan dengan laut atau landlocked. Batas wilayah
TopografiSebagian besar wilayah di Papua Pegunungan adalah dataran tinggi yang diberi nama Pegunungan Tengah. Pegunungan ini memanjang dari Papua Tengah, Papua Pegunungan, hingga ke Papua Nugini dengan berbagai puncak yang tingginya dapat mencapai lebih dari 4000 mdpl. Sisi barat Pegunungan Tengah yang berada di wilayah Indonesia dinamai Pegunungan Jayawijaya. Beberapa gunung yang berada di wilayah provinsi Papua Pegununan antara lain Puncak Trikora (4.760 mdpl) dan Puncak Mandala (4.750 mdpl). Diantara gunung-gunung tersebut terdapat lembah-lembah dengan elevasi lebih dari 1.500 mdpl yang memiliki kesuburan yang tinggi sehingga dijadikan lokasi pemukiman dan lahan perkebunan terutama ubi jalar yang menjadi makanan pokok suku lokal. Lembah di wilayah ini antara lain Lembah Baliem di Kabupaten Jayawijaya dan Lembah Toli di Kabupaten Tolikara. Pegunungan ini menjadi sumber air bagi sungai-sungai besar di Pulau Papua seperti Sungai Mamberamo dan Sungai Digul yang masing-masing mengalir ke utara dan selatan.[34] Beberapa wilayah rentan terkena embun beku karena suhu yang sangat dingin yang menyebabkan gagal panen hingga timbul bencana kelaparan, seperti yang pernah terjadi di Kuyawage, Lanny Jaya. Infrastruktur yang minim serta ancaman kelompok teroris Organisasi Papua Merdeka menyebabkan bantuan sulit dikirim.[35] Sisi selatan dan utara pegunungan ini terdapat dataran yang lebih rendah. Ibukota Yahukimo di Dekai dan ibukota Nduga di Kenyam berada di dataran rendah ini. Karena lokasinya yang tidak sedingin pegunungan, kawasan dataran rendah rentan wabah malaria.[36][37] Dari segi ekoregion (kawasan ekosistem dan keanekaragaman hayati), Papua Pegunungan dapat dibagi menjadi dua. Yaitu zona hutan hujan pegunungan dari ketinggian sekitar 1.000 - 3.000 mdpl dan zona padang rumput pegunungan diatas 3.000 mdpl. Flora dan faunanya memiliki kemiripan dengan benua Australia seperti cenderawasih dan nokdiak. Salah satu kawasan konservasi yang dibentuk untuk menjaga wilayah ini adalah Taman Nasional Lorentz yang merupakan taman nasional terbesar di Asia Tenggara.[38] PemerintahanGubernurBerikut ini adalah daftar Gubernur Papua Pegunungan yang pernah menjabat sejak jabatan ini dibentuk pada tahun 2022.
Independen
Kabupaten dan Kota
DemografiSuku bangsaSebagian besar penduduk provinsi Papua Pegunungan dihuni oleh suku asli Papua. Data dari Badan Pusat Statistik melalui Sensus Penduduk Indonesia 2010, kelompok suku bangsa di Papua dikategorikan sebagai orang Papua dan Non Papua atau bukan penduduk asli Papua. Berdasarkan data sensus tersebut, untuk wilayah Papua Pegunungan, jumlah penduduk berdasarkan suku bangsa berdasarkan jenis kelamin laki-laki, bahwa sebanyak 440.689 jiwa atau 96,61% adalah orang Papua dan selebihnya sebanyak 15.469 jiwa atau 3,39% adalah Non Papua, yang sebagian besarnya berada di Kabupaten Jayawijaya.[39] Kebanyakan suku-suku di provinsi ini adalah bagian dari wilayah adat La Pago seperti Dani, Lani, Yali, Walak, Nduga, dan Nggem. Di sebelah timurnya wilayah Kabupaten Yahukimo seperti Hubla, Kimyal, Momuna, Una-Ukam, Mek, Yalimek, Ngalik, Tokuni, Obini, Korowai, Duwe, Obukain, Kopkaka, dan Bese; di wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang seperti Arintap, Ketengban, Kimki, Lepki, Murop, Ngalum, dan Yetfa. Berikut adalah jumlah penduduk provinsi Papua Pegunungan berdasarkan orang asli Papua dan pendatang menurut sensus tahun 2010 (jenis kelamin laki-laki):[39]
AgamaBerdasarkan data Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri tahun 2024, sebagian besar penduduk provinsi ini beragama kristen dengan persentase 98,03% (90,54% Protestan dan 7,49% Katolik). Sisanya yaitu Islam dengan penganut 1,81%, 0,15% Kepercayaan, dan 0,02% lainnya.[1] Papua Pegunungan merayakan Hari Pekabaran Injil tiap 20 April yang diresmikan sebagai hari libur fakultatif. Hari tersebut memperingati misi penginjilan di Lembah Baliem di tahun 1954 oleh Christian and Missionary Alliance (C&MA) Amerika Serikat pada masa Nugini Belanda.[40] PerekonomianPertambanganKandungan emas ditemukan di wilayah suku Korowai yang berada di perbatasan lima kabupaten di Papua Selatan dan Papua Pegunungan. Wilayah Korowai di Papua Pegunungan berada di Kabupaten Yahukimo dan Pegunungan Bintang. Penambangan di kawasan ini bersifat ilegal atau tidak memiliki izin resmi namun banyak dilakukan. Lokasi penambangan berada di tengah hutan yang sangat jauh dari kota dengan akses darat yang sulit sehingga hanya dapat dituju dengan helikopter atau menaiki perahu kecil selama berjam-jam kemudian berjalan kaki. Para penambang kemudian mendirikan tenda-tenda di area tambang sebagai tempat tinggal. Potensi emas di wilayah ini menarik perhatian masyarakat setempat maupun orang luar Papua. Pendulangan emas umumnya dilakukan di sungai secara sederhana menggunakan wajan walaupun diduga ada yang menggunakan alat penyedot pasir yang menimbulkan polusi di sungai seperti Sungai Deiram. Barang kebutuhan seperti beras, rokok, garam, dan lainnya didatangkan dari luar dan ditukar dengan emas. Salah satu lokasi tambang di Papua Pegunungan adalah Kampung Kawe, Awinbon, Pegunungan Bintang. Daerah ini sudah diakui sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) oleh Kementerian ESDM di tahun 2022 sehingga rakyat setempat didorong untuk mengurus Izin Pertambangan Rakyat (IPR) supaya aktivitas tambang mereka menjadi legal.[41][42][43] Pertanian dan perdaganganMasyarakat di Pegunungan Tengah Papua sudah bertani sejak 6.000 tahun yang lalu sehingga menjadi salah satu kelompok yang mengembangkan pertanian pertama di Nusantara ketika suku lain masih berburu dan meramu. Beberapa tanaman yang ditanam masyarakat di wilayah ini antara lain keladi, pisang, buah merah, buah woromo, dan ubi jalar. Masyarakat mengembangkan jenis-jenis ubi jalar seperti helaleke, yeleli, musaneken, suwemul, kepale, arulek, abukul, dan utorok.[44] Ubi jalar adalah makanan pokok masyarakat Papua Pegunungan dan bagian penting dari budaya bakar batu yaitu memasak makanan dari batu-batu panas untuk upacara tertentu.[45] Budaya pertanian ubi jalar makin tergerus dengan masuknya padi pasca kemerdekaan Indonesia. Salah satu kawasan sawah padi di Lembah Baliem adalah Kampung Honelama, Wamena.[46] Sedangkan suku Lani terutama mengolah bola nasi menjadi kuliner khas Lani di Tolikara, Lanny Jaya, dan Wamena yang disebut kue nasi.[47] Masyarakat Lembah Baliem berdagang di berbagai pasar tradisional di Wamena seperti Pasar Jibama dan Pasar Potikelek. Masyarakat asli Papua berdagang umbi-umbian, pinang, sayuran, dan buah-buahan. Sedangkan masyarakat pendatang berjualan beras, telur, peralatan motor, perlengkapan mandi, pulsa, dan barang-barang lain dari luar daerah.[48] PendidikanPapua Pegunungan memiliki beberapa perguruan tinggi swasta, antara lain Universitas Amal Ilmiah Yapis Wamena (UNAIM) yang dikelola oleh Yayasan Pendidikan Islam (Yapis). Perguruan tinggi ini sebelumnya bernama Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Amal Ilmiah (STISIP-AI) Yapis Wamena dan kemudian resmi menjadi universitas di tahun 2020.[49] Perguruan tinggi lainnya di provinsi ini adalah Universitas Okmin Papua yang diresmikan di tahun 2021, berlokasi di Kabupaten Pegunungan Bintang yang merupakan daerah perbatasan negara. Pembangunan kampus ini didukung penuh dan dibantu oleh pemerintah pusat.[50] Selanjutnya juga ada Universitas Baliem Papua di Wamena yang baru terbentuk di tahun 2024 dan merupakan perubahan nama Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen dan Ilmu Komputer (STIMIK) Agamua.[51] Selain perguruan tinggi swasta, juga terdapat kampus Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jayapura di Wamena yang saat ini hanya membuka program studi D3 Keperawatan.[52] PariwisataBentang alam Papua Pegunungan berupa lembah-lembah tempat penduduk bermukim yang diapit oleh pegunungan tinggi. Pemandangan yang indah dan masih asri ditambah udara yang segar membuat wilayah ini menjadi destinasi untuk berpetualang. Dengan jasa pemandu wisata, wisatawan dapat berjalan kaki mengunjungi kampung yang tersebar di seluruh lembah dengan rumah honainya dan gaya hidup yang masih tradisional. Namun banyak kampung harus ditempuh melalui jalur yang terjal dan berbahaya seperti dekat jurang bahkan menyeberang sungai.[53] Festival Budaya Lembah BaliemFestival Budaya Lembah Baliem yang digelar sejak 1989 adalah sebuah festival yang mempertunjukkan kehidupan suku-suku yang menghuni Lembah Baliem seperti Dani, Lani, dan Yali. Festival ini diadakan secara tahunan dan berisi atraksi perang-perangan antar kelompok yang diiringi musik tradisional. Atraksi ini adalah upaya menjaga tradisi suku di Lembah Baliem yang dulunya menggunakan peperangan untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi. Selain atraksi perang juga ada acara karapan babi dan bakar batu. Festival ini banyak didatangi oleh turis internasional tiap tahunnya dan menjadi ikon pariwisata Pulau Papua.[54][55] Taman Nasional LorentzTaman Nasional Lorentz adalah taman nasional yang terletak di antara tiga provinsi yaitu Papua Pegunungan, Papua Tengah, dan Papua Selatan. Taman nasional ini memiliki luas 2,5 juta hektare sehingga menjadi taman nasional terbesar di Asia Tenggara dan merupakan situs warisan dunia UNESCO. Taman nasional ini terkenal karena mencakup berbagai ekosistem dari pegunungan bersalju, hutan hujan tropis hingga wilayah rawa yang luas dan memiliki banyak satwa endemik. Taman nasional ini diresmikan di tahun 1997 dan sekarang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Beberapa suku yang menghuni taman nasional ini antara lain suku Dani dan Nduga.[56] KebudayaanKotekaKoteka adalah penutup kelamin tradisional pria yang dipakai oleh beberapa suku pedalaman di pegunungan Papua, seperti suku Dani, Lani, Nduga, Ngalum, Walak, dan lain-lain. Koteka terbuat dari buah labu panjang (Lagenaria siceraria) yang isinya dibuang dan dibakar, di mana setiap suku dan mungkin kampung memiliki perbedaan bentuk koteka. Pemerintah pada masa Orde Baru meluncurkan Operasi Koteka untuk menghapuskan penggunaan koteka dan diganti dengan pakaian modern, salah satunya dengan menjatuhkan puluhan ton pakaian ke pedalaman menggunakan pesawat terbang. Berangsur-angsur penggunaan koteka di kehidupan sehari-hari semakin menurun, namun koteka tetap dipakai untuk kepentingan perayaan atau pariwisata. Koteka tercatat sebagai Warisan Budaya Tak benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.[57] NokenNoken merupakan tas tradisional khas Papua. Noken berbentuk jaring-jaring yang terbuat dari akar kayu pohon atau daun yang dikeringkan berupa tali-tali yang kuat dan dirajut menjadi tas jaring. Keberadaan Noken Papua telah diakui Dunia dengan ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda atau warisan dunia oleh Lembaga Kebudayaan Dunia di Markas UNESCO, Paris, Prancis pada 4 Desember 2012.[58] Bakar batuBakar batu adalah kegiatan memasak yang dilakukan di kawasan pegunungan Papua menggunakan batu-batu yang dibakar hingga panas. Pelaksanaan bakar batu melibatkan banyak orang saat upacara tertentu atau sebagai tanda perdamaian setelah perang suku. Batu dan kayu bakar diletakkan kedalam lubang yang telah dipersiapkan kemudian ditutup oleh dedaunan seperti daun pisang dan rumput. Bahan makanan seperti daging babi dan umbi-umbian diletakkan di atas alas daun ini kemudian ditutup dengan dedaunan.[45] Di berbagai tempat/suku, tradisi ini memiliki berbagai nama, misalnya Barapen (Biak), Lago Lakwi (Lani, Tolikara) atau Logo Lakwi (Dani, Puncak), Mogo Gapil (Paniai), Kit Oba Isogoa (Wamena, Jayawijaya), Kerep Kan (Nduga), dan Hupon (Pegunungan Bintang).[59] HonaiRumah Honai adalah rumah adat di pegunungan Papua yang digunakan suku Dani dan suku lain di sekitarnya. Honai berbentuk bundar dan dibangun dari kayu dengan atap alang-alang. Tingginya mencapai 2,5 meter dan terdiri dari dua lantai. Honai memiliki satu pintu dan tidak memiliki jendela untuk melindungi dari suhu dingin, di bagian tengah lantai bawah terdapat api unggun. Honai dihuni 5-10 orang dan digunakan untuk berbagai aktivitas, bersantai, dan tempat menyimpan peralatan.[60] MumiSuku-suku di pegunungan Papua seperti suku Dani, Hubula, dan Yali memiliki tradisi mumifikasi atau pengawetan jasad manusia. Dalam bahasa Hubula, mumi disebut dengan akonipuk yang berarti "manusia yang dikeringkan". Umumnya mayat anggota suku Dani ditangani dengan cara dibakar atau kremasi sedangkan pengawetan jasad menjadi mumi cukup jarang dilakukan. Tercatat sekitar empat mumi yang dinamai Araboda, Aikima, Pumo, dan Yiwika di Lembah Baliem dikonservasi oleh Pemerintah Kabupaten Jayawijaya ditambah dengan mumi di kabupaten lain seperti Yamen Silok dari Yahukimo. Mumi-mumi tersebut adalah jasad orang penting seperti kepala suku atau panglima perang. Mumifikasi dilakukan dengan cara pengasapan sehingga terbentuk mayat dengan kulit yang kering dan berwarna gelap. Mumi di Lembah Baliem dapat dikunjungi wisatawan.[61][62][63] TransportasiWilayah yang luas dengan geografis berupa pegunungan yang tinggi serta infrastruktur darat yang belum maksimal membuat transportasi udara menjadi sektor transportasi yang penting di Papua Pegunungan. Seluruh ibukota kabupaten di Papua Pegunungan telah memiliki bandar udara yakni sebagai berikut:[64]
Terdapat pula bandar udara lain di berbagai ibukota distrik yang telah berstatus kelas III yaitu: Batom dan Kiwirok di Pegunungan Bintang serta Bokondini di Tolikara.[64] Selain itu, banyak lapangan terbang yang melayani kampung-kampung terisolir dengan infrastruktur seadanya. Lapangan terbang ini dilayani oleh rute perintis yang disubsidi oleh pemerintah.[65] Papua Pegunungan merupakan provinsi yang tidak berbatasan dengan laut. Namun, provinsi ini masih dapat diakses melalui sungai walaupun dengan infrastruktur yang minim. Salah satunya adalah Pelabuhan Logpond di Yahukimo yang memiliki akses langsung ke ibukotanya yaitu Dekai serta Pelabuhan Batas Batu Nduga.[66] Kementerian Perhubungan berencana membangun pelabuhan baru di Kabupaten Asmat, Papua Selatan yaitu Pelabuhan Mumugu yang nantinya memiliki akses darat ke ibukota Kabupaten Nduga di Kenyam. Pelabuhan ini akan menjadi gerbang tol laut bagi provinsi Papua Pegunungan.[67] Referensi
|