Keuskupan Agung Merauke
Keuskupan Agung Merauke adalah salah satu keuskupan di Indonesia, serta merupakan keuskupan metropolit atas provinsi gerejawi yang dalam kesatuan dengan Keuskupan Agats, Keuskupan Jayapura, Keuskupan Manokwari–Sorong, dan Keuskupan Timika. Wilayahnya meliputi Kabupaten Merauke, Kabupaten Boven Digoel, dan sebagian besar wilayah Kabupaten Mappi (kecuali empat distrik yang masuk dalam Keuskupan Agats) di Papua Selatan. Keuskupan Agung Merauke adalah keuskupan dengan persentase umat Katolik yang paling tinggi bila dibandingkan dengan keuskupan-keuskupan lainnya di Tanah Papua. SejarahBerbeda dengan daerah lain di Papua yang merayakan masuknya Injil ke Tanah Papua pada tanggal 5 Februari, Keuskupan Agung Merauke memperingati masuknya pengabaran Injil ke Tanah Papua Selatan pada tanggal 14 Agustus dengan R.P. Henri Nollen, M.S.C.; R.P. Philipus Braun, M.S.C.; Bruder Dionysius van Roesel, M.S.C.; serta Bruder Melchior Oomen, M.S.C.; sebagai pimpinan rombongan setelah sempat bekerja di Vikariat Apostolik Pomerania Baru/Neu Pommern.[3][4][5] Hari tersebut diperingati umat Katolik di Tanah Papua Selatan sebagai peringatan masuknya Misionaris Hati Kudus ke Papua Selatan pada tahun 1905 dan diperkuat dengan adanya Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2011 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Merauke bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Merauke.[6] Peraturan daerah tersebut menyebutkan bahwa tanggal 14 Agustus merupakan hari libur fakultatif untuk warga Kabupaten Merauke. Tanggal tersebut, menurut Jacobus Duivenvoorde, diambil mengingat Merauke pernah menjadi bagian dari Dekenat Papua–Maluku yang diresmikan oleh Uskup Prefektur Apostolik Nugini Belanda pada tanggal 14 Agustus 1905. Adapun catatan masuknya pengabaran Injil ke tanah Papua Selatan yang lebih awal diberikan oleh Willem Hanny Rawung, M.S.C. Menurutnya, pengabaran Injil ke Tanah Papua Selatan, yang sempat singgah di Sarire, Tanah Miring,[7] dijalankan oleh R.P. van der Heyden, S.J. sejak Desember 1892.[8][7] Stasi pertama Keuskupan Agung Merauke dibangun di Kampung Maro, Merauke, Merauke.[7] Stasi kedua Keuskupan dibangun di Kampung Okaba, Distrik Okaba, Dekenat Wendu pada Juli 1910 dan ditutup pada September 1915. Stasi kedua lalu aktif kembali sejak 1922.[5] Stasi ketiga dan stasi keempat dibangun di Kampung Kumbe, Malind, dan Kampung Wambi, Okaba setelah proposal yang diajukan oleh Imam Peter Vertenten pada 29 Januari 1921 disetujui oleh Gubernur Jenderal Johan Paul van Limburg Stirum pada 27 April 1921.[9] Sebagai bagian dari pengembangan Keuskupan Agung Merauke, Keuskupan Amboina mengirim dua guru agama dari Kei/Kai, yakni Kassimirus Maturbongs untuk Merauke dan Adrianus Dumatubun untuk Okaba, pada November 1921. April 1922, pembaptisan dewasa pertama dilakukan di Merauke. Pada tahun 1923, Imam Johannes van der Kooij berkarya di Dekenat Wendu setelah sempat bertugas di Kei/Kai sejak 1915.[10] Tahun 1924, van der Kooij membaptis 16 anak laki-laki dan 18 anak perempuan di Dekenat Wendu. Imam Peter Vertenten kemudian berpindahtugas untuk menjadi pimpinan pertama Misionaris Hati Kudus wilayah Kongo-Belgia pada tahun 1925.[10] Tahun 1927 merupakan tahun perkembangan bagi Gereja-gereja di Kevikepan/Dekenat Mumanja. Namun, tidak seperti dekenat lain di Keuskupan Agung Merauke, sejarah perkembangan Kevikepan Mumanja dimulai ketika Kevikepan Mumanja menerima ratusan tahanan dari berbagai latar belakang agama yang merupakan tahanan Pemberontakan Komunis di Sumatera 1927 dan di Jawa pada tahun 1926. Salah satu tahanan yang cukup lama tinggal di sana adalah Ignatius Fransiscus Michael Salim. Salim secara resmi dibaptis pada 26 Desember 1942 oleh Imam C. Meuwese. Adapula tahanan lain yang memberi kontribusi, yakni Soekardjo Prawirojoedo, tokoh Katolik yang baru masuk Tanah Merah tahun 1933 setelah Peristiwa Kapal Tujuh Provinsi dan Mohammad Hatta, ekonom lulusan Belanda yang lebih dulu masuk penjara.[11] Perluasan selanjutnya dilakukan oleh Imam Drabbe M.S.C. Pada tahun 1938, ia ditugaskan untuk menjadi imam di Kokonao dan pada tahun 1939, ia bertolak ke Mappi untuk memimpin proyek penyusunan katekismus, buku doa dan buku cerita ke dalam bahasa Yakai.[12] Garis waktu
WaligerejaOrdinaris
Prelat tituler
ParokiKevikepan Merauke
Kevikepan Wendu
Kevikepan Kimaam
Kevikepan Kepi
Kevikepan Bade
Kevikepan Mindiptana
Referensi
Pustaka
Pranala luar |