Mangrove adalah tumbuhan perdu (semak) atau pohon yang umumnya tumbuh di kawasan air asin atau air payau di pesisir laut. Mangrove umumnya berada di daerah beriklim khatulistiwa, dan biasanya tumbuh di daerah sepanjang garis pesisir dan pinggiran sungai pasang surut yang memiliki kadar oksigen minim dan garam yang berlimpah. Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan adaptasi khusus dalam mengambil oksigen ekstra di udara dan menghilangkan garam berlebih dari sistemnya, sehingga tumbuhan ini mampu bertahan hidup dalam kondisi tersebut yang mampu membunuh sebagian besar tumbuhan normal. Istilah "mangrove" juga dapat digunakan untuk vegetasi (kumpulan tumbuhan) mangrove tersebut. Vegetasi mangrove terdiri dari beraneka ragam spesies tumbuhan yang seringkali berkerabat jauh menurut taksonomi, tetapi memiliki kemampuan adaptasi yang mirip oleh karena evolusi konvergen. Tumbuhan mangrove dapat dijumpai di seluruh dunia di daerah tropis dan daerah subtropis dan bahkan di beberapa daerah pesisir beriklim sedang, terutama di antara garis lintang 30° LU dan 30° LS, dengan kawasan mangrove terluas berada pada daerah di antara 5° LU dan 5° LS.[1][2] Vegetasi tumbuhan mangrove diperkirakan pertama kali muncul pada antara Kala Kapur Akhir hingga Kala Paleosen, dan kemudan tersebar ke berbagai belahan dunia, salah satunya akibat pergerakan lempeng tektonik. Fosil palem mangrove tertua yang pernah diketahui berasal dari 75 juta tahun yang lalu.[2]
Mangrove merupakan tumbuhan yang toleran terhadap garam (yang disebut juga halofita), serta mampu beradaptasi dalam kondisi pesisir yang sangat sulit bagi tumbuhan normal. Mangrove memiliki sistem penyaringan garam dan sistem perakaran yang kompleks untuk mencegah bagian atas tumbuhan terendam dalam air asin dan juga mencegah terpaan gelombang yang kuat. Mangrove mampu hidup pada media lumpur tergenang yang memiliki kadar oksigen yang rendah,[3] tetapi mangrove lebih sanggup bertumbuh dengan subur pada bagian atas zona intertidal.[4]
Bioma mangrove, disebut juga hutan mangrove, merupakan habitat padang tiah atau belukar asin yang dicirikan oleh lingkungan endapan pesisir, tempat sedimen-sedimen halus (seringkali dengan kandungan organik tinggi) berkumpul di kawasan yang terlindung dari pengaruh gelombang berenergi tinggi. Hutan mangrove berfungsi sebagai habitat yang sangat penting bagi beragam spesies perairan, serta menawarkan ekosistem unik yang mendukung interaksi yang rumit antara kehidupan laut dan vegetasi darat. Keadaan salinitas yang dapat ditoleransi oleh vegetasi mangrove berkisar dari air payau, air laut murni (salinitas 3 hingga 4%), hingga perairan yang memiliki tingkat salinitas dua kali lipat salinitas air laut akibat penguapan berlebih (salinitas hingga 9%).[5][6]
Sejak tahun 2010, teknologi pengindraan jauh dan data-data global telah digunakan untuk menilai wilayah, kondisi, dan laju deforestasi hutan mangrove di seluruh dunia.[7][1][2] Pada tahun 2018, Global Mangrove Watch Initiative merilis data global baru yang memperkirakan total luas hutan bakau di dunia pada tahun 2010 adalah 137.600 km2 (53.100 sq mi), mencakup 118 negara dan teritori.[2][7] Sebuah studi pada tahun 2022 tentang peningkatan dan penurunan lahan basah pasang surut memperkirakan bahwa terjadi penurunan luas hutan mangrove global sebesar 3.700 km2 (1.400 sq mi) antara tahun 1999 hingga 2019.[8] Hilangnya hutan mangrove akan terus berlanjut karena aktivitas manusia, dengan laju deforestasi global tahunan diperkirakan sebesar 0,16%, dan laju deforestasi per negara sebesar 0,70%. Penurunan kualitas hutan mangrove yang tersisa juga menjadi perhatian penting dunia.[2]
Minat terhadap restorasi hutan mangrove semakin meningkat dengan beberapa alasan, salah satunya adalah karena mangrove mendukung ekosistem pesisir dan laut yang berkelanjutan. Vegetasi mangrove melindungi daerah sekitar pesisir dari tsunami dan insiden cuaca ekstrem. Hutan mangrove juga efektif dalam sekuestrasi karbon (penyerapan dan penyimpanan karbon).[2][9][10] Keberhasilan restorasi mangrove mungkin sangat bergantung pada keterlibatan pemangku kepentingan lokal, dan penilaian yang cermat agar spesies-spesies mangrove yang akan ditanam sesuai dengan kondisi lingkungannya.[4]
Daftar berikut, berdasarkan Tomlinson, 2016, menampilkan spesies-spesies mangrove dari setiap genus dan famili tumbuhan yang terdaftar.[12] Lingkungan hutan mangrove di Belahan Bumi Timur memiliki jumlah spesies mangrove yang enam kali lebih banyak dibandingkan hutan mangrove di Dunia Baru. Divergensi genetis atas garis silsilah mangrove dari tumbuhan-tumbuhan kerabatnya di darat, ditambah dengan bukti-bukti fosil yang ada, menunjukkan bahwa keanekaragaman mangrove telah dibatasi oleh transisi evolusioner ke dalam lingkungan laut yang penuh tekanan, dan jumlah silsilah mangrove terus meningkat selama periode Tersier dengan sedikit kepunahan global.[13]
Mangrove sejati
Mangrove sejati (komponen utama)
Menurut Tomlinson, 2016, 35 spesies berikut adalah mangrove sejati, yang termasuk dalam 5 famili dan 9 genus[12]:29–30 Kolom berlatar hijam adalah penjelasan mengenai genus mangrove yang ditulis oleh Tomlinson
Tomlinson, 2016, mendaftar sekitar 19 spesies sebagai komponen mangrove tambahan, yang termasuk dalam 10 famili dan 11 genus[12]:29–30 Kolom berlatar hijam adalah penjelasan mengenai genus mangrove yang ditulis oleh Tomlinson
Menghadapi lingkungan yang ekstrem di hutan mangrove, tumbuhan mangrove beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi bakau menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar garam di daun. Namun ada pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis.
Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya gelombang. Jenis-jenis api-api (Avicennia spp.) dan pidada (Sonneratia spp.) menumbuhkan akar napas (pneumatophore) yang muncul dari pekatnya lumpur untuk mengambil oksigen dari udara. Pohon kendeka (Bruguiera spp.) mempunyai akar lutut (knee root), sementara pohon-pohon nirih (Xylocarpus spp.) berakar papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya untuk menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula mendapatkan udara bagi pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi bakau memiliki lentisel, lubang pori pada pepagan untuk bernapas.
Untuk mengatasi salinitas yang tinggi, api-api mengeluarkan kelebihan garam melalui kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis yang lain, seperti Rhizophora mangle, mengembangkan sistem perakaran yang hampir tak tertembus air garam. Air yang terserap telah hampir-hampir tawar, sekitar 90-97% dari kandungan garam di air laut tak mampu melewati saringan akar ini. Garam yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan, diakumulasikan di daun tua dan akan terbuang bersama gugurnya daun.
Pada pihak yang lain, mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi bakau harus berupaya mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal lingkungan lautan tropika yang panas mendorong tingginya penguapan. Beberapa jenis tumbuhan mangrove mampu mengatur bukaan mulut daun (stomata) dan arah hadap permukaan daun di siang hari terik, sehingga mengurangi evaporasi dari daun.
Perkembangbiakan
Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembang biakan jenis. Lingkungan yang keras di hutan mangrove hampir tidak memungkinkan jenis biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Selain kondisi kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut air laut membuat biji sukar mempertahankan daya hidupnya.
Hampir semua jenis flora hutan mangrove memiliki biji atau buah yang dapat mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis bakau yang bersifat vivipar: yakni biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon.
Contoh yang paling dikenal barangkali adalah perkecambahan buah-buah bakau (Rhizophora), tengar (Ceriops) atau kendeka (Bruguiera). Buah pohon-pohon ini telah berkecambah dan mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih bergantung pada tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung menancap di lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada bagian lain dari hutan. Kemungkinan lain, terbawa arus laut dan melancong ke tempat-tempat jauh.
Buah nipah (Nypa fruticans) telah muncul pucuknya sementara masih melekat di tandannya. Sementara buah api-api, kaboa (Aegiceras), jeruju (Acanthus) dan beberapa lainnya telah pula berkecambah di pohon, meski tak tampak dari sebelah luarnya. Keistimewaan-keistimewaan ini tak pelak lagi meningkatkan keberhasilan hidup dari anak-anak semai pohon-pohon itu. Anak semai semacam ini disebut dengan istilah propagul.
Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut hingga berkilometer-kilometer jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau selat bersama kumpulan sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat ‘tidur’ (dormant) berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang cocok. Jika akan tumbuh menetap, beberapa jenis propagul dapat mengubah perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya, sehingga bagian akar mulai tenggelam dan propagul mengambang vertikal di air. Ini memudahkannya untuk tersangkut dan menancap di dasar air dangkal yang berlumpur.
Perakaran
Tipe perakaranmangrove ada beberapa macam. Sebenarnya, beranekanya jenis akar yang terdapat pada tumbuhan mangrove adalah sebagai bentuk usaha (daya adaptasi) untuk menghadapi kondisi habitatnya yang berupa substratlumpur dan hampir selalu tergenang air (reaksi anaerob). Flora mangrove, beradaptasi dengan membentuk akar-akar khusus untuk dapat tumbuh dengan kuat dan membantu mendapatkan oksigen dari udara.[14]
Karena kekhasannya, bentuk-bentuk akar mangrove dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk mengidentifikasi jenis tumbuhan mangrove. Ciri morfologi yang digunakan untuk mengenali sesuatu jenis atau spesies tumbuhan, biasanya, adalah bentuk dan susunan bunga, bentuk dan susunan daun, bentuk dan penampakan ranting dan batang, serta beberapa kelengkapan lain seperti adanya daun penumpu, sulur, kelenjar, duri, rambut atau sisik, dan sebagainya. Terutama untuk pohon-pohon di wilayah mangrove dan rawa-rawa, pengenalan bentuk dan jenis perakarannya sangat membantu untuk identifikasi.
Tumbuhan mangrove mengembangkan struktur perakaran yang khas yang disebut akar udara (aerial roots). Yalah akar yang terkena udara secara langsung selama beberapa waktu dalam sehari atau bahkan sepanjang hari. Struktur perakaran tersebut merupakan kunci yang penting untuk membedakan jenis-jenis mangrove. Banir sebenarnya bukan termasuk akar udara, namun biasa ditemukan bersamaan dengan akar udara lainnya dan merupakan salah satu karakteristik yang penting untuk jenis-jenis mangrove.
Bentuk-bentuk perakaran mangrove itu, di antaranya:
Akar pasak/akar napas (pneumatophores). Akar pasak adalah akar yang muncul dari sistem akar kabel yang tumbuh secara horisontal, dan memanjang ke atas ke arah udara. Akar ini bentuknya seperti pasak, pensil atau kerucut yang menonjol ke atas substrat (lumpur, pasir, tanah), dan acap kali berjejal-jejal. Akar napas ini terdapat pada jenis-jenis Avicennia, Sonneratia, dan juga Xylocarpus moluccensis.
Akar lutut (knee roots). Akar lutut merupakan modifikasi dari akar kabel yang pada awalnya tumbuh keluar ke arah permukaan substrat, namun kemudian berbelok ke bawah kembali ke substrat lagi. Oleh sebab itu bentuknya menyerupai lutut yang tertekuk di atas permukaan substrat. Akar lutut seperti ini terdapat pada jenis-jenis Bruguiera, seperti pada B. cylindrica, B. gymnorhiza dan B. parviflora.
Akar tunjang (stilt roots). Akar tunjang merupakan bentuk perakaran yang keluar dari batang (di atas tanah) dan tumbuh miring atau melengkung ke bawah ke arah substrat, dan berfungsi untuk menunjang atau memperkuat berdirinya pohon. Akar ini mula-mula mencuat dari batang pohon dan dahan paling bawah, lalu memanjang ke luar dan menuju ke permukaan tanah. Akar semacam ini terdapat pada jenis-jenis bakau (Rhizophora spp.), seperti pada R. apiculata, R. mucronata dan R. stylosa.
Akar gantung (aerial roots). Akar gantung adalah akar napas yang muncul dari batang atau cabang bagian bawah, tetapi biasanya tidak mencapai substrat; jadi menggantung begitu saja di sisi batang. Akar gantung terdapat pada Rhizophora, Avicennia dan Acanthus (jeruju).
Akar papan (plank roots). Akar papan hampir sama dengan akar tunjang, tetapi akar ini melebar dan memipih tegak menjadi bentuk lempengan panjang, mirip dengan papan yang berkelok-kelok. Akar ini juga tumbuh secara horisontal, berbentuk seperti pita di atas permukaan tanah, bergelombang dan berliku-liku ke arah samping seperti ular. Akar ini, salah satunya, terdapat pada nyirih Xylocarpus granatum.
Banir (buttress). Bentuk banir adalah seperti papan miring, memanjang secara radial dari pangkal batang. Akar banir di antaranya terdapat pada Bruguiera gymnorhiza, tengar (Ceriops spp.) dan juga dungun (Heritiera littoralis).
Tanpa akar udara. Banyak pula jenis tumbuhan mangrove yang memiliki perakaran biasa, tidak memiliki akar udara. Beberapa contohnya adalah jenis-jenis kaboa (Aegiceras corniculatum), teruntum putih (Lumnitzera racemosa), dan Xylocarpus rumphii.
Sebagai catatan, beberapa jenis pohon mangrove dapat memiliki lebih dari satu macam bentuk akar udara secara bersamaan, seperti pada nyirih batu (Xylocarpus moluccensis).
Perdu-perdu dan pohon-pohon mangrove tersebut umumnya berkumpul untuk membentuk suatu ekosistem yang disebut hutan mangrove. Hutan mangrove umumnya terbentuk di zona intertidal di pesisir laut, khususnya di tempat-tempat terjadinya pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muarasungai tempat air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.[15]
^ abGiri, C.; Ochieng, E.; Tieszen, L. L.; Zhu, Z.; Singh, A.; Loveland, T.; Masek, J.; Duke, N. (2011). "Status and distribution of mangrove forests of the world using earth observation satellite data: Status and distributions of global mangroves". Global Ecology and Biogeography. 20 (1): 154–159. doi:10.1111/j.1466-8238.2010.00584.x.
^ abcdefFriess, D. A.; Rogers, K.; Lovelock, C. E.; Krauss, K. W.; Hamilton, S. E.; Lee, S. Y.; Lucas, R.; Primavera, J.; Rajkaran, A. (2019). "The State of the World's Mangrove Forests: Past, Present, and Future". Annual Review of Environment and Resources. 44 (1): 89–115. doi:10.1146/annurev-environ-101718-033302.
^Primavera, J. H.; Savaris, J. P.; Bajoyo, B. E.; Coching, J. D.; Curnick, D. J.; Golbeque, R. L.; Guzman, A. T.; Henderin, J. Q.; Joven, R. V. (2012). Manual on community-based mangrove rehabilitation(PDF). Mangrove Manual. The Zoological Society of London ZSL. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 1 January 2016. Diakses tanggal 15 August 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ abBunting, P.; Rosenqvist, A.; Lucas, R.; Rebelo, L.-M.; Hilarides, L.; Thomas, N.; Hardy, A.; Itoh, T.; Shimada, M. (2018). "The Global Mangrove Watch—A New 2010 Global Baseline of Mangrove Extent". Remote Sensing. 10 (10): 1669. Bibcode:2018RemS...10.1669B. doi:10.3390/rs10101669.
^Simard, M.; Fatoyinbo, L.; Smetanka, C.; Rivera-Monroy, V. H.; Castañeda-Moya, E.; Thomas, N.; Van der Stocken, T. (2018). "Mangrove canopy height globally related to precipitation, temperature and cyclone frequency". Nature Geoscience. 12 (1): 40–45. doi:10.1038/s41561-018-0279-1.
Plaziat, Jean-Claude; Cavagnetto, Carla; Koeniguer, Jean-Claude; Baltzer, Frédéric (2001). "History and biogeography of the mangrove ecosystem, based on a critical reassessment of the paleontological record". Wetlands Ecology and Management. 9 (3): 161–180. doi:10.1023/A:1011118204434.
Agrawala, Shardul; Hagestad; Marca; Koshy, Kayathu; Ota, Tomoko; Prasad, Biman; Risbey, James; Smith, Joel; Van Aalst, Maarten. 2003. Development and Climate Change in Fiji: Focus on Coastal Mangroves. Organisation of Economic Co-operation and Development, Paris, Cedex 16, France.
Barbier, E. B.; Sathirathai, S. (2001). "Valuing Mangrove Conservation in Southern Thailand". Contemporary Economic Policy. 19 (2): 109–122. doi:10.1111/j.1465-7287.2001.tb00054.x.
Lewis, Roy R. III (2004). "Ecological Engineering for Successful Management and Restoration of Mangrove Forest". Ecological Engineering. 24 (4): 403–418. doi:10.1016/j.ecoleng.2004.10.003.
Kuenzer, C.; Bluemel, A.; Gebhardt, S.; Vo Quoc, T.; Dech, S. (2011). "Remote Sensing of Mangrove Ecosystems: A Review". Remote Sensing. 3 (5): 878–928. Bibcode:2011RemS....3..878K. doi:10.3390/rs3050878.
Lucien-Brun, H (1997). "Evolution of world shrimp production: Fisheries and aquaculture". World Aquaculture. 28: 21–33.
Twilley, R. R., V. H. Rivera-Monroy, E. Medina, A. Nyman, J. Foret, T. Mallach, and L. Botero. 2000. Patterns of forest development in mangroves along the San Juan River estuary, Venezuela. Forest Ecology and Management
Murray, M. R.; Zisman, S. A.; Furley, P. A.; Munro, D. M.; Gibson, J.; Ratter, J.; Bridgewater, S.; Mity, C. D.; Place, C. J. (2003). "The Mangroves of Belize: Part 1. Distribution, Composition and Classification". Forest Ecology and Management. 174 (1–3): 265–279. Bibcode:2003ForEM.174..265M. doi:10.1016/s0378-1127(02)00036-1.
Vo Quoc, T.; Kuenzer, C.; Vo Quang, M.; Moder, F.; Oppelt, N. (December 2012). "Review of Valuation Methods for Mangrove Ecosystem Services". Ecological Indicators. 23: 431–446. Bibcode:2012EcInd..23..431V. doi:10.1016/j.ecolind.2012.04.022.
Spalding, Mark; Kainuma, Mami and Collins, Lorna (2010) World Atlas of Mangroves Earthscan, London, ISBN978-1-84407-657-4; 60 maps showing worldwide mangrove distribution
Warne, Kennedy (2013) Let them eat shrimp: the tragic disappearance of the rainforests of the sea. Island Press, 2012, ISBN978-1597263344
Vo Quoc, T.; Oppelt, N.; Leinenkugel, P.; Kuenzer, C. (2013). "Remote Sensing in Mapping Mangrove Ecosystems – An Object-Based Approach". Remote Sensing. 5 (1): 183–201. Bibcode:2013RemS....5..183V. doi:10.3390/rs5010183.
Pranala luar
"Mangrove Factsheet". Waitt Institute. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 September 2015. Diakses tanggal 8 June 2015.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
"Mangroves". Smithsonian Ocean Portal. 30 April 2018.