J. B. Sumarlin
Prof. Drs. Johannes Baptista Sumarlin, M.A., Ph.D. (7 Desember 1932 – 6 Februari 2020) adalah salah seorang ekonom Indonesia yang pernah memegang berbagai jabatan pemerintahan penting di bidang ekonomi. Ia adalah lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 1958. Jabatan yang pernah dipegangnya antara lain Ketua BPK, Menteri Keuangan, Ketua Bappenas dan Menag PAN. Riwayat HidupMengabdi di Pusat Kebijakan EkonomiPria berperawakan kecil dan selalu memberikan senyuman menyejukkan, ini memainkan peran dan pengabdian sentral pada masa pemerintahan Orde Baru (Orba), khususnya di bidang perekonomian. Sejak 1970 hingga 1998, dia berperan dalam pusat kebijakan ekonomi dan keuangan. Dia salah seorang arsitek ekonomi Indonesia yang ‘dibesarkan’ Widjojo dan ‘diandalkan’ Soeharto. Tahun 1970 hingga 1973, penganut agama Katolik kelahiran Nglegok, Blitar, Jawa Timur, 7 Desember 1932, dengan nama baptis Johannes Baptista Sumarlin, ini sudah menjabat sebagai Sekretaris Dewan Moneter. Sebelumnya, ia bahkan sudah mengabdi sebagai Deputi Bidang Fiskal dan Moneter Bappenas. Selanjutnya selama sepuluh tahun (1973-1983), Sumarlin menjabat Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara (Menpan), merangkap Wakil Ketua Bappenas dan Ketua Opstib. Kemudian, ia menjabat sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (Menneg PPN) merangkap Ketua Bappenas tahun 1983-1988. Di sela-sela periode itu ia ditunjuk sebagai Menteri Keuangan ad interim dan Menteri Pendidikan & Kebudayaan ad interim, menggantikan Prof. Dr. Nugroho Notosusanto yang wafat pada 3 Juni 1985. Langkah yang dilakukan oleh Sumarlin saat itu adalah mencabut (melalui Inpres) Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendikbud dan Menteri Luar Negeri Tahun 1975 tentang larangan bagi mahasiswa Indonesia untuk belajar di luar negeri. Hal ini dilakukannya setelah melakukan inspeksi mendadak ke Biro Kerja Sama Luar Negeri Depdikbud dan menyadari adanya larangan tersebut. Pelarangan itu merupakan kebijakan bersama antara Depdikbud dan Departemen Luar Negeri. Mendikbud pada saat itu adalah Sjarif Thajeb, sedangkan Menteri Luar Negeri adalah Adam Malik. Sebelumnya pada Desember 1973-Januari 1974, Sumarlin juga merangkap jabatan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ad-interim, karena Prof. Dr. Ir. Soemantri Brodjonegoro yang wafat, dan mengetuai The Intergovernmental Conference on Cultural Policies in Asia yang diselenggarakan oleh UNESCO di Yogyakarta, 10-19 Desember 1973. Keputusan Presiden Soeharto untuk mengangkat Sumarlin sebagai Mendikbud ad-interim tentunya bukan tanpa alasan. Rekam jejak Sumarlin di bidang pengelolaan perguruan tinggi semasa di Universitas Indonesia tentulah tidak luput dari pengamatan Soeharto. Selain itu, selama masa jabatannya sebagai Menpan, Sumarlin juga sangat banyak berurusan dengan guru, bahkan dianggap berjasa menaikkan harkat, martabat dan kesejahteraan para guru di seluruh Indonesia. Pada Kabinet Pembangunan V periode 21 Maret 1988-17 Maret 1993, Sumarlin menjabat sebagai Menteri Keuangan. Setelah itu, sebelum kejatuhan rezim Orde Baru, Sumarlin dipercaya memimpin lembaga tinggi negara, selaku Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebelum dilantik (pada 10 Agustus 1993), Menteri Sekretaris Negara Moerdiono memberikan keterangan kepada pers bahwa Presiden Soeharto telah berketetapan mengangkat duet Sumarlin-Kunarto sebagai Ketua dan Wakil Ketua BPK. Artinya, Soeharto memang memenuhi janji yang diucapkannya kepada Sumarlin lima bulan sebelumnya. Beliau dilantik sebagai Ketua BPK pada 11 Agustus 1993. Sumarlin menggantikan M. Jusuf yang dikenal luas sebagai seorang yang berdisiplin tinggi dan tidak dapat dibengkokkan untuk melanggar prinsip. Pada saat menjadi Ketua BPK, Sumarlin dibantu oleh Kunarto sebagai Wakil Ketua BPK hingga tahun 1998. Pasangan Sumarlin-Kunarto dianggap banyak pengamat sebagai pasangan yang ideal. Keduanya punya reputasi sebagai orang yang "bersih" dan berprinsip. Sumarlin adalah seorang Katolik yang taat, sedangkan Kunarto adalah seorang Muslim yang taat melakukan ibadah puasa Senin-Kamis. Dia salah satu arsitek ekonomi Indonesia bersama para dedengkot ekonomi lainnya, seperti Widjojo Nitisastro, Emil Salim dan Ali Wardhana. Mereka dijuluki sebagai “mafia Berkeley”. Julukan yang muncul karena para penentu dan pengambil keputusan di bidang ekonomi itu adalah doktor ekonomi lulusan berbagai universitas dari lingkungan Berkeley, Amerika Serikat. JB Sumarlin, misalnya, adalah lulusan master bergelar MA (Master of Arts) dari Universitas California, AS tahun 1960, dan lulusan doktor bergelar Ph.D dari Universitas Pittsburgh, AS tahun 1968. Untuk gelar doktornya Sumarlin lulus dengan disertasi berjudul Some Aspects of Stabilization Policies and Their Institutional Problems: The Indonesian Case 1950-1960. Sebelum mengabdi di lingkungan pusat kebijakan ekonomi, lulusan S1 Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE-UI) tahun 1958, ini sejak tahun 1957 sudah menjadi asisten dosen di almamaternya. Kemudian sejak tahun 1965 diangkat menjadi dosen, lalu sebagai guru besar FE-UI tahun 1979. Sumarlin meraih gelar master (MA) dari Universitas California, Berkeley, AS (1960) dan gelar doktor dari Universitas Pittsburg, AS (1968). Sebelumnya, ia sempat bekerja di sebuah perusahaan industri di Jakarta. Pada masa revolusi fisik, Sumarlin ikut bergerilya sebagai anggota Palang Merah Indonesia, dan sebagai anggota TNI di Jawa Timur. Atas pengabdiannya, ia menerima tanda kehormatan dari pemerintah RI berupa Bintang Mahaputra Adiprana III, 1973. Dua tahun kemudian ia menerima Bintang Grootkruis in de Orde van Leopold II dari pemerintah Belgia. Penggemar olahraga tenis dan jogging, ini menikah dengan Th. Yostiana Soedarmi, dikaruniai empat orang anak. ‘Anak Kecil’ di Belakang WidjojoTentang perawakannya yang kecil, itu pernah secara unik menjadi bahan perkenalan dirinya dengan Sudharmono, mantan Menteri Sekretaris Negara yang akrab disapa Pak Dhar. Ketika itu, di permulaan tahun 1969 atau awal kebangkitan Orde Baru, Sumarlin selaku Deputi Bidang Fiskal dan Moneter Bappenas diminta mendampingi Ketua Bappenas Widjojo Nitisastro menghadiri Sidang Kabinet Terbatas Bidang Ekonomi, di Istana Negara. Sudharmono saat itu masih sebagai Sekretaris Presidium Kabinet, tugasnya membantu Jenderal Soeharto selaku Ketua Presidium Kabinet Ampera. Sudharmono (Pak Dhar), dengan gaya yang serius dan lugas, malah terkesan ‘arogan dan seram’, sambil jarinya menunjuk ke arah Sumarlin, bertanya kepada Widjojo, “Siapa anak kecil yang duduk di belakang kursi Pak Widjojo itu?” Sumarlin lalu langsung diperkenalkan Widjojo ke Pak Dhar. “Oh, ini tenaga yang pernah Pak Widjojo sebutkan tempo hari, yang akan ditarik ke Bappenas,” ujar Pak Dhar lagi, yang dengan nada seenaknya menimpali perkenalan Sumarlin oleh Widjojo. Memperoleh perlakuan demikian, Sumarlin sempat kaget, merasa bersalah berani ikut duduk di belakang Widjojo menghadiri sidang kabinet yang begitu penting bagi negara. Sebab yang hadir dalam sidang seperti itu sangat terbatas dan selektif sekali hanya oleh para menteri. Bila pun ada pendamping harus terlebih dahulu diberitahukan kepada Sekretaris Kabinet. Sumarlin lalu tawar hati, minta kepada Widjojo agar pada sidang kabinet selanjutnya diizinkan untuk tidak ikut mendampingi. Namun Widjojo membesarkan hatinya untuk tetap saja seperti itu ikut hadir dalam sidang-sidang kabinet selanjutnya. Ajakan Widjojo benar. Malah Sumarlin menjadi salah seorang menteri paling dipercaya Soeharto di bidang ekonomi-keuangan. Sewaktu menjabat sebagai Deputi Bappenas, Sumarlin sangat intensif bekerja sebagai salah satu anggota Tim Penyempurnaan Bahan GBHN 1973, yang dipimpin oleh Sudharmono selaku Sekretaris Kabinet. Setiap tahun Sumarlin bertugas menyiapkan penyusunan Lampiran Pidato Kenegaraan yang disampaikan oleh Soeharto setiap tanggal 16 Agustus, di depan sidang DPR, yang merupakan laporan tahunan pelaksanaan Repelita. Sumarlin juga aktif sebagai anggota Tim Penyempurnaan Naskah GBHN 1973 pimpinan Sudharmono, anggota Dewan Pembina Harian Dharma Wanita pimpinan Amir Machmud (Menteri Dalam Negeri), Wakil Ketua Tim Pengendali Pengadaan Barang/Peralatan Pemerintah tahun 1980 pimpinan Sudharmono, atau yang sehari-hari dikenal sebagai Tim Keppres 10, serta sebagai Wakil Ketua Tim Penghimpun Bahan-Bahan GBHN 1978 dan 1983 yang juga dipimpin Sudharmono. Pendidikan
Karier
PenghargaanIa mendapatkan tanda kehormatan dari baik dari dalam dan luar negeri diantaranya;[1] Dalam NegeriLuar Negeri
Kehidupan PribadiKeluargaJ.B. Sumarlin lahir dari pasangan Sapoean Pawirodikromo dan Karmilah, seorang buruh tani. Kakek dari jalur ibu, Toedjo Towinangoen, adalah seorang petani yang memiliki sawah dan pekarangan luas di Desa Ngadirejo. Nenek dari jalur ibunya bernama Raminah. Ngadirejo pada masa itu termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Di utara desa, Gunung Kelud menjulang gagah. KematianJohannes Baptista Sumarlin meninggal dunia pada kamis 6 Februari 2020 pukul 14.15 WIB di umur 88 tahun setelah sebelumnya dirawat di RS Carolus. J.B. Sumarlin akan disemayamkan di rumah duka MRCC Siloam Semanggi dan dikebumikan di San Diego Hills pada 10 Februari 2020.[3] Referensi
Pranala luar
|