Panji Surachman Cokroadisuryo

Panji Surachman Cokroadisuryo
Menteri Keuangan Indonesia ke-4
Masa jabatan
5 Desember 1945 – 2 Oktober 1946
PresidenSoekarno
Perdana MenteriSoetan Sjahrir
Menteri Kemakmuran Indonesia ke-1
Masa jabatan
19 Agustus 1945 – 14 November 1945
PresidenSoekarno
Sebelum
Pendahulu
Tidak ada, jabatan baru
Sebelum
Presiden Universiteit Indonesia ke-1
(Rektor UI)
Masa jabatan
1950–1951
Sebelum
Pendahulu
Wietse Radsma[a]
Pengganti
Soepomo
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir30 Agustus 1894
Wonosobo, Jawa Tengah, Hindia Belanda
Meninggal16 November 1952(1952-11-16) (umur 58)
Den Haag, Belanda
AlmamaterTechnische Hoogeschool Delft
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Ir. Raden Mas Pandji Soerachman Tjokroadisoerjo (EYD: Panji Surahman Cokroadisuryo) (30 Agustus 1894 – 16 November 1952) adalah insinyur teknik kimia pribumi pertama yang pernah menjabat Menteri Kemakmuran pada Kabinet Presidensial, Menteri Keuangan pada Kabinet Sjahrir I, dan Presiden Universitas Indonesia yang pertama setelah penyerahan kedaulatan RI.

Riwayat hidup

Raden Mas Pandji Soerachman Tjokroadisoerjo lahir di Wonosobo, Jawa Tengah pada tanggal 30 Agustus 1894. Ia lahir dari keluarga Bupati di Wonosobo, ayahnya bernama Raden Mas Toemenggong Soerjohadikoesoemo, bupati Wonosobo ketiga. Kakeknya adalah Raden Mas Adipati Ario Tjokroadisoerjo, bupati Wonosobo kedua. Jika ditelusuri lebih lanjut, Soerachman merupakan keturunan generasi ke-5 dari Hamengkubuwana II. Soerachman menikah dengan R.Aj. Soenarti (Putri tunggal dari Bupati Kabupaten Grobogan, R.A.A. Pangeran Soenarto) yang masih berusia 16 tahun pada tahun 1922. Perkawinan terjadi akibat kemauan orang tua dari kedua belah pihak yang sesama Bupati. Dari hasil pernikahannya, ia memiliki 3 orang putri dan 1 orang putra:

  1. R.A. Soerachti (Menikah dengan Dr. Afloes);
  2. R.A. Soenarni (Menikah dengan Mr. Soemardi Mangoenkoesoemo);
  3. R.A. Isbadi, menikah dua kali: dengan T.W. Mulia (Putra dari Todung Sutan Gunung Mulia) dan dengan Letkol. H. Daan Jahja (Gubernur (Militer) Jakarta dan Panglima Divisi Siliwangi);
  4. R.M. Soenarto, meninggal sewaktu remaja.

Pendidikan

Soerachman menjalani pendidikan dasarnya di sekolah Belanda ELS (Europeesche Lagere School). Semasa sekolah, Soerachman sangat menonjol dalam bidang ilmu pengetahuan hingga lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Setamatnya dari ELS, Soerachman melanjutkan pendidikan menengahnya di Hogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915, ia dikirim oleh pemerintah ke negeri Belanda dan diterima di Technische Hoogeschool Delft. Meskipun pada waktu itu Perang Dunia I sedang berlangsung, namun berkat ketekunannya ia dapat menyelesaikan studinya selama tepat 5 tahun dengan gelar Insinyur Kimia tepatnya pada tahun 1920. Ia merupakan satu-satunya dan insinyur Teknik kimia pribumi di Indonesia pada saat itu.

Karier

Dalam memulai karier untuk pertama kalinya, Soerachman ditempatkan di Kota Bandung. Di sana, ia mendapat tugas untuk memimpin Laboratorium Kimia. Sebenarnya orang tua Soerachman mengharapkan ia dapat menggantikan posisinya sebagai Bupati, tetapi jabatan itu tidak menarik perhatian Soerachman. Soerachman juga menolak ketika ia akan diangkat menjadi Mantri Polisi setelah menerima gelar Insinyur-nya. Ia lebih tertarik untuk mengabdikan dirinya dalam bidang ilmu pengetahuan.

Masa Penjajahan Belanda

Pada waktu Soerachman bekerja di Bandung, banyak mahasiswa dan tokoh pergerakan yang sering mengadakan hubungan dengannya, salah seorang di antara mereka ialah Bung Karno. Dengan banyaknya pertemuan yang terjadi antar dirinya dengan tokoh pergerakan mengundang kecurigaan pihak pemerintah Hindia Belanda. Akibatnya Soerachman dipindahkan dari Bandung ke Laboraturium di Kebun Raya Bogor. Setelah 3 tahun ia bertugas di Bogor, Soerachman kembali dipindahkan tugas, kali ini ke Yogyakarta. Suatu keuntungan bagi masyarakat Yogyakarta yang pada waktu itu hanya mengerjakan batik maupun kerajinan perak berdasarkan pengalaman. Soerachman yang dari kecil selalu dididik untuk bergaul dengan seluruh lapisan ini banyak membantu para pengrajin, antara lain dengan membimbing cara memilih warna dan mencampur bahan-bahan yang dipergunakan, serta pemilihan mori dan bahan-bahan kimianya. Soerachman bertugas selama kurang lebih 4 tahun di Yogyakarta, kemudian dipindahkan kembali ke Bogor hingga tahun 1936 sebelum akhirnya ditempatkan di Departemen Perekonomian di Jakarta.

Karena Soerachman masih berhubungan dengan pemimpin-pemimpn pergerakan seperti Bung Hatta dan yang lainnya, kedudukannya dalam memimpin Departemen belum sepenuhnya dipercayakan kepadanya. Walaupun pertemuan-pertemuan ini selalu ditutup-tutupi, namun pihak pemerintah dapat mengetahuinya yang menyebabkan jabatan Kepala Bagian Departemen tidak diserahkan kepadanya.

Soerachman sebenarnya ingin berkecimpung dalam pergerakan, namun karena ia telah terikat oleh tugas sebagai pegawai pemerintah, ditambah lagi adanya permintaan keluarga, maka ia hanya dapat memberi bantuan kepada pergerakan dari belakang. Jabatannya dalam Departemen pada waktu itu merupakan kedudukan yang tinggi bagi penduduk bumiputera. Ketika itu, ia duduk bersama dengan Ir. Sasrahadikusuma dalam Departemen Perekonomian.

Ia pernah diserahi tugas untuk mengurusi perusahaan-perusahaan Jerman yang diambil alih oleh pemerintah Belanda yang selanjutnya dikelola oleh badan usaha bangsa Indonesia sendiri. Dalam penyerahan kepercayaan kepada mereka itu tidaklah begitu saja, tetapi diseleksi dari Badan yang dapat dipercaya, yaitu dari golongan menengah. Di antara hasil seleksinya antara lain ialah Raman Tamin, yaitu suatu usaha dagang yang telah terkenal pada waktu itu diserahi pemintalan di Jawa Timur. Pemintalan itu diambil dari Belanda lalu diserahkan kepadanya. Kepercayaan yang sama juga diserahkan kepada Dasaat, yang diambil dari perusahaan Jerman, selanjutnya dikombinasikan dengan perusahaan Belanda dengan Mangkunegaran. Pemerintah Mangkunegaran diberinya fasilitas untuk bekerja sama dengan perusahaan Belanda. Kerja sama ini dapat berjalan lancar karena pihak Mangkunegaran bersedia menerima saran dan pengarahan demi kemajuan. Badan usaha gabungan ini bergerak dalam perdagangan mesin-mesin, tenunan, dan penggilingan padi. Badan ini merupakan satu-satunya importir yang terkuat pada waktu itu.

Masa Penjajahan Jepang

Pada waktu pemerintahan Jepang di Indonesia, orang-orang penting, di antaranya Ir. R.M. Pandji Soerachman Tjokroadisoerjo, Abikoesno, dan Ratu Langie dipanggil Jepang. Pertemuan ketiga orang itu terjadi pada tanggal 8 Maret 1942, tepat dengan hari menyerahnya pemerintah Belanda kepada Jepang. Soerachman yang memegang peranan penting dalam bidang Ekonomi, diserahi untuk memegang Departemen Perekonomian atau Kemakmuran.

Masa Kemerdekaan

Menurut keputusan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Soerachman menduduki posisi Menteri Kemakmuran dalam Kabinet Presidensial. Pada akhir pemerintahan Jepang dan awal pemerintahan Republik Indonesia, keadaan ekonomi kacau balau. Inflasi meningkat dengan hebat, adapun yang menjadi sumber inflasi adalah mata uang Jepang yang tidak terkendalikan. Peredaran mata uang Jepang diperkirakan sejumlah 4 Miliar. Sampai dengan bulan Agustus 1945 mata uang Jepang yang beredar di Jawa berjumlah 1,6 Miliar. Jumlah ini kemudian bertambah lagi ketika pasukan Serikat berhasil menduduki kota besar di Indonesia dan segera menguasai bank-bank. Dari bank-bank itu diedarkan uang cadangan sebesar 2,3 Miliar untuk tujuan operasi dan membiayai pembantu-pembantunya, menggaji pegawai dalam rangka mengembalikan pemerintahan kolonial Belanda. Pemerintah Indonesia tidak dapat menyatakan bahwa uang pendudukan Jepang tidak berlaku karena Negara Indonesia belum memiliki uang untuk menggantikannya. Kas pemerintah kosong, pajak-pajak dan bea masuk lainnya sangat berkurang, sebaliknya pengeluaran negara semakin bertambah besar. Untuk sementara waktu, kebijakan yang diambil pemerintah adalah mengeluarkan penetapan berlakunya mata uang sebagai tanda pembayaran yang sah di wilayah RI. Untuk itu, ditetapkan tiga macam mata uang: mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.

Kedudukan dan situasi yang dialami pemerintah ini masih ditambah lagi dengan adanya blokade laut, pintu keluar masuk perdagangan Republik, oleh Angkatan Laut Belanda. Tindakan blokade laut ini dimulai pada November 1945. Adapun alasan blokade ini adalah:

  • Mencegah dimasukannya senjata dan alat-alat militer ke Indonesia;
  • Mencegah dikeluarkannya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya; dan
  • Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan-tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh bukan bangsa Indonesia.

Alasan yang dikemukakan oleh Belanda itu adalah suatu usaha untuk melikuidasi Republik dengan senjata ekonomi. Terutama timbulnya keadaan sosial yang buruk, kekurangan bahan impor yang sangat dibutuhkan. Barang-barang milik Republik dihancurkan atau dibumihanguskan. Keadaan inflasi yang semakin besar menimbulkan kebencian terhadap pemerintah Republik. Saat itu, perbendaharaan Republik dalam keadaan kosong dan pengeluaran negara semakin membesar. Pihak Belanda mengira bahwa Republik secara ekonomi akan segera hancur.

Soerachman sebagai Menteri Kemakmuran berusaha keras untuk mengimbangi usaha penghancuran dari pihak Belanda. Pemerintah segera mengambil alih semua milik asing yang dilakukan oleh rakyat dengan menghadapi segala konsekuensinya. Perusahaan-perusahaan itu segera diproklamasikan sebagai milik Republik. Untuk pemindahan perusahaan-perusahaan itu, pada tanggal 4 Oktober 1945, Soerachman, atas nama pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan maklumat no. 2. Pemerintah Republik Indonesia merasa berkewajiban mengawasi perusahaan dan kekayaan tersebut. Guna keperluan itu, Departemen Kemakmuran membentuk jawatan yang mengurus perusahaan dan kekayaan tersebut. Tindakan ini diselenggarakan agar keamanan dan kemanfaatan dari perusahaan-perusahaan tersebut terjamin.

Presiden Pertama Universitas Indonesia (UI)

Jasa Soerachman pada zaman kemerdekaan tidaklah dapat dilepaskan dengan berdirinya Universitas Indonesia. Menjelang pengakuan kedaulatan Indonesia Serikat, Pemerintah Indonesia membentuk Panitia Persiapan negara (PPN) yang bertugas antara lain mempersiapkan pengambilalihan lembaga perguruan tinggi yang diselenggarakan NICA. Undang-undang Darurat No.7 tahun 1950 mewajibkan Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan mengambil tindakan secepat-cepatnya terhadap Universiteit van Indonesie beserta semua fakultasnya, agar universitas tersebut dapat memenuhi aliran nasional Republik Indonesia Serikat. Pada tanggal 2 Februari 1950 terjadilah perundingan antara pihak Republik Indonesia (diwakili antara lain oleh dr. Abu Hanifah) dengan pihak Belanda bertempat di Aula Fakultas Kedokteran, Jalan Salemba No. 6 Jakarta. Perundingan ini tidak berjalan dengan semestinya dan berakhir dengan kekacauan. Akan tetapi pada hari itulah juga lahir suatu lembaga pendidikan baru, yang bernama Universiteit Indonesia (kemudian menjadi Universitas Indonesia).

Universitas ini merupakan penggabungan dari Universiteit van Indonesie milik NICA dan "Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia". Termasuk di dalamnya adalah penggabungan dari Faculteit der Rechtsgeleerdheid en Sociale Wetenschappen dan "Fakultas Hukum" milik "Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia", dengan nama Fakulteit Hukum dan Pengetahuan Masyarakat (dengan Dekan: Prof. Mr. Djokosoetono dan Panitera: Prof. Mr. Dr. Hazairin).

Ir. R. M. Pandji Soerachman Tjokroadisoerjo merupakan presiden (saat ini disebut rektor) pertama Universiteit Indonesia (UI) yang secara resmi memulai kegiatannya pada tanggal 2 Februari 1950. Kantor Presiden Universiteit Indonesia mula-mula berkedudukan di Jakarta, tepatnya di gedung Fakultas Kedokteran di Jl Salemba Raya no. 6, kemudian dipindahkan ke salah satu bangunan bekas pabrik madat di Jl. Salemba Raya no. 4, Jakarta. Tanggal 2 Februari 1950 kemudian dijadikan hari kelahiran Universitas Indonesia.

Nama Soerachman terpilih menjadi salah satu dari 19 nama tokoh yang dianggap berjasa oleh Universitas Indonesia yang diabadikan menjadi nama jalan di dalam lingkup Universitas Indonesia. Peresmian 19 nama jalan akses sepanjang 15 kilometer ini ditandai dengan penyerahan pin emas dan sertifikat kepada ahli waris di Gedung Balai Sidang kampus UI, Rabu 10 Juni 2009.

Akhir Hayat

Pada tahun 1952, Soerachman ditunjuk sebagai ketua delegasi Perwakilan Indonesia ke negeri Belanda untuk menyelesaikan urusan pemindahan perusahaan-perusahaan dan pertambangan timah. Tugas ini bertujuan untuk menasionalisasikan semua perusahaan Belanda di Indonesia. Sewaktu Soerachman masih menjalankan tugasnya di Belanda, selama 6 bulan ia menderita penyakit darah tinggi hingga akhirnya wafat disana. Ia dimakamkan di pemakaman Candiwulan, Jawa Tengah.

Catatan

  1. ^ Sebagai President van de Universiteit van Indonesië

Rujukan

  • Prof. Ir. Raden Mas Panji Surakhman Cokroadisuryo: "Hasil Karya dan Pengabdiannya", Oleh: Drs. Suratmin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional 1981/1982.
Jabatan politik
Didahului oleh:
Soenarjo Kolopaking
Menteri Keuangan Indonesia
1945–1946
Diteruskan oleh:
Syafruddin Prawiranegara
Posisi baru Menteri Kemakmuran Indonesia
1945
Diteruskan oleh:
Darmawan Mangunkusumo
Jabatan akademik
Posisi baru Presiden Universiteit Indonesia
1950–1951
Diteruskan oleh:
Soepomo
Kembali kehalaman sebelumnya