Poerbonegoro Soemitro Kolopaking
Raden Adipati Arya Poerbonegoro Soemitro Kolopaking adalah bupati Kabupaten Banjarnegara sejak tahun 1927 hingga 1945. Dia terpilih menjadi seorang anggota BPUPKI pada 1945. BiografiSoemitro Kolopaking lahir di Papringan, Banyumas pada tanggal 14 Juni 1887. Ia adalah anak dari Raden Tumenggung Jayanegara II dengan pangkat "Adipati Arya" yang merupakan keturunan Kanjeng Raden Adipati Dipadiningrat. Dia mengenyam Sekolah Jawa (1893-1896), ELS (1896-1901), Gymnasium Willem III (1901-1907) dan dilanjut sebagai Mahasiswa Indologi di Leiden (1907-1914). Selama menjadi mahasiswa itu Soemitro melanglang buana ke berbagai negara untuk mencari tambahan dana kuliah. Sebagai bupati, ia mengalami 3 zaman, yaitu zaman Hindia Belanda, Jepang dan Republik Indonesia. dan menerima sebutan "Gusti Kanjeng Bupati", lalu "Banjarnegara Ken Cho" dan terakhir sebagai "Bapak Bupati". Bupati dan Tokoh IntelKapal kelas empat dengan tiket seharga 15 gulden mengantar Soemitro ke Belanda pada 1907. Saat itu, ia masih berusia 19 tahun dan baru lulus dari HBS KW III. Seperti ditulis Harry Poeze dalam Di Negeri Penjajah (2007, hlm. 75), Soemitro tinggal di Leiden dan bekerja sebagai perawat domba dengan upah 1,5 gulden perhari. Kadang Soemitro pergi ke Jerman dan bekerja di pertambangan dengan nama samaran WA Snell. Dia sempat belajar pertanian di Hiide Maatschappij dan sebuah sekolah pertamanan. Di Leiden, ia belajar Indologi, ilmu yang sangat berguna baginya jika bekerja di jawatan pemerintahan Hindia Belanda. Soemitro adalah salah seorang pendiri Perhimpunan Indonesia. Ia pulang setelah tujuh tahun belajar di Belanda. Di Hindia Belanda, Soemitro sempat jadi pegawai di Pegadaian dan Pabrik teh, sebelum jadi perwira Polisi di Bandung. Pada awal abad ke-20, menurut Soemitro dalam Tjoret-tjoretan Pengalaman Sepandjang Masa (1969, hlm. 29), posisi paling tinggi orang Indonesia di kepolisian adalah Inspektur Kepala. Tidak bisa lebih dari itu. “Jadi Komisaris Polisi tidak mungkin,” aku Soemitro. Namun ada kebijakan baru yang berlaku sejak 1917. “Saya diminta jadi proefkonijn (kelinci percobaan pertama) (sebagai) seorang aspirant (calon) komisaris polisi, belajar dua tahun di Sekolah Polisi di Jakarta," tulis Soemitro. Ia lulus pada 1919 dan ditempatkan di kota Bandung sebagai Komisaris Polisi Kelas II. Semasa jadi polisi, Soemitro sukses membongkar kasus menghebohkan seorang Robin Hood lokal bernama Parta Kutang. Pangkatnya di kepolisian Bandung lumayan tinggi, yakni Komisaris. Pada 1922, ia diangkat menjadi komandan Veldpolitie (Polisi Lapangan) untuk daerah Pariangan Lama yang meliputi: Bandung, Cianjur, Sukabumi, Garut, Tasikmalaya dan Ciamis. Namun, Soemitro harus berhenti jadi perwira polisi di Bandung. “Soemitro diangkat menjadi Wedana Sumpiuh atas permintaan keluarganya di Banyumas,” tulis Sugeng Priyadi (2002, hlm. 223). Setelah mendapat jabatan setara kepala distrik atau camat itu, ia jadi bupati pada 1927, menggantikan ayahnya. Rekor jabatan sang ayah sebagai bupati selama 29 tahun rupanya tak bisa dipecahkan Soemitro. 'Cuma' dua dekade ia duduk di kursi ayahnya. Revolusi mengubah semuanya. Seperti adiknya, Sunario, Soemitro juga dipercaya Hatta. Setelah tidak ada lagi Badan Intelijen sebesar BRANI atau Bagian V, Hatta mempercayakan Soemitro untuk memegang Biro Keamanan, sebuah badan intel kecil yang kurang populer di bawah Kementerian Pertahanan: Biro Keamanan. Sebelum munculnya Badan Koordinasi Intelejen (BKI), laki-laki yang juga dikenal sebagai Poerbonegero Soemitro Kolopaking ini adalah penasehat Kepolisian Indonesia yang sehari-hari bekerja membantu staf Biro Keamanan. Pranala luar |