Kerajaan Sagara Pasir
Menurut Ridwan Saidi, budayawan Betawi, sebelum Masehi di tatar Pasundan ada 46 kerajaan kuno, salah satunya adalah Segara Pasir, yang mendirikan pusat pemerintahannya di daerah pesisir Pantai Utara Bekasi. Kebudayaan Kerajaan Segara Pasir, dipengaruhi oleh Egypt Kuno (Mesir), hal tersebut bisa dilihat dari manik-manik yang banyak ditemukan di sekitar Situs Buni.[1] Situs Buni adalah kompleks pemakaman resi. Maka tidak mengherankan, jika sampai saat ini warga masih mudah menemukan sejumlah benda-benda purbakala, seperti manik-manik, mata tombak, perhiasan, dan tulang belulang. Bahkan, pada tahun 1950 - 1980an, Situs Buni menjadi "Surga" bagi para pemburu harta karun. Situs Buni menyimpan kekayaan arkeologis yang diperkirakan berasal dari zaman neolitikum, paleometalik, hingga Kerajaan Tarumanegara yang membentang antara tahun 2000 SM - 800 M. Benda-benda arkeologis tersebut kini disimpan di Museum Nasional, Jurusan Arkeologi Universitas Indonesia, dan Pusat Arkeologi Nasional. Ditilik dari rentang waktu tersebut, maka jika fakta sejarah seputar lokasi Situs Buni benar-benar terbukti sebagai lokasi Kerajaan Segara Pasir, maka dapat dipastikan bahwa kerajaan ini lebih dulu ada sebelum Kerajaan Tarumanegara yang berdiri antara abad ke-4 hingga 7 M.[2] Keberadaan Kerajaan Segara Pasir yang telah berdiri sebelum kemunculan Kerajaan Tarumanegara mulai terdesak akibat hegemoni yang dilakukan oleh Kerajaan Tarumanegara. Akibat kalah perang, Kerajaan Segara Pasir harus merelakan wilayahnya dijadikan pangkalan militer oleh Kerajaan Tarumanegara. Fungsi pangkalan militer ini, adalah untuk basis penarikan pajak atau upeti dari setiap transaksi perdagangan serta kekayaan alam dari kerajaan-kerajaan kecil taklukan Kerajaan Tarumanegara. Awal PenelitianSitus-situs hunian dari masa akhir prasejarah di pesisir utara Jawa Barat antara lain: Anyer, Buni dan Karawang. Penelitian di Situs Anyer yang berlokasi di tepi pantai Selat Sunda (Pandeglang) dipelopori oleh van Heekeren (1955) dan kemudian dilanjutkan oleh Puslit Arkenas tahun 1979. Di situs ini ditemukan tempayan-tempayan besar yang dipakai sebagai wadah kubur (ada yang bertumpuk) dan berbagai bekal kubur berupa benda-benda tanah liat, benda-benda logam, dan manik-manik. Ciri tembikar yang sangat khas dari situs ini berupa kendi berleher panjang tanpa cerat, cawan berkaki, dan periuk berukuran kecil sampai sedang. Pertanggalan situs ini berasal dari sekitar abad ke-2 – 3 Masehi.[3] Penelitian arkeologis di Situs Buni dilakukan oleh Lembaga Purbakala pada tahun 1960, 1964, 1969, dan 1970. Pada awalnya situs ‘Kompleks Gerabah Buni’ hanya ditemukan di daerah Buni (Bekasi), namun kemudian penyebarannya semakin meluas di sepanjang pantai utara Jawa Barat di daerah Kedungringin, Wangkal, Utanringin sampai di wilayah Karawang (Batujaya, Puloglatik, Kertajaya, Dongkal, Karangjati, serta di Cikuntul dan Tanjungsari). Hasil penelitian tersebut umumnya berupa rangka-rangka manusia yang dikuburkan secara langsung (primer) dan berbagai bekal kubur antara lain: gerabah (tempayan, periuk, pedupaan, cawan, dan kendi), beliung dan gelang batu, benda-benda perhiasan dari emas, benda-benda logam dari perunggu-besi, dan manik-manik. Pertanggalan Situs Buni diperkirakan dari sekitar abad ke- 2 – 5 Masehi. Penelitian Situs Tanjungsari di Karawang pertama kali dilakukan oleh Puslit Arkenas pada tahun 2015 dan kemudian dilanjutkan tahun 2016. Konon pada sekitar tahun 1980-an lokasi ini pernah diacak-acak oleh para penggali liar untuk mencari harta karun (emas). Dari hasil penelitian yang relatif singkat selama 2 tahap tersebut berhasil ditemukan berbagai macam temuan menarik; antara lain berupa fragmen tulang-tulang dan gigi manusia, cangkang kerang, serta fragmen gerabah yang sangat melimpah dengan berbagai macam pola hias. Salah satu pola hias gerabah yang terdapat di situs ini memperlihatkan corak Arikamedu dengan ciri khasnya ‘roulete wares’ yang berasal dari India Selatan. Dari hasil pengamatan stratigrafi menunjukkan bahwa situs ini dahulu merupakan situs tepi pantai (situs ini berada sekitar 5 km dari garis pantai sekarang). Hasil pertanggalan situs Tanjungsari menunjukkan kisaran antara 2.000 – 1.000 tahun lalu. Penelitian Situs Tanjungsari bertujuan untuk mengetahui ciri atau marker-marker budaya (terutama dari tipologi gerabah) terhadap unsur-unsur pengaruh dari luar dalam kaitannya dengan kedatangan awal Diaspora Austronesia di Karawang pada masa prasejarah. Kerajaan Sagara Pasir Cikal Bakal BekasiAsal-usul nama Bekasi secara filologis berasal dari candrabhaga. Candra berarti bulan atau sasi dalam bahasa Sanskerta. Dan bhaga berarti bagian. Jadi Candrabhaga berarti bagian dari bulan. Pelafalan kata Candrabhaga kadang berubah menjadi Sasibhaga atau Bhagasasi. Namun dalam pengucapannya sering disingkat Bhagasi. Dan karena pengaruh bahasa Belanda sering ditulis Bacassie. Di Stasiun Kereta Api Lemahabang pun pernah ditemukan plang nama Bacassie. Dan seiring waktu, kata Bacassie kemudian berubah menjadi Bekasi sampai sekarang.[4] Sejarah BerubahDengan adanya Kerajaan Sagara Pasir di bekasi ini, muncul desakan dari berbagai elemen di bekasi untuk memperbaiki sejarah.[5] Bukti PeninggalanPeninggalan artefak berupa gerabah telah ditemukan di hunian Buni Bekasi. Di masanya sangat terkenal sebagai pabrik gerabah masa perundagian adalah kompleks gerabah Buni di Desa Buni Bekasi ini.[6] Penemuan gerabah Prasejarah atau tembikar dari masa prasejarah merupakan suatu bukti adanya kemampuan manusia pada masa lalu dalam menciptakan benda-benda yang berguna bagi mereka. Selain itu, dari sisi teknologi, pembuatannya juga menunjukkan bahwa kehidupan mereka senantiasa berkembang. Bahan-bahan yang bisa digunakan mereka dapati dari alam yaitu tanah liat, akan tetapi tidak semua tanah bisa digunakan untuk membuat gerabah perlu pengetahuan khusus untuk memilih jenis tanah liat terbaik agar tembikar yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik pula. Pembuatan gerabah pada masa prasejarah ternyata mengalami perkembangan yang cukup signifikan dari mulai bentuk dan pola hias yang sederhana ke tingkat yang lebih kompleks lagi. Garis waktuReferensi
|