Pada awalnya Palembang merencanakan membangun monorel dari Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II ke Kompleks Olahraga Jakabaring sebagai alternatif transportasi umum karena berdasar penelitian yang ada, kota Palembang akan mengalami macet total pada 2019 mendatang.[7]
Dalam rangka menyambut Pesta Olahraga Asia 2018 di Palembang, rencana pembangunan monorel tersebut kemudian dibatalkan karena kesulitan mencari investor yang dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu serta proyek dianggap kurang menguntungkan. Monorel kemudian diganti dengan LRT yang dianggap lebih efektif. Proyek senilai Rp9,4 triliun ini diminta dibiayai oleh Pemerintah Pusat melalui APBN dan penugasan konstruksi pada BUMN.[8][9]
Presiden Joko Widodo kemudian menandatangani Perpres Nomor 116 Tahun 2015 tentang percepatan penyelenggaraan kereta api ringan di Sumatera Selatan tanggal 20 Oktober2015. Menurut Perpres, pemerintah menugaskan kepada PT Waskita Karya Tbk untuk membangun prasarana LRT meliputi jalur termasuk konstruksi jalur layang, stasiun dan fasilitas operasi. Pendanaan proyek di 2016 akan dibiayai PT Waskita Karya. Selanjutnya, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan akan mengalokasikan anggaran pembiayaan proyek tersebut pada APBN 2017 dan 2018.[10][11]
Pembangunan prasarana LRT Sumatera Selatan selesai pada Februari 2018. Serangkaian uji coba dilaksanakan sejak Mei hingga Juli 2018, termasuk uji coba terbatas dengan penumpang pada 23-31 Juli2018.[12] Operasi penuh LRT Sumsel dimulai pada 1 Agustus2018, dengan 6 stasiun prioritas dibuka untuk melayani penumpang dari dan menuju tempat pertandingan Pesta Olahraga Asia 2018.[2]
Spesifikasi
Armada
Hingga Agustus 2018, sebanyak 8 (delapan) rangkaian kereta ringan yang diproduksi PT Industri Kereta Api tiba di Palembang sejak April 2018, masing-masing rangkaian kereta terdiri dari tiga kereta.[13] Setiap rangkaian kereta mampu mengangkut hingga 722 penumpang: 231 penumpang di kereta pertama dan ketiga, dan 260 orang di kereta kedua. Sementara, kapasitas tempat duduk sebanyak 78 penumpang.[14] Rangkaian kereta dapat mengangkut penumpang dari Bandara SMB II menuju Jakabaring dengan waktu tempuh sekitar 30-45 menit.[15]
Kereta ini memiliki sistem daya kelistrikan 750 V DC dengan aliran listrik rel ketiga.[16] Setiap rangkaian yang diproduksi PT Industri Kereta Api di Madiun terbuat dari aluminium, dengan dimensi tinggi rangkaian 3.700 mm (4 yd 0 ft 2 in), tinggi lantai kereta 1.025 mm (1 yd 0 ft 4,4 in), jarak antar bogie 11.500 mm (12 yd 1 ft 9 in), dan panjang setiap rangkaian kereta dengan tiga kereta sepanjang 51.800 mm (56 yd 1 ft 11 in). Bahan pembuat rangkaian kereta yang diproduksi PT Industri Kereta Api sebagian besar sudah berasal dari material dalam negeri.[17]
Stasiun
Ada 13 stasiun pada jalur LRT ini dan 1 depot.[18] 12 stasiun di antaranya telah beroperasi sejak 6 Oktober2018.[19] Setiap rangkaian kereta akan berhenti selama 1 menit di setiap stasiun, kecuali di setiap stasiun akhir perjalanan rangkaian kereta akan berhenti selama 10 menit[20] 5 di antara 13 stasiun yang ada dilengkapi dengan jembatan penghubung dengan bangunan-bangunan di sekitarnya.[21]
LRT Sumsel berjalan melalui rel-kereta-layang tanpa balast dengan lebar sepur 1.067 mm (3 ft 6 in), yang membentang sepanjang 23,4 kilometer (14,5 mi) dari Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II di ujung barat menuju Depot OPI di ujung timur. Teknologi persinyalan kereta ini menggunakan metode sinyal fixed-block, dengan dilengkapi peralatan rel ketiga.[20] Rel kereta dibangun menyeberangi Sungai Musi, sejajar dengan Jembatan Ampera.[29]
Jumlah penumpang dan tarif
Pemerintah menargetkan jumlah penumpang sebesar 96.000 orang perhari melalui proyek ini dengan perkiraan pertambahan jumlah penumpang hingga 110.000 orang perhari pada tahun 2030.[30] Tarif sekali angkut penumpang kereta ini sebesar Rp5.000,00 untuk 1 penumpang, dengan tujuan / keberangkatan selain Bandara SMB 2, dan Rp10.000,00 untuk 1 penumpang dengan tujuan / keberangkatan Bandara SMB 2.[31] Tarif ini disubsidi pemerintah dengan kisaran Rp200–300 miliar setahun hingga jumlah penumpang yang menaiki moda ini dapat menutup biaya operasional.[32] Pembayaran tiket LRT Sumatera Selatan dapat menggunakan uang tunai, ataupun Kartu Uang Elektronik sebagai berikut :
LRT Sumatera Selatan masih memiliki beberapa PR Besar terkait fasilitas dan juga layanan nya. Permasalahan tersebut meliputi :
Tidak adanya Ticketing Vending Machine, salah satu fasilitas yang sangat disorot oleh beberapa masyarakat. Layanan serupa seperti MRT Jakarta, LRT Jakarta, LRT Jabodebek, bahkan KAI Commuter) memiliki sarana tersebut dan tersedia hampir di semua stasiun, bahkan sarana mesin ATM pun tidak tersedia di semua stasiun LRT. Transportasi kereta modern dalam kota di wilayah DKI Jakarta seperti MRT Jakarta, LRT Jakarta, dan KAI Commuter waktu itu memiliki fasilitas Ticketing Vending Machine untuk pembelian tiket Single Trip, namun seiring perkembangan, fasilitas tersebut tidak digunakan lagi, dan digantikan oleh Ticketing Vending Machine untuk pembelian sekaligus top up Kartu Uang Elektronik (KAI Commuter masih memiliki mesin tuntuk pembelian sekaligus top up Kartu Multi Trip). Saat ini untuk pembayaran non tunai, walaupun bisa menerima semua jenis Kartu Uang Elektronik dari bank nasional, LRT Sumsel hanya memfasilitasi pengguna Kartu Uang Elektronik milik Bank Sumsel Babel yaitu BSBCash, dimana fasilitas tersebut meliputi pengecekan saldo dan top up minimal Rp10.000,00. Sehingga dalam case ini, pengguna Kartu Uang Elektronik dari bank nasional sangat disulitkan karena tidak adanya fasilitas top up. Pembayaran non tunai lainnya yaitu LinkAja diberhentikan sementara karena sedang dalam perbaikan sistem.
Headway. 17-18 menit untuk headway LRT Sumsel masih dirasa cukup lama oleh sebagian masyarakat, karena LRT Sumsel hanya mengoperasikan 6 dari 8 Trainset yang tersedia (2 sisanya sebagai cadangan). berbeda dengan layanan serupa di DKI Jakarta yang memiliki headway 5-10 menit sekali. Dengan lama nya headway, masyarakat akan malas naik LRT. Saat ini beberapa masyarakat masih mengandalkan kendaraan pribadi dibanding menggunakan transportasi umum termasuk LRT karena tidak sepadan dengan pengeluaran. Masyarakat menggunakan transportasi umum sebagai first - last mile, dengan ekspektasi sampai ke destinasi lebih cepet dan mengeluarkan biaya lebih rendah dibanding naik kendaraan pribadi. Yang terjadi di lapangan justru naik kendaraan pribadi lebih cepat dan lebih hemat dibanding naik transportasi umum. LRT Sumsel dengan headway nya yang lama, ditambah transportasi umum Teman Bus dan Feeder yang headway nya juga lama.
Aturan 5 menit sebelum kereta datang bisa naik ke area peron dengan alasan keselamatan, dimana aturan tersebut sudah tidak perlu diimplementasikan lagi karena kesadaran masyarakat. Cukup disayangkan juga sekelas LRT Sumsel masih tidak ada sarana Platform Screen Door sebagai aspek dasar keselamatan area peron stasiun.
^Sistem kereta ringan pertama di Indonesia adalah SHS-23 Aeromovel Indonesia (kini Tram Mover Garuda Kencana) di DKI Jakarta, yang diresmikan pada tahun 1989. Namun, sistem tersebut hanya beroperasi di dalam Taman Mini Indonesia Indah, sehingga dalam praktiknya tidak beroperasi sebagai kereta ringan perkotaan.
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Palembang LRT.
Hanya berisi layanan kereta api yang dioperasikan oleh induk perusahaan. Untuk layanan yang dioperasikan oleh anak perusahaan, lihat Templat:KAI Commuter untuk layanan KAI Commuter, Templat:KAI Bandara untuk layanan KAI Bandara dan Templat:KCIC untuk layanan KCIC/Whoosh