Kekaisaran JermanKekaisaran Jerman,[f][4][5][6][7] juga dirujuk sebagai Kaiserreich atau hanya Jerman, adalah Reich Jerman yang berdiri dari Penyatuan Jerman pada 1871 hingga Revolusi November pada 1918 ketika Reich Jerman mengubah dirinya menjadi republik.[8][9][10] Seiring dengan maraknya nasionalisme pada abad XVIII di Eropa, Permasalahan Jerman mengemuka dan diselesaikan dengan kemenangan Prusia dalam Perang Austria-Prusia yang menjadikan Prusia pemimpin negara-negara Jerman dan mengakibatkan terbentuknya negara kebangsaan Konfederasi Jerman Utara yang terdiri dari negara-negara di utara dan tengah Jerman. Seiring dengan kemunduran Prancis dalam Perang Prancis-Prusia pada 1871, negara-negara Jerman Selatan, kecuali Austria, bergabung dengan Konfederasi Jerman Utara. Lantas, undang-undang dasar baru dirumuskan; mengubah nama negara menjadi Kekaisaran Jerman dan menjadikan Wilhelm I, Raja Prusia, dari Wangsa Hohenzollern sebagai Kaisar Jerman.[11] Berlin bertahan sebagai ibu kota negara dan Otto von Bismarck, Presiden Menteri Prusia, menjadi Kanselir Jerman, sang kepala pemerintahan. Kekaisaran Jerman adalah kekaisaran federal yang terdiri dari 26 negara bagian, hampir semuanya dipimpin oleh bangsawan. Dari 26 negara bagian tersebut, terdapat empat kerajaan, enam keharyapatihan, lima kadipaten, tujuh kepangeranan, tiga kota Hansa merdeka, dan satu wilayah kekaisaran. Meskipun Prusia hanyalah satu dari ke-26 negara bagian, Prusia mencakup dua pertiga wilayah dan penduduk Jerman. Hal ini melatarbelakangi kedigdayaan Prusia dalam kekaisaran, selain karena kedudukan rajanya sebagai kaisar menurut undang-undang dasar. Setelah 1850, negara-negara Jerman berindustrialisasi dengan giat, khususnya dalam bidang batu bara, besi (nantinya pun baja), kimia, dan perketaapian. Penduduk Jerman yang semula hanya 41 juta jiwa pada 1871 meningkat menjadi 68 juta jiwa pada 1913. Masyarakat Jerman yang awalnya sebagian besar tinggal di perdesaan kebanyakan terurbanisasi.[12] Keberhasilan industrialisasi Jerman ditunjukkan oleh lebih besar dan modernnya pabrik-pabrik Jerman dibandingkan pabrik-pabrik Britania Raya maupun Prancis.[13] Jerman merajai bidang ilmu alam dunia, terutama fisika dan kimia. Sepertiga Penghargaan Nobel dianugerahkan kepada penemu-penemu dan peneliti-peneliti Jerman. Selama berdiri, Kekaisaran Jerman berhasil menjadi raksasa industri, teknologi, dan ilmu pengetahuan Eropa dan pada 1913, Jerman menjadi ekonomi terbesar di Eropa daratan dan ketiga terbesar di dunia.[14] Jerman pun dianggap sebagai salah satu negara kekuatan besar. Jerman berhasil membangun jaringan rel terpanjang di Eropa, angkatan darat terkuat di dunia, dan dasar industri yang bertumbuh dengan cepat.[15][16] Meskipun dahulu kecil, angkatan laut Jerman mampu tumbuh menjadi yang terkuat kedua di dunia, hanya setelah Angkatan Laut Britania Raya. Setelah Otto von Bismarck dicabut dari jabatan keperdanamenteriannya oleh Wilhelm II pada 1890, Jerman mencanangkan Weltpolitik, pandangan politik luar negeri baru yang bersumbangsih pada pecahnya Perang Dunia I. Dari 1871 hingga 1890, masa pemerintahan Otto von Bismarck sebagai kanselir pertama dan terlama dikenali dengan kecondongannya terhadap liberalisme, meskipun pada akhirnya menjadi semakin konservatif. Penataan ulang besar-besaran dan Kulturkampf menjadi dua hal terbesar dalam jabatannya. Meskipun pada awalnya Bismarck menentang penjajahan, Jerman berakhir terlibat di dalamnya. Jerman menguasai wilayah-wilayah sisa yang belum diambil dalam Perebutan Afrika. Walaupun demikian, Jerman berhasil membangun imperium penjajahan terbesar ketiga di dunia pada masanya, setelah Britania Raya dan Prancis.[17] Sebagai negara penjajah, Jerman sering kali menghadapi sengketa dengan kekuatan besar Eropa lainnya, khususnya Britania Raya. Pada masa perluasan penjajahannya, Kekaisaran Jerman sempat melakukan tindak pembantaian di Herero dan Namaqua.[18] Penerus Bismarck tidak mampu menjaga hal-hal yang telah diatur sedemikian rupa oleh Bismarck. Jerman semakin bergeser, sering kali membentuk persekutuan yang saling bertumpang tindih dengan negara lain, yang membuat Jerman terpencil secara diplomatis. Masa ini ditandai oleh beberapa sebab, khususnya keputusan kaisar yang sering kali tidak sesuai dengan keinginan rakyat ataupun tidak dapat disangka oleh rakyat. Pada 1879, Kekaisaran Jerman mengencangkan Persekutuan Ganda dengan Austria-Hungaria, kemudian Persekutuan Ganda Tiga dengan Italia pada 1882. Jerman pun menjalin hubungan yang kuat dengan Kesultanan Utsmaniyah. Saat krisis besar terjadi pada 1914, Italia meninggalkan persekutuan dan Utsmaniyah secara resmi bersekutu dengan Jerman. Pada Perang Dunia I, rencana Jerman untuk merebut Paris dengan cepat pada musim gugur 1914 gagal dan perang di barat remis. Blokade laut oleh Sekutu menyebabkan kekurangan makanan. Meskipun demikian, keberhasilan Jerman di timur berujung dengan Perjanjian Brest-Litovsk. Pernyataan perang kapal selam takterbatas oleh Jerman memicu keikutsertaan Amerika Serikat dalam perang. Setelah Serangan Musim Semi, pada Oktober 1918, tentara Jerman terpukul mundur. Sekutu Jerman, Austria-Hungaria dan Utsmaniyah bubar, sedangkan Bulgaria menyerah. Kekaisaran Jerman pun turut tumbang pada Revolusi November 1918 yang berujung pada penurunan takhta Wilhelm II. Penerus Kekaisaran Jerman, Republik Weimar, diwariskan tatanan masyarakat yang hancur dan pampasan perang senilai 132 mark emas dan penurunan daya militer.[19][20] Kehancuran ekonomi yang diperparah Depresi Besar, termasuk penghinaan dan amarah yang rakyat Jerman rasakan akibat kekalahan ini akan memicu kebangkitan Adolf Hitler dan Nazisme.[21] Kependudukan
Jumlah Penduduk Kekaisaran Jerman (1871–1910)
Sebelum kekaisaran berdiri, Jerman telah mengalami pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang cukup cepat. Setelah kekaisaran terbentuk, kedua hal tersebut bertambah cepat. Pada cacah penduduk pertama yang dilakukan pada 1872, penduduk Jerman berjumlah 40 juta jiwa. Sebelum perang pecah, jumlah penduduk menukik menjadi sebesar 67 juta jiwa. Sepanjang kekaisaran berdiri, jumlah penduduk Jerman meledak sebesar 58 persen, disebabkan oleh peningkatan taraf hidup, khususnya peningkatan harapan hidup dan menerjunnya angka kematian bayi.[22] Meskipun angka kelahiran terus menurun, penurunan angka kematian bayi yang jauh lebih cepat tetap mendongkrak pertumbuhan penduduk.[23] Perpindahan penduduk sangat kentara di Kekaisaran Jerman dengan sebagian besar masyarakatnya tidak hidup di tempat kelahirannya. Di sisi timur dan tengah negara, pertumbuhan penduduk cenderung jauh lebih lambat dibandingkan bagian negara lainnya. Hal ini disebabkan oleh maraknya urbanisasi yang membuat beberapa kota, seperti Dortmund, Köln, dan Chemnitz, mampu meningkatkan jumlah penduduknya lebih dari dua kali lipat. Bahkan, Kiel dan Essen mengalami peningkatan jumlah penduduk sebesar lebih dari empat kali lipat. Menurut Cacah Penduduk 1910, tedrdapat 1,26 juta jiwa warga negara asing yang tinggal di Jerman, kebanyakan berasal dari Austria-Hungaria, diikuti oleh Belanda, Rusia, dan Italia. Sebagian besar dari mereka datang untuk bekerja.[24] Dari antara warga negara asing tersebut, banyak di antara mereka merupakan pekerja asing keturunan Polandia.[25] AgamaKatolik Roma merupakan kebanyakan di Bayern, Baden, Elsaß-Lothringen, dan beberapa provinsi Prusia (Prusia Barat, Posen, Silesia, Westfalen, Rheinland, dan Hohenzollern).[26] Orang YahudiOrang Yahudi merupakan golongan kecil bukan Kristen terbesar di Jerman. Pada tahun 1860-an, diskriminasi terhadap orang Yahudi di negara-negara Jerman dihapuskan secara resmi, terutama di negara pendahulu Konfederasi Jerman Utara pada 1869; didorong dengan anggapan bahwa Yahudi merupakan golongan kecil keagamaan, bukanlah suatu bangsa.[27] Karenanya, sepanjang kekaisaran berdiri, jumlah penduduk Yahudi meningkat tajam. Banyak dari penduduk Yahudi merupakan orang Yahudi asing; sebagian besar berpindah selama kekaisaran berdiri dari timur (Ostjuden).[28] Meskipun demikian, para Ostjuden kerap mendapatkan diskriminasi dan pandangan buruk dari Jecke atau Yahudi yang sudah terlebih dahulu ada di Jerman, walaupun keduanya sesama orang Yahudi dan sama-sama Ashkenazi, maupun dari pemerintah.[29] Para Ostjuden tidak mendapatkan kewarganegaraan sehingga tidak mendapatkan perlindungan hukum.[30] Karenanya, banyak yang hanya mengungsi di kekaisaran. Saat perang pecah, setidaknya telah ada 2,5 juta Yahudi Rusia yang meninggalkan kekaisaran untuk hidup di negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat.[31] Masyarakat Yahudi terbaur dengan baik di kekaisaran. Sebelum perang berkecamuk, satu dari sepuluh wanita Yahudi menikah dengan pria Kristen, sedangkan satu dari lima pria Yahudi menikah dengan wanita Kristen.[32] Orang Yahudi dinilai memberi sumbangsih yang lebih besar dibandingkan golongan lainnya terhadap kemajuan Jerman, khususnya dalam bidang industri. Banyak dari mereka memiliki tingkat pendidikan dan pendapatan yang tinggi.[33] Meskipun demikian, orang Yahudi tetap mendapatkan diskriminasi, seperti kesulitan dalam menjadi pegawai negeri ataupun tentara.[34] Jumlah sekolah Yahudi sangat sedikit dan guru-guru Yahudi dilarang mengajar di sekolah-sekolah Kristen. Siswa-siswa Yahudi mendapatkan prasangka buruk.[35] Guru-guru Yahudi di sekolah negeri pun tidak bisa memberikan pendidikan agama Yahudi karena secara resmi, sekolah negeri memberikan pendidikan berlandaskan nilai-nilai Kristiani. Meskipun hukum melindungi orang Yahudi, antisemitisme tetap tersebar merata dari kalangan atas hingga bawah. Kelas menengah ke bawah mengalami antisemitisme agamawi yang terkadang didorong oleh gereja. Ungkapan "pembunuh Juruselamat" cukup dikenali. Orang Yahudi dijadikan kambing hitam atas ketertinggalan golongan lainnya dan segala permasalahan di Jerman.[36] Dengan maraknya Darwinisme sosial, antisemitisme biologis yang menggaungkan bahwa Yahudi adalah ras rendah yang mengancam keberadaan ras Jerman yang tinggi pun mulai merebak; nantinya akan berkembang pasca-Perang Dunia I menjadi Nazisme.[37] Di kekaisaran, beberapa partai politik antisemitis sempat berdiri, tetapi bubar di kemudian hari.[38] Orang Yahudi mengalami sekularisasi. Hal ini mendorong pembauran lebih jauh, tetapi membangkitkan kesadaran bahwa Yahudi adalah sebuah bangsa, bukan golongan agama kecil yang secara bangsa adalah Jerman. Sekularisasi mendorong peninggalan adat-adat ortodoks lama. Lagu-lagu pujian Yahudi dinyanyikan dalam bahasa Jerman dengan iringan organ dalam upacara keagamaan; angka wanita bekerja dan mahasiswa wanita di kalangan Yahudi meningkat tajam. Seiring berjalannya waktu dan semakin meningkatnya antisemitisme, masyarakat Yahudi mulai merasa terancam. Mereka ingin terbaur penuh sebagai warga negara tanpa kehilangan budayanya. Organisasi-organisasi yang mendukung gagasan ini pun mulai terbentuk. Pada masa-masa akhir Kekaisaran Jerman, sebagian besar masyarakat Yahudi merasa berjati diri ganda, yakni sebagai orang Jerman dan sebagai orang Yahudi. Saat Perang Dunia I pecah, sekitar 100.000 tentara Jerman keturunan Yahudi berikut serta, ribuan di antaranya mengalami kenaikan pangkat.[39] EkonomiSepanjang kekaisaran berdiri, ekonomi Jerman memiliki kecenderungan untuk tumbuh. Namun, pertumbuhan ekonomi cepat baru terjadi pada tahun 1890-an. Sebelum perang pecah, ekonomi Jerman telah berlipat ganda dibandingkan 30 tahun sebelumnya. Kemakmuran dan pertumbuhan ekonomi yang cepat pada masa kekaisaran pun ditandai dengan meledaknya penduduk Jerman yang tidak dibarengi penurunan mutu hidup, tetapi dibarengi penyerapan tenaga kerja yang tinggi. Meskipun ketimpangan pendapatan cukup tinggi, namun keseluruhan warga Jerman mengalami peningkatan mutu hidup yang tinggi.[40] Sebelum Kekaisaran Jerman berdiri, negara-negara Jerman telah berada dalam tahap industrialisasi. Meskipun demikian, pada 1880-an sebagian besar ekonomi kekaisaran masih ditopang oleh pertanian. Pada 1913, tepat sebelum perang berkecamuk, sumbangsih pertanian, industri, dan layanan secara berututan berada pada kisaran 25%, 45%, dan 30%.[41] Penanaman modal hanyalah sebesar 10 miliar mark pada pendirian kekaisaran, tetapi meningkat menjadi 85 miliar mark sebelum perang.[42] Jerman adalah salah satu negara dagang terbesar di dunia. Ekspor meningkat dari 2,9 miliar mark pada 1890 menjadi 5,4 miliar mark pada 1913. Setengah dari barang yang Jerman ekspor merupakan barang jadi. Meskipun demikian, ekspor Jerman yang besar disertai impor yang lebih besar lagi. Alhasil, sepanjang berdirinya kekaisaran, neraca perdagangan Jerman kebanyakan negatif.[43] IndustriKekaisaran Jerman memiliki salah satu kekuatan industri terbesar di dunia pada zamannya. Sepanjang kekaisaran berdiri, industri tumbuh di kisaran angka 4% tiap tahun, kecuali pada masa Depresi Besar (1873–1890)[h] yang membatasi pertumbuhan hanya di kisaran angka 3%. Dalam 30 tahun, produksi batu bara Jerman meningkat empat kali lipat; menjadikan Jerman produsen batu bara terbesar ketiga di dunia, di belakang Britania Raya (UK) dan Amerika Serikat (AS). Sementara itu, produksi besi dan bajanya menjadi yang terbesar kedua di dunia, hanya di belakang AS.[44] Kekaisaran Jerman merupakan pemimpin industri kimia dunia. Dengan rata-rata pertumbuhan sektor kimia sebesar 6% tiap tahun, 12 dari 100 usaha terbesar Jerman bergerak dalam bidang kimia. Jerman menjadi pemimpin industri kimia organik dunia, khususnya dalam bidang pewarna dan obat-obatan, dan menghasilkan 90% pewarna di dunia pada 1900.[42] Negara bagianSejarahSebelum penyatuan, wilayah yang akan menjadi Kekaisaran Jerman terdiri dari 26 negara yang terdiri dari monarki: kerajaan, keharyapatihan, kadipaten, dan kepangeranan dan republik, yaitu kota Hansa merdeka. Seiring dengan terbentuknya kekaisaran, jumlah negara bagian bertambah menjadi satu dengan pencaplokan sebagian wilayah Prancis yang dikenal sebagai Wilayah Kekaisaran Elsaß-Lothringen. Meskipun demikian, jumlah negara bagian kembali menjadi 26 setelah Sachsen-Lauenburg memilih untuk bergabung dengan Prusia; menjadi bagian dari Provinsi Schleswig-Holstein. Beberapa negara bagian tersebut sempat merdeka setelah pembubaran Kekaisaran Romawi Suci, walau pada kenyataannya, banyak dari mereka telah berdaulat sejak pertengahan 1600-an. Beberapa dari mereka pun baru berdiri setelah Kongres Wina pada 1815. Mengingat banyaknya perang, perpindahan tangan kepemilikan wilayah, dan pembagian warisan wilayah dalam keluarga penguasa yang terjadi sepanjang sejarah, negara-negara bagian kekaisaran tidak selalu memiliki wilayah yang berkelanjutan dan sering kali terdiri dari banyak wilayah kantung maupun wilayah terkelilingi. Tiap negara bagian setidaknya memiliki seorang perwakilan di Dewan Federal maupun Dewan Kekaisaran. Sebagai negara federal, kekuasaan pusat, termasuk kaisar, terhadap upanegara terbatas. Hal yang sama berlaku dalam hubungan luar negeri. Tiap negara bagian saling membuka kedutaan besar dan bertukar duta besar satu sama lain dan bersama negara asing. Meskipun demikian, sebagian besar urusan dengan negara asing tetap berada di tangan kementerian luar negeri kekaisaran. Peta dan daftar
Lihat pula
RujukanCatatan
Rujukan
Daftar pustaka
|