Islam di Yaman
Islam di Yaman diperkenalkan oleh Ali bin Abi Thalib sekitar tahun 630 M ketika Nabi Muhammad masih hidup. Periode awal Islam di Yaman ditandai dengan pembangunan masjid-masjid di Janad (dekat Ta'izz) dan Masjid Agung Sana'a. Penduduk Yaman terbagi ke dua aliran, yaitu Suni (50%) dan Syiah (50%). [1][2] Beberapa statistik lain menempatkan jumlah Syiah sekitar 55%.[3][4][5] Mazhab Islam di Yaman meliputi mazhab Syafi'i, mazhab Zaidiyah, mazhab Ja'fari, dan mazhab Ismailiyah. Penyebaran Muslim Suni berada di sebagian besar wilayah bagian selatan dan tenggara Yaman. Zaidiyah menyebar di sebagian besar wilayah utara dan barat laut. Sementara Ja'fari berada bagian utara khususnya di Sana'a dan Ma'arib. Sementara di kota-kota besar terdapat campuran komunitas Muslim. Yaman merupakan negara dengan penduduk yang paling religius di antara negara-negara Arab dan dunia menurut Gallup International.[6] PopulasiDataran tinggi di bagian utara Yaman dihuni oleh umat muslim dari mazhab Zaidiyah. Pengaruhnya semakin kuat selama berabad-abad setelah Penyatuan Yaman. Sementara itu, di bagian selatan Yaman dihuni oleh muslim Suni. Zaidiyah masih memberikan pengaruh yang kuat di bidang budaya, politik dan militer Yaman. Pengumpulan zakat dan kewajiban Islam lainnya masih berada dalam Otoritas Houthi di Sana'a. Zakat dikumpulkan sebagai bagian dari amal. Presiden Dewan Politik Tertinggi Yaman, Mehdi al-Mashat, telah menyetujui peraturan eksekuti yang mengenakan pajak sebesar 20 persen pada kegiatan ekonomi yang melibatkan sumber daya alam di Yaman Utara.[7] MasyarakatPengajaran Islam diberikan di sekolah umum, tetapi tidak dalam agama lain. Penduduk Muslim juga diizinkan untuk belajar di sekolah swasta yang tidak mengajarkan Islam. Pemerintah Yaman melarang kursus apapun yang tidak sejalan dengan kurikulum resmi negaranya. Tujuannya untuk menghindari timbulnya paham ekstremisme ideologis dan agama di sekolah. Kurikulum pendidikan agama Islam diberlakukan di sekolah miliki swasta maupun milik pemerintah. 4.500 sekolah yang mengajarkan ideologi yang berbeda dengan negara ditutup untuk mencegah ideologi militan.[8] Siswa asing yang bersekolah di sekolah-sekolah tersebut juga dideportasi.[3] Lihat jugaReferensiPranala luar
|