"Gempa bumi Yogyakarta" beralih ke halaman ini. Untuk Gempa bumi besar Yogyakarta tahun 1867, lihat Gempa bumi Jawa 1867.
Gempa bumi Yogyakarta 2006
Searah jarum jam dari atas: Panorama Bantul dari atas udara, rumah hancur di Imogiri, Bantul, kerusakan di Kota Yogyakarta, Gedung STIE Kerja Sama rusak parah
Gempa pada 27 Mei 2006 ini adalah salah satu peristiwa gempa bumi terfatal, dengan jumlah korban jiwa terbanyak pada tahun 2000an di seluruh dunia, dan salah satu bencana gempa bumi paling mematikan pada abad ke-21.[8] Total korban tewas akibat bencana ini mencapai 5.778 hingga 6.234 orang, dengan 80% korban jiwa terjadi di Kabupaten Bantul dan Klaten. Wilayah tersebut mengalami kerusakan dan korban jiwa paling besar, karena gempa bumi khususnya berdampak pada rumah-rumah warga dengan konstruksi yang sangat buruk, selain itu, gempa terjadi pada pagi hari, dimana sebagian masyarakat masih tertidur lelap, sehingga korban jiwa begitu banyak.[9]
Pencairan tanah terjadi di dekat zona Sesar Opak selebar 2,5 km (1,6 mil). Pasir mendidih, menyebar ke samping, mengendap, dan longsor, menyebabkan beberapa bangunan miring hingga runtuh.[10] Peneliti menyatakan bahwa wilayah Yogyakarta sangat aktif secara seismik, dengan empat peristiwa besar diketahui pada abad ke-19 dan tiga peristiwa besar pada abad ke-20, dengan nilai Percepatan tanah puncak sebesar 0,038–0,531 g.[11]
Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengklasifikasikan total kerusakan akibat gempa tersebut adalah ekstrem, lebih dari 800 ribu orang kehilangan tempat tinggal, dengan kerugian finansial sebesar Rp 29,1 triliun, salah satu bencana alam paling merugi di Indonesia setelah Gempa bumi Samudra Hindia 2004.
Pulau Jawa terletak di sepanjang Cincin Api Pasifik rawan terhadap bencana gempa bumi, dan letusan gunung berapi, wilayah Indonesia merupakan salah satu wilayah paling aktif secara seismik di dunia, dengan pergerakan lempeng berkecepatan tinggi di Palung Jawa (hingga 60 mm (2,4 in) per tahun), dan ancaman yang cukup besar dari gempa bumi, letusan gunung berapi, dan tsunami di seluruh wilayah pulau Jawa.
Secara khusus, kepulauan ini terletak di antara lempeng Burma, lempeng Sunda, dan lempeng Indo-Australia. Lempeng Indo-Australia menunjam kebawah lempeng Sunda dengan kecepatan 50–75 mm (1,97–2,95 in) per tahun, membentuk Palung Jawa. Aktivitas ini menyebabkan gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004 berkekuatan 9,1 Mw, salah satu gempa bumi terkuat dan yang paling mematikan dalam sejarah.[12]
Zona subduksi lepas pantai selatan Jawa dicirikan oleh zona Benioff yang menunjam ke utara, sering terjadi gempa bumi dan aktivitas vulkanik yang memengaruhi geografi regional, dan transfer tekanan langsung atau tidak langsung yang memengaruhi berbagai patahan darat. Sedimentasi berkaitan erat dengan tektonik, dan sementara volume sedimen lepas pantai di parit berkurang dengan jarak dari Delta Gangga-Brahmaputra di Teluk Benggala, akrual sedimen darat dekat Daerah Istimewa Yogyakarta telah dibentuk oleh peristiwa tektonik.[13]
Gempa bumi
Gempa utama
Lokasi gempa menurut Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia terjadi di koordinat 8,007° LS dan 110,286° BT pada kedalaman 17,1 km. Sedangkan menurut BMKG, posisi episentrum gempa terletak di koordinat 8,26° LS dan 110,31° BT pada kedalaman 33 km yang disiarkan sesaat setelah terjadi gempa. Setelah data dari berbagai Stasiun yang dipunyai jejaring BMKG dan dilakukan perhitungan, pembaruan terakhir BMKG menentukan pusat gempa berada pada 8.03 LS dan 110,32 BT (pembaruan ke tiga) pada kedalaman 11,3 km dan kekuatan 5.9 SR Mb (Magnitude Body) atau setara 5.9 SR Mw (Magnitude Moment). USGS memberikan koordinat 7,977° LS dan 110,318 BT pada kedalaman 35 km. Hasil yang berbeda tersebut dikarenakan metode dan peralatan yang digunakan berbeda-beda.
Gempa susulan terjadi beberapa kali seperti pada pukul 06:10 WIB, 08:15 WIB dan 11:22 WIB. Gempa Bumi tersebut mengakibatkan banyak rumah dan gedung perkantoran yang roboh, rusaknya instalasi listrik dan komunikasi. Bahkan 7 hari sesudah gempa, banyak lokasi di Bantul yang belum dialiri listrik. Gempa bumi juga mengakibatkan Bandar Udara Internasional Adisutjipto ditutup sehubungan dengan gangguan komunikasi, kerusakan bangunan dan keretakan pada landasan pacu, sehingga untuk sementara transportasi udara dialihkan ke Bandar Udara Internasional Ahmad YaniSemarang dan Bandar Udara Internasional Adi SoemarmoSolo.
Kerusakan
- Kerusakan pada Pojok Benteng utara di Yogyakarta - Kerusakan di Bantul
Secara keseluruhan, sebelas kabupaten, dengan jumlah penduduk 8,3 juta jiwa terkena dampaknya, Kabupaten Bantul, Sleman, Gunung Kidul, Kulon Progo, Klaten, dan Kota Yogyakarta adalah kabupaten yang paling terkena dampaknya. Lebih dari 5.700 orang tewas dalam guncangan pagi hari, 30.000 orang terluka, dan ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal.
Total kerugian finansial akibat peristiwa ini diperkirakan mencapai Rp 29,1 Triliun (USD$3,1 miliar), dengan 90% kerusakan berdampak pada sektor swasta (perumahan dan bisnis swasta) dan hanya 10% berdampak pada sektor publik. Kerusakan menyumbang sekitar setengah dari total kerugian dan perbandingannya dengan kerusakan akibat bencana Gempa bumi dan tsunami di Aceh setelah Gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004. Kerusakan di Jawa Tengah jauh lebih parah dibandingkan daerah lain, karena faktor konstruksi di bawah standar dan kepadatan penduduk yang tinggi, namun di sisi lain, kerusakan infrastruktur sangat kecil.
Gedung-gedung yang rusak parah
Mall Saphir Square mengalami kerusakan parah di lantai 4 dan 5. Tembok depan mal lantai tersebut roboh hingga berlubang, kanopi teras mal ambruk dan menimpa teras mal yang sebagian ikut roboh.
Mall Ambarrukmo Plaza, yang saat itu belum lama dibuka, mengalami kerusakan tak terlalu parah. Beberapa bagian tembok terlihat retak-retak dan terkelupas.
GOR Among Rogo mengalami kerusakan parah. Atap GOR roboh dan hanya tersisa tembok di sisi-sisinya.
STIE Kerja Sama di Jl. Parangtritis rusak sangat parah.
Candi Prambanan mengalami kerusakan yang cukup parah dan ditutup sementara untuk diteliti lagi tingkat kerusakannya. Kerusakan yang dialami Candi Prambanan kebanyakan adalah runtuhnya bagian-bagian gunungan candi dan rusaknya beberapa batuan yang menyusun candi
Makam Imogiri juga mengalami kerusakan yang cukup parah. Beberapa kuburan di Imogiri amblas, lantai-lantai retak dan amblas, sebagian tembok dan bangunan makam yang runtuh, juga hiasan-hiasan seperti keramik yang pecah.
Salah satu bangsal di Kraton Yogyakarta, yaitu Bangsal Trajumas yang menjadi simbol keadilan ambruk.
Candi Borobudur yang terletak tak jauh dari lokasi gempa tak mengalami kerusakan berarti
Objek Wisata Kasongan mengalami kerusakan parah seperti Gapura Kasongan yang patah di kiri dan kanan gapura dan ruko-ruko kerajinan keramik yang sebagian besar rusak berat bahkan roboh.
Meskipun pada saat bersamaan Gunung Merapi yang juga berada di sekitar daerah tersebut sedang meletus, namun para pakar menyatakan kedua peristiwa ini tidak saling berhubungan sebagai sebuah sebab-akibat. Peningkatan aktivitas di gunung api tersebut tidak berhubungan dengan kejadian gempa. Hal ini ditunjukkan oleh tidak terdapatnya anomali aktivitas yang mencolok sesaat setelah gempa.
Menurut BMKG, gempa Yogyakarta pada tahun 2006 ini kemungkinan diakibatkan oleh Sesar Opak. Sesar Opak merupakan patahan aktif yang melalui wilayah tengah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sesar ini bergerak aktif sehingga kerap kali menjadi penyebab terjadinya gempa yang mengguncang Jogja.[18]
Penanganan dan bantuan
Setelah peristiwa tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera memerintahkan Panglima TNIMarsekal TNI Djoko Soeyanto untuk mengerahkan pasukan di sekitar Yogyakarta dan sekitarnya untuk melakukan langkah cepat tanggap darurat. Rombongan presiden sendiri langsung terbang pada sorenya dan menginap malam itu juga di Yogyakarta.
Dari dalam negeri Palang Merah Indonesia memberikan respons yang cepat melalui cabang-cabangnya di tingkat kota/kabupaten terdekat. Mereka melakukan tindakan-tindakan pertolongan darurat; salah satunya dengan mendirikan rumah sakit lapangan di Lapangan Dwi Windu di Bantul.
Tidak kalah pentingnya adalah dinamika dan empati masyarakat Yogyakarta yang membantu ke wilayah bencana. Bantuan ini terus berlangsung sampai tahap rehabilitasi dan rekonstruksi dicanangkan. Sebagian besar civitas academica berbagai universitas juga mendirikan posko bantuan kemanusiaan. Pusat studi berbagai universitas terlibat dalam dinamika penanggulangan bencana ini. Antara lain Pusat Studi Mitigasi Bencana ITB Bandung, Pusat Studi Manajemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta, Pusat Studi Bencana Alam UGM, CEEDED Universitas Islam Indonesia.
Banyak negara dan organisasi menawarkan bantuan ke wilayah Yogyakarta dan sekitarnya pasca bencana, tetapi jumlah sebenarnya yang dikirim/diterima sering kali bervariasi dari angka-angka ini, seperti dalam kasus bencana lainnya.
Jepang menjanjikan US$10 juta, mengirim dua tim medis dan juga mengumumkan bahwa mereka akan mengirim pasukan untuk membantu.[19]
Britania Raya menawarkan empat juta pound (US$7.436.800)
Arab Saudi menjanjikan US$5 juta, ditambah makanan, peralatan medis dan tenda, sementara Uni Emirat Arab dan Kuwait masing-masing menjanjikan US$4 juta
Uni Eropa menawarkan tiga juta euro (US$3.800.000)[20]
Amerika Serikat menawarkan $5 juta; Militer AS bergabung dalam upaya bantuan
Australia menawarkan bantuan senilai 7,5 juta dolar Australia (US$5.675.000), termasuk 27 anggota tim medis di antara lebih dari 80 personel.[21]
Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir (Mormon) menyumbangkan perlengkapan darurat senilai US$1,6 juta ke daerah-daerah yang hancur, bekerja sama dengan Islamic Relief Worldwide yang menyediakan transportasi. Selain itu, anggota LDS lokal Indonesia menyiapkan ribuan makanan, perlengkapan kebersihan, dipan, kasur, dan selimut bagi mereka yang membutuhkan perhatian medis.[23]
Belanda menjanjikan ¥1 juta euro pada bulan Mei ditambah 10 juta euro tambahan satu bulan kemudian, Belgia menjanjikan $832.000, sementara Norwegia, Prancis, dan Italia telah menawarkan tim medis atau pasokan bantuan.
Singapura menawarkan bantuan kemanusiaan berupa Tim Medis Angkatan Bersenjata yang beranggotakan 35 orang, Tim Bantuan dan Penyelamatan Bencana dari Pasukan Pertahanan Sipil yang beranggotakan 43 orang, serta perlengkapan darurat senilai US$50.000.[25]
Organisasi Kesehatan DuniaPerserikatan Bangsa-Bangsa mengirimkan obat-obatan dan peralatan komunikasi, perlengkapan kesehatan darurat yang cukup untuk 50.000 orang selama tiga bulan, dan perlengkapan bedah untuk 600 operasi.[26]
Pulau Man menawarkan £30.000.(US$56.291) ke Indonesia.
YordaniaRaja Abdullah II dari Yordania memerintahkan untuk mengirimkan pesawat yang membawa bantuan kemanusiaan guna meringankan penderitaan korban gempa bumi Indonesia yang melanda Jawa Tengah dan Yogyakarta. Bantuan tersebut meliputi selimut, obat-obatan, dan peralatan medis lainnya.
Malaysia MERCY Malaysia mengirimkan 6 misi ke Yogyakarta yang pertama dikirim pada tanggal 28 Mei 2006. Datuk Dr. Jemilah Mahmood, Presiden MERCY Malaysia (Pemimpin Misi) dan Saiful Nazri, Pejabat Program dari Kantor MERCY Aceh pergi ke sana pada misi pertama dengan menggunakan penerbangan khusus United Nations Humanitarian Air Services (UNHAS) dari Banda Aceh bersama dengan organisasi internasional lain yang berpusat di Aceh dan dua ton perlengkapan medis yang disumbangkan oleh lembaga-lembaga internasional dari Aceh. Tim pertama telah mengamankan logistik darat untuk tim-tim berikutnya yang datang dari Kuala Lumpur.[27]
^Setijadji, L. D.; Barianto, D. H.; Watanabe, K.; Fukuoka, K.; Ehara, S.; Rahardjo, W.; Sudarno, I.; Shimoyama, S.; Susilo, S.; Itaya, T. (2008), "Searching for the active fault of the Yogyakarta earthquake of 2006 using data integration on aftershocks, cenozoic geo-history, and tectonic geomorphology", The Yogyakarta earthquake of May 27, 2006, Star Publishing Company, Inc., hlm. 4.1–4.4, 4.17, 4.18, ISBN978-0-89863-304-7
^Tsuji, T.; Yamamoto, K.; Matsuoka, T.; Yamada, Y.; Onishi, K.; Bahar, A.; Meilano, I.; Abidin, H. Z. (2009), "Earthquake fault of the 26 May Yogyakarta earthquake observed by SAR interferometry", Earth, Planets and Space, 61 (7): e29–e32, doi:10.1186/BF03353189Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Sarah, D.; Soebowo, E. (2013), "Liquefaction Due to the 2006 Yogyakarta Earthquake: Field Occurrence and Geotechnical Analysis", Procedia Earth and Planetary Sciences, International Symposium on Earth Science and Technology, CINEST 2012, 6: 383–388, Bibcode:2013PrEPS...6..383S, doi:10.1016/j.proeps.2013.01.050
^Marso, J.; Anderson, R.; Frost, E. (2008), "A short note on the tectonic setting and regional geology of the area affected by the May 27, 2006, Yogyakarta earthquake and its usefulness in assessing seismic hazard", The Yogyakarta earthquake of May 27, 2006, Star Publishing Company, Inc., hlm. 1.1–1.3, ISBN978-0-89863-304-7
^"PAGER". USGS (dalam bahasa Inggris). 2024-01-17. Diakses tanggal 2024-01-17.