Gamawan Fauzi
Dr. H. Gamawan Fauzi, S.H., M.M. gelar Datuk Rajo Nan Sati (lahir 9 November 1957) adalah seorang birokrat dan politikus Indonesia yang menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri Indonesia periode 2009–2014,[1] Gubernur Sumatera Barat yang pertama dipilih oleh rakyat dalam pemilihan langsung untuk periode 2005–2009, dan Bupati Solok dua periode sejak 1995 hingga 2005. Meraih gelar Sarjana Hukum Universitas Andalas, ia memulai karier birokrat di Pemerintah Provinsi Sumatera Barat sejak 1983. Dalam waktu relatif singkat dan pangkat yang muda, atas berbagai prestasi dan dedikasinya, ia diangkat Gubernur Hasan Basri Durin menjadi Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) pada 1994. Ia dianugerahi Bung Hatta Anti-Corruption Award pada 2004. Kehidupan awal dan pendidikanGamawan Fauzi lahir di Alahan Panjang, Kabupaten Solok pada 5 November 1954 dari pasangan Haji Dahlan Saleh Datuk Bandaro Basa dan Hajjah Syofiah Amin.[2] Ia adalah anak kedelapan dari 15 orang bersaudara yang dibesarkan dalam keluarga taat beragama dan disiplin. Kelimabelas orang itu berhasil menjadi sarjana. Ayahnya adalah seorang birokrat yang pernah menjabat Kepala Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (P&K) Mataram, Nusa Tenggara Barat. Nama Gamawan berarti "Anak Gadjah Mada", yang diberikan oleh teman ayahnya saat ayahnya menempuh tugas belajar di Universitas Gadjah Mada.[3] Gamawan Fauzi mengenyam pendidikan SD dan SMP di Alahan Panjang. Pada 1976, ia lulus dari SMA Negeri 1 Padang. Ia meraih gelar Sarjana Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum Universitas Andalas pada 1982.[3][4] Pada 2001, ia lulus pendidikan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).[5] Di sela jabatan sebagai bupati, ia meraih gelar Magister Manajemen dari Universitas Negeri Padang (UNP) pada 2002.[6] Pada 18 Maret 2011, ia menerima gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang kebijakan publik untuk pendidikan dari UNP.[7] Pada 2014, ia meraih gelar Doktor Ilmu Pemerintahan dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Disertasinya berjudul "Pengaruh Pemilihan Kepala Daerah Langsung Terhadap Korupsi Kepala Daerah di Indonesia".[8] Karier birokratSetelah lulus sarjana, Gamawan Fauzi sempat magang di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang. Pada 1983, ia lulus seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Direktorat Sosial Politik Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Ditsospol Pemprov Sumbar) dan tahun berikutnya sebagai PNS. Pada 1984, ia diutus mengikuti Kursus Dasar Penanganan Sosial Departemen Dalam Negeri yang mayoritas diikuti oleh pegawai senior. Ia berhasil keluar sebagai lulusan terbaik.[3] Pada 1985, Gamawan diangkat menjadi Kepala Seksi Pengawasan Orang Asing dan Pengawasan Sosial Budaya Ditsospol Pemprov Sumbar. Ia juga dipercaya Kaditsospol Kolonel Inf. Ahmad Nawawi Syatha menjadi staf penulis pidato Gubernur Sumatera Barat Azwar Anas. Pada awal 1989, ia dimutasi menjadi Staf Biro Hubungan Masyarakat (Humas) selama sepuluh bulan sebelum diangkat menjadi Kepala Bagian Pemberitaan dan Penerangan Biro Humas Pemprov Sumbar. Ia juga berhasil menjadi lulusan terbaik Sekolah Pimpinan Administrasi Lanjutan (Sespala) 1989–1990, Lomba Konsep Pidato Hari Ulang Tahun Korps Pegawai Negeri Republik Indonesia (Korpri) Tingkat Sumbar 1991, dan Penataran Penerbitan di Pusat Grafika Indonesia 1991. Ia meraih peringkat 3 Penataran P4 Pola 120 Jam Tingkat Sumbar.[3] Pada 1993, ia dipilih Gubernur Hasan Basri Durin menjadi Sekretaris Pribadi menggantikan Subari Sukardi yang diangkat menjadi Wali Kota Sawahlunto. Pada 1994, dengan pangkat III D ia juga diangkat merangkap menjadi Kepala Biro Humas Pemprov Sumbar sebagai pejabat yang termuda di antara kepala biro lainnya yang berpangkat III D senior atau golongan IV C.[9][10] Ia juga menjabat Sekretaris Korpri Pemprov Sumbar. Selama menjabat Kepala Biro Humas, ia dianggap mampu mengangkat nama dan citra Pemprov Sumbar di berbagai media massa daerah dan pusat. Selama berkantor di Kantor Gubernur Sumatera Barat, Gamawan lembur bekerja tujuh hari dalam sepekan; masuk pukul 07.00 WIB dan pulang lewat tengah malam.[3] Karier bupatiPada Juli 1995, Gamawan terpilih menjadi Bupati Solok dalam pemilihan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Solok.[3] Pada 2 Agustus 1995, ia dilantik Gubernur Hasan Basri Durin menjadi Bupati Solok menggantikan Nurmawan.[11][12][13] Dilantik pada usia 37 tahun 9 bulan, Gamawan dianggap sebagai bupati termuda di Indonesia saat itu.[3][14] Ia terpilih kembali pada periode kedua pada 2000 didampingi oleh wakil Elfi Sahlan Ben hingga 2005.[9][15] Ia dinilai sukses dalam membangun penerapan tata laksana yang baik (good governance) dan clean government di Kabupaten Solok.[16][17][18] Ekonom Christian von Luebke mencatat Gamawan Fauzi melakukan beberapa reformasi pemerintahan selama menjadi Bupati Solok.[19][20] Ia menetapkan prosedur kepada pengusaha atau kontraktor untuk menghindari pertemuan langsung dengan bupati dan mencegah terjadinya korupsi. Selain itu, proyek kabupaten hanya sampai pimpinan proyek untuk selanjutnya dipertanggungjawabkan kepada bupati. Segala bentuk pembayaran dilakukan dengan giro dan dinilai cukup efektif untuk menghindari penyimpangan. Pada akhir 1990-an, ia juga menginisiasi pelayanan Satu Atap Plus untuk memangkas prosedur perizinan dan biaya yang sudah ditetapkan secara terbuka. Dengan pelayanan berorientasi pada konsumen, pelayanan ini menyediakan pengurusan 25 (dalam sumber lain 32) jenis pelayanan.[4][19] Pelayanan satu atap ini ditiru oleh banyak daerah di Indonesia.[21][22][23] Pada 2001, pemerintah menganugerahkan Citra Pelayanan Prima yang diserahkan Presiden atas pelayanan satu pintu Kabupaten Solok.[2] Pada 1999, Gamawan beserta 116 orang rombongan pernah tersesat dan dinyatakan hilang selama lima hari napak tilas perjuangan dari Lubuk Minturun, Padang menuju Paninggahan, Kabupaten Solok. Rombongan ini berisi pelajar, mahasiswa, polisi, dan pejabat kabupaten. Tim pencari akhirnya berhasil menemukan mereka semua dalam keadaan selamat.[2] Ahli hukum Franz von Benda-Beckmann mencatat bahwa Gamawan Fauzi adalah orang yang pertama kali menyadari pentingnya pengarahan dan pelatihan kepada pemerintahan nagari yang baru bertransisi dari desa agar tidak tersesat dan salah jalan. Pada 12 Maret 2002, Gamawan mengumpulkan sekitar 300 wali nagari dan anggota kerapatan adat nagari (KAN). Ia menjelaskan otonomi daerah, manajemen anggaran untuk pembangunan nagari, peran KAN dan para perantau, serta pengumpulan pajak oleh nagari. Terhitung Juni 2002, ia juga menerapkan peraturan daerah agar setiap siswi Muslim untuk berpakaian muslimah dan dimulai dari jenjang SMA dan secara bertahap untuk jenjang di bawahnya.[24] Peraturan daerah ini dikritisi oleh wartawan Paul Maku Goru dari Tabloid Reformata yang diterbitkan Yayasan Pelayanan Media Antiokhia sebagai aturan yang tidak berasal dari aspirasi masyarakat.[25] Gamawan sebagai bupati juga dicatat sebagai salah satu kepala daerah yang memperkenalkan Perda Syariah yang isinya mewajibkan siswa sekolah dan calon pasangan pengantin untuk mampu baca tulis Al-Qur'an.[26] Pada 10 November 2003, setelah menghadiri konferensi transparansi pemerintahan di Korea Selatan, Gamawan mencanangkan pakta integritas agar semua bawahannya tidak memberi dan menerima sesuatu yang ilegal.[19][22][27][28][29] Pakta integritas ini di bawah supervisi Transparency International dan kerja sama dengan German Development Agency (GTZ). Kabupaten Solok dicatat Von Luebke sebagai kabupaten pertama di Indonesia yang sukses dalam mengimplementasikan pakta integritas.[19] Hal ini dinilai terbukti mencegah tindakan korupsi yaitu kesepakatan di bawah meja antara pejabat dan pengusaha.[22] Pada 16 Desember 2004, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkunjung untuk mempelajari prinsip-prinsip good governance di Kabupaten Solok.[21] Tercatat hingga Desember 2004, Bupati Gamawan memutuskan pemecatan kepada 8 staf, penurunan pangkat 23 orang, dan penurunan jabatan 10 orang, disebabkan melanggar pakta integritas.[21] Setiap pejabat yang melanggar pakta integritas diumumkan kepada publik melalui media massa.[2] Ia merasa banyak pihak yang marah dan tidak senang dengan keputusannya itu sehingga mereka tidak mendukungnya saat Gamawan mencalonkan diri sebagai gubernur pada 2005.[4] Selanjutnya, ia menghapus honor proyek kegiatan karena dianggap menimbulkan kecemburuan antarinstansi. Honor diganti dengan tunjangan daerah.[23] Jumlah honor 2004 yang mencapai Rp14,5 miliar didistribusikan untuk pemerataan kesejahteraan semua pegawai yang berjumlah 7.000 orang termasuk pegawai rendahan yang sebelumnya tidak mendapatkan honor.[19][22][30] Untuk meningkatkan kinerja, Gamawan memberlakukan sistem pemotongan tunjangan daerah sebesar 4% setiap ketidakhadiran 1 hari kerja.[2] Pemerintah bersama DPRD Kabupaten Solok menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2004 tentang Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan dan Partisipasi Masyarakat Kabupaten Solok.[31] Proyek pemerintah daerah diusulkan melalui rapat sinergi pemerintah nagari, lembaga masyarakat, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), tanpa keterlibatan dinas agar pejabat tidak terlibat proyek.[4] Seperti kebiasaannya saat menjadi birokrat di Kantor Gubernur, saat menjabat Bupati Solok selalu pulang malam, tidur pukul 1 malam, dan masuk kantor pukul 07.30 WIB. Ia menerima gaji pokok sekitar Rp8,7 juta dan ditambah tunjangan hingga jumlah penghasilannya adalah Rp15 juta. Ia memiliki sebuah rumah pribadi di Cengkeh, Lubuk Begalung, Padang, sebuah mobil sedan keluaran 1995 hasil lelang mobil dinas kabupaten, dan sedikit tanah serta perhiasan yang totalnya diperkirakan berjumlah Rp1,1 miliar. Ia mengaku menabung Rp5 juta perbulan dari penghasilannya sebagai bupati.[2][4] Gamawan mengaku selama menjabat sebagai bupati tidak pernah ada demonstrasi yang menentang kebijakannya dan tidak terjadi bencana. Ia merasa bangga telah berhasil merelokasi dua desa terisolasi yaitu Sariak Bayang dan Lubuak Tareh, yang dihuni sekitar 500-an jiwa ke tempat yang lebih baik. Pemerintah membangun secara gratis rumah penduduk, jalan beraspal, dan fasilitas umum di tempat relokasi.[2] Penerusnya sebagai bupati yaitu, Gusmal, gagal menerapkan pemerintahan yang baik dan bersih.[32] Karier gubernurPada 2005, Gamawan maju sebagai calon gubernur berpasangan dengan Rektor Universitas Andalas Marlis Rahman dalam pemilihan umum secara langsung. Mereka diusung oleh Partai Bulan Bintang dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.[33] Sebelumnya, Gamawan ingin berpasangan dengan Rektor Universitas dan Ketua Muhammadiyah Sumatera Barat Shofwan Karim, tetapi urung.[34] Pasangan Gamawan–Marlis berhasil memenangkan pilkada pertama kali secara langsung oleh rakyat tersebut atas empat kandidat lainnya dan meraih 757.296 suara atau 41,5% dari total suara.[35] Mereka dilantik oleh Menteri Dalam Negeri Mohammad Ma'ruf pada 15 Agustus 2005 di Gedung DPRD Provinsi Sumatera Barat.[36] Pada akhir Agustus 2005, sebagai tindak lanjut dari janjinya, Gamawan menandatangani nota kesepahaman pemberantasan korupsi untuk pemerintahan Sumatera Barat yang bersih. Nota ini tercatat sebagai kesepahaman pertama dari seluruh provinsi di Indonesia dan disaksikan oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono serta 1.075 pejabat daerah di Sumbar.[37] Pada Maret 2006, Gamawan memulai proses perencanaan pembangunan masjid agung untuk kegiatan keagamaan yang nantinya dikenal dengan nama Masjid Raya Sumatera Barat.[38] Pada 30 Desember 2008, pemerintah bersama DPRD Sumatera Barat mengesahkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 112 Tahun 2008. Pergub ini mengharuskan semua mobil dinas Pemprov Sumbar dikembalikan setelah jam kerja atau urusan dinas selesai.[23] Karier menteriGamawan Fauzi adalah orang non-militer pertama yang menjabat Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia sejak kader Partai Nasional Indonesia, Sanusi Hardjadinata, pada akhir 1950-an.[39] Meskipun telah didukung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam kampanye pemilihan umum Gubernur Sumatera Barat 2005 yang sukses, ia mendukung Susilo Bambang Yudhoyono dari Partai Demokrat, rival dalam pemilihan umum Presiden Indonesia 2009.[40] Gamawan Fauzi adalah pelaksana utama program e-ktp di Indonesia. Ia juga Menteri Dalam Negeri yang terlibat penyelesaian Undang Undang Keistimewaan Yogyakarta yang mengatur mengenai Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2012. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengatakan pencapaian target penyelesaian Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-ktp) di tanah air telah melampui kinerja e-ktp negara-negara maju seperti Jerman, Amerika Serikat (AS) dan India.[41] Kementerian Dalam Negeri melaporkan proses perekaman data Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) per 7 November 2012 telah mencakup 172,4 juta orang atau 95,5% dari total penduduk potensial. Mendagri Gamawan Fauzi menuturkan realisasi itu telah melampaui target pemerintah. Bahkan 55 hari lebih cepat dari batas waktu yang ditetapkan, yakni 31 Desember 2012.[42] Gamawan Fauzi juga terlibat dalam Penyelesaian RUU Keistimewaan Yogyakarta yang selama ini menjadi bebannya sebagai Menteri Dalam Negeri. Rancangan Keistimewaan DIY ini sudah dibahas oleh Komisi II DPR sejak periode 2004–2009 lalu, jauh sebelum ia menjabat sebagai menteri. Tak rampung, pembahasan dilanjutkan oleh pemerintah dengan DPR periode 2009–2014. Undang-undang ini pun masuk prioritas dan akhirnya disahkan pada 30 Agustus 2012 lalu.[43] Kehidupan pribadiGamawan Fauzi menikahi Vita Nova, seorang pegawai negeri sipil di Pemprov Sumbar.[3] Mereka menikah pada 12 Oktober 1984.[4] Vita merupakan putri sulung dari Firdaus Chairani, Hakim Agung Republik Indonesia yang pensiun pada 1998.[44] Pasangan Gamawan–Vita memiliki tiga orang anak bernama Idola Prima Gita, Gina Dwi Fakhria, dan Gian Gufran.[4] Pernikahan putri sulungnya pada 2008 dan putri tengahnya pada 2014 melibatkan KPK dalam mencegah terjadinya gratifikasi.[45][46] Penghargaan
Referensi
|