Pajak
Pajak (bahasa Inggris: tax, dari bahasa Latin taxo; "rate"; bahasa Belanda: belasting) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.[1] Menurut Charles E.McLure, pajak adalah kewajiban finansial atau retribusi yang dikenakan terhadap wajib pajak (orang pribadi atau Badan) oleh Negara atau institusi yang fungsinya setara dengan negara yang digunakan untuk membiayai berbagai macam pengeluaran publik.[2] Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Penolakan untuk membayar, penghindaran, atau perlawanan terhadap pajak pada umumnya termasuk pelanggaran hukum. Pajak terdiri dari pajak langsung atau pajak tidak langsung dan dapat dibayarkan dengan uang ataupun kerja yang nilainya setara. Beberapa negara sama sekali tidak mengenakan pajak, misalnya Uni Emirat Arab.[3] Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. PendahuluanTerdapat perbedaan definisi pajak secara hukum dan secara ekonomi dari pajak. Ahli ekonomi meyakini bahwa tidak semua transfer finansial ke sektor publik dapat dikategorikan sebagai pajak. Contohnya adalah beberapa transfer ke sektor publik yang masih dipengaruhi oleh harga. Hal ini misalnya, biaya kuliah pada universitas negeri dan biaya untuk penyelenggaraan pelayanan pada pemerintah. Pemerintah juga memperoleh sumber daya finansial dengan “menciptakan” uang (misalnya dengan mencetak uang), melalui hibah (contohnya, kontribusi terhadap universitas dan museum negeri), dengan menetapkan sanksi (seperti denda atas pelanggaran lalu lintas), dengan mengambil utang, dan dengan menyita kekayaan. Dari sudut pandang ahli ekonomi, pajak adalah transfer sumber daya non denda dari sektor swasta ke sektor publik yang dipungut dengan dasar yang ditetapkan sebelumnya dan tanpa menyatakan manfaat yang akan diberikan. Dalam sistem perpajakan modern, pemerintah memungut pajak dalam bentuk uang, tetapi pembayaran secara natura maupun kerja atas pajak adalah karakteristik dari pajak tradisional atau pre-kapitalis dan fungsinya setara. Sistem perpajakan dan pengeluaran pemerintah atas pemasukan pajak menjadi topik yang sering diperdebatkan [oleh siapa?] dalam konteks politik maupun ekonomi. Pemungutan pajak dilakukan oleh institusi publik misalnya Direktorat Jenderal Pajak di Indonesia, Canada Revenue Agency di Kanada, the Internal Revenue Service (IRS) di Amerika Serikat, atau Her Majesty's Revenue and Customs (HMRC) di Inggris. Saat pajak tidak dibayarkan, pemerintah dapat menetapkan sanksi hukum seperti denda, penyitaan aset, dan bahkan penahanan kepada pihak yang terbukti melakukannya.[4] DefinisiTerdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli di antaranya adalah:
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat. Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak. Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat'' SejarahKeberadaan pemungutan pajak pertama kali yang diketahui terjadi di Mesir Kuno sekitar 3000 – 2800 SM dimana sistem pajak yang dikenal berupa sistem pajak yang bersifat variabel, yaitu berdasarkan tinggi air sungai Nil.[9] Bentuk perpajakan yang paling awal dan paling luas adalah corvée dan persepuluhan. Corvée adalah kerja paksa yang diberikan kepada negara oleh petani yang terlalu miskin untuk membayar bentuk perpajakan lainnya ( "tenaga kerja" dalam bahasa Mesir kuno adalah sinonim untuk pajak).[10] Perpajakan di Kekaisaran Persia, sistem pajak yang diatur dan berkelanjutan diperkenalkan oleh Darius I Agung yang berlangsung mulai dari tahun 522-486 SM.[11] Dalam istilah Persia Kuno yang digunakan untuk “pajak/upeti” adalah bāji, dalam bahasa Elam baziš, yang berarti sesuatu seperti "bagian raja".[12] Sistem perpajakan Persia disesuaikan untuk setiap Satrapy (daerah yang diperintah oleh seorang Satrap atau gubernur provinsi). Pada waktu yang berbeda, ada antara 20 dan 30 Satrapies di Kekaisaran dan masing-masing dinilai menurut produktivitas yang seharusnya dengan peran tanggung jawab Satrap adalah untuk mengumpulkan jumlah yang harus dibayar dan mengirimkannya ke perbendaharaan, setelah dikurangi pengeluarannya (pengeluaran dan kekuatan untuk memutuskan dengan tepat bagaimana dan dari siapa mengumpulkan uang di provinsi, menawarkan kesempatan maksimum bagi orang kaya. hasil panen).[13] IndonesiaPajak di Indonesia sudah ada sejak zaman kerajaan, kemudian berkembang pada saat Hindia Belanda menjajah. Hanya saja untuk sistem pungutan pada zaman kerajaaan dan sekarang berbeda. Sistem perpajakan dalam ekonomi modern pajak menjadi sumber pendapatan pemerintah merupakan hal paling penting. Di masa penjajahan sistem pajak dikenal sebagai "upeti" berupa pajak rumah, usaha, sewa tanah dan sebagainya yang harus diberikan kepada penjajah sehingga berbeda masa sekarang, hasil perpajakan di Indonesia biasanya berupa layanan publik, dan pembangunan infrastruktur.[14] Dasar pemungutan pajak adalah undang-undang pajak (untuk setiap jenis pajak), yang bersumber kepada suatu konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Untuk memudahkan pelaksanaan pemungutan pajak, maka berdasarkan Undang-Undang Pajak itu dibuat aturan pelaksanaan oleh pemerintah yaitu: 1. Menteri Keuangan, Direktur Jenderal Pajak untuk Pajak Pusat dan, 2. Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri untuk Pajak Daerah. [15] Unsur pajakDari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak, baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak, antara lain sebagai berikut:
Penggolongan Jenis PajakPajak di Indonesia dapat dibedakan atas tiga kategori yaitu:
Berdasarkan pihak yang menanggungBerdasarkan pihak yang menanggung, pajak terdiri dari dua macam pajak yaitu adalah pajak yang pembayarannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain serta dikenakan secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu. Contohnya Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan. pajak yang pembayarannya dapat dialihkan kepada pihak lain dan hanya dikenakan pada hal-hal tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu saja. Contoh: Pajak Penjualan, PPN, PPn-BM, Bea Materai, dan Cukai. Berdasarkan sifatnyaPajak terdiri dari dua macam berdasarkan sifatnya, antara lain: Pajak Subyektifpengenaan pajak dengan pertama-tama memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak (subjeknya). Setelah diketahui keadaan subjeknya barulah diperhatikan keadaan objektifnya sesuai gaya pikul apakah dapat dikenakan pajak atau tidak. Misalnya perhitungan Pajak Penghasilan, jumlah tanggungan dapat mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar Pajak Obyektifpengenaan pajak dengan pertama-tama memperhatikan/melihat objeknya, baik berupa keadaan atau perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak. Setelah diketahui objeknya, barulah dicari subjeknya yang mempunyai hubungan hukum dengan objek yang telah diketahui. Misalnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak memperhitungkan apakah wajib pajak tersebut memiliki tanggungan atau tidak. Berdasarkan pihak yang memungut pajakBerdasarkan pihak yang memungut, pajak terdiri dari dua macam, antara lain: Pajak Pusatpajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Kementerian Keuangan. Adapun pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi: Pajak Penghasilan (PPh)PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak.[note 1] Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Definisi tersebut diberikan oleh Pasal 4 ayat (1) UU PPh yakni UU No 7 tahun 1983 yang telah diubah terakhir dengan UU No 7 tahun 2021. Dari definisi tersebut penghasilan mempunyai 5 (lima) elemen:
Dasar hukum diberlakukan PPh adalah UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, yang kemudian diperbarui dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.[16] Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPnBMPPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean berdasarkan UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.[16] Berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan. Sejak berlakunya UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka kewenangan pemerintah pusat untuk melakukan pemungutan PBB hanya pada sektor Perhutanan, Perkebunan dan sektor Pertambangan sedangkan PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan dialihkan ke pemerintah Kabupaten/Kota. Bea meterai menurut UU Nomor 10 Tahun 2020 merupakan pajak yang dikenakan atas dokumen yang bersifat perdata dan dokumen untuk digunakan di pengadilan. Pajak atas dokumen sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 2020 tentang Bea Meterai. Pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 134 Tahun 2021 menjelaskan tentang Tarif Bea Meterai yang ditetapkan sebesar Rp 10.000,00.[17] Seiring perkembangan teknologi, pemerintah Indonesia juga menyediakan meterai elektronik dengan payung hukum yang tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 86 Tahun 2021 tentang Pengadaan, Pengelolaan, dan Penjualan Meterai. Beleid ini telah berlaku pada 19 Agustus 2021. Meterai elektronik berguna sebagai pelengkap dokumen elektronik yang diakui keabsahannya.[18] Bea Keluar / Bea MasukUU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, yang kemudian diperbarui dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.[16] Pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD)[19], yang dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda), antara lain: Pajak Provinsi
Pajak Kabupaten/Kota
Undang-undang perpajakan negara
Fungsi pajakPajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Uang yang dihasilkan dari perpajakan digunakan oleh negara dan institusi di dalamnya sepanjang sejarah untuk mengadakan berbagai macam fungsi. Beberapa fungsi tersebut antara lain untuk pembiataan perang, penegakan hukum, keamanan atas aset, infrastruktur ekonomi, pekerjaan publik, subsidi, dan operasional negara itu sendiri. Dana pajak juga digunakan untuk membayar utang negara dan bunga atas utang tersebut. Pemerintah juga menggunakan dana pajak untuk membiayai jaminan kesejahteraan dan pelayanan publik. Pelayanan ini termasuk pendidikan, kesehatan, pensiun, bantuan bagi yang belum mendapat pekerjaan, dan transportasi umum. Penyediaan listrik, air, dan penanganan sampah juga menggunakan dana pajak dalam porsi tertentu. Negara masa kolonial maupun modern juga telah menggunakan mendorong produksi menjadi pergerakan ekonomi Kebanyakan ahli ekonomi, terutama neo-klasik berpendapat bahwa pajak menciptakan distorsi pasar yang mengakibatkan pasar yang tidak efisien. Oleh karenanya, mereka mencari jenis pajak yang dapat meminimalkan pengaruh distorsi tersebut.[20] Pemerintah menggunakan berbagai jenis pajak dan menetapkan berbagai tarif pajak. Tindakan ini dilakukan untuk mendistribusikan beban pajak kepada individu atau kelas populasi yang terlibat dalam kegiatan kena pajak, seperti misalnya bisnis,atau untuk mendistribusi ulang sumber daya di antara individu dan kelas populasi. Pada masa lampai, kebangsawanan ditunjukkan dengan adanya pajak atas yang miskin; sistem jaminan kesejahteraan modern bersifat sebaliknya, ditujukan untuk membantu rakyat miskin, cacat, atau pensiun dengan memajaki rakyat yang masih bekerja. Pajak juga digunakan untuk membiayai bantuan ke negara lain dan ekpedisi militer, untuk mempengaruhi kondisi ekonomi makro (strategi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan ini disebut kebijakan fiskal), atau untuk mengubah pola konsumsi dan tenaga kerja dalam sistem ekonomi, dengan menjadikan beberapa jenis transaksi kurang menarik. Sistem perpajakan nasional merupakan refleksi dari nilai-nilai bangsa dan nilai yang dipegang oleh pihak yang memang kekuasaan politik. Untuk menciptakan sistem perpajakan, sebuah bangsa harus membuat pilihan terkait distribusi beban pajak – siapa yang akan membayar pajak dan seberapa banyak mereka harus membayar – dan bagaimana pajak yang telah dipungut kemudian dibelanjakan. Dalam sistem demokrasi di mana rakyat memilih orang-orang yang bertanggung jawab dalam menjalankan sistem perpajakan, pilihan rakyat menunjukkan jenis komunitas yang ingin diciptakan oleh rakyat. Pada negara yang rakyat tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sistem perpajakan, sistem perpajakan merupakan refleksi dari nilai-nilai dari pihak yang berkuasa. Setiap proses bisnis memakan biaya administrasi saat melakukan kegiatan penciptaan penghasilan, pajak pun mengalami hal serupa. Jumlah penerimaan pajak selalu lebih besar daripada jumlah neto yang kemudian dapat digunakan. Selisih antara jumlah pajak yang didapat dengan yang neto dapat digunakan disebut biaya kepatuhan (compliance cost). Biaya ini termasuk biaya tenaga yang dikeluarkan dan biaya lain yang muncul saat proses administrasi pajak yang mematugi hukum dan perundangan di bidang perpajakan. Pemungutan pajak yang penggunaannya telah ditetapkan untuk tujuan tertentu, misalnya pemajakan atas alkohol yang kemudian hasilnya digunakan untuk membiaya pusat rehabilitasi alkohol disebut hipotekasi. Kebijakan ini sering kali tidak dimintasi oleh menteri Keuangan karena mengurangi kebebasan tindakan atas pasar. Beberapa fungsi pajak antara lain:[21]
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.[22] Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.[21]
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.[21]
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Syarat pemungutan pajakTidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:[butuh rujukan]
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contoh:
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak. Contoh:
Asas pemungutanAsas pemungutan pajak menurut pendapat para ahliUntuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain: 1. Menurut Adam Smith dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:[25]
2. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
3. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:[27]
Asas Pengenaan PajakAgar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak. Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:[butuh rujukan]
Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu asas saja, tetapi mengadopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan asas domisili dengan asas sumber, gabungan asas nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa gabungan ketiganya sekaligus. Indonesia, dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi. Jepang, misalnya untuk individu yang merupakan penduduk (resident individual) menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang penduduk Jepang berkewajiban membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan penduduk (non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Jepang.[butuh rujukan] Australia, untuk semua badan usaha milik negara maupun swasta yang berkedudukan di Australia, dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh sumber penghasilan. Sementara itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya dikenakan pajak atas penghasilan dari sumber yang ada di Australia.[butuh rujukan] Teori pemungutanAda beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu:[28]
Penerimaan pajak di IndonesiaPenerimaan pajak tahun 2012 adalah 835,25 Triliun, dibandingkan dengan realisasi Tahun 2011 maka realisasi penerimaan perpajakan tahun 2012 naik sebesar 92,53 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 12, 47 %. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2012 sebesar 10,87%. Realisasi penerimaan pajak 2012 per jenis pajak:
Rencana penerimaan pajak Tahun 2013 adalah sebesar Rp1.042,32 triliun atau tumbuh 24,79% dibandingkan dengan realisasi penerimaan tahun 2012. Penerimaan tersebut memberikan kontribusi sebesar 68,14% dari rencana anggaran Pendapatan Negara Tahun 2013 sebesar Rp1.529,67 triliun.[note 2][butuh rujukan] Lihat pula
Catatan Kaki
Referensi
Pranala luarWikisumber memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:
|