Interaksi antara hewan dan manusia telah berlangsung selama ribuan tahun, yang dimulai saat manusia berusaha mendomestikasi mereka. Manusia kemudian berusaha menjaga kesehatan hewan-hewan yang dianggap bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Kesehatan sapi, babi, dan hewan ternak lainnya diperhatikan sebab mereka berperan sebagai sumber pangan. Kuda merupakan hewan yang kesehatannya dijaga karena mereka dimanfaatkan sebagai sarana transportasi dan peperangan, yakni sebagai bagian dari pasukan kavaleri. Anjing dan kucing baru mendapatkan fokus pada zaman modern saat perekonomian dunia mulai tumbuh dan peperangan mulai berhenti, lalu disusul oleh hewan kesayangan lainnya. Saat anjing dan kucing telah umum dipelihara, beberapa orang kemudian mencoba memelihara hewan eksotis di rumah mereka.
Dalam bahasa Inggris, kedokteran hewan disebut veterinary medicine, sedangkan dokter hewan disebut veterinary surgeon (bahasa Inggris Britania) atau veterinary physician yang disingkat menjadi veterinarian (bahasa Inggris Amerika). Istilah ini berasal dari bahasa Latin, veterīnārius, yakni nama yang diberikan kepada sekelompok orang yang bertugas untuk mengurusi veterīnae atau hewan pekerja.[1][2]Bahasa Indonesia telah menyerap kata ini menjadi veteriner, kata sifat yang artinya “mengenai penyakit hewan (kedokteran hewan)”.[3]
Hewan memiliki manfaat bagi kehidupan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara umum, hewan-hewan yang banyak dipelajari dan dijadikan pasien oleh dokter hewan dapat dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan manfaat hewan tersebut.
Emosional
Manusia memelihara hewan di rumah karena hewan-hewan tersebut dianggap memberi manfaat emosional, misalnya mendatangkan kesenangan dalam merawat dan berinteraksi dengan mereka. Hewan-hewan seperti ini disebut hewan kesayangan. Jenis hewan kesayangan yang paling banyak dipelihara adalah anjing dan kucing. Selain kedua hewan ini, beberapa jenis hewan pengerat, ikan, dan burung, juga banyak dipelihara di rumah.[4][5][6] Ada pula hewan peliharaan eksotis, yaitu jenis hewan yang kurang umum dipelihara, seperti wupih sirsik, ular, dan laba-laba. Tidak ada definisi hewan eksotis yang baku dan mengikat, tetapi secara umum istilah ini digunakan untuk menyebut hewan yang secara tradisional tidak dipelihara di rumah, seperti hewan-hewan yang tidak terdomestikasi.[7]
Banyak pemilik hewan memiliki kesadaran tentang pentingnya kesehatan hewan peliharaannya dan mencari informasi tentang hal ini, misalnya di situs web internet dan grup media sosial.[8][9] Mereka memerlukan dokter hewan sebagai tempat untuk berkonsultasi dan menyembuhkan hewan peliharaannya.[10]
Ekonomi
Banyak hewan dipelihara karena mereka dapat menghasilkan produk yang memiliki nilai ekonomi. Produk tersebut dapat berupa bahan pangan, misalnya daging, susu, telur, dan madu, atau bahan baku industri nonpangan, seperti kulit, wol, bulu, dan sutra. Hewan-hewan yang dipelihara untuk tujuan ini disebut sebagai hewan ternak. Istilah hewan ternak umumnya merujuk pada hewan yang hidup di darat, seperti sapi, kerbau, kuda, babi, kambing, domba, unggas (ayam, itik, dan burung puyuh), lebah madu, dan ulat sutra.[11] Sementara itu, meskipun dipelihara untuk tujuan ekonomi, hewan-hewan yang hidup di perairan, seperti ikan, moluska, dan krustasea, biasanya tidak disebut sebagai hewan ternak, melainkan hewan akuatik atau hewan budi daya perairan.[12] Walaupun demikian, kesehatan dan kesejahteraan hewan-hewan akuatik mendapatkan perhatian besar.[13]
Perawatan, pengembangbiakan, penyembelihan, pemeliharaan kesehatan, dan peningkatan produksi hewan-hewan tersebut membutuhkan pengetahuan tentang peternakan, perikanan, dan kedokteran hewan. Dalam beberapa dekade terakhir, telah terjadi pergeseran pemanfaatan ilmu kedokteran hewan dalam menangani kawanan ternak. Awalnya, pendekatan yang dilakukan adalah penanganan ternak sakit secara individual. Namun, saat ini, ilmu kedokteran hewan juga digunakan untuk mencegah inefisiensi produksi dengan melakukan analisis dan mitigasi risiko terhadap faktor-faktor yang dapat menurunkan produktivitas ternak.[14][15][16] Isu yang dihadapi dokter hewan dalam peternakan di antaranya pencegahan muncul dan menyebarnya penyakit, penggunaan obat-obatan—terutama antibiotik—secara bijak, penjaminan keamanan pangan yang berasal dari produk hewan, dan penerapan kesejahteraan hewan, terutama pada hewan yang dipelihara dalam peternakan intensif.[17][18]
Selain produknya, hewan-hewan juga dimanfaatkan jasa atau tenaganya. Hewan pekerja merupakan sebutan bagi hewan-hewan yang dilatih untuk pekerjaan tertentu, baik dalam pekerjaan sehari-hari manusia maupun dalam olahraga, misalnya kuda dan bagal yang dimanfaatkan sebagai sarana transportasi untuk mengangkut barang dan orang, serta sapi dan kerbau untuk membajak sawah. Anjing dapat berperan sebagai anjing penjaga, anjing pelacak, dan anjing pemandu. Pada masa lampau, kuda, gajah, dan unta juga diikutsertakan dalam peperangan.[19] Dokter hewan pun tergabung dalam korps militer untuk menangani hewan-hewan ini.[20][21]
Perkembangan ilmu pengetahuan
Para ilmuwan sering kali melibatkan hewan percobaan saat melakukan penelitian ilmiah. Sebuah penelitian yang diterbitkan pada 2008 menyatakan bahwa ada 28–100 juta hewan percobaan yang diteliti setiap tahun di seluruh dunia.[22] Jenis hewan yang dilibatkan dalam penelitian bervariasi, mulai dari mencit, tikus, monyet ekor-panjang,[23] sampai ikan zebra.[24] Dalam penanganan hewan laboratorium, dokter hewan dan ilmunya menjembatani pemantauan kesehatan dan kesejahteraan hewan laboratorium dengan kemajuan pengetahuan ilmiah, baik dalam penelitian murni maupun terapan.[25][26] Asosiasi Kedokteran Hewan Amerika (AVMA) mendefinisikan kedokteran hewan laboratorium sebagai "spesialisasi dalam kedokteran hewan yang bertanggung jawab untuk mendiagnosis, menangani, dan mencegah penyakit serta mencegah atau meminimalkan rasa nyeri dan ketidaknyamanan pada hewan penelitian dan untuk mengidentifikasi faktor-faktor komplikasi pada hewan yang digunakan sebagai subjek dalam kegiatan biomedis."[27]
Keseimbangan ekosistem
Berbagai studi menunjukkan aktivitas manusia mempercepat kepunahan spesies lain; hal ini mendorong ketidakseimbangan ekosistem dan hilangnya keanekaragaman hayati.[28][29] Untuk itu, diperlukan konservasi satwa yang melibatkan berbagai disiplin ilmiah, termasuk kedokteran hewan. Manajemen kesehatan satwa liar, kemungkinan paparan satwa liar dengan patogen baru akibat translokasi ke habitat baru, serta berpindahnya patogen dari satwa liar ke manusia dan sebaliknya merupakan hal-hal yang ditangani oleh dokter hewan pada bidang konservasi.[30][31]
Berdasarkan teks ilmiah
Dalam teks ilmiah ada beberapa istilah untuk mengelompokkan hewan-hewan yang ditangani oleh dokter hewan. Organisasi Kesehatan Hewan Dunia mengelompokkan penyakit hewan menjadi dua, yaitu penyakit pada hewan terestrial (mencakup mamalia, reptil, burung, dan lebah)[32] dan pada hewan akuatik (mencakup ikan, moluska, krustasea, dan amfibi).[33] Ada pula istilah hewan besar dan hewan kecil, seperti dalam buku ajar dan praktik layanan dokter hewan, yang mengelompokkan hewan berdasarkan ukuran tubuhnya. Hewan besar merujuk kepada ruminansia (sapi, kambing, domba), kuda, babi, dan hewan sejenisnya;[34][35] sedangkan hewan kecil merujuk pada anjing, kucing, kelinci, rodensia, dan hewan sejenisnya.[36] Cabang ilmu lain diberi nama berdasarkan taksonomi hewan, misalnya kedokteran burung dan unggas,[37] kedokteran reptil,[38] dan kedokteran invertebrata.[39]
Kedokteran hewan termasuk dalam rumpun ilmu kesehatan. Ilmu-ilmu sains dasar (digolongkan sebagai ilmu praklinik), ilmu paraklinik, dan ilmu klinik dipelajari oleh seseorang secara formal untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran hewan dan profesi dokter hewan. Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH) menyusun model kurikulum inti pendidikan kedokteran hewan yang mencakup:[40]
Biomatematika — penerapan matematika dalam biologi, misalnya biostatistika, cara memperoleh informasi, perancangan percobaan, pengolahan dan analisis data, penggunaan perangkat lunak statistika, dan evaluasi informasi terpublikasi secara kritis;
Kesejahteraan hewan dan etologi — pemahaman prinsip kesejahteraan hewan dan isu yang dihadapi, termasuk tempat tinggal, manajemen, nutrisi, pencegahan dan penanganan penyakit, pemeliharaan yang bertanggung jawab, dan bila perlu, eutanasia yang manusiawi; etologi adalah studi perilaku hewan, terutama di lingkungan alaminya;
Parasitologi — sifat biologis, siklus hidup, dan patogenesis parasit pada hewan, aspek imunologis dan patofisiologis dari hubungan inang–parasit, infeksi dan infestasi parasit, serta prinsip dan metode mendiagnosis (termasuk mengidentifikasi parasit), menangani, dan mengendalikan penyakit parasitik;
Mikrobiologi — pemahaman konsep dan pengalaman laboratorium mengenai sifat fisik dan kimiawi mikroorganisme (bakteri, virus, fungi, prion; proses replikasi dan transmisi, serta klasifikasi, isolasi, dan identifikasinya), patogenesis dan epidemiologi mikroorganisme patogenik penting, perkembangan imunitas atau resistansi hewan terhadap infeksi, tanda klinis serta diagnosis klinis dan laboratoris, pilihan terapi, hingga program pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi;
Farmakologi dan toksikologi — obat-obatan hewan, termasuk mekanisme kerja, sifat kimiawi yang memengaruhi farmakokinetika, dosis, perbedaan antarspesies hewan dalam menanggapi obat, efek samping, mekanisme resistansi, perbedaan golongan obat, prinsip dan ketentuan hukum untuk menyimpan, meresepkan, dan menggunakan obat-obatan secara tepat, pengambilan keputusan untuk melakukan terapi; mengidentifikasi dan memahami cara kerja toksin, termasuk tumbuhan beracun, serta diagnosis, penanganan, dan pencegahan keracunan;
Penyakit menular — pemahaman komprehensif mengenai penyakit menular (spesies peka, patogenesis, diagnosis, dampak ekonomi dan kesehatan masyarakat, serta program pencegahan dan pengendalian), terutama penyakit yang penting di lingkup nasional, penyakit infeksi baru, penyakit hewan lintas batas, penyakit yang masuk dalam daftar WOAH, dan zoonosis;
Epidemiologi — pemahaman epidemiologi deskriptif dan analitis, prinsip analisis risiko, teknik investigasi wabah penyakit, serta desain kajian epidemiologis yang mencakup pengumpulan, manajemen, dan analisis data menggunakan perangkat lunak, serta evaluasi informasi terpublikasi secara kritis;
Ilmu diagnostik dan klinik — penalaran dan penerapan keterampilan klinis dalam ilmu penyakit dalam, bedah, pencitraan diagnostik, anestesiologi, dan theriogenologi dengan cara menerima kasus klinis (menghadapi klien dan pasien) dan melakukan pengumpulan riwayat medis, pemeriksaan klinis, pembuatan diagnosis banding dan diagnosis akhir, serta rencana penanganan pasien, serta komunikasi kepada klien, rekan sejawat, dan kerja, baik secara lisan dan tulisan;
Ekonomi pedesaan, manajemen bisnis, dan produksi hewan — pemahaman dasar tentang peternakan di tingkat nasional, seperti distribusi spasial dan besarnya unit produksi, penggunaan lahan, perdagangan antarwilayah, dan kebijakan pemerintah; pengelolaan keuangan, pemasaran, kerja sama, komunikasi, dan profesionalisme dalam praktik kedokteran hewan; serta prinsip dasar pemeliharaan, pemberian pakan, dan pemuliaan hewan ternak;
Legislasi veteriner nasional dan internasional — gambaran umum tentang penyusunan dan penerapan kebijakan publik di tingkat lokal, nasional, dan internasional yang terkait dengan kedokteran hewan serta kesehatan hewan dan manusia, misalnya pemeriksaan dan sertifikasi kesehatan, keamanan pangan, pengendalian penyakit hewan, kesejahteraan hewan, serta perdagangan hewan dan produk hewan, termasuk ketentuan WOAH dan Komisi Codex Alimentarius (CAC);
Nutrisi dan manajemen kesehatan kawanan hewan — manajemen kesehatan dan kebutuhan nutrisi hewan ternak dan budi daya hewan akuatik, termasuk pengembangan dan pemeliharaan biosekuriti, higiene, rekam medis, penggunaan produk veteriner yang bijaksana, penerapan kedokteran pencegahan, kesejahteraan hewan, dan etologi, serta penilaian dan mitigasi faktor risiko yang memengaruhi insidensi penyakit dan inefisiensi produksi;
Kesehatan masyarakat — pemeriksaan keamanan pangan, prinsip kesehatan lingkungan, dan manajemen sampah biologis, serta pendekatan Satu Kesehatan dengan memahami program WOAH, WHO, FAO, dan CAC;
Higiene dan keamanan pangan — perkembangan dan penerapan hukum dan peraturan terkait industri pemrosesan pangan asal hewan (termasuk ketertelusuran, pemeriksaan hewan pra- dan pascamati, serta persyaratan sertifikasi); identifikasi, pengambilan sampel, pengujian, pencegahan, dan pengendalian bahaya keracunan makanan;
Teori hukum dan kode etik profesi — kode etik dan etika profesi dokter hewan, serta peraturan di tingkat nasional dan internasional yang mengatur praktik kedokteran hewan; dan
Komunikasi — kemampuan menulis serta berbicara dengan klien dan berbicara di depan publik dalam rangka penerapan ilmu kedokteran hewan
Interdisipliner dan transdisipliner
Tantangan masa kini yang kompleks, seperti kebutuhan pangan yang semakin meningkat, resistansi antibiotik, serta penyebaran penyakit lintas spesies dan penyakit lintas batas, menuntut kolaborasi yang erat antara ilmu kedokteran hewan dan ilmu-ilmu lainnya. Sebagai contoh, ilmu kedokteran, kedokteran hewan, kesehatan masyarakat, dan kesehatan lingkungan dipadukan dengan pendekatan satu kesehatan karena lebih 60% penyakit infeksius pada manusia berasal dari hewan.[41] Kolaborasi lebih jauh antara rumpun ilmu kesehatan ini dengan ilmu data dan penggunaan kecerdasan buatan dapat memberikan solusi yang lebih holistik dan terintegrasi untuk menyelesaikan masalah yang kompleks.[42][43]
Praktisi
Ilmu kedokteran hewan dipraktikkan secara legal dalam bentuk layanan veteriner. Menurut WOAH, layanan veteriner adalah organisasi pemerintah dan nonpemerintah yang mengimplementasikan tindakan kesehatan hewan dan kesejahteraan hewan serta standar-standar dan rekomendasi-rekomendasi dalam Kode Kesehatan Hewan Terestrial dan Kode Kesehatan Hewan Akuatik WOAH di suatu wilayah. Layanan veteriner diberikan oleh dokter hewan dan dalam lingkup yang terbatas, oleh paramedis hewan di bawah tanggung jawab dan arahan dari dokter hewan.[32]
Secara sederhana, dokter hewan (disebut juga medik veteriner) adalah dokter yang menangani kesehatan hewan. Seseorang bisa menjadi dokter hewan setelah menyelesaikan pendidikan yang sesuai dan kemudian diperbolehkan untuk mempraktikkan ilmu kedokteran hewan yang dimilikinya setelah ia terdaftar dan diberi izin oleh badan statuta veteriner di suatu negara. Badan statuta veteriner merupakan lembaga pengatur otonom bagi tenaga kesehatan hewan yang namanya bervariasi di setiap negara.[32]
Dalam pemberian layanan medis, terdapat perbedaan antara pasien dan klien bagi dokter hewan. Pasien adalah hewan yang ditangani, sedangkan klien adalah pemilik atau orang yang bertanggung jawab terhadap hewan tersebut. Sebuah penelitian pada 2018 di Britania Raya dan Australia memaparkan beberapa hal yang diharapkan oleh klien terhadap dokter hewan, yakni komitmen terhadap kesejahteraan hewan, menunjukkan pengetahuan klinis yang baik, serta menanggapi klien–dan pekerjaan profesional sebagai dokter hewan–dengan serius.[44][45] Artikel ilmiah yang terbit pada 2020 menyatakan bahwa sekitar 70% dokter hewan di di Amerika Serikat merupakan wanita dan mayoritas dokter hewan bekerja sebagai praktisi hewan kesayangan.[46] Proporsi dokter hewan pria menurun seiring dengan menurunnya kebutuhan terhadap dokter hewan yang menangani hewan besar.[47][48] Survei profesi dokter hewan tahun 2019 di Britania Raya mengungkapkan bahwa 52,6% dokter hewan bekerja pada praktik kedokteran hewan kecil (termasuk hewan eksotik); 11,7% praktik campuran; 6,4% praktik rujukan atau konsultasi; 5,5% pada kuda; 3,2% pada hewan produksi atau hewan ternak; dan 0,7% pada satwa liar, konservasi, dan kebun binatang.[49]
Paramedis hewan adalah tenaga kesehatan hewan profesional yang terampil dalam memberikan perawatan medis kepada hewan. Mereka bekerja di bawah penyeliaan dokter hewan untuk memberikan penanganan medis. Paramedis hewan biasanya terlatih dalam menangani hewan yang sakit atau terluka, melakukan perawatan pascaoperasi, mendiagnosis kebuntingan, melakukan inseminasi buatan, memberikan terapi dan vaksinasi, memeriksa hewan di rumah potong, serta menangani dan menguji sampel laboratorium untuk mendiagnosis penyakit hewan.[50]
Paramedis hewan berperan penting untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan hewan. Mereka dapat bekerja di berbagai tempat, seperti rumah sakit hewan, klinik hewan, peternakan, atau tempat penampungan hewan. Mereka juga dapat bekerja dalam situasi darurat seperti penanganan hewan yang terkena bencana alam atau kecelakaan. Menurut WOAH, terdapat tiga cabang pendidikan paramedis hewan, yaitu kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner, dan diagnosis laboratorik.[51]
Sejarah
Zaman kuno
Hewan mulai menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia sejak manusia mendomestikasi mereka dan membentuk peradaban. Sejak saat itu, tubuh dan kesehatan hewan mulai diperhatikan, baik sebagai usaha untuk mengobati penyakit hewan, maupun sebagai bahan studi perbandingan dengan tubuh manusia.[52]Trepanasi pada tengkorak sapi yang dilakukan pada 3400–3300 tahun yang lalu di situs purbakala Champ-Durand, Prancis, diduga merupakan praktik kedokteran hewan paling awal yang diketahui saat ini.[53]
Papirus Kahun yang berasal dari Kerajaan Pertengahan Mesir, tepatnya era dinasti kedua belas Mesir, sekitar 1900–1800 SM, merupakan dokumen tertua yang membahas mengenai kedokteran hewan.[54] Diagnosis singkat, deskripsi tanda klinis, dan pendekatan terapi untuk penyakit hewan, seperti pada sapi, angsa, dan ikan, dijelaskan dalam papirus ini.[55] Di Mesopotamia, Undang-Undang Hammurabi yang disusun sekitar tahun 1792–1750 SM mengatur upah yang diberikan kepada dokter hewan yang mengoperasi sapi atau keledai serta denda yang ia bayarkan kepada pemilik hewan apabila hewan tersebut mati setelah dioperasi.[56][57] Di India, Regweda yang ditulis pada milenium kedua SM berisi cara-cara pemeliharaan hewan dan obat-obatan herbal yang diberikan pada hewan sakit.[58] Selain itu, Salihotra dikenal sebagai dokter kuda yang hidup pada abad ketiga SM. Ia menulis samhita yang mendokumentasikan penanganan penyakit pada kuda.[59]Asoka, salah satu emperor Kekaisaran Maurya, merupakan penguasa yang peduli dengan kesejahteraan hewan. Ia menyediakan pelayanan medis dan mendirikan rumah sakit hewan.[60] Di Tiongkok, salah satu dokumen paling awal tentang kedokteran hewan adalah Kitab Ritus Zhou yang ditulis antara abad kedua dan abad ketiga sebelum Masehi. Dalam kitab ini diuraikan tugas seorang dokter hewan.[61]
Zaman modern
Walaupun berbagai buku tentang anatomi, fisiologi, dan taksonomi hewan telah ditulis dan dipelajari, tetapi usaha untuk menjadikan kedokteran hewan sebagai bidang ilmu formal dan profesi yang legal, baru dimulai sejak abad ke-18. Usaha ini dirintis oleh seorang bangsawan Prancis yang bernama Claude Bourgelat. Ia adalah orang yang mendirikan sekolah kedokteran hewan pertama di dunia, yaitu École nationale vétérinaire d'Alfort yang terletak di Prancis. Bourgelat adalah seorang ahli kuda. Karena ketertarikan dan pengetahuannya yang mendalam mengenai kuda, ia diangkat menjadi direktur akademi berkuda Lyon. Bourgelat juga belajar tentang metodologi ilmiah untuk melakukan pembedahan dan meneliti anatomi kuda bersama dengan para dokter bedah di Lyon. Melalui pembedahan ini, ia melihat bahwa terdapat banyak kesamaan antara tubuh manusia dan hewan, sehingga ia mempertimbangkan kemungkinan adanya profesi dokter hewan. Ia akhirnya aktif dalam kegiatan ilmuwan dan menjadi penulis artikel-artikel tentang kuda di ensiklopedia Prancis.[62]
Pada abad ke-18, wabah sampar sapi melanda benua Eropa. Bourgelat berhasil meyakinkan Louis XV, penguasa Prancis saat itu, akan pentingnya mendirikan sekolah dokter hewan untuk memberi pendidikan kepada masyarakat tentang ilmu kedokteran hewan, yang akan menguntungkan negara dalam memerangi penyakit hewan seperti sampar sapi. Louis XV lalu mengabulkan permintaannya. Pada tahun 1761, Bourgelat diberi sebidang tanah di Lyon untuk mendirikan sekolah kedokteran hewan dan ia sendiri ditunjuk menjadi direkturnya. Sejak saat itu dimulailah usaha dalam menggali dan menyebarkan ilmu pengetahuan dan pengobatan penyakit pada hewan domestik yang dimulai dari Lyon, lalu ke Alford (daerah kecil dekat Paris), dan kemudian menyebar ke kota-kota lain di daratan Eropa, hingga ke seluruh dunia.[63]