Sejarah duniaSejarah dunia adalah sejarah umat manusia di seluruh dunia, semua daerah di Bumi, dirunut dari era Paleolitikum (zaman batu tua). Berbeda dengan sejarah Bumi (yang mencakup sejarah geologis Bumi dan era sebelum keberadaan manusia), sejarah dunia terdiri dari kajian rekam arkeologi dan catatan tertulis, dari zaman kuno hingga saat ini. Pencatatan sejarah dimulai sejak aksara dan sistem tulisan diciptakan, tetapi asal mula peradaban bertolak dari periode sebelum penciptaan tulisan, atau zaman prasejarah.[1][2] Prasejarah dimulai dari Paleolitikum (zaman batu tua), diikuti dengan Neolitikum (zaman batu muda) dan Revolusi Pertanian (antara 8000–5000 SM) di kawasan Hilal Subur. Revolusi tersebut merupakan titik perubahan besar dalam sejarah umat manusia karena sejak masa itu mereka telah mampu membudidayakan tumbuhan dan hewan.[3] Seiring dengan perkembangan pertanian, gaya hidup nomad berubah menjadi gaya hidup menetap sebagai petani.[a] Kemajuan pertanian mengakibatkan pembagian strata pekerja dalam usaha panen. Strata pekerja menyebabkan munculnya strata masyarakat dan perkembangan kota-kota. Banyak kota kuno berkembang di tepi-tepi kumpulan air (danau dan sungai) yang dapat menyokong kehidupan. Pada masa 3000 tahun sebelum Masehi, telah muncul peradaban di lembah Mesopotamia (dataran di antara sungai Tigris dan Efrat) di Timur Tengah,[5] di tepi Sungai Nil, Mesir,[6][7][8] dan di lembah Sungai Indus.[9][10][11] Selain itu, peradaban juga muncul di lembah Sungai Kuning. Di tempat-tempat perkembangan peradaban kuno, pertumbuhan masyarakat yang semakin kompleks menyebabkan penciptaan aksara untuk mempermudah usaha administrasi dan niaga.[12] Sejarah Dunia Lama (khususnya Eropa dan Mediterania) umumnya terbagi menjadi Abad Kuno, yang terhitung dari zaman sebelum 476 Masehi; Abad Pertengahan,[13][14] dari abad ke-5 hingga abad ke-15, meliputi Zaman Kejayaan Islam (sekitar 750 M hingga sekitar 1258 M) dan Zaman Renaisans Eropa Awal (bermula sekitar 1300 M);[15][16] Abad Modern Awal,[17] dari abad ke-15 sampai akhir abad ke-18, mencakup Abad Pencerahan; dan Abad Modern Akhir, dari masa Revolusi Industri hingga sekarang, termasuk sejarah kontemporer. Dalam sejarah Eropa Barat, "Kejatuhan Roma" tahun 476 M umumnya dipandang sebagai penanda akhir Zaman Kuno dan permulaan Abad Pertengahan. Sebaliknya, di Eropa Timur terjadi transisi dari Kekaisaran Romawi menjadi Kekaisaran Bizantium, yang tidak runtuh sampai berabad-abad kemudian. Pada pertengahan abad ke-15, teknik cetak modern yang ditemukan Johannes Gutenberg merevolusi metode komunikasi,[18] dan berperan dalam mengakhiri Abad Pertengahan serta menjadi perintis dalam Revolusi Ilmiah.[19] Pada abad ke-18, akumulasi pengetahuan dan teknologi—khususnya di Eropa—telah mencapai massa genting yang menuju kepada Revolusi Industri.[20] Di tempat lain, meliputi Timur Dekat Kuno,[21][22] Tiongkok Kuno,[23] dan India Kuno, terjadi rentang sejarah berbeda-beda. Pada abad ke-18, karena perdagangan internasional dan kolonisasi yang ekstensif, sejarah berbagai peradaban menjadi terjalin secara signifikan (lihat: globalisasi). Dalam waktu sekitar seperempat milenium, angka pertumbuhan jumlah penduduk, pengetahuan, teknologi, perekonomian, tingkat kerugian senjata, dan kerusakan lingkungan meningkat drastis, mendatangkan risiko bagi kelayakhunian Bumi.[24][25] PrasejarahManusia purbaHasil perhitungan jam molekuler mengindikasikan bahwa garis silsilah hominid yang mengarah pada Homo sapiens bercabang dengan garis keturunan yang mengarah pada simpanse (kerabat terdekat manusia modern yang masih hidup) sekitar lima juta tahun yang lalu.[26] Menurut para ahli, genus Australopithecine, yang kemungkinan besar merupakan kera pertama yang berjalan tegak, berangsur-angsur menurunkan genus Homo. Salah satu spesiesnya, Homo erectus (1,9 juta–10.000 tahun lalu) mampu menggunakan peralatan kayu dan batu sederhana selama ribuan tahun, dan seiring waktu, peralatan yang dipakai terus diperbagus dan lebih kompleks. Bukti bahwa pemanfaatan api oleh H. erectus sudah dimulai sejak 400.000 tahun lalu banyak didukung oleh para ilmuwan, sementara klaim yang menyatakan jauh sebelum itu kurang diterima karena kurang meyakinkan dan tidak lengkap.[27] Sejak sekitar 125.000 tahun yang lalu dan seterusnya, pemanfaatan api untuk menghangatkan tubuh dan berburu menyebar ke penjuru dunia.[28] Pada rentang Paleolitik (2,6 juta–10.000 tahun lalu), Homo heidelbergensis—keturunan H. erectus—menyebar di Afrika dan Eropa 600.000 tahun lalu, dan menjadi leluhur bagi manusia Neanderthal dan manusia modern. Pada Paleolitik Madya (300.000–30.000 tahun lalu), manusia modern anatomis (Homo sapiens) muncul di benua Afrika sekitar 200.000 tahun yang lalu.[29] Mereka mengembangkan bahasa dan repertoar konseptual untuk pemakaman sistematis bagi kerabat yang meninggal dan penghiasan diri bagi yang masih hidup.[30] Selama periode ini, umat manusia bekerja sebagai pemburu-pengumpul makanan. Kehidupan dengan harapan akan keberhasilan dalam perburuan juga melahirkan kepercayaan, atau religi purba.[31] Ekspresi artistik awal dapat ditemukan dalam bentuk lukisan gua dan ukiran yang dibuat dari kayu atau batu. Umumnya manusia purba menggambarkan hewan buruannya atau aktivitas perburuannya. Selain itu, pada umumnya mereka hidup secara nomaden, kerap berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain tergantung jumlah hewan buruan di tempat tinggal mereka. Mereka mencapai Timur Dekat sekitar 125.000 tahun yang lalu.[32] Dari Timur Dekat, populasi mereka menyebar ke timur menuju Asia Selatan sekitar 50.000 tahun yang lalu, dan menuju Australia sekitar 40.000 tahun yang lalu,[33] dan untuk yang pertama kalinya, H. sapiens mencapai teritori yang belum pernah dicapai H. erectus sebelumnya. H. sapiens menyebar secara cepat dari Afrika menuju kawasan bebas es di Eropa dan Asia sekitar 60.000 tahun yang lalu. Mereka mencapai pemutakhiran perangai sekitar 50.000 tahun yang lalu.[29] Mereka mencapai Eropa sekitar 43.000 tahun yang lalu,[34] dan akhirnya mereka menggantikan populasi Neanderthal yang lebih dahulu menduduki kawasan tersebut. Pada masa itu terjadi periode glasial akhir, ketika suhu kawasan di belahan utara Bumi sangat tidak layak huni. Akhirnya umat manusia menghuni hampir dari seluruh bagian bebas es di muka Bumi sampai akhir glasial, sekitar 12.000 tahun yang lalu. Asia Timur dicapai sekitar 30.000 tahun lalu. Perkiraan waktu migrasi ke Amerika Utara masih diperdebatkan; kemungkinan terjadi sekitar 30.000 tahun lalu, atau mungkin pada masa berikutnya, sekitar 14.000 tahun lalu. Kolonisasi Polinesia di samudra Pasifik bermula sekitar 1300 SM, dan berakhir sekitar 900 M. Leluhur bangsa Polinesia meninggalkan Taiwan sekitar 5000 tahun lalu. Kemunculan peradabanData arkeologis mengindikasikan bahwa domestikasi sejumlah hewan dan pembudidayaan tanaman berkembang di beberapa tempat di seluruh dunia, dimulai sejak periode Holosen[35] (sekitar 12.000–11.500 tahun lalu sampai kini).[36] Di Timur Tengah, pertanian berkembang di kawasan Hilal Subur sejak sekitar 10.000–9000 SM; di Eropa, ada bukti pembudidayaan gandum, domba, kambing, dan babi yang mengindikasikan kegiatan produksi pangan di Yunani dan Aegea sekitar 7000 SM;[37] di Tiongkok, budi daya jawawut dimulai sejak 8000 SM;[38] di Amerika, labu dibudidayakan sejak 10.000–8000 SM, sedangkan jagung sejak 7500 SM.[39][40] Transisi dari gaya hidup berburu ke pertanian dalam periode tersebut dikenal sebagai Revolusi Neolitik. Pertanian cocok untuk populasi yang sangat padat, dan dalam pengelolaannya terciptalah strata pekerja karena tidak seluruh populasi terjun langsung dalam pertanian.[41] Pada akhirnya, proses panen dan strata pekerja terorganisasi menjadi suatu wilayah berdaulat.[41] Pertanian juga menghasilkan surplus makanan yang mampu menyokong kehidupan orang-orang yang tidak terlibat langsung pada produksi bahan pangan.[42][43] Perkembangan pertanian menghantarkan manusia pada pendirian kota-kota pertama di dunia. Kawasan tersebut merupakan pusat perdagangan, pabrik, dan kekuatan politik yang hampir tidak menghasilkan pangan dengan sumber daya sendiri. Kota menciptakan simbiosis dengan desa di sekelilingnya. Kota menerima produk pangan dari desa, dan sebagai gantinya kota menyediakan produk pabrik serta perlindungan dan kendali militer yang berstrata.[44] Perkembangan kota-kota berarti kemunculan peradaban.[b] Peradaban awal muncul pertama kali di Mesopotamia Hulu (3500 SM),[45] diikuti dengan peradaban Mesir di sepanjang sungai Nil (3300 SM)[8] dan peradaban Harappa di lembah sungai Indus (pada masa kini merupakan wilayah Pakistan; 3300 SM).[46][47] Masyarakat tersebut mengembangkan sejumlah karakteristik yang sama, misalnya pemerintahan pusat, struktur sosial dan perekonomian yang kompleks, sistem tulisan dan bahasa yang canggih, dan agama serta budaya yang khas. Aksara merupakan perkembangan penting lainnya dalam perkembangan sejarah manusia, karena mendukung administrasi kota-kota dan membuat pengungkapan gagasan menjadi lebih mudah. Lahirnya peradabanZaman Perunggu adalah bagian dari sistem tiga zaman (Zaman Batu, Zaman Perunggu, Zaman Besi) yang memberi deskripsi sejarah peradaban kuno secara efektif bagi beberapa kawasan dunia. Selama era tersebut—di kawasan-kawasan yang paling subur—berdirilah negara kota dan peradaban awal mulai berkembang di beberapa bagian dunia. Peradaban-peradaban tersebut terpusat pada lembah sungai yang subur: sungai Tigris dan Efrat di Mesopotamia, sungai Nil di Mesir, sungai Indus di Asia Selatan, dan Yangtze serta sungai Kuning di Tiongkok. Peradaban yang berada di kawasan sungai merupakan peradaban kuat pada masa itu karena air diperlukan untuk membangun suatu masyarakat agraris. Transportasi juga difasilitasi dengan jalur air, baik melalui sungai atau laut. MesopotamiaMesopotamia merupakan region di kawasan Hilal Subur, tempat berdirinya beberapa negara kota pada zaman kuno. Pertemuan sungai Tigris dan Efrat di kawasan tersebut menciptakan tanah yang subur dan persediaan air untuk irigasi. Peradaban-peradaban yang muncul di sekitar sungai tersebut merupakan peradaban non-nomadis terkuno yang diketahui sejauh ini. Oleh karena kebudayaan Sumeria, Akkadia, Asiria, dan Babilonia muncul di daerah tersebut, maka teori yang menyatakan Mesopotamia sebagai maulid peradaban diakui oleh banyak ilmuwan.[48] Sumeria, salah satu peradaban yang berkembang di kawasan Mesopotamia adalah peradaban kompleks pertama yang diketahui sejauh ini, berkembang dari beberapa negara kota pada milenium ke-4 sebelum Masehi. Dalam peradaban inilah tercipta bata, roda, bajak, dan gerabah untuk pertama kalinya dalam sejarah. Peradaban Sumeria muncul selama periode Ubaid (6500–3800 SM) dan Uruk (4000–3100 SM). Eridu merupakan situs Sumeria tertua, dihuni selama awal periode Ubaid. Terletak beberapa mil di sebelah barat daya Ur, Eridu merupakan tempat perpaduan antara kota kuil di Sumeria (Mesopotamia bagian selatan) dengan permukiman kuno di wilayah tersebut yang telah ada sejak sekitar 5000 SM. Bangsa Sumeria bercocok tanam di kawasan sungai Tigris dan Efrat. Surplus pangan memicu pembagian kerja. Hal ini disebabkan karena tidak semua orang terjun ke bidang pertanian. Akhirnya, terciptalah strata dalam masyarakat, sehingga terbentuklah piramida sosial. Pada bangsa Sumeria, raja, pendeta, dan pejabat pemerintahan berada pada puncak piramida. Di bawah mereka terdapat pegawai, pedagang, petani, dan nelayan. Dasar piramida merupakan tempat bagi para budak. Budak biasanya merupakan bekas tahanan, narapidana, atau orang yang terlilit hutang. Di kawasan Mesopotamia, bentuk tulisan terawal, yaitu huruf paku (kuneiform), muncul sekitar 3000 SM. Kuneiform berawal dari sebuah sistem piktograf. Gambar-gambar representasi tersebut berangsur-angsur menjadi lebih sederhana dan abstrak. Kuneiform ditulis pada sabak tanah liat, dan hurufnya digambar dengan buluh yang berfungsi sebagai stilus. Dengan dibuatnya tulisan, administrasi suatu negara besar menjadi lebih mudah. Bagi bangsa Sumeria, hanya anak orang kaya dan bangsawan saja yang berhak mendapatkan pendidikan baca-tulis. Mereka belajar di tempat yang disebut edubba. Hanya anak lelaki yang belajar di edubba saja yang berhak menjabat sebagai kerani atau juru tulis. Budaya menulis telah menyumbangkan catatan sejarah akan keberadaan peradaban ini. Salah satu karya tulis tertua di dunia, yaitu wiracarita Gilgamesh, berasal dari peradaban ini. Pada abad ke-24 SM, Kekaisaran Akkadia berdiri di Mesopotamia.[49] Beberapa abad berikutnya, awal kerajaan Asiria berdiri, disusul dengan Babilonia. Sungai NilDaerah aliran sungai Nil di Afrika Utara merupakan tempat perkembangan peradaban Mesir Kuno. Sekitar 6000 SM, masyarakat Pra-Kerajaan Mesir (sebelum sistem monarki didirikan di Mesir) sudah mampu bercocok tanam dan menggembalakan ternak. Usaha komunikasi visual awal dapat teramati dari simbol-simbol yang terdapat pada gerabah dari Gerzeh, sekitar 4000 SM, yang menyerupai aksara hieroglif Mesir Kuno. Mortar mulai digunakan sejak 4000 SM, dan tembikar glasir bening mulai diproduksi sejak 3500 SM. Rumah sakit atau pusat pelayanan medis didirikan sekurang-kurangnya sejak 3000 SM. Bukti arkeologis mengindikasikan keberadaan manusia di kawasan barat daya Mesir, dekat perbatasan Sudan, sekitar 8000 SM. Sejak sekitar 7000–3000 SM, iklim Sahara lebih lembap daripada kini, sehingga memungkinkan kegiatan bercocok tanam di tanah yang kini telah gersang. Perubahan iklim setelah 3000 SM menyebabkan proses kegersangan secara berangsur di kawasan tersebut. Sebagai dampak dari perubahan tersebut, suku-suku kuno penghuni Sahara terdesak untuk pindah ke daerah sekitar sungai Nil sekitar 2500 SM. Di sana mereka mengembangkan ekonomi agraris serta sistem masyarakat yang lebih kompleks. Suku yang sudah sejak lama mendiami pinggiran sungai Nil juga telah mengembangkan masyarakat mereka secara mandiri. Hewan ternak sudah diimpor dari Asia antara 7500 SM sampai 4000 SM. Bangsa Mesir Kuno dikenal karena sejumlah prestasi dan penemuan dalam sejarahnya, di antaranya pembangunan piramida kolosal mereka, ilmu bedah kuno, ilmu matematika, dan transportasi dengan perahu. Kebangkitan dinasti-dinasti Mesir dimulai setelah bersatunya Mesir Hulu dan Hilir sekitar 3200 SM, dan berakhir sekitar tahun 340 SM, saat dimulainya kuasa Dinasti Akhemeniyah atas wilayah Mesir. Kerajaan Mesir dipimpin oleh penguasa monarki bergelar firaun. Pada puncak kejayaannya, kerajaannya terbentang dari delta sungai Nil hingga gunung Jebel Barkal di Sudan. Masyarakat Mesir Kuno bergantung pada keseimbangan sumber daya alam dan manusia, terutama irigasi sungai Nil yang membantu pertanian mereka. Bangsa ini dikenal sebagai pengguna tulisan hieroglif, pembangun piramida, kuil, dan pemakaman bawah tanah, serta pengguna kereta perang sebagai pendukung kekuatan militernya. Ada perbedaan besar pada kelas dalam masyarakatnya. Sebagian besar anggota masyarakatnya merupakan petani namun mereka tidak berhak atas hasil pertanian yang mereka usahakan. Hasil pertanian merupakan milik negara, kuil, atau keluarga bangsawan yang memiliki lahan pertanian. Perbudakan juga ada, namun aplikasinya pada masyarakat Mesir Kuno masih belum jelas.[50] Lembah Sungai IndusPeradaban Lembah Sungai Indus atau Peradaban Harappa terjadi sekitar 3300 SM, dan tahap-tahap permulaannya terjadi pada masa sebelum 4000 SM. Peradaban tersebut berpusat pada kawasan sekitar sungai Indus (sebagian besar merupakan wilayah Pakistan, dan sebagian kecil merupakan wilayah Afganistan, Iran, dan India), terbentang ke timur sampai lembah sungai Ghaggar-Hakra[51] dan hulunya mencapai doab Gangga-Yamuna;[52][53] peradaban tersebut terbentang ke barat sampai pesisir Makran di Balochistan, ke utara sampai Afghanistan Tenggara dan ke selatan sampai Daimabad di Maharashtra. Perkembangan peradaban tersebut terbagi dalam beberapa tahap dan menandai pembangunan kota-kota di anak benua India.[54] Di kawasan peradaban itulah kegiatan pertanian pertama di Asia Selatan terjadi. Gandum, jelai, dan jujuba dibudidayakan sekitar 9000 SM; budi daya domba dan kambing menyusul kemudian.[55] Budidaya jelai dan gandum—juga usaha peternakan, terutama domba dan kambing—berkembang di Mehrgarh sekitar 8000–6000 SM.[56][57] Pada periode tersebut juga terjadi domestikasi gajah.[55] Sekitar milenium ke-5 SM, masyarakat agraris tersebar di kawasan Kashmir.[57] Di situs pemakaman dari zaman peradaban ini ditemukan barang-barang yang sudah bisa diproduksi pada masa tersebut, yaitu: keranjang, peralatan dari batu dan tulang, kalung, rantai, dan anting-anting. Pernak-pernik dan ornamen kulit kerang, batu kapur, batu pirus, lapis lazuli, batu pasir, dan tembaga juga ditemukan. Dalam peradaban ini, beberapa kota besar berkembang, di antaranya: Harappa (3300 SM), Dholavira (2900 SM), Mohenjo-Daro (2500 SM), Lothal (2400 SM), dan Rakhigarhi, serta lebih dari 1000 kota kecil dan desa. Perkotaan pada masa peradaban tersebut dikenal dengan arsitekturnya yang dibangun dari bata, memiliki sistem drainase pinggir jalan, dan perumahan bertingkat. Kota-kota besar tersebut luasnya sekitar satu mil, dan jarak yang jauh antara satu kota dengan kota lainnya kemungkinan besar merupakan tanda sentralisasi politik, baik dalam bentuk dua negara kota, atau imperium tunggal dengan ibu kota alternatif, atau mungkin Harappa menggantikan Mohenjo-Daro, yang diketahui pernah hancur akibat banjir bandang tidak hanya sekali.[58] Peradaban lembah sungai indus juga dikenal akan penggunaan pecahan desimal pada sistem pengukuran kuno.[59][60] Pada akhir milenium ke-1 SM, perkembangan peradaban lembah sungai Indus memasuki periode Weda, menurut estimasi masa penyusunan Regweda (sekitar 1700 SM hingga 1100 SM), kumpulan himne keagamaan yang menjadi fondasi bagi agama Hindu dan aspek kultural lainnya pada masyarakat India awal. Rentang waktu periode ini tidak diketahui dengan pasti, dan masa berakhirnya diperkirakan sekitar abad ke-6 SM. Pada periode tersebut sudah ada religi yang menjadi perintis bagi agama Hindu seperti yang dikenal pada masa kini.[61] Lembah Sungai KuningKebudayaan awal Tiongkok bermula tidak jauh dari kawasan sungai Kuning (serta sungai Yangtze) karena di sekitar kawasan tersebut banyak ditemukan peninggalan prasejarah Tiongkok. Kebudayaan Neolitik tertua yang ditemukan di Tiongkok di antaranya Pengtoushan (sungai Yangtze) dan Peiligang (sungai Kuning); semuanya bermula sejak sekitar 7000 SM atau sebelum itu. Masa Kebudayaan Pengtoushan sulit dipastikan dan hasil perhitungan bervariasi antara 9000 SM sampai 5500 SM; di situs kebudayaan tersebut ditemukan sisa-sisa beras yang berasal dari masa 7000 SM. Di situs purbakala Jiahu ditemukan beberapa bukti pembudidayaan padi. Penemuan penting lainnya di Jiahu adalah seruling kuno, berasal dari masa 7000 SM sampai 6600 SM. Peiligang merupakan salah satu kebudayaan tertua di Tiongkok yang memproduksi gerabah. Baik Pengtoushan maupun Peiligang mengembangkan budi daya jawawut, peternakan, penyimpanan dan distribusi pangan. Bukti arkeologis juga mengindikasikan keberadaan pengrajin dan pegawai pada masa kebudayaan Neolitik tersebut. Piktograf yang diduga sebagai perintis sistem tulisan bahasa Tionghoa berasal dari masa yang setua kegiatan pertanian dan peternakan di Tiongkok. Di Jiahu ditemukan sejumlah piktograf yang dikenal sebagai simbol Jiahu. Piktograf tersebut tidak dianggap sebagai sistem tulisan seutuhnya, melainkan simbol-simbol yang mengawali penciptaan sistem tulisan.[62] Di Damaidi, Ningxia, terdapat ribuan ukiran pada tebing yang berasal dari masa 6000–5000 SM, menampilkan 8000-an piktograf menyerupai matahari, bulan, bintang, dewa-dewi, dan adegan perburuan dan peternakan. Piktograf tersebut mirip dengan huruf Tionghoa Kuno yang diketahui selama ini.[63][64] Masa kebudayaan Peiligang tergantikan oleh masa kebudayaan Yangshao (sekitar 5000–3000 SM). Pengaruh kebudayaan tersebut meliputi kawasan Tiongkok Utara. Kebudayaan tersebut tergantikan oleh kebudayaan Longshan sekitar 2500 SM. Pada situs arkeologis seperti Sanxingdui dan Erlitou, terdapat bukti peradaban Zaman Perunggu di Tiongkok. Pisau perunggu dalam bentuk terkuno dari masa 3000 SM ditemukan di situs Majiayao di provinsi Gansu dan Qinhai. Menurut catatan sejarah Tiongkok, Sungai Kuning digunakan sebagai irigasi sekitar 2200 SM oleh Yu yang Agung, perintis Dinasti Xia yang semi-mitologis. Dinasti Xia (sekitar 2100 SM hingga 1600 SM) adalah dinasti pertama yang disebutkan dalam catatan sejarah Tiongkok, di antaranya Catatan Sejarah Agung oleh Sima Qian dan Sejarah Bambu.[65][66] Meskipun ada perdebatan mengenai eksistensi dinasti tersebut, ada beberapa bukti arkeologis yang mengacu pada keberadaannya. Sima Qian menyatakan bahwa dinasti tersebut didirikan sekitar 2200 SM, namun tanggal tersebut tidak cukup meyakinkan. Kini banyak arkeolog yang menghubungkan keberadaan Dinasti Xia dengan penggalian di provinsi Henan,[67] tempat penemuan perabot perunggu dari masa 2000 SM. Dinasti historis pertama yang diakui keberadaanya adalah Dinasti Shang, berdiri sekitar 1500 SM. Bukti arkeologis mengenai keberadaan Dinasti Shang berupa artefak perunggu dan tulang orakel, yaitu cangkang kura-kura atau tulang lemusir sapi yang ditulisi simbol-simbol aksara Tiongkok Kuno, ditemukan di lembah Huang He di Yin, ibu kota Dinasti Shang. Cangkang kura-kura peninggalan Dinasti Shang berasal dari masa 1500 SM, dihitung menurut teknik penanggalan radiokarbon. Dinasti Shang digantikan oleh Dinasti Zhou, sekitar abad ke-11 SM. Masa akhir Dinasti Zhou merupakan masa kelahiran dua filsuf masyhur Tiongkok, yaitu Kong Hu Cu (pendiri Konfusianisme), dan Laozi (pendiri Taoisme).[68] Yunani KunoDi Gua Franchthi di Peloponesia, sebelah tenggara Argolid, terdapat bukti mengenai kegiatan pertanian purbakala di Yunani. Sejak sekitar 11.000 SM, budi daya biji-bijian, kacang-kacangan, dan serealia terjadi pada masa yang sama,[69] sementara haver dan jelai muncul sekitar 10.500 SM, sedangkan ercis dan pir sejak sekitar 7300 SM. Permukiman Neolitik tersebar di seluruh Yunani, dengan kegiatan meliputi pertanian dan produksi gerabah. Situs terkemuka seperti Sesklo dan Dimini, sudah memiliki jalan dan alun-alun. Hal tersebut menjadikannya contoh tata ruang kota purbakala di daratan Eropa.[70] Situs penting lainnya yaitu Dispilio, tempat penemuan sabak kuno dengan guratan-guratan seperti tulisan kuno. Peradaban Minoa merupakan peradaban Zaman Perunggu pertama di kawasan Yunani. Peradaban tersebut muncul di pulau Kreta dan berkembang sekitar 2700 SM sampai 1500 SM, namun awal perkembangannya terjadi pada masa jauh sebelum itu.[71] Pulau Kreta mulai dihuni oleh manusia sekurang-kurangnya sejak 128000 SM, selama zaman Paleolitik Madya.[72] Tanda-tanda kegiatan pertanian yang lebih canggih, sebagai awal suatu peradaban, muncul sekitar 5000 SM.[73] Keberadaan peradaban tersebut sempat terlupakan, sebelum ditemukan pada awal abad ke-20 oleh arkeolog Inggris, Sir Arthur Evans. Will Durant memandang peradaban tersebut sebagai "mata rantai pertama pada untaian (sejarah) Eropa."[74] Peradaban Mikene berkembang di seberang utara Kreta sejak sekitar 1600 SM, ketika kebudayaan Helladik di Yunani daratan bertransformasi di bawah pengaruh kebudayaan Minoa dari Kreta. Tidak seperti masyarakat Minoa yang mengandalkan perdagangan, masyarakat Mikene lebih menyukai penaklukan. Peradaban Mikene didominasi oleh aristokrasi kesatria. Sekitar 1400 SM, bangsa Mikene memperluas jangkauan kekuasaan mereka ke Kreta, pusat peradaban Minoa (yang pada masa itu mengalami bencana letusan Santorini), dan mengadopsi suatu bentuk aksara Minoa yang disebut Linear A untuk menuliskan bahasa Yunani Kuno; aksara yang dikembangkan pada masa peradaban Mikene kemudian disebut Linear B.[75] Legenda Yunani menyebutkan bahwa bangsa Mikene tidak hanya menaklukkan Minoa, tetapi juga negara kota Troya, disebutkan dalam wiracarita Illiad sebagai saingan kekuasaan Mikene. Karena satu-satunya catatan sejarah konflik tersebut adalah Iliad karya Homeros, maka sejarah Troya dan Perang Troya belum bisa dipastikan. Tahun 1876, arkeolog Jerman Heinrich Schliemann menemukan reruntuhan di Hissarlik, termasuk kawasan Asia Minor sebelah barat (kini wilayah Turki) dan mengklaimnya sebagai bekas kota Troya. Kepastian mengenai lokasi tersebut sebagai Troya seperti yang dituturkan oleh Homeros masih diperdebatkan.[76] Kebudayaan Yunani memiliki pengaruh besar pada peradaban-peradaban Eropa yang muncul di kemudian hari, terutama peradaban Romawi. Bangsa Yunani mengembangkan konsep yang kini dikenal sebagai negara kota, atau polis.[77] Kata "politik" berasal dari konsep tersebut, yang secara harfiah berarti segala hal menyangkut polis. Ada banyak polis pada masa Yunani Kuno; beberapa yang terkemuka di antaranya: Athena, Sparta, Korintus, dan Thebes. Kota-kota tersebut tidak memiliki hubungan intens satu sama lain, karena bentang alam Yunani yang didominasi pegunungan dan banyak pulau. Apabila suatu kota tidak lagi memiliki cukup pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduknya, maka beberapa orang keluar dari kota tersebut untuk mendirikan kota baru. Kota baru itu dikenal sebagai koloni. Tiap kota bersifat mandiri dan diperintah langsung oleh seseorang di kota tersebut. Koloni-koloni juga menjalin hubungan dengan kota asal mereka demi perlindungan. Ketika daratan Yunani terancam perang (contohnya saat melawan kekaisaran Persia), terjadi persekutuan antarnegara-kota untuk menanggapi ancaman tersebut. Selain itu juga dapat terjadi perang antara negara kota yang berbeda. Pegunungan AndesPeradaban di dataran pegunungan Andes yang terbentang sepanjang Amerika Selatan terdiri dari berbagai budaya yang berkembang dari dataran tinggi Colombia hingga gurun Atacama. Kebudayaan yang paling menonjol adalah kebudayaan Peru Kuno dan kebudayaan lainnya di sekitar Peru, seperti Tiahuanaco di Bolivia. Di lembah Ayacucho, tepatnya di situs Pikimachay, hasil penelitian arkeologis mengungkapkan bukti keberadaan manusia di sana sejak 22.200 hingga 14.700 tahun yang lalu,[78] namun hasil tersebut masih diragukan dan periode yang lebih konservatif, yaitu 12.000 SM lebih diakui.[79] Di situs Pikimachay ditemukan bukti budi daya tanaman, contohnya labu air, sejak 11.000 tahun yang lalu.[80] Sisa-sisa tanaman mengindikasikan bahwa sebelum 3000 SM, bayam, kapas, labu, lucuma, dan kinoa sudah dibudidayakan di basin Ayacucho. Sejak 4000 SM, jagung (Zea mays) dan kacang-kacangan mulai dibudidayakan.[81] Sejumlah tulang-belulang marmot mengindikasikan peternakan hewan tersebut, dan kemungkinan besar llama mulai dibudidayakan sekitar 4300–2800 SM.[80] Di kawasan Buena Vista, bangunan observatorium serupa kuil telah didirikan sejak 4200 tahun yang lalu.[82] Bangunan tersebut mengandung ukiran yang elok serta patung seukuran manusia, terkesan unik karena kebudayaan di sekitarnya masih menciptakan relief dua dimensi pada periode itu.[83] Sementara itu di situs Ventarron, Region Lambayeque terdapat kuil berhias mural berusia 4000 tahun.[84] Sejauh penelitian arkeologis, peradaban tertua di belahan bumi barat pada umumnya, dan di Amerika Selatan pada khususnya, adalah peradaban Norte Chico atau peradaban Caral Supe (3200–1800 SM) yang meninggalkan bukti arkeologis berupa permukiman di pesisir Peru, termasuk pusat kota di Aspero dan Caral. Keberadaan quipu purbakala (media komunikasi orang-orang Andes) di Caral menandakan bahwa penggunaan benda tersebut sudah ada sejak dahulu kala. Piramida batu di situs tersebut diduga sezaman dengan Piramida Agung Giza. Di Norte Chico tidak ditemukan bukti pembangunan kubu pertahan atau tanda-tanda bekas pertempuran, tidak seperti kota-kota lainnya di pegunungan Andes. Secara arkeologis, Norte Chico merupakan kebudayaan pra-keramik pada Periode Kuno Akhir era Pra-Columbus; peradaban tersebut tak meninggalkan keramik dan jejak-jejak kesenian yang ditinggalkan hampir tidak tampak. Prestasi mereka yang menakjubkan berupa arsitektur monumental, termasuk tumulus dan plaza melingkar yang terbenam. Bukti arkeologis mengindikasikan penggunaan teknologi tekstil dan kemungkinan besar ada pemujaan simbol-simbol dewa-dewi. Pemerintahan maju diduga pernah dibentuk untuk memimpin Norte Chico kuno. MesoamerikaMesoamerika merupakan region di Amerika Utara, yang pada masa kini mencakup Meksiko dan Karibia. Saat berbagai peradaban kompleks muncul di belahan bumi timur, kebanyakan masyarakat pribumi di benua Amerika masih hidup relatif sederhana selama beberapa masa, dan terpecah menjadi berbagai kebudayaan regional yang berbeda-beda. Selama Tahap Formatif atau Era Praklasik di Mesoamerika (sekitar 1800 SM sampai 200 M), peradaban yang lebih kompleks dan terpusat mulai berkembang, terutama pada daerah yang kini disebut Meksiko dan Karibia. Peradaban yang ada pada masa itu yakni Peradaban Olmek (1400 SM), Zapotek (600 SM), Awal Maya (seb. 200 M), dan lain-lain. Bangsa-bangsa di Mesoamerika pada masa itu dapat mengembangkan pertanian dengan baik, misalnya menanam jagung dan tanaman khas Amerika lainnya, serta membuat budaya serta agama yang istimewa. Selama bertahun-tahun, kebudayaan Olmek diduga sebagai 'kebudayaan ibu' bagi Mesoamerika, karena pengaruh besar yang disebarkannya di kawasan tersebut. Pusat kebudayaan Olmek berada di pesisir Teluk Meksiko, wilayah negara bagian Veracruz dan Tabasco masa kini.[85] Kebudayaan Olmek menjadi tonggak bersejarah bagi sejarah Mesoamerika, karena khazanah budaya Mesoamerika pertama kali muncul di sana, di antaranya: organisasi kenegaraan, pengembangan kalender upacara 260 hari dan kalender sekuler 365 hari, aksara pertama di Mesoamerika,[86] dan tata kota. Pengembangan kebudayaan tersebut dimulai sekitar 1600–1500 SM.[87] Situs-situs kebudayaan Olmek di antaranya: La Venta, San Lorenzo, dan Tres Zapotes. Di antara peradaban asli Amerika sebelum kedatangan bangsa Eropa, peradaban Maya adalah peradaban yang memiliki aksara paling sistematis. Mereka menunjukkan prestasi gemilang pada bidang seni dan arsitektur serta mengenal sistem matematika dan astronomi yang maju. Tempat perkembangan peradaban Maya telah dijamah manusia sejak sekitar milenium ke-10 SM. Permukiman Maya pertama dibangun di sana sekitar 1800 SM, di kawasan Soconusco. Pada masa kini merupakan wilayah Chiapas di Mexico, pesisir samudra Pasifik. Pada masa itu, manusia di kawasan tersebut mulai bermukim secara permanen. Mereka menciptakan sistem pertanian dan menimbun pangan. Gerabah dan pernak-pernik tanah liat juga dibuat. Mereka sudah mampu membangun gundukan makam. Gundukan tersebut berkembang menjadi punden berundak. Batas jangkauan peradaban Maya kurang jelas. Ada kemungkinan pada kawasan peradaban tersebut terjadi pembauran dengan kebudayaan lainnya.[88] Zaman KunoGaris waktu
Awal religiSaat peradaban berkembang menuju bentuk yang lebih kompleks, demikian pula yang terjadi pada agama, dan bentuk terawal dari ragamnya tampak dimulai pada periode tersebut.[89] Benda-benda alam seperti Matahari, Bulan, Bumi, langit, dan laut kerap didewakan.[90] Ruangan suci didirikan, dan berkembang menjadi pembangunan kuil, lengkap dengan hierarki kependetaan dan jabatan lainnya yang kompleks. Tipikal zaman Neolitik adalah kecenderungan untuk memuja dewa-dewi antropomorfis. Berdasarkan ekskavasi di kompleks kuil Göbekli Tepe ("Bukit Perut Gendut") di Turki selatan yang berdiri sejak 11.500 tahun yang lalu, para arkeolog berpikir bahwa keberadaan agama mendahului Revolusi Pertanian daripada muncul setelah revolusi itu dimulai, sebagaimana diasumsikan pada umumnya.[91] Bangsa Mesir merupakan salah satu bangsa tertua yang memiliki religi dan menganut tradisi politeisme. Dewa Mesir yang utama di antaranya: Ra, Osiris, Horus, dan Anubis. Salah satu kitab tertua bangsa Mesir Kuno, sekaligus teks keagamaan kuno yang masih lestari adalah Teks Piramida, koleksi teks yang dibuat sekitar tahun 2400–2300 SM.[92] Pada periode Kerajaan Pertengahan Mesir, tepatnya pada pemerintahan Akhenaten (sekitar 1350 SM), bangsa Mesir menganut tradisi pemujaan satu dewa yang disebut Aten; tradisi itu dikenal sebagai Atenisme.[93] Sebelumnya Aten dikenal sebagai aspek dari Ra, Dewa Matahari; catatan terkuno mengenai Aten ditemukan dalam Kisah Sinuhe dari periode Dinasti kedua belas Mesir.[94] Aten menjadi dewa yang dipuja secara eksklusif pada masa pemerintahan Akhenaten. Setelah pemerintahannya berakhir, bangsa Mesir beralih kembali kepada tradisi politeisme mereka.[93][94] Di Mesopotamia, para raja dianggap sebagai tangan kanan Tuhan (teokrasi) sehingga mereka berperan sebagai pemimpin politik sekaligus spiritual.[95] Di sebelah barat Mesopotamia, meliputi Kanaan, merupakan tempat tinggal bagi berbagai bangsa kuno, seperti Fenisia, Het, Filistin, Aram, dan Yahudi. Mereka menyembah berbagai dewa-dewi, yang terkemuka di antaranya: Asyera, Asytoret, dan Baal. Selain itu, setiap suku memuja dewa tersendiri yang merupakan pelindung bagi sukunya. Menurut teori yang dikemukan Sigmund Freud, pengikut atenisme keluar dari Mesir dan menetap di Kanaan, berbaur dengan bangsa asli di sana dan membentuk kepercayaan Yahudi yang monoteistik secara berangsur-angsur.[96][97] Selama pembuangan bangsa Yahudi di Babilonia (Mesopotamia) antara abad ke-6 dan ke-5 SM, munculah gagasan untuk menetapkan konsep monoteisme, kenabian, dan hukum Tuhan.[98] Kepercayaan bangsa Yahudi merupakan konsep yang baru sama sekali pada masa itu, tidak seperti bangsa di sekeliling mereka yang mewujudkan pujaan dalam bentuk patung-patung.[98] Bagaimanapun, mitologi Mesopotamia mempengaruhi pembentukan kepercayaan Yahudi, seperti mitos penciptaan Adam dan mitos air bah.[99] Pemujaan terhadap personifikasi alam seperti Agni (api), Baruna (laut), dan Dyaus Pita (langit) terjadi di India sekitar milenium ke-1 SM.[100] Tradisi ini berkembang menjadi agama Weda Kuno atau Brahmanisme. Di samping tradisi tersebut, ada tradisi berbeda yang disebut Samana, yang lebih menekankan meditasi dan tapa brata. Tradisi ini menekankan pemahaman akan hakikat diri, pencerahan melalui pengalaman, dan tidak terikat pada masyarakat; berbeda dengan kaum brahmana dari tradisi Brahmanisme yang lebih menekankan pelaksanaan ajaran pustaka suci dan penyelenggaraan ritual.[100] Di kemudian hari, Brahmanisme berkembang menjadi Hinduisme serta berbagai sekte di dalamnya, sementara Samana melahirkan Buddhisme dan Jainisme. Di Asia Timur, manusia mulai menyadari harmonisasi alam, menghormati para leluhur yang mewariskan kesejahteraan pada mereka, dan mulai memahami hakikat dirinya. Hal itu memicu kemunculan berbagai filsafat, di antaranya adalah Taoisme dan Konfusianisme. Zaman PorosZaman Poros, menurut filsuf Jerman, Karl Jaspers, adalah zaman saat pemikiran revolusioner bermunculan di Tiongkok, India, Persia, dan Dunia Barat selama rentang waktu antara abad ke-8 hingga ke-2 SM. Pada zaman itu terjadi perkembangan gagasan filosofis dan religius secara transformatif di berbagai belahan dunia dan kebanyakan terjadi secara independen. Di India terjadi perkembangan tiga agama: Hinduisme, Buddhisme, dan Jainisme. Hinduisme masa kini merupakan perkembangan dari Brahmanisme (1500–500 SM) atau "Agama Weda Pra-Hindu", dan penyusunan Regweda (kitab suci tertua bagi umat Hindu, bagian dari empat Weda) diduga terjadi pada masa 1100 SM.[c] Penyusunan Upanishad, yaitu suplemen bagi kitab Weda diduga terjadi pada masa 900–800 SM.[102] Pada abad ke-6 SM, di India Utara, Siddhartha Gautama dari suku Sakya menyebarkan Buddhisme atau agama Buddha yang merupakan bagian dari tradisi Samana, paralel namun berbeda dengan pelopor Hinduisme. Sebagaimana Hinduisme, ajaran Buddha juga mengenal karma, reinkarnasi, dan ahimsa, namun menolak keberadaan Tuhan dan sistem kasta. Pada abad ke-5 SM, bagian lain dari Samana, yaitu Jainisme disebarkan oleh Mahavira. Pendahulunya adalah Pārśva (abad ke-9 SM), yang juga merupakan pemimpin Jainisme menurut umat Jaina. Seperti agama Buddha, Jainisme juga menolak keberadaan Tuhan. Di antara ketiga agama tersebut, Hinduisme mendominasi India, sedangkan Buddhisme lebih berkembang di Asia Timur dan Tenggara, sementara Jainisme menjadi agama minoritas. Di Asia Timur, tiga perguruan filsafat telah mendominasi pemikiran bangsa Tionghoa hingga masa kini. Ketiganya adalah Legalisme (abad ke-8 SM),[103] Taoisme (abad ke-6 SM),[104] dan Konfusianisme (abad ke-6 SM).[105] Legalisme adalah filsafat yang lebih mengutamakan sistem hukum daripada pemikiran tinggi seperti alam dan tujuan kehidupan. Sementara itu, Taoisme mengajarkan keharmonisan antara manusia dengan alam, diprakarsai oleh Laozi dan ajarannya terangkum dalam Daode Jing.[106] Meskipun hidup pada abad ke-6 SM, ada dugaan bahwa Daode Jing disusun pada masa antara abad ke-4 hingga ke-3 SM.[106] Ajaran Khonghucu (Konfusianisme) yang digagas Kong Hu Cu, yang di kemudian hari memperoleh dominansi, mencari moralitas politis tidak untuk paksaan melainkan untuk kekuatan dan keteladanan tradisi. Ajaran Khonghucu menyebar ke semenanjung Korea hingga kepulauan Jepang yang masih menganut syamanisme dan kepercayaan tradisional lainnya. Serikat Yesus di Tiongkok pada abad ke-16 dan ke-17 memandang Konfusianisme sebagai suatu sistem etis, bukan agama, sehingga tidak akan bertentangan dan akan sejalan dengan agama Kristen.[107] Meskipun demikian, penghormatan leluhur di Tiongkok oleh beberapa kelompok dipandang bertentangan dengan ajaran Kristen sehingga kini pelaksanaannya tidak dianjurkan lagi bagi orang Kristen Tionghoa.[108] Di Asia Barat, terjadi awal pemikiran monoteisme di Kanaan dan Persia. Di Kanaan, bangsa Yahudi memuja satu Tuhan yang disebut Yahweh. Sementara itu, monoteisme di Persia Kuno mengenal konsep ketuhanan Yang Maha Esa, dengan sebutan Ahura Mazda. Ahura Maza memiliki oposisi yang disebut Angra Mainyu, roh perusak, manifestasi dari kegelapan dan kejahatan. Di Mediterania, tradisi filosofis bangsa Yunani Kuno yang direpresentasikan oleh Sokrates,[109] Plato,[110] dan Aristoteles,[111][112] tersebar di sepanjang Eropa dan Timur Tengah pada abad ke-4 SM karena penaklukkan yang dilakukan oleh Aleksander III dari Makedonia, lebih dikenal sebagai Aleksander Agung.[113]
Perkembangan peradaban dan imperiumSebelum 500 M (abad ke-6), beberapa daerah di dunia mengalami kemajuan teknologi yang perlahan namun pasti, dengan perkembangan penting seperti sanggurdi dan tenggala. Peradaban-peradan kuno mulai berinteraksi satu sama lain dalam hal perdagangan, religi, atau ekspansi militer. Laut Tengah (Mediterania), yang mencakup tiga titik benua, membantu perkembangan kekuatan militer serta pertukaran komoditas, ide-ide baru, dan invensi peradaban di sekitarnya. Perdagangan semakin berkembang menjadi sumber kekuasaan karena negara-negara yang memiliki akses untuk sumber daya penting atau menguasai jalur perdagangan penting akan bangkit dan mendominasi. Di beberapa daerah, ada periode perkembangan secara pesat yang ditandai dengan pembangunan monumen kolosal, produksi roda, dan pengembangan sistem ketatanegaraan; yang terkemuka adalah kawasan Mediterania selama periode Helenistik, saat ratusan teknologi berhasil diciptakan.[114][115] Pada masa awal peradaban juga bermunculan teknologi baru di darat, misalnya kereta perang dan pasukan berbasis kuda yang membuat pergerakan tentara menjadi lebih cepat. Teknologi tersebut berperan dalam kemajuan militer; ekspansi wilayah serta pencaplokan teritori mulai terjadi, contohnya Pertempuran Kadesh dan Pengepungan Dapur pada abad ke-13 SM antara bangsa Mesir dan Het. Penyatuan daerah-daerah taklukan berlanjut pada munculnya imperium dan kekaisaran, manifestasi hegemoni suatu bangsa dan ekspansi suatu wilayah berdaulat. Peradaban yang ekstensif dapat membawa kedamaian dan stabilitas bagi daerah luas, contohnya periode Pax Romana bangsa Romawi. Setelah perkembangan selama berabad-abad, peradaban lembah sungai di berbagai belahan dunia menunjukkan kejayaannya dengan pendirian kekaisaran. Pada masa seribu tahun dari 500 SM hingga 500 M, serangkaian kekaisaran dengan luas wilayah yang belum pernah dicapai sebelumnya telah berkembang. Tentara profesional yang terlatih dengan baik, ideologi pemersatu, dan birokrasi yang lebih maju memberi peluang bagi para kaisar untuk memerintah daerah yang sangat luas yang populasinya dapat mencapai angka sepuluh ribu atau lebih. Afrika Utara (2500 SM–500 M)Sekitar 2500 SM, Kerajaan Kerma berkembang di kawasan Nubia (antara Sudan dan Mesir). Kebudayaan Kerma merupakan kebudayaan agraris seperti Mesir; mereka mengembangkan pertanian, peternakan, dan menjadi mitra dagang bagi Mesir. Sekitar 1500 SM, kerajaan tersebut dicaplok oleh bangsa Mesir dan menjadi bagian dari Kerajaan Baru Mesir. Pada abad ke-11 SM, bangsa Nubia mendirikan Kerajaan Kush di sebelah selatan Mesir, di bekas wilayah Kerajaan Kerma, yang akan bertahan sampai abad ke-4 M. Mesir Kuno mencapai masa kejayaannya saat periode Kerajaan Baru, di bawah pemerintahan Ramesses, yang berseteru dengan bangsa Het, Asiria dan Mitanni. Sesudahnya, Mesir mengalami keruntuhan secara perlahan-lahan. Mesir diserbu dan ditaklukkan oleh serangkaian kekuatan asing, di antaranya suku dari Kanaan/Hyksos, Libya, Nubia, Asiria, Babilonia, Persia, dan Makedonia. Pada abad ke-6 SM, Kambisus II menaklukkan Mesir, menjatuhkan Dinasti ke-26 Mesir. Krisis suksesi terjadi setelah ia jatuh sakit dan wafat. Darius I bertindak sebagai penggantinya, berdasarkan klaimnya sebagai pewaris garis keturunan Dinasti Akhemeniyah. Darius menetapkan ibu kota pertamanya di Susa, dan memulai proyek pembangunan di Persepolis. Ia membangun kembali terusan antara sungai Nil dan Laut Merah. Ia mengimprovisasi sistem jalan yang ekstensif, dan reformasi besar lainnya terjadi pada masa pemerintahan Darius.[116] Setelah wafatnya Darius II pada 404 SM, bangsa Mesir melakukan pemberontakan. Kemudian firaun Mesir berhasil menggagalkan usaha Persia untuk menaklukkan Mesir kembali, sampai akhirnya Artahsashta III berhasil melakukannya. Tahun 332 SM, Aleksander Agung dari Makedonia menaklukkan Mesir dengan sedikit perlawanan dari Persia. Sesudah wafatnya Aleksander, salah satu jenderalnya, Ptolemeus Soter, mengangkat diri sebagai pemimpin baru Mesir. Administrasi yang didirikan penerus Aleksander, yaitu Dinasti Ptolemaik, mengikuti cara Mesir dan beribu kota di Aleksandria. Kota tersebut menampilkan kekuasaan dan prestise pemerintahan Helenistik, dan menjadi tempat pembelajaran dan kebudayaan, berpusat di perpustakaan Iskandaria yang termasyhur. Dinasti berkebangsaan Yunani tersebut memerintah Mesir sampai 30 SM. Di bawah pemerintahan Kleopatra, Mesir jatuh ke tangan Kekaisaran Romawi dan menjadi salah satu provinsi Romawi.[117] Pada abad ke-1 M, di kawasan Tanduk Afrika, tepatnya di kawasan yang kini disebut Ethiopia, Kekaisaran Aksum mendeklarasikan diri sebagai kerajaan niaga besar, mendominasi negeri tetangganya di Arab Selatan serta menguasai perdagangan di Laut Merah. Di sebelah barat, Kerajaan Kush masih bertahan sampai abad ke-4 M, sebelum digantikan oleh Kekaisaran Aksum. Kekaisaran Aksum mencetak mata uangnya sendiri dan mengukir stela monolitik seperti Obelisk Aksum untuk menandai makam kaisarnya. Amerika (2000 SM–500 M)Sebelum kontak dengan bangsa Eropa, penduduk asli Amerika Utara terbagi menjadi sejumlah masyarakat yang berbeda-beda, dari sebuah klan kecil hingga menjadi imperium besar. Mereka tinggal di beberapa area kultural, yang berkaitan dengan zona geografis dan biologis, serta mengindikasikan cara hidup atau pekerjaan masyarakat yang tinggal di sana (contohnya pemburu bison di Dataran Besar, atau petani di Mesoamerika). Pada periode arkais di Amerika terjadi perubahan lingkungan yang membawa iklim kering yang lebih hangat dan punahnya sejumlah megafauna.[118] Sebelumnya mayoritas kelompok populasi pada saat itu masih berupa kaum pemburu-pengumpul; akhirnya beberapa kelompok individual mulai fokus pada sumber daya lokal yang tersedia untuk mereka. Adaptasi regional melahirkan norma-norma, dengan sedikit ketergantungan pada perburuan dan pengumpulan makanan, dengan perekonomian yang lebih variatif yang mengandalkan ikan, binatang buruan kecil, sayuran liar, dan tanaman perkebunan.[119][120] Sementara itu kelompok masyarakat di selatan Amerika Utara membudidayakan sejumlah tanaman pertanian yang kini lazim dijumpai di seluruh dunia, di antaranya jagung, tomat, dan labu. Kerajaan-kerajaan regional Mesoamerika didirikan sejak sekitar 2000 SM.[121] Di sana, masyarakat pra-Kolumbus yang luas sedang terbentuk, yang terkemuka adalah Maya dan Aztek. Seiring kebudayaan bangsa Olmek perlahan-lahan surut,[122] negara kota bangsa Maya yang besar perlahan-lahan berkembang dalam hal jumlah dan keunggulan, dan kebudayaan Maya menyebar sepanjang semenanjung Yucatán dan daerah di sekitarnya. Kekaisaran Aztek pada masa berikutnya dibangun oleh kebudayaan tetangganya dan mendapat pengaruh dari suku-suku taklukan seperti Toltek. Pada 2000 SM, sejumlah komunitas agraris bermukim di sekitar Andes dan kawasan sekelilingnya. Perikanan menjadi kegiatan lazim di sepanjang pesisir sehingga ikan menjadi makanan pokok. Sistem irigasi juga berkembang pada periode tersebut, yang mendukung terciptanya masyarakat agraris.[123] Tanaman yang dibudidayakan meliputi kinoa, jagung, kacang lima, kacang hijau, kacang tanah, manioc, ketela, kentang, oca, dan labu.[124] Kapas juga dibudidayakan dan dianggap penting sebagai satu-satunya tanaman serat utama.[123] Dunia Timur (1000 SM–500 M)Dunia Timur mengacu pada kawasan Asia dan struktur sosial serta masyarakat di kawasan tersebut. Di kawasan tersebut terjadi perkembangan peradaban lembah sungai Indus dan sungai Kuning, masing-masing di anak benua India (kini merupakan wilayah India atau sebagian besar Asia Selatan) dan Timur Jauh (kini merupakan wilayah Tiongkok dan sekitarnya), sejak lebih dari 3000 SM. Sementara itu, migrasi masih terjadi di berbagai belahan Asia lainnya dan peradaban yang lebih tua memberi pengaruh pada kawasan di sekitarnya. Pada masa antara 1000 SM sampai 500 M, di beberapa kawasan Asia lainnya—seperti Sri Lanka, Asia Tenggara Daratan, Semenanjung Malaya, Indonesia, Filipina, Taiwan—kebudayaan mandiri bermunculan dan berinteraksi dengan peradaban yang terlebih dahulu berkembang dalam hal teknologi, kesenian, dan kepercayaan. Seiring penyebaran agama Hindu dan Buddha, beberapa kerajaan muncul di Sri Lanka dan Asia Tenggara. Di pelosok dan tempat terpencil, masyarakat purba masih bermigrasi dan hidup sebagai pemburu-pengumpul makanan.[123] Pada milenium ke-1 SM, sejumlah monarki berdiri di beberapa titik di Asia. Pada awal milenium tersebut, Dinasti Zhou berdiri di Tiongkok, menggantikan Dinasti Shang. Dinasti tersebut adalah dinasti pertama dalam sejarah Tiongkok yang memperkenalkan konsep Mandat Langit sebagai legitimasi kekuasaan.[125] Pada periode yang sama, kerajaan Gojoseon berdiri di Korea (sampai 108 SM); kepulauan Jepang masih berada dalam Zaman Jomon yang berlangsung sejak 14.000 SM; di anak benua India, peradaban manusia masih berada dalam periode Weda. Anak benua IndiaDalam rentang periode Weda (sekitar 1700 SM–500 SM) di Asia Selatan, berbagai kerajaan yang dikenal sebagai Mahajanapada (enam belas negara besar) berdiri di berbagai daerah di India sekitar 600 SM, sebagian besar tersebar di India Utara; beberapa di antaranya adalah Kerajaan Kuru, Kasi, Kosala, Awanti, Angga, dan Magadha. Catatan sejarah mengenai kerajaan-kerajaan tersebut ditemukan dalam pustaka Hindu dan Buddha. Beberapa abad kemudian, kerajaan-kerajaan tersebut ditaklukkan oleh Mahapadma Nanda dari kerajaan Magadha. Wilayah taklukannya terbentang dari Teluk Benggala sampai Laut Arab. Sekitar 300 SM, wilayah kekuasaan Nanda ditaklukkan oleh Chandragupta Maurya, memicu berdirinya Kemaharajaan Maurya. Pada abad ke-3 SM, hampir seluruh Asia Selatan disatukan ke dalam Kemaharajaan Maurya oleh Chandragupta Maurya dan berkembang dengan baik di bawah pemerintahan Ashoka yang Agung. Dinasti Satawahana, juga dikenal sebagai Dinasti Andhra, berkuasa di India Selatan dan Tengah setelah 230 SM. Satakarni—raja keenam dari Dinasti Satawahana—menaklukkan Kerajaan Sunga di India Utara. Kemudian Kharavela, raja dari Kalinga, memimpin suatu kerajaan Jaina, yang memiliki jalur perdagangan maritim dengan Sri Lanka, Myanmar, Thailand, Vietnam, Kamboja, Kalimantan, Sumatra, dan Jawa. Imigran dari Kalinga menetap di Sri Lanka, Maladewa, dan sejumlah pulau di Asia Tenggara. Sementara itu di sebelah utara, di kawasan pegunungan Himalaya, Kerajaan Kuninda berdiri sejak abad ke-2 SM, dan bertahan sampai abad ke-3 M. Kebudayaan campuran di India Barat Daya meliputi Indo-Yunani, Indo-Sithia, Indo-Parthia, dan Indo-Sassania. Yang pertama, Kerajaan Indo-Yunani, didirikan oleh Raja Demetrius yang menginvasi region tersebut pada 180 SM, dan memperluas wilayah kekuasaannya ke kawasan Afganistan dan Pakistan masa kini. Indo-Sithia merupakan cabang dari bangsa Saka yang bermigrasi dari Siberia Selatan, pertama menuju Baktria, kemudian Sogdiana, Kashmir, Arakhosia, dan Gandhara, akhirnya mencapai India. Kerajaan Indo-Parthia (juga dikenal sebagai Dinasti Pahlawa), datang menguasai sebagian besar kawasan Afganistan dan Pakistan Utara, setelah mengalahkan para raja di kawasan tersebut, di antaranya Kujala dari Kushana. Kekaisaran Sassaniyah dari Persia memperluas wilayahnya sampai Balochistan di Pakistan, sehingga perpaduan kebudayaan India dan Persia melahirkan kebudayaan campuran di bawah kuasa Indo-Sassania. Zaman klasik India terjadi ketika sebagian besar wilayah anak benua India disatukan menjadi Kemaharajaan Gupta (k.320–550 SM). Periode itu disebut juga Zaman Keemasan India dan ditandai dengan sejumlah prestasi dalam bidang sains, teknologi, teknik, kesenian, dialektika, sastra, logika, matematika, astronomi, agama, dan filsafat yang menegaskan unsur-unsur yang umumnya dikenal sebagai kebudayaan Hindu. Sistem bilangan desimal, termasuk konsep bilangan nol, diciptakan di India selama periode tersebut. Kedamaian dan kemakmuran yang tercipta di bawah pimpinan Dinasti Gupta memungkinkan pengejaran prestasi ilmiah dan seni di India. Sejumlah dinasti seperti Pandya, Chola, Chera, Kadamba, Gangga Barat, Pallawa, dan Chalukya mendominasi bagian selatan anak benua India pada periode yang berbeda-beda. Beberapa kerajaan di selatan membentuk kerajaan maritim yang terbentang hingga Asia Tenggara. Kerajaan-kerajaan tersebut berperang satu sama lain, demikian pula dengan kesultanan-kesultanan Dekkan demi dominasi di kawasan selatan. Dinasti Kalabra berhasil mendominasi Dinasti Chola, Chera, dan Pandya di selatan. Asia TimurSekitar abad ke-8 SM, terjadi desentralisasi kekuasaan Dinasti Zhou di Tiongkok. Akibatnya, negara-negara baru bermunculan di daratan Tiongkok. Di sebelah timur laut Tiongkok, berdiri kerajaan Gojoseon yang muncul dalam catatan sejarah Tiongkok sejak abad ke-7 SM.[126] Di sebelah selatannya berdiri kerajaan lain bernama Jin. Pada beberapa era berikutnya, kerajaan tersebut menjalin hubungan dengan Dinasti Han di Tiongkok dan mengekspor artefak ke Jepang.[127] Tahun 476 SM, perang saudara terjadi di Tiongkok, dikenal sebagai Periode Negara Perang. Meskipun Dinasti Zhou telah digulingkan pada tahun 256 SM, perang saudara terus berlanjut sampai tahun 221 SM. Akhir perang saudara ditandai dengan penaklukan negara-negara di dataran Tiongkok oleh Ying Zheng dari negara Qin (setelah menjadi kaisar, ia mengganti nama menjadi Qin Shi Huang). Dinasti yang diturunkannya disebut Dinasti Qin. Dinasti tersebut digulingkan pada tahun 206 SM karena pemberontakan rakyatnya, dan digantikan oleh Dinasti Han. Dinasti Han mengembangkan kartografi canggih, pembuatan kapal, dan navigasi. Di antara kekaisaran lain selama periode klasik, Dinasti Han lebih maju dalam hal pemerintahan, pendidikan, matematika, astronomi, dan teknologi. Pada masa Dinasti Han, terjadi perebutan kekuasaan di Semenanjung Korea, yang pada masa itu merupakan wilayah Kerajaan Gojoseon dan Jin. Tahun 194 SM, Kerajaan Gojoseon digantikan Wiman Joseon setelah kudeta terjadi. Pada 108 SM, pasukan Dinasti Han datang menaklukkan Wiman Joseon dan membentuk Empat Komander Han. Akan tetapi semuanya direbut kembali oleh bangsa Korea. Pada abad ke-1, Di bekas wilayah Gojoseon, berdiri negara-negara kompetitif dalam periode Tiga Kerajaan Korea (Goguryeo, Baekje, Silla). Selain berperang satu sama lain, masing-masing kerajaan terlibat perang dengan negara tetangganya: Tiongkok. Perang antara Tiongkok dengan salah satu kerajaan di Korea terjadi dari periode Dinasti Han sampai Dinasti Tang (abad ke-7). Dari stepa Asia Tengah (sebelah barat daya Tiongkok), bangsa nomad penunggang kuda memberi ancaman bagi kekaisaran Tiongkok. Pengembangan sanggurdi dan pengembangbiakan kuda cukup kuat untuk mengangkut para pemanah bersenjata lengkap, sehingga bangsa nomad tersebut menjadi ancaman terus-menerus bagi peradaban Tiongkok yang bertempat tinggal tetap. Seiring dengan usaha ekspansi militernya, Dinasti Han kerap berseteru dengan bangsa Xiongnu, nomad dari Asia Tengah. Pertikaian tersebut kerap diselesaikan dengan perjanjian damai dan sering terulang kembali. Pemerintahan Kekaisaran Tiongkok sempat digantikan oleh Dinasti Xin yang berumur pendek, sebelum akhirnya kembali lagi pada Dinasti Han.[128] Antara 1000 SM sampai 400 SM, saat berbagai dinasti telah berdiri di Tiongkok, dan Gojoseon berdiri di Korea, kepulauan Jepang masih berada pada Zaman Jomon. Zaman tersebut digantikan oleh Zaman Yayoi yang berlangsung dari 400 SM (abad ke-5 SM) sampai 250 M. Zaman Yayoi digantikan oleh Zaman Kofun, karena banyak kofun (tumulus) yang ditemukan berasal dari zaman tersebut. Masa pendirian Dinasti Yamato, yaitu garis keturunan kaisar Jepang masih belum jelas karena berbaur dengan legenda; kaisar semi-mitologis terakhir adalah Kaisar Ojin, dan pemerintahan kaisar-kaisar sebelumnya belum dapat dibuktikan secara arkeologis.[129] Sejauh ini, catatan sejarah mengenai keadaan awal Jepang ditemukan dalam kitab kuno seperti Nihon Shoki yang dipenuhi dengan legenda. Setelah Tiongkok jatuh ke dalam perang saudara pada tahun 220 (abad ke-3), kekaisaran tersebut terbagi menjadi tiga kekuatan besar—Wei, Shu, dan Wu—pada periode yang dikenal sebagai Zaman Tiga Negara (220–280). Setelah berakhirnya Zaman Tiga Negara, Tiongkok disatukan kembali di bawah Dinasti Jin (265–420). Menurut catatan sejarah Tiongkok (Kitab Jin dan Kitab Song), lima penguasa monarki dari Jepang mengirim upeti kepada Kaisar Tiongkok dari kalangan Dinasti Jin saat itu (abad ke-5). Menurut catatan tersebut, Jepang disebut sebagai "Wa" (倭 ).[130] Bangsa nomad kembali menginvasi Tiongkok pada abad ke-4 M, dan berhasil menaklukkan kawasan Tiongkok Utara dan mendirikan kerajaan-kerajaan kecil. Setelah Dinasti Jin runtuh, Tiongkok jatuh dalam periode perang saudara dan terbagi menjadi enam belas negara yang saling menaklukkan. Persia dan Timur DekatPersia, sebagaimana Timur Dekat merupakan tempat perkembangan peradaban dan permukiman sejumlah suku, di antaranya Elam dan Mede. Sejak zaman kuno, terjadi hubungan antara kerajaan di Persia dengan kerajaan di Mesopotamia. Tahun 646 SM, Raja Ashurbanipal dari Asiria menghancurkan kota Susa, sehingga mengakhiri supremasi bangsa Elam di kawasan pesisir teluk Persia.[131] Selama lebih dari 150 tahun, para Raja Asiria di Mesopotamia Utara berusaha menaklukkan bangsa Mede di Persia Barat.[132] Di bawah tekanan kekaisaran Asiria, kerajaan-kerajaan kecil di sekitar plato Persia Barat bersatu menjadi suatu negara dengan pemerintahan terpusat.[131] Pada pertengahan abad ke-7 SM, bangsa Mede memperoleh kemerdekaan dan bersatu. Tahun 612 SM, bangsa Mede dan Babilonia menggempur Asiria dan menghancurkan Niniwe, ibu kota Asiria, yang memicu jatuhnya Kekaisaran Neo-Asiria.[133] Bangsa Mede membuat tonggak bersejarah penting sebagai pembangun fondasi bangsa dan kekaisaran dalam sejarah Iran, dan mendirikan kekaisaran pertama di Persia, sampai akhirnya Koresh yang Agung mendirikan kekaisaran bersatu antara bangsa Persia dan Mede, mengawali Kekaisaran Akhemeniyah (k. 550-330 SM). Pada akhirnya Koresh menaklukkan bangsa Mede, Lidia, dan Babilonia, dan mendirikan kekaisaran yang lebih besar daripada Asiria. Tahun 499 SM, negara kota Athena mendukung pemberontakan di Miletus yang mengakibatkan kehancuran di Sardis. Hal ini mendorong terjadinya kampanye militer oleh Dinasti Akhemeniyah melawan bangsa Yunani yang dikenal sebagai Perang Yunani-Persia yang terjadi selama paruh pertama abad ke-5 SM. Selama Perang Yunani-Persia, bangsa Persia memperoleh sejumlah kemudahan dan menghancurkan Athena pada 480 SM, namun setelah bangsa Yunani meraih kemenangan, pasukan Persia terpaksa ditarik mundur saat kehilangan kuasa atas Makedonia, Thrakia, dan Ionia. Peperangan diakhiri dengan Perdamaian Callias pada 449 SM. Alexander Agung dari Makedonia menaklukkan Persia pada tahun 331 SM. Imperium yang dibangun Alexander terpecah-belah tak lama setelah kematiannya, dan salah seorang jenderal Alexander, Seleukos I Nikator, mencoba mengambil alih Persia, Mesopotamia, dan kemudian Suriah dan Asia Kecil. Garis keturunannya dikenal sebagai Dinasti Seleukia. Selama masa Dinasti Seleukia dan sepanjang bekas imperium Aleksander, bahasa Yunani menjadi bahasa lazim dalam hubungan diplomatis dan sastra. Jalur perdagangan di darat menyebabkan terjadinya pertukaran budaya. Agama Buddha disebarkan dari India, sedangkan Zoroastrianisme menyebar ke barat dan memberi pengaruh kepada agama Yahudi.[134] Kekaisaran Parthia merupakan wilayah kekuasaan Dinasti Arsakia, yang menyatukan dan memimpin kembali plato Iran setelah menaklukkan Parthia dan mengalahkan Kekaisaran Seleukia pada abad ke-3 SM, dan perlahan-lahan menguasai Mesopotamia antara 150 SM sampai 224 M. Pada periode yang sama, di sebelah barat, tepatnya semenanjung Italia, suatu imperium yang disebut Roma sedang berdiri. Bagi bangsa Romawi yang bergantung pada infantri berat, pasukan Parthia sulit dikalahkan karena pasukan berkuda mereka lebih cepat dari segi mobilisasi daripada tentara pejalan kaki. Sebaliknya, pasukan Parthia merasa sulit mempertahankan daerah taklukkan karena kurang cakap dalam peperangan kepung. Oleh karena kelemahan tersebut, baik Roma maupun Parthia tidak mampu menganeksasi teritori satu sama lain. Kekaisaran Parthia runtuh pada 224, ketika organisasi imperium tersebut jatuh dan raja terakhirnya dikalahkan oleh bangsa taklukkan mereka sendiri, yaitu bangsa Persia di bawah Dinasti Sassaniyah. Shah pertama dari kekaisaran Sassaniyah, Ardashir I, mereformasi negeri tersebut secara ekonomi dan militer. Wilayah kekaisaran tersebut mencakup kawasan yang kini merupakan wilayah negara Iran, Iraq, Israel, Lebanon, Yordania, Armenia, sebagian Afghanistan, Turki, Suriah, sebagian Pakistan, Kaukasia, Asia Tengah, Arab, dan sebagian Mesir. Kekaisaran Sassaniyah menyerang Bizantium yang dipimpin Mauricius. Setelah sejumlah keberhasilan, pasukan Sassaniyah dikalahkan di Issus, Konstantinopel, dan terakhir di Niniwe, selanjutnya diakhiri dengan perjanjian damai. Setelah mengakhiri Perang Romawi-Persia, pasukan Persia kalah dalam pertempuran al-Qâdisiyah (632) di Hilla (kini merupakan wilayah Irak) saat menghadapi pasukan muslim. Keunikan dan budaya aristokratik dinasti tersebut mengubah penaklukan Islam dan destruksi Iran menjadi Renaisans Persia.[135] Sejumlah budaya yang kini dikenal sebagai kebudayaan, arsitektur, dan sastra Islami serta kontribusi lainnya terhadap peradaban tersebut, diambil dari Persia Sassaniyah untuk dunia muslim yang lebih luas.[135] Eropa dan Mediterania (800 SM–500 M)Di Dunia Barat, bangsa Yunani Kuno (dan kemudian Romawi Kuno) mendirikan kebudayaannya sendiri yang pelaksanaan, aturan, dan adatnya dipandang sebagai fondasi bagi peradaban Barat kontemporer. Peradaban mereka mencapai Era Klasik (500 SM–500 M) yang mencakup periode sejarah saat peradaban Yunani Kuno dan Romawi Kuno saling melengkapi. Era ini adalah masa saat masyarakat Yunani dan Romawi berkembang dan memegang pengaruh yang besar di seluruh Eropa, Afrika Utara, dan Timur Tengah. Era ini dimulai dengan catatan pertama puisi Yunani karya Homeros (abad ke-8 hingga abad ke-7 SM) dan berlanjut dengan bangkitnya Kekristenan dan runtuhnya Kekaisaran Romawi (abad ke-5). Era ini berakhir dengan hilangnya budaya klasik dan berubah menjadi Abad Pertengahan Awal (500–1000 M). Dari pecahan-pecahan era klasik yang bertahan hidup, gerakan kebangkitan terbentuk secara bertahap dari abad ke-14 yang akhirnya dikenal di Eropa dengan nama Renaisans. Kekaisaran MakedoniaSejak zaman kuno, tanah di sekitar Aegae, ibu kota Makedonia pertama, merupakan permukiman bagi sejumlah suku. Kerajaan Makedonia pertama terbentuk sekitar abad ke-8 atau awal abad ke-7 SM di bawah Dinasti Argead, yang menurut legenda berasal dari kota Argos di Peloponnesus. Pada masa pemerintahan Aleksander I, kaum Argead memulai ekspansi ke Makedonia Hulu—yang saat itu dihuni suku seperti Linkeste dan Elmiote—dan ke sebelah barat, melewati sungai Axius, mencapai Eordaia, Bottiea, Migdonia, dan Almopia, kawasan yang banyak dihuni oleh suku bangsa Trakia.[136] Di dekat kawasan yang kini merupakan kota Veria, Perdikas I (atau mungkin putranya, Argaeus I) mendirikan ibu kota, Aigai (kini disebut Vergina). Setelah periode di bawah pemerintahan Darius I dari Persia, Makedonia memperoleh kemerdekaannya di bawah kepemimpinan Raja Aleksander I (495–450 SM). Sebelum abad ke-4 SM, Makedonia meliputi region yang kira-kira seluas bagian barat dan tengah provinsi Makedonia di Yunani kini. Negeri Makedonia bersatu didirikan oleh Raja Amyntas III. Amyntas memiliki tiga putra; yang sulung dan tengah, Aleksander II dan Perdikas III memerintah hanya sekejap. Pewaris tahta Perdikas III yang masih kecil diberhentikan oleh putra ketiga Amyntas, Filipus II, yang mengangkat dirinya sebagai raja dan membawa periode kejayaan Makedonia atas Yunani. Di bawah pemerintahan Filipus II, (359-336 SM), Makedonia meluas hingga ke teritori suku Paeonia, Thrakia, dan Illyria. Di antara penaklukkan tersebut, ia menganeksasi kawasan Pelagonia dan Paeonia Selatan.[137] Putra Filipus, Aleksander Agung, berupaya agar hegemoni Makedonia tidak hanya di kawasan Yunani, tetapi juga di Kekaisaran Akhemeniyah (Persia), meliputi Mesir dan kerajaan-kerajaan jauh di timur hingga mencapai India. Gaya pemerintahan yang diadopsi Aleksander bagi daerah taklukkannya diiringi dengan penyebaran kebudayaan Yunani di sepanjang imperiumnya. Meskipun imperiumnya terbagi menjadi sejumlah rezim Helenistik tak lama setelah kematiannya, penaklukkannya meninggalkan warisan abadi, tidak terbatas bagi kota-kota Yunani yang didirikan di wilayah Persia Barat, mengantarkan Mediterania-Timur Dekat pada periode peradaban Helenistik. Dalam pembagian imperium Aleksander, Makedonia sendiri jatuh pada Dinasti Antipatrid, yang kemudian digulingkan oleh Dinasti Antigonid tahun 294 SM. Antipater dan putranya, Kassander, memperoleh kuasa atas Makedonia namun kerusuhan berkobar setelah kematian Kassander pada 297 SM. Makedonia diperintah sementara oleh Demetrius I (294–288 SM). Putra Demetrius, Antigonus II (277–239 SM), mengalahkan invasi Galatia sebagai condottiere, dan memperbaiki nama baik keluarganya di Makedonia; ia berhasil memperbaiki sistem pemerintahan dan kemakmuran negerinya, meskipun ia kehilangan banyak kendali atas sejumlah negara kota di Yunani. Ia mendirikan monarki yang stabil di bawah kekuasaan Dinasti Antigonid. Saat pemerintahan Filipus V (221–179 SM) dan putranya, Perseus (179–168 SM), Makedonia berbentrokan dengan Republik Romawi yang saat itu sedang melaksanakan hegemoninya. Selama abad ke-2 dan ke-1 SM, Makedonia terlibat dalam sejumlah peperangan melawan Roma. Dua kekalahan besar yang mengakhiri kejayaan Kerajaan Makedonia terjadi pada 197 SM saat Roma mengalahkan Filipus V, dan 168 SM saat Roma mengalahkan Perseus. Kekalahan Makedonia menyebabkan berakhirnya Dinasti Antigonid dan pembubaran kerajaan Makedonia. Tahun 149 SM, Andriskos berhasil mendirikan kembali kerajaan tersebut namun kejayaannya tidak berlangsung lama karena kekuatan Romawi berhasil mengalahkannya. Tak lama setelahnya, pemerintah Romawi mendirikan Provinsi Romawi Makedonia sehingga bekas kerajaan tersebut dikuasai oleh pemerintah Romawi sepenuhnya. Kekaisaran RomawiRomawi Kuno merupakan suatu peradaban yang bermula di kawasan yang kini disebut Italia, pada abad ke-8 SM. Menurut catatan sejarah Ab urbe condita libri ("Catatan [Sejarah] Sejak Pendirian Kota [Roma]") oleh Titus Livius, peradaban Romawi berawal dari pendirian kota Roma oleh Romulus dan Remus—keturunan Aineias dari Troya—pada tahun 753 SM. Romulus mengangkat diri sebagai Raja Romawi pertama sejak Roma didirikan. Sebelum pendirian Roma, kawasan Italia didominasi oleh bangsa Etruria (di region Etruria). Akan tetapi, pengaruh Etruria terhadap perkembangan peradaban Romawi sering kali ditekan.[138] Peradaban Romawi justru lebih dipengaruhi oleh peradaban Yunani, terutama melalui kegiatan perdagangan.[139] Kerajaan Romawi memperluas daerah kekuasaannya melalui penaklukkan dan kolonisasi. Setelah diperintah oleh tujuh raja, Kerajaan Romawi jatuh ke dalam perpecahan. Tahun 509 SM, Kerajaan Romawi berubah menjadi Republik Romawi dengan sistem pemerintahan republik oligarki. Republik Romawi yang bertahan selama kurang lebih 500 tahun, melemah dan runtuh melalui beberapa perang saudara.[d] Serangan bangsa biadab di wilayah perbatasan makin mempercepat perpecahan internal. Peralihan Republik Romawi menjadi kekaisaran berkembang pada masa peperangan melawan Kartago dan Kekaisaran Seleukia. Beberapa peristiwa banyak diajukan sebagai penanda peralihan dari republik menjadi kekaisaran, termasuk penunjukan Julius Caesar sebagai diktator seumur hidup (44 SM), Pertempuran Actium (2 September 31 SM), dan pemberian gelar Augustus kepada Octavianus oleh Senat (4 Januari 27 SM).[e] Kekaisaran Romawi (bahasa Latin: Imperium Romanum) adalah periode pasca-Republik Romawi, ditandai dengan bentuk pemerintahan otokrasi dan wilayah kekuasaan yang lebih luas di Eropa dan sekitar Mediterania.[140] Suatu kekaisaran besar seperti Romawi bergantung pada pencaplokan teritori secara militer dan pada susunan permukiman yang terlindungi untuk menjadi pusat penghasil pangan.[141] Perdamaian relatif yang dicanangkan suatu kekaisaran dapat menggiatkan perdagangan internasional, terutama rute perdagangan sibuk di Laut Tengah yang telah berkembang sejak periode Helenistik. Kekaisaran Romawi menghadapi masalah umum yang berkaitan dengan pemeliharaan pasukan yang berjumlah besar dan penyokongan terhadap birokrasi pusat. Pada masa pemerintahan Kaisar Augustus (akhir abad ke-1 SM), Roma menguasai seluruh negeri di sekeliling Mediterania (Laut Tengah). Pada dua abad pertamanya, Kekaisaran Romawi mengalami kestabilan dan kemakmuran, sehingga periode tersebut dikenal sebagai Pax Romana ("Kedamaian Romawi"). Romawi ini mencapai wilayah terluasnya di bawah kaisar Trayanus (awal abad ke-2 M); pada masa pemerintahannya (98–117 M) Kekaisaran Romawi menguasai kira-kira 6,5 juta km2 permukaan tanah, sebagian besar daerah Eropa dari Inggris hingga Mesopotamia.[142] Pada akhir abad ke-3 M, Romawi menderita krisis yang mengancam keberlangsungannya, namun berhasil disatukan kembali dan distabilkan oleh kaisar Aurelianus dan Diokletianus. Penganiayaan terhadap umat Kristen berubah setelah Konstantinus Agung menjadi Kaisar dan menoleransi ajaran para pengikut Kristus pada tahun 330 M. Sementara pada tahun 395 M kematian Theodosius kemudian membagi kekaisaran menjadi Kekaisaran Romawi Barat dan Kekaisaran Romawi Timur. Perpecahan Kekaisaran Romawi secara berangsur-angsur[142][143] terjadi beberapa abad setelah abad ke-2 M, bersamaan dengan penyebaran agama Kristen dari Timur Tengah ke barat. Kekristenan mula-mulaDiawali dengan kelahiran Yesus yang menandai era baru yang disebut era Masehi (dari bahasa Arab: المسيح al-Masih), dan era sebelum kelahiran Yesus disebut sebagai Sebelum Masehi (SM).[f] Kehidupan, pelayanan, kematian, dan—seperti yang dipercayai umat Kristen—kebangkitan dan kenaikan Yesus ke Surga, menjadikan Yesus sebagai salah satu tokoh yang pernah hidup yang paling mempengaruhi sejarah dunia.[144] Kekristenan mula-mula biasanya didefinisikan sebagai kekristenan dalam rentang waktu tiga abad antara penyaliban Yesus (sekitar tahun 30 M) dan Dewan Nicaea Pertama (325 M). Setelah Amanat Agung diberikan oleh Yesus kepada para muridnya, gerakan tersebut dimulai dari sekelompok kecil orang-orang Yahudi (termasuk Paulus) yang menyebarkan pengajaran Yesus ke kota-kota di seantero dunia Helenistik, seperti Aleksandria, Antiokhia, Roma, dan bahkan di luar Kerajaan Roma, hingga akhirnya membawa Kaisar Konstantinus Agung menjadikan kekristenan sebagai agama resmi Kekaisaran Romawi, yang dalam hal ini menjadi titik balik sejarah di Eropa dalam hal kebebasan peradaban.[145] Bangsa Goth dan HunBangsa Goth merupakan anggota dari suku bangsa Jermanik, bermukim di Eropa Utara dan bermigrasi ke kawasan sekitar Laut Hitam. Pada abad ke-1, bangsa Hun—yang mulanya bermukim di dekat Laut Kaspia—bermigrasi ke kawasan tenggara Kaukasus[146] dan memasuki Eropa sekitar tahun 370, menginvasi wilayah yang dikuasai bangsa Goth, dan mendirikan Kekaisaran Hun. Sekelompok suku Goth melarikan diri ke seberang sungai Donau, kemudian mereka bentrok dengan Kekaisaran Romawi. Pada periode tersebut, Ulfilas—misionaris Goth yang menciptakan alfabet Gothik—menerjemahkan Alkitab dan mengkonversi kepercayaan bangsa Goth, dari paganisme menjadi Kristen Arian. Pada abad ke-4 sampai ke-6, bangsa Goth terbagi menjadi dua cabang utama, yaitu Visigoth—yang kemudian menjadi foederatus Romawi—dan Ostrogoth, yang bergabung dengan suku Hun. Suku Ostrogoth memberontak kepada suku Hun sehingga pertempuran meletus di Nedao pada tahun 454. Pertempuran itu dimenangkan oleh suku Ostrogoth. Setelah kemenangannya, pemimpin mereka, Theodoric yang Agung mengajak rakyatnya bermukim di Italia, dan mendirikan Kerajaan Ostrogoth yang dikemudian hari menguasai regionsemenanjung Italia. Tak lama setelah kematian Theodoric pada tahun 526, kerajaan tersebut direbut oleh Kerajaan Romawi Timur, dalam peperangan yang menghancurkan dan mengurangi populasi penduduk di kawasan tersebut.[147] Setelah pemimpin mereka gugur dalam pertempuran Taginae, perlawanan Ostrogoth berakhir, dan suku Goth yang tersisa berasimilasi dengan suku Lombard, yang menginvasi semenanjung Italia dan mendirikan Kerajaan Lombardia di Italia Utara pada tahun 567 M. Di bawah kepemimpinan Alaric I, suku Visigoth menjarah Roma pada tahun 410, mengalahkan Attila sang Raja Hun dalam pertempuran Chalons tahun 451, dan mendirikan Kerajaan Visigoth di Aquitaine. Suku Visigoth didesak menuju Hispania oleh bangsa Frankia setelah pertempuran Vouillé tahun 507. Pada akhir abad ke-6, suku Visigoth dikonversi menjadi umat Katolik.[148] Keruntuhan Kekaisaran RomawiAntara abad ke-5 dan ke-6, Kekaisaran Romawi Barat menghadapi sejumlah serangan dari bangsa barbar, seperti Goth, Hun, atau suku Jermanik lainnya. Kekaisaran tersebut runtuh pada 476 M setelah Romulus Augustus dipaksa untuk menyerah kepada pemimpin Jermanik, Odoaker,[149] yang menandai dimulainya Zaman Kegelapan di Eropa Barat. Kerajaan Italia yang dikuasai Odoaker akhirnya jatuh ke tangan Theodoric dari bangsa Goth. Sementara itu Kekaisaran Romawi Timur di timur Mediterania terus berlanjut hingga Abad Pertengahan sebagai Kekaisaran Bizantium,[150] yang pada akhirnya runtuh pada tahun 1453 dengan meninggalnya Konstantinus XI dan penaklukan Konstantinopel oleh Turki Utsmaniyah yang dipimpin oleh Mehmed II.[149] Karena wilayahnya yang luas dan jangka waktunya yang lama, institusi dan kebudayaan Romawi memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan bahasa, agama, arsitektur, filsafat, hukum, dan bentuk pemerintahan di daerah-daerah yang dikuasainya, khususnya di Eropa.[142] Ketika bangsa Eropa melakukan ekspansi ke belahan dunia lainnya, pengaruh Romawi ikut disebarkan ke seluruh dunia.[150] Era Pascaklasik (500–1500)Era Pascaklasik merupakan kurun waktu setelah Era Klasik di Eropa, namun dengan jangkauan dunia global. Era ini lazimnya terhitung sejak jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat pada abad ke-5. Kekaisaran Romawi Barat terpecah belah menjadi berbagai kerajaan mandiri, sementara itu Romawi Timur, atau Kekaisaran Bizantium bertahan hingga menjelang akhir Abad Pertengahan. Era ini juga berkaitan dengan kemunculan agama Islam, penaklukkan Islam, kemudian zaman kejayaan Islam, dan permulaan serta perluasan perdagangan budak Arab, diikuti dengan serbuan Mongol di Timur Tengah dan Asia Tengah. Di Asia Selatan berdiri kerajaan pertengahan di India, disusul dengan pendirian kesultanan di India. Kekaisaran Tiongkok mengalami pergantian dinasti di antaranya Dinasti Sui, Tang, Liao, Jin, Yuan dan Ming. Jalur perdagangan Timur Tengah yang melalui Samudra Hindia, serta Jalur Sutra yang melalui gurun Gobi, memberikan hubungan ekonomi dan budaya yang terbatas antara peradaban Asia dan Eropa. Sementara Abad Pertengahan bergantung pada pengaruh dari Eropa, peradaban di benua Amerika, seperti Inka, Maya, dan Aztek, masih terus berkembang, kemudian berakhir pada masa yang berbeda-beda. Dinasti di Asia TimurDi Tiongkok, sejumlah dinasti didirikan dan diruntuhkan silih berganti. Setelah keruntuhan Dinasti Jin (265–420), kekaisaran Tiongkok pecah menjadi banyak negara (304–469). Kerajaan tersebut saling bertikai, namun setelah usaha penyatuan hampir berhasil, muncul dua kekuatan besar yang mengklaim diri sebagai penerus tahta kekaisaran Tiongkok. Periode tersebut dikenal sebagai masa Dinasti Utara dan Selatan (420–589). Negara-negara tersebut bersatu di bawah Dinasti Sui pada tahun 581. Dinasti tersebut tidak bertahan lama dan digantikan oleh Dinasti Tang (618). Di bawah pengaruh dinasti ini, kekaisaran Tiongkok mengalami zaman kejayaannya dalam bidang seni, sains, dan teknologi. Kejayaan militer di Basin Tarim menyebabkan Jalur Sutera terbuka sehingga Tiongkok dapat melakukan perdagangan dengan Asia Tengah, bahkan hingga ke Barat.[151] Dinasti ini membawa Tiongkok memasuki zaman keemasan kedua.[152] Ibu kotanya, Chang'an (kini disebut Xi'an) merupakan kota terbesar di dunia pada masa itu.[153] Di sebelah timur Tiongkok, tepatnya Korea dan Jepang, terjadi perkembangan sistem pemerintahan dan tata negara. Pada masa Dinasti Tang berkuasa di Tiongkok, Jepang masih diperintah oleh kaisar dari Dinasti Yamato. Kepulauan Jepang sendiri terbagi menjadi beberapa provinsi. Selama zaman Asuka (538–710), provinsi Yamato berkembang menjadi negara dengan pemerintahan terpusat.[154] Agama Buddha mulai masuk,[155] dan ada upaya untuk mengadopsi beberapa unsur kebudayaan Tiongkok dan agama Khonghucu. Zaman Nara (abad ke-8) ditandai oleh munculnya negara Jepang yang berdaulat dan sering kali diungkapkan sebagai zaman keemasan. Selama periode ini, pemerintah imperial ambil bagian dalam kantor pemerintahan, kuil, pembangunan jalan, dan sistem irigasi. Pada Zaman Heian (794-1185) terjadi puncak kekuasaan imperial, diikuti dengan kebangkitan klan-klan militer sebagai permulaan feodalisme di Jepang. Pada abad ke-7, masa-masa berakhirnya Zaman Tiga Kerajaan (Goguryeo, Baekje dan Silla) terjadi di Semenanjung Korea. Silla menaklukkan Baekje pada tahun 660, lalu Goguryeo pada tahun 668,[156] menandai permulaan Zaman Negara Utara-Selatan, dengan Kerajaan Silla Bersatu di selatan, dan Balhae (penerus kekuasaan kerajaan Goguryeo) di utara. Sekitar tahun 900-an, terjadi perpecahan di Korea yang mengakibatkan munculnya kekuatan yang saling bersaing; periode tersebut dikenal sebagai Zaman Tiga Kerajaan Akhir, dengan kemenangan Goguryeo (yang kemudian disebut Hugoguryeo, dan akhirnya berganti nama menjadi Goryeo), yang menyatukan kerajaan-kerajaan di Semenanjung Korea pada tahun 936. Sekitar abad ke-10, Dinasti Tang di Tiongkok mengalami kemunduran karena pemberontakan di wilayah selatan. Akhirnya wilayah kekaisaran Tiongkok terpecah menjadi lima dinasti dan sepuluh negara yang saling bertikai (907–960). Pada tahun 907, di Tiongkok Utara berdiri Dinasti Liao yang didirikan oleh bangsa Khitan dari kawasan Mongolia kini. Sementara itu perang saudara di selatan diakhiri dengan berdirinya Dinasti Song (960). Pada masa Dinasti Song, terjadi kemajuan teknologi dalam peperangan, yaitu pengembangan bubuk mesiu yang berujung pada penciptaan senjata api, seperti senapan, meriam, dan pelontar api.[157] Saat Dinasti Song sedang berkembang, Dinasti Liao tergantikan oleh Dinasti Jin (1115) yang didirikan bangsa Jurchen dari daerah utara. Dimulai dari tahun 1185, terhitung sejak permulaan Zaman Kamakura (berdasarkan nama Keshogunan Kamakura yang berkuasa pada zaman tersebut), Jepang mengalami periode feodalisme. Wilayah Jepang terbagi-bagi menjadi sejumlah region yang dikuasai oleh penguasa regional (daimyo) dan panglima perang (shogun) dari kalangan klan bangsawan yang mendapat perhatian kaisar Jepang. Garis keturunan kaisar dari dinasti terawal masih berlanjut, namun tidak memberi pengaruh banyak dan hanya sebagai simbol kepala pemerintahan saja. Pada masa ini terjadi pertikaian antara klan-klan besar, seperti Minamoto dan Taira. Setelah konflik internal selama beberapa dasawarsa, bangsa Jepang—demikian pula Tiongkok dan Korea—dikejutkan oleh serbuan barbar dari Asia Tengah: bangsa Mongol. Pada abad ke-13, bangsa Mongol melancarkan serbuan ke Asia Timur. Dinasti Jin dan Song tidak mampu mematahkan serbuan mereka. Dua dinasti tersebut runtuh dan menjadi Dinasti Yuan (1271), dikuasai oleh orang Mongol dan menjadi bagian dari Kekaisaran Mongolia.[158][159] Bangsa Korea—yang pada saat itu dipimpin Dinasti Gojoseon—diperangi dalam serangkaian pertempuran antara tahun 1231 sampai 1251; pertempuran dimenangkan pihak Mongol sehingga Gojoseon menjadi salah satu vasal Kekaisaran Mongolia. Dari Korea, bangsa Mongol menyeberang ke Jepang pada tahun 1274 dan 1281. Akan tetapi invasi tersebut gagal karena armada mereka tenggelam. Setelah kejayaan Kekaisaran Mongolia berakhir, negara vasalnya melepaskan diri. Pada tahun 1392, Dinasti Goryeo digantikan oleh Dinasti Joseon, yang akan menguasai Semenanjung Korea selama kurang lebih 500 tahun. Pada dekade yang sama, pemerintahan Dinasti Yuan di Tiongkok digulingkan oleh rakyat dan digantikan dengan pemerintahan Dinasti Ming (1368–1644) oleh orang Han. Di bawah Dinasti Ming, sekali lagi Tiongkok berada dalam masa kejayaannya.[160] Dinasti ini berdiri dari tahun 1368 dan berakhir pada tahun 1644. Perkembangan IslamPada abad ke-7, di jazirah Arab, Muhammad bin Abdullāh menyebarkan agama baru yang disebut Islam, dan pengikutnya disebut muslim. Kemunculan Islam mengakhiri periode paganisme bangsa Arab sebelumnya yang dikenal sebagai zaman Jahiliyah. Sebelum kemunculan Islam, kota Mekkah sudah menjadi pusat perdagangan di Arab, dan Muhammad adalah seorang pedagang. Dengan tradisi haji, yaitu perjalanan suci ke Mekkah, kota tersebut tidak hanya menjadi pusat pertukaran komoditas, melainkan juga pertukaran ide. Pengaruh pedagang Muslim atas rute perdagangan Afrika-Arab dan Arab-Asia sungguh besar. Akibatnya, peradaban Islam berkembang dan meluas dengan basis perekonomian pedagangnya, berbeda dengan Kristen, India, dan Tiongkok yang masyarakatnya berbasis pada pertanian. Pengetahuan dan keterampilan dari Timur Tengah, Yunani, dan Persia Kuno dipelajari oleh kaum muslim pada Abad Pertengahan. Kaum muslim juga memberi inovasi bagi penemuan bangsa lain, misalnya pengolahan kertas dari Tiongkok dan posisi desimal pada sistem bilangan dari India. Sebagian besar pembelajaran dan perkembangan tersebut berhubungan dengan geografi. Para pedagang muslim membawa barang dagangan serta agama mereka ke Asia Selatan, Asia Tenggara, Asia Tengah, Tiongkok,[g] dan kerajaan-kerajaan di Afrika Barat, lalu kembali dengan penemuan-penemuan baru.[161][162] Penaklukan Islam dimulai sejak zaman Nabi Muhammad. Ia mendirikan kekhalifahan di jazirah Arab di bawah pemerintahan Khulafaur Rasyidin, Umayyah dan Abbasiyah. Setelah wafatnya Muhammad, kaum muslim memulai ekspansi mereka pada akhir Era Klasik dan awal Abad Pertengahan. Pada pertengahan abad ke-7, pasukan muslim menaklukkan Timur Tengah, Mesir, dan Afrika Utara. Pasukan muslim menaklukkan Persia pada tahun 642, sehingga mengakhiri Dinasti Sassaniyah. Selama periode supremasi kaum Rajput di India Utara dan Barat Daya (kini Pakistan), invasi muslim berjalan ke kawasan tersebut seiring ekspansi mereka ke Asia Tengah. Dari Persia, kaum muslim menaklukkan Multan di Punjab, wilayah Pakistan masa kini. Mobilisasi pasukan muslim ke India sempat tertahan setelah kekalahan mereka dalam pertempuran Rajasthan. Dari Maroko di Afrika Utara, pasukan muslim menyeberangi selat Gibraltar dan menaklukkan semenanjung Iberia pada tahun 711. Wilayah tersebut diberi nama Al-Andalus, dan di kemudian hari menjadi Kekhalifan Córdoba. Ekspansi kaum muslim di Eropa Barat ditahan oleh pasukan Kristen dalam pertempuran Tours dan pertempuran sungai Berre. Pada akhir abad ke-15, monarki Kristen di Eropa merebut kembali semenanjung Iberia. Dalam perjalanan sejarahnya, dan setelah berbagai konflik yang dilalui, kekuatan muslim di dunia pada Abad Pertengahan sempat terbagi menjadi sejumlah kekhalifahan dan kesultanan, di antaranya: Abbasiyah, Fatimiyah, Almorawiyah, Seljuk, Ajuuraan, Adal dan Warsangali di Somalia, Mughal di India, Safawiyah di Persia, dan Utsmaniyah di Turki. Peradaban Islam memunculkan berbagai pusat kebudayaan dan pembelajaran serta melahirkan ilmuwan, astronom, matematikus, dokter, perawat, dan filsuf terkemuka selama Zaman Kejayaan Islam. Dalam perkembangannya, kaum muslim mengalami perselisihan dengan imperium di Eropa, dan terlibat dalam serangkaian peperangan, di antaranya: Perang Bizantium-Seljuk, Perang Bizantium-Utsmaniyah, dan Perang Salib. Kekaisaran Bizantium berhasil menghalau pasukan Fatimiyah di Anatolia, region Turki, sampai akhirnya kaum Seljuk datang dan bersekutu dengan Abbasiyah. Disintegrasi Dinasti Seljuk memicu kebangkitan sejumlah monarki kecil yang bersaing untuk kekuasaan di Anatolia selama periode Perang Salib, hingga masa kebangkitan Kesultanan Utsmaniyah. Kesultanan tersebut berhasil menaklukkan Bizantium pada tahun 1453. Tahun 1258, pasukan Mongol di bawah pimpinan Genghis Khan menghancurkan Kekhalifanan Abbasiyah, ditandai dengan keberhasilan mereka dalam pengepungan Baghdad (1258). Sekitar seabad kemudian, Timur Leng, seorang kesatria Turk-Mongol, berusaha mengulang kembali kejayaan Genghis Khan. Setelah menaklukkan Damaskus, ia beralih agama ke Islam, mengawali era ekspansi muslim Turk dan Mongol ke Eropa Timur, Asia Tengah, dan India. Selama masa pemerintahannya, Timur menjadi penguasa di dunia muslim setelah mengalahkan kaum mamluk di Mesir dan Suriah, Kesultanan Utsmaniyah, dan Kesultanan Delhi. Kesultanan Utsmaniyah meraih kembali kekuasaannya dengan menguasai sebagian besar Timur Tengah dan meneruskan legitimasi kekhalifahan. Dinasti Safawiyah menguasai Persia dan Asia Tengah, sedangkan keturunan Timur menginvasi Kabul. Dari sana, suatu kesultanan terbentang, dibatasi oleh Persia di sebelah barat dan teluk Benggala di sebelah timur; kesultanan ini disebut sebagai Kesultanan Mughal. Dinasti Safawiyah berakhir dengan kematian pemimpin terakhirnya, Ismail III, pada tahun 1760. Kekhalifahan muslim terakhir, Utsmani, runtuh pada tahun 1918 setelah Perang Dunia I.[h] Nomad di Asia TengahBermula sejak Dinasti Sui (581–618), Kekaisaran Tiongkok memulai ekspansi mereka ke sebelah timur Asia Tengah, dan berurusan dengan nomad bangsa Turk, yang merupakan suku dominan di Asia Tengah. Pada awalnya hubungan mereka kooperatif, tetapi pada tahun 630, Dinasti Tang melancarkan ofensif kepada bangsa Turk, dan merebut kawasan gurun Ordos, Mongolia Dalam. Dinasti Tang juga bersaing dengan Kerajaan Tibet demi kekuasaan atas Asia Tengah. Pada abad ke-8, agama Islam mulai menyebar ke kawasan tersebut dan akhirnya menjadi agama mayoritas bagi penduduk kawasan tersebut, sementara agama Buddha masih dominan di sebelah timur. Nomad gurun dari Arab dapat menjalin hubungan kohesif dengan nomad stepa Asia Tengah, dan kekhalifahan awal memiliki kuasa atas bagian dari kawasan Asia Tengah. Bangsa Hun Putih adalah grup nomad yang mendominasi pada abad ke-6 dan ke-7, dan menguasai sebagian besar kawasan Asia Tengah. Pada abad ke-10 dan ke-11, kawasan tersebut terbagi menjadi beberapa negara, termasuk wilayah Kekhalifan Samaniyah dan Khwarezmia. Kekaisaran MongoliaKekaisaran besar yang muncul dari Asia Tengah berkembang saat Genghis Khan menyatukan suku-suku di Mongolia. Potensi sumber daya dan jalur perdagangan di Asia Barat membuat Gengis Khan mengalihkan perhatiannya ke sana. Pada 1219-1221, pasukan Mongol menaklukkan Kekaisaran Khwarezmia dan kota-kota muslim di sekitarnya. Tahun-tahun berikutnya, melalui peperangan dan penyerahan, pasukan Mongol menguasai kawasan yang kini merupakan wilayah Iran, Irak, Suriah, dan Turki. Tahun 1258, pasukan Mongol berhasil mengepung Baghdad yang pada masa itu merupakan salah satu kota muslim besar. Ketika pasukan Mongol menyerbu Palestina, mereka dipukul mundur oleh prajurit Mamluk di dekat Lembah Jezreel, dalam pertempuran Ain Jalut. Bangsa Mongol menyerbu Tiongkok setelah berhasil melewati Tembok Besar Tiongkok. Dari utara, mereka menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil dan menjatuhkan Dinasti Jin dan Song yang berkuasa saat itu. Penaklukan atas Tiongkok memicu berdirinya Dinasti Yuan. Sejak 1231, pasukan Mongol menginvasi Korea yang pada saat itu dikuasai oleh Dinasti Gojoseon. Invasi mereka berakhir setelah Gojoseon menyatakan penyerahan dirinya pada tahun 1259. Setelah penaklukan Korea dan berdirinya Dinasti Yuan, perhatian pasukan Mongol juga tertuju pada Asia Tenggara, yang pada saat itu merupakan kawasan bagi sejumlah kerajaan Hindu-Buddha. Tahun 1257, mereka menyerbu Vietnam Utara, yang pada masa itu merupakan wilayah Dinasti Tran dan Kerajaan Champa. Setelah usaha penyerangan yang tidak berhasil, penguasa monarki di Vietnam Utara membuat perjanjian damai dengan Dinasti Yuan. Pada 1274, pasukan Mongol berangkat dari Korea untuk menyerbu Jepang. Sebelum berhasil mencapai ibu kota Jepang, armada mereka ditenggelamkan oleh angin topan, yang kemudian dikenal sebagai kamikaze ("angin dewa"). Sementara itu di Asia Tenggara, pasukan Mongol juga menyerbu Burma. Mereka berhasil mengalahkan pasukan Burma, namun terpaksa menarik mundur pasukannya karena iklim tropis dan malaria.[163] Tahun 1281, bangsa Mongol melakukan invasi kedua ke Jepang dengan armada yang berangkat dari Korea dan Tiongkok, namun mendapatkan kegagalan yang sama. Sementara itu, kemenangan pasukan Mongol dalam pertempuran Pagan (1287) menyebabkan Burma menjadi vasal Dinasti Yuan. Tahun 1293, pasukan Mongol menyerbu Jawa—yang pada saat itu merupakan wilayah Singhasari—namun gagal. Di Eropa, pasukan Mongol menyerbu dan menghancurkan Kievan Rus', juga menginvasi Polandia, Hungaria dan Bulgaria. Selama tiga tahun (1237–1240), pasukan Mongol menghancurkan dan membinasakan kota-kota besar di Eropa Timur kecuali Novgorod dan Pskov.[164] Kekaisaran Mongolia hanya bertahan selama kurang lebih satu abad. Setelah kejayaannya, wilayah taklukan mereka melepaskan diri. Setelah wafatnya Genghis Khan pada tahun 1227, sebagian besar kawasan Asia Tengah dikuasai oleh Khanat Chagatai. Tahun 1369, Timur alias Timur Leng, seorang pemimpin militer berkebangsaan Turk, menaklukkan sebagian besar wilayah kekuasaan para khan Mongol. Akan tetapi kekaisaran yang dibentuk olehnya runtuh tak lama setelah kematiannya. Kemudian kawasan tersebut dibagi-bagi menjadi sejumlah khanat (daerah yang dikuasai khan), meliputi Khanat Khiva, Khanat Bukhara, Khanat Kokand, dan Khanat Kashgar. Eropa pada Abad PertengahanEropa selama Abad Pertengahan Awal ditandai dengan berkurangnya populasi, urbanisasi, dan serbuan bangsa biadab, semuanya dimulai sejak Abad Kuno. Kaum barbar dari barat, terutama bangsa Jermanik mendirikan kerajaan-kerajaan mereka di bekas wilayah Kekaisaran Romawi Barat. Di wilayah tersebut berdiri sejumlah negara-negara yang lambat laun saling berperang. Di Eropa Timur, Kekaisaran Romawi Timur alias Bizantium masih berdiri, dan pada awal Abad Pertengahan mengadakan perang terakhir melawan bangsa Persia. Pada abad ke-7, Afrika Utara dan Timur Tengah (yang pernah menjadi wilayah Kekaisaran Romawi Timur) menjadi bagian dari kekhalifahan setelah penaklukkan yang dilakukan oleh penerus Muhammad. Meskipun ada perubahan substansial dalam struktur masyarakat dan politik, namun tidak seekstrem yang pernah dikemukakan para sejarawan, karena banyak kerajaan baru menyatukan diri dengan tradisi Romawi yang masih bertahan. Agama Kristen menyebar di Eropa Barat dan banyak biara didirikan. Pada abad ke-7 dan ke-8, bangsa Franka, di bawah pemerintahan Dinasti Karolingia, mendirikan sebuah kekaisaran yang meliputi sebagian besar kawasan Eropa Barat. Sementara itu, di Semenanjung Balkan, Kekaisaran Bulgaria berdiri sebagai saingan Bizantium di daerah Balkan, sehingga mengakibatkan sejumlah perang terjadi di antara mereka. Meskipun demikian, kadang kala dua kekuatan tersebut menjalin perdamaian aliansi. Bizantium memberi pengaruh kultural yang kuat kepada Bulgaria, sehingga agama Kristen diterima di Bulgaria pada tahun 864. Di Eropa Utara, tepatnya kawasan Skandinavia, bangsa Nordik memulai penjelajahannya mulai dari abad ke-9, demi perdagangan dan penjarahan. Periode ekspansi mereka ke berbagai laut dan sungai di Eropa disebut Zaman Viking. Bangsa Viking memulai ekspansi mereka dari Skandinavia, lalu menjelajah negara-negara di Eropa Utara. Mereka juga bergerak ke barat lalu menduduki Islandia dan Greenland. Sejauh yang diketahui, mereka adalah bangsa Eropa pertama yang menduduki benua Amerika, tepatnya di Newfoundland, Kanada.[165] Penjelajahan bangsa Viking juga mencapai Kepulauan Faroe dan Anatolia.[166] Zaman Viking berakhir sekitar pertengahan abad ke-11, masa saat terjadinya penaklukan Normandia di Inggris. Pada abad ke-9, Kekaisaran Karolingia di Eropa Barat mengalami kemunduran di bawah tekanan para penyerbu—bangsa Viking, Magyar, dan Saracen. Menjelang dan setelah Kekaisaran Karolingia runtuh, dua imperium besar berdiri di Eropa; di sebelah barat berdiri Kerajaan Prancis (843) yang merupakan penerus kekuasaan bangsa Franka, sementara di sebelah timur berdiri Kekaisaran Romawi Suci (962),[167] mencakup sejumlah negara yang kini dikenal dengan nama Jerman, Austria, Swiss, Cheska, Belgia, Italia, dan sebagian wilayah Prancis. Selama akhir abad ke-9 dan ke-10, Tsar Simeon I meraih kemenangan atas Bizantium, dan memperluas Kekaisaran Bulgaria sampai puncaknya. Setelah membantai pasukan Bizantium dalam pertempuran Anchialus tahun 917, pasukan Bulgaria mengepung Konstantinopel pada tahun 923 dan 924. Akhirnya kekuatan Bizantium pulih dan pada tahun 1014, di bawah pimpinan Basil II, mereka membalas kekalahan atas Bulgaria dalam pertempuran Kleidion. Tahun 1018, benteng Bulgaria terakhir menyerah kepada Kekaisaran Bizantium, sehingga Kekaisaran Bulgaria Pertama dibubarkan. Kekaisaran itu dilanjutkan kembali saat pendirian Kekaisaran Bulgaria Kedua tahun 1185. Selama Abad Pertengahan Luhur, yang dimulai pada abad ke-11, populasi di Eropa meningkat pesat diiringi dengan teknologi baru dan inovasi pertanian yang membuat perdagangan berkembang maju dan lahan-lahan pertanian bertambah. Manorialisme—serikat petani di desa yang menyewa tanah dan bekerja untuk para bangsawan—dan feodalisme—struktur politik yang membuat para kesatria dan golongan bangsawan tingkat rendah memberikan pelayanan kepada majikannya sebagai balas jasa atas hak menyewa tanah—adalah dua cara untuk mengorganisasi masyarakat Abad Pertengahan yang berkembang selama Abad Pertengahan Luhur. Kerajaan-kerajaan menjadi lebih menekankan sentralisasi setelah dampak desentralisasi dari pecahnya Kekaisaran Karolingia. Perang Salib, yang pertama kali diserukan tahun 1095, merupakan usaha orang Kristen barat untuk merebut kembali Tanah Suci dari tangan muslim, dan setelah usaha panjang, orang Kristen mampu mendirikan negara-negara kecil di Timur Dekat. Kehidupan intelektual ditandai dengan skolastisisme dan pendirian beberapa universitas, sementara pembangunan katedral Gotik merupakan salah satu pencapaian artistik luar biasa pada masa itu. Abad Pertengahan Akhir ditandai dengan banyaknya kesulitan dan bencana. Kelaparan, wabah, dan perang membinasakan sebagian populasi Eropa Barat. Maut Hitam sendiri membunuh sekitar sepertiga dari populasi Eropa antara 1347 dan 1350. Maut Hitam merupakan salah satu pandemik paling mematikan dalam sejarah umat manusia. Bermula di Asia, wabah tersebut mencapai Mediterania dan Eropa Barat selama akhir 1340-an,[168] dan membunuh 10 juta orang Eropa dalam enam tahun; antara sepertiga hingga setengah populasi Eropa.[169] Pada Abad Pertengahan[170] terjadi urbanisasi berkesinambungan pertama di Eropa Utara dan Barat. Banyak negara-negara Eropa masa kini yang memiliki asal usul dari peristiwa-peristiwa sepanjang Abad Pertengahan; perbatasan politis Eropa masa kini, dalam banyak hal, merupakan akibat dari prestasi militer dan kewangsaan selama zaman kegemuruhan tersebut.[171] Abad Pertengahan berlangsung hingga dimulainya Abad Modern Awal[17] pada abad ke-16, ditandai oleh berdirinya banyak negara kota, perpecahan Kekristenan Barat dalam suatu reformasi,[172] kebangkitan humanisme dalam Renaisans Italia,[173] dan dimulainya penjelajahan samudra oleh orang Eropa yang mengakibatkan Pertukaran Columbian.[174] Kesultanan dan dinasti di Asia SelatanPergerakan pasukan muslim ke India diawali dari Persia. Tahun 712, jenderal Muhammad bin Qasim menaklukkan sebagian besar kawasan lembah Indus, yakni wilayah negara Pakistan masa kini. Kemudian kawasan tersebut menjadi bagian dari Kekhalifahan Umayyah. Zaman Klasik Akhir di India bermula setelah berakhirnya kejayaan Kemaharajaan Gupta dan runtuhnya Kerajaan Harsha pada abad ke-7, dan berakhir seiring dengan jatuhnya Kerajaan Wijayanagara di India Selatan pada abad ke-13, karena tekanan pasukan muslim di sebelah utara. Dari abad ke-7 hingga ke-9, tiga dinasti berkuasa di kawasan India Utara: Gurjara-Pratihara dari Malwa, Dinasti Gangga Timur dari Odisha, Pala dari Benggala, dan Rashtrakuta dari Dekkan. Kemudian Dinasti Sena mengambil alih kekuasaan Kerajaan Pala, sementara Gurjara-Pratihara terpecah belah menjadi beberapa kerajaan. Hal ini mengawali sejarah berdirinya kerajaan-kerajaan kaum Rajput, yaitu serangkaian kerajaan yang senantiasa bertahan dalam sejarah India, selama hampir satu milenium, sampai akhirnya India memperoleh kemerdekaan dari Inggris. Kerajaan kaum Rajput pertama yang tercatat dalam sejarah berdiri di Rajasthan pada abad ke-6, dan beberapa dinasti Rajput memerintah sebagian India Utara. Sementara itu, Dinasti Shahi menguasai bagian timur Afganistan, Pakistan Utara, dan Kashmir dari pertengahan abad ke-7 sampai awal abad ke-11. Dinasti Chalukya menguasai bagian selatan dan tengah India—dengan pusat di Badami, Karnataka—antara tahun 550 hingga 750, dan kemudian oleh Chalukya Barat antara tahun 970 dan 1190. Dinasti Pallawa dari Kanchipuram adalah tetangganya di ujung selatan. Seiring dengan keruntuhan Kerajaan Chalukya, negara vasalnya memerdekakan diri dan sejumlah monarki terbentuk di bekas wilayahnya, seperti Dinasti Hoysala dari Halebidu, Dinasti Kakatiya dari Warangal, Seuna Yadawa dari Devagiri, dan wilayah Kalachuri di selatan. Pada abad ke-10 dan ke-11, pengaruh Dinasti Chola di India Selatan sudah berkembang hingga ke wilayah Andra Pradesh masa kini dan kerajaannya telah menjadi tempat ziarah bagi biarawan dari Asia Timur.[175] Dinasti tersebut menjalin hubungan dagang dengan Dinasti Tang di Tiongkok dan kerajaan Sriwijaya di Semenanjung Malaya.[176] Pada puncak kejayaannya, Kerajaan Chola menguasai kawasan India Selatan dan sebagian Asia Tenggara. Raja Raja Chola I menaklukkan India Selatan dan sebagian Sri Lanka. Pasukannya bergerak ke timur dan menduduki pantai Myanmar hingga ke Vietnam, kepulauan Andaman dan Nikobar, Lakshadweep, Sumatra, dan Semenanjung Malaya, serta kepulauan Pegu. Kemudian selama periode pertengahan di India, Kerajaan Pandya berdiri di Tamil Nadu, demikian pula Kerajaan Chera di wilayah Kerala dan Tamil Nadu. Tahun 1343, dinasti-dinasti tersebut mulai runtuh, mengawali perkembangan Kerajaan Wijayanagara. Setelah beberapa penaklukan muslim yang sukses di Asia Tengah (antara abad ke-10 dan ke-15), kesultanan-kesultanan muslim mulai merambah ke anak benua India, seperti pendirian Kesultanan Delhi dan Kesultanan Mughal. Penguasa Mughal datang dari Asia Tengah untuk menguasai sebagian besar wilayah utara Asia Selatan. Para sultan Mughal memperkenakan kesenian dan arsitektur dari Asia Tengah ke India. Sementara Kesultanan Mughal dan beberapa kerajaan kaum Rajput berkembang, sejumlah kerajaan Hindu merdeka, seperti Wijayanagara, Maratha, Gangga Timur, dan Ahom berkembang di tempat yang berbeda-beda di segala penjuru India. Kesultanan Mughal mengalami keruntuhan secara perlahan pada awal abad ke-18, sehingga memberikan kesempatan bagi bangsa Afghan, Balokhi, Sikh, dan Maratha untuk menguasai daerah di barat daya India sampai akhrnya Perusahaan Hindia Timur Britania dari Inggris memperoleh kuasa atas Asia Selatan. Imperium di Asia TenggaraPada permulaan Era Pascaklasik, di Asia Tenggara terjadi kejatuhan Kerajaan Funan yang terbentang dari pesisir Laut Tiongkok Selatan hingga Samudra Hindia. Kerajaan tersebut digantikan oleh Kerajaan Chenla. Sekitar abad ke-7, kerajaan maritim Sriwijaya berdiri di Sumatera Selatan, wilayah Indonesia masa kini. Wilayah kekuasaannya mencakup pulau Sumatra, Jawa Barat, dan Semenanjung Malaya sampai tanah genting Kra (selatan Thailand). Kerajaan ini memiliki hegemoni atas laut di sekitar semenanjung Malaya, seperti Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Tiongkok Selatan. Kerajaan ini juga berpengaruh atas jalur laut perdagangan antara India dan Tiongkok, sekaligus berdagang dengan mereka. Pada abad ke-9, Kerajaan Pagan atau Dinasti Pagan terbentuk di Myanmar, sebagai manifestasi dari penyatuan wilayah-wilayah kedaulatan di kawasan tersebut. Selama keberlangsungannya, kerajaan ini mendukung pertumbuhan Agama Buddha Theravada di kawasan Asia Tenggara. Di sebelah timur, Kekaisaran Khmer berdiri, menggantikan Kerajaan Chenla. Angkor, ibu kota Khmer, merupakan kota terbesar di dunia sebelum zaman industri dan memiliki ribuan kuil, yang paling terkemuka adalah Angkor Wat. Pada abad ke-11, Sriwijaya jatuh ke tangan Dinasti Chola. Pada masa itu juga, Islam menyebar dari Gujarat ke semenanjung Malaya dan kepulauan Indonesia. Pada abad ke-12 dan ke-13, Pagan dan Kekaisaran Khmer menjadi dua kekaisaran utama di Asia Tenggara daratan.[30] Pada abad ke-13, bangsa Mongol melancarkan serbuan ke sejumlah kawasan di Asia Tenggara, di antaranya: Burma, Jawa, Vietnam. Di Vietnam dan Jawa, penyerbuan mereka gagal. Tak lama Setelah pengusiran pasukan Mongol dari Jawa, Kerajaan Majapahit berdiri dan mencapai kejayaannya pada abad ke-14, dengan wilayah kekuasaan yang sebagian besar mencakup sebagian besar kepulauan Indonesia dan semenanjung Malaya. Di Thailand, Sukhothai (abad ke-13) dan Ayutthaya (abad ke-14) merupakan kekuatan utama bangsa Thai yang dipengaruhi oleh bangsa Khmer. Setelah Ayutthaya mendominasi Sukhotai, pada abad ke-15, Khmer diserbu oleh Ayutthaya. Sementara itu, di kepulauan Indonesia dan Malaya, kerajaan-kerajaan Islam sedang berdiri, seiring keruntuhan Majapahit yang terpecah menjadi sejumlah kerajaan atau kesultanan, di antaranya Kesultanan Malaka, Kesultanan Demak, dan Kesultanan Cirebon. Seiring dengan perkembangan Islam, pada akhir Abad Pertengahan, bangsa Eropa mulai berdatangan dan berdagang di kawasan Asia Tenggara, diawali dengan bangsa Portugis, disusul dengan Spanyol dan Belanda. Monarki di AfrikaAfrika Sub-Sahara pada Era Pascaklasik merupakan rumah bagi berbagai peradaban. Kerajaan Aksum melemah pada abad ke-7 M saat Islam memisahkannya dari sekutu Kristen mereka dan rakyatnya pindah jauh ke dataran tinggi Ethiopia demi mencari perlindungan. Akhirnya mereka mendirikan Dinasti Zagwe yang terkenal akan bangunan dari pahatan batu di Lalibela. Kemudian dinasti tersebut dijatuhkan oleh Dinasti Salomo yang mengaku sebagai keturunan para raja Aksum dan memerintah dengan baik sampai abad ke-20. Di kawasan Sahel di Afrika Barat, banyak kekaisaran Islam berdiri, seperti kekaisaran Ghana, kekaisaran Mali, kekaisaran Songhai, dan kekaisaran Kanem. Mereka menguasai emas, gading, garam, dan budak di jalur perdagangan trans-Sahara. Di selatan peradaban Sahel terdapat hutan pesisir yang tidak bisa dihuni oleh kuda dan unta. Di sana berdirilah beberapa peradaban: bangsa Yoruba dengan kota Ife (terkenal akan seninya yang naturalistik) dan Kekaisaran Oyo; bangsa Edo dengan Kekaisaran Benin yang beribu kota di kota Benin; bangsa Igbo dengan Kerajaan Nri yang menghasilkan seni perunggu berkualitas di Igbo Ukwu; dan bangsa Akan yang terkenal akan arsitekturnya yang rumit. Di daerah yang kini disebut Zimbabwe pernah berdiri sejumlah kerajaan yang bermula dari Kerajaan Mapungubwe di daerah Afrika Selatan masa kini. Mereka berkembang melalui perdagangan dengan bangsa Swahili di pesisir Afrika Timur. Mereka mendirikan struktur bebatuan besar tanpa semen, contohnya di Zimbabwe Raya (ibu kota Kerajaan Zimbabwe), Khami (ibu kota kerajaan Butua), dan Danamombe (Dhlo-Dhlo; ibu kota Kekaisaran Rozwi). Bangsa Swahili sendiri merupakan penghuni pesisir Afrika Timur dari Kenya sampai Mozambik yang berdagang secara ekstensif dengan orang Asia dan Arab, yang memperkenalkan agama Islam kepada mereka. Mereka mendirikan banyak bandar seperti Mombasa, Zanzibar, dan Kilwa, yang dikenal oleh para pelaut Tiongkok karena usaha Zheng He dan para geografer muslim. Amerika pra-KolumbusPada Era Pascaklasik, di Amerika Utara, Tengah, dan Selatan terjadi perkembangan kebudayaan dan peradaban yang unik dan tumbuh secara mandiri. Tidak menutup kemungkinan bahwa benua tersebut ditemukan oleh bangsa Eropa sebelum perjalanan Kolumbus. Kolonisasi Nordik di Amerika terjadi sekitar abad ke-10, ketika pelaut Nordik (biasanya merujuk pada Viking) mengeksplorasi dan menduduki kawasan Atlantik Utara, termasuk kawasan timur laut Amerika Utara.[177] Sementara koloni Nordik di Greenland berlangsung selama hampir 500 tahun, permukiman mereka di Amerika Utara tidak cukup luas dan tidak berkembang menjadi koloni permanen. Perjalanan dan penjelajahan untuk mencari sumber daya alam—misalnya kayu—mungkin saja terjadi pada masa itu, namun tidak ada bukti tentang pendudukan Nordik di daratan utama Amerika Utara.[178] Kebudayaan di Amerika UtaraTradisi Hopewell adalah istilah untuk aspek-aspek yang lazim didapati pada kebudayaan penduduk asli Amerika yang tersebar di sekitar daerah pinggiran sungai di timur laut dan barat-madya wilayah Amerika Serikat kini, sejak 200 SM sampai 500 M.[179][180] Hohokam adalah salah satu dari empat tradisi arkeologis prehistoris utama di kawasan yang kini disebut Amerika Barat Daya.[181] Dengan hidup sebagai petani, masyarakat kuno tersebut menanam jagung dan kacang. Masyarakat Hohokam Awal mendirikan sejumlah desa di sekitar sungai Gila. Masyarakat tersebut bermukim di tanah yang baik untuk ditanami, dengan pertanian kering yang lazim dilakukan pada awal periode tersebut.[181]
Dari periode sekitar 1200 hingga 1650, muncul berbagai kebudayaan kompleks yang berbasis pada pengadopsian budi daya jagung, kepadatan populasi yang terus berkembang, dan organisasi sosial setingkat suku.[182] Pengenalan tanaman jagung dari Mesoamerika memberikan akumulasi surplus pangan untuk mendukung populasi dengan kepadatan tinggi dan mengawali pengembangan skil-skil khusus.[183] Liga bangsa-bangsa Iroquois atau "Rakyat Rumah Panjang", berbasis di sebelah barat New York masa kini, menganut model konfederasi sejak pertengahan abad ke-15. Sistem afiliasi mereka seperti federasi, berbeda dengan monarki bangsa Eropa yang lebih kuat dan berpemerintahan terpusat.[184] Peperangan antarsuku terjadi di tempat-tempat tertentu, yang mengakibatkan kepergian dan migrasi sejumlah suku.[185] Negara kota di MesoamerikaDi kawasan Mesoamerika berkembang sejumlah peradaban, beberapa di antaranya runtuh sebelum Abad Pertengahan, contohnya Peradaban Olmek di pesisir Teluk Meksiko, tepatnya di situs La Venta dan San Lorenzo Tenochtitlán, yang runtuh sekitar 400 M.[186] Sementara itu, negara kota Teotihuacan berdiri di Lembah Meksiko sekitar 100 SM dan membangun kebudayaannya, namun bangsa pendirinya masih diperdebatkan karena tidak ada bukti tertulis.[187] Tak jauh dari pusat perkembangan peradaban Olmek, peradaban Maya masih berkembang di kawasan yang kini disebut Chiapas. Peradabannya berkembang hingga Guatemala dan semenanjung Yukatan.[188][189] Sebagaimana peradaban Yunani Kuno, peradaban Maya juga melahirkan berbagai negara kota yang tumbuh secara mandiri. Pertanian merupakan sektor penting di negara kota seperti Tikal dan Copán. Monumen-monumen penting berbentuk piramida dibangun di pusat keagamaan serta di istana pemimpin mereka. Istana di Cancuén adalah yang terbesar di seluruh wilayah Maya. Artefak penting lainnya yang sering ditemukan para arkeolog adalah lempengan batu berukir yang disebut stele; bangsa Maya menyebutnya tetun, atau "tiga batu". Lempengan batu tersebut ditulis dengan logogram, memaparkan nama para pemimpin Maya beserta genealogi, kejayaan militer, serta prestasi lainnya.[190] Pada era klasiknya (200-1000 M), kota-kota bangsa Maya seperti Tikal, Calakmul, Copán, Palenque, Uxmal, Cobá, dan Caracol mencapai kejayaannya, sedangkan Teotihuacan runtuh sekitar abad ke-8 M. Pada abad ke-13, di sebelah barat kota-kota Maya, terjadi aliansi tiga kota bangsa Aztek: Tenochtitlan, Texcoco, dan Tlacopan. Imperium Aztek berdiri sejak abad ke-14 hingga abad ke-16. Ibu kotanya adalah Tenochtitlan. Kota tersebut dibangun di atas pulau di tengah danau. Tenochtitlan merupakan salah satu kota terbesar di dunia pada saat itu. Bangsa Aztek menganut konsep politeisme. Quetzalcoatl (ular berbulu), Huitzilopochtli (kolibri dari selatan) dan Tezcatlipoca (cermin berasap) adalah dewa utama dalam panteon mereka. Kadang kala bangsa Aztek membunuh manusia untuk menyenangkan hati para dewa mereka. Antara tahun 1519 dan 1521, konkuistador Spanyol, Hernán Cortés menaklukkan bangsa Aztek dan merebut wilayah kekuasaan mereka.[191] Kekaisaran InkaPada periode sekitar abad ke-13, kebudayaan Inka berjaya di Amerika Selatan. Bangsa Inka merupakan bangsa yang sejahtera dan maju, terkenal akan sistem jalannya yang baik dan pertukangan batu yang tak tertandingi. Kekaisaran Inca bertahan selama kurang lebih satu abad sebelum kedatangan bangsa Spanyol pada tahun 1532. Manco Capac mendirikan negara kota bangsa Inca pertama sekitar tahun 1200-an.[192] Kota tersebut meliputi seluruh area sekitar Cusco. Tahun 1400-an, Pachacuti mempersatukan suku-suku lain di kawasan Andes. Sejak saat itu perkembangan kekaisaran Inca terjadi. Akhirnya kekaisaran Inca menjadi kekaisaran terbesar di benua Amerika sebelum kedatangan Kolumbus.[193] Kekaisaran Inka, atau Tawantinsuyu (artinya "empat wilayah" dalam bahasa Quechua), yang beribu kota di Cusco, membentangi seluruh daerah pegunungan Andes, membuatnya sebagai peradaban Pra-Kolumbus yang paling ekstensif.[194] Imperium di OseaniaDi Oseania, Kekaisaran Tu'i Tonga berdiri pada abad ke-10 dan wilayah kekuasaannya meluas antara tahun 1200 dan 1500. Kebudayaan, bahasa, dan pengaruh suku Tonga menyebar luas di Polinesia selama periode tersebut,[195][196] di sepanjang 'Uvea Timur, Rotuma, Futuna, Samoa dan Niue, sebagian Mikronesia (Kiribati, Pohnpei), Vanuatu, dan Kaledonia Baru dan Kepulauan Loyalty.[197] Catatan sejarah dari penduduk asli Oseania tidak cukup banyak, namun sejumlah sejarah dapat direkonstruksi melalui tradisi oral, arkeologi, dan linguistik. Sejarah modernSejarah modern ("periode modern", "era modern", "zaman modern") adalah sejarah masa-masa setelah Abad Pertengahan. "Sejarah kontemporer" adalah sejarah yang meliputi peristiwa-peristiwa yang terjadi sejak sekitar tahun 1900 hingga sekarang. Abad Modern Awal"Abad Modern Awal"[i] adalah istilah yang digunakan oleh para sejarawan untuk merujuk pada suatu periode di Eropa Barat dan koloni-koloni pertamanya yang berlangsung selama berabad-abad antara Abad Pertengahan dan Revolusi Industri—sekitar 1500 sampai 1800. Abad Modern Awal ditandai dengan pemusatan perhatian pada sains dan semakin majunya perkembangan teknologi, sekularisasi politik, dan berdirinya negara kota. Ekonomi kapitalis mulai berkembang, mula-mula di republik-republik Italia Utara seperti Genoa. Pada Abad Modern Awal juga dimulai perkembangan dan dominansi teori ekonomi merkantilisme. Abad Modern Awal menggambarkan kemunduran dan akhirnya kelenyapan feodalisme, perbudakan, dan kekuasaan Gereja Katolik Roma di sebagian besar kawasan Eropa. Dalam periode tersebut juga terjadi masa akhir Reformasi Protestan, Perang Tiga Puluh Tahun, Abad Penemuan, Kolonisasi Eropa di Amerika, dan puncak perburuan penyihir di Eropa. RenaisansRenaisans Eropa, berawal pada abad ke-14,[198] ditandai dengan penggalian kembali ilmu-ilmu dari zaman kuno, serta kebangkitan ekonomi dan kehidupan sosial di Eropa. Zaman Renaisans juga menimbulkan budaya ingin tahu, yang berujung pada humanisme dan Revolusi Ilmiah.[199] Meskipun ada pergolakan dan revolusi sosial dan politik yang diupayakan melalui berbagai cara intelektual, Zaman Renaisans lebih dikenal akan perkembangan kesenian dan kontribusi para polimatik macam Leonardo da Vinci dan Michelangelo, yang menyebabkan adanya istilah "Bapak Renaisans".[200][201] Ekspansi Eropa
Selama periode ini, kekuatan Eropa mendominasi hampir seluruh bagian dunia. Dalam suatu teori dinyatakan bahwa geografi Eropa berperan penting dalam keberhasilan tersebut. Dari luar, Timur Tengah, India, dan Tiongkok dikelilingi oleh pegunungan atau laut. Sekali rintangan alami ini dilalui, wilayah mereka hampir tampak datar. Sebaliknya, Pegunungan Pirenia, Alpen, Apennini, Karpatia, dan pegunungan lainnya terbentang di sepanjang Eropa, dan kawasan benua tersebut juga terbagi-bagi oleh sejumlah lautan. Hal ini memberi perlindungan lebih bagi Eropa terhadap risiko penyerbuan dari Asia Tengah.[202] Sebelum zaman penggunaan senjata api, bangsa nomad Asia Tengah lebih unggul daripada negara-negara agraris di sekeliling benua Eurasia dan bila mereka berhasil menerobos ke dataran India Utara atau melalui lembah-lembah di Tiongkok, serbuan mereka tidak akan terhentikan. Serbuan mereka kerap mendatangkan kehancuran. Zaman kejayaan Islam berakhir setelah bangsa Mongol menghancurkan Baghdad tahun 1258.[203] India dan Tiongkok merupakan subjek serbuan secara berkala, dan Rusia melewati masa hampir dua abad di bawah penindasan bangsa Mongol-Tatar. Eropa Tengah dan Barat, secara logistik lebih jauh dari jantung Asia Tengah, sehingga menjamin risiko penyerbuan yang lebih kecil.[204] Geografi berpengaruh terhadap perbedaan geopolitik. Dalam sebagian besar sejarahnya, Tiongkok, India, dan Timur Tengah disatukan di bawah kekuatan dominan yang memperluas teritorinya hingga mencapai batas pegunungan dan gurun di sekelilingnya. Tahun 1600-an, Kesultanan Utsmaniyah[205] menguasai hampir seluruh kawasan Timur Tengah, sementara Dinasti Ming memerintah Tiongkok,[206][207] dan Kemaharajaan Mughal berkuasa atas India. Sebaliknya, Eropa kerap terpecah-belah menjadi sejumlah negara yang saling berperang. Imperium-imperium pemersatu Eropa, kecuali Kekaisaran Romawi, cenderung runtuh tak lama setelah berdiri. Faktor geografis penting lainnya yang berperan dalam kebangkitan Eropa adalah Laut Tengah, yang selama ribuan tahun telah berfungsi sebagai jalur maritim yang membantu pertukaran komoditas, bangsa, pemikiran, dan invensi. Hampir seluruh peradaban agraris didesak oleh lingkungan sekitarnya. Produktivitas tetap rendah, dan perubahan iklim dengan mudah mempengaruhi siklus kejayaan dan kemunduran (boom-and-bust cycle; masa ekonomi sedang) yang menghantarkan peradaban menuju kebangkitan dan kehancurannya. Pada abad ke-16, terjadi perubahan kualitatif dalam sejarah dunia. Kemajuan teknologi serta kemakmuran yang dihasilkan melalui perdagangan perlahan-lahan memberikan peluang yang lebih besar.[202][208] Hak kepemilikan dan ekonomi pasar bebas di Eropa lebih kuat daripada tempat lain di mana pun karena idealisme kebebasannya, sehingga sikap dan tradisi tersebut mendukung ekspansi Eropa.[204][209] Pada masa kini, sarjana seperti Kenneth Pomeranz berkeberatan dengan pandangan tersebut, meskipun pendekatan sang revisionis terhadap sejarah dunia menuai kritik karena meremehkan prestasi peradaban Eropa.[210] Ekspansi maritim Eropa mengejutkan—mengingat kondisi geografis benua tersebut—dan sebagian besar merupakan usaha negara-negara yang berada di pesisir Samudra Atlantik: Portugal, Spanyol, Inggris, Prancis, dan Belanda. Awalnya Imperium Portugis dan Spanyol merupakan penakluk ulung dan sumber pengaruh, dan perserikatan mereka menghasilkan Uni Iberia,[211] imperium global pertama yang memiliki wilayah "yang tak pernah melihat matahari tenggelam". Kemudian Inggris, Prancis, dan Belanda—negara-negara di sebelah utara—mulai mendominasi Atlantik. Dalam peperangan yang terjadi pada abad ke-17 dan ke-18—berpuncak pada peperangan era Napoleon—Britania muncul sebagai kekuatan dunia baru. Pada era ini kebudayaan Eropa memasuki Abad Pencerahan[j] yang menuju pada Revolusi Ilmiah.[212] Perkembangan regionalPada awal Abad Modern, terjadi keruntuhan sejumlah peradaban dan perkembangan di berbagai kawasan di Afrika. Pesisir Swahili mengalami kemunduran setelah diambil alih oleh bangsa Portugis. Di Afrika Barat, Kekaisaran Songhai jatuh ke tangan bangsa Maroko pada tahun 1591 setelah mereka diserbu dengan senjata api. Kerajaan Zimbabwe di Afrika Selatan runtuh dan menjadi beberapa kerajaan, di antaranya Kerajaan Mutapa, Butua, dan Rozwi. Ethiopia mengalami invasi pada tahun 1531 oleh Kesultanan Adal, dan pada tahun 1769 memasuki Zemene Mesafint (Zaman Pangeran) saat kaisar menjadi simbol pemerintahan sementara negeri tersebut dipimpin oleh para panglima perang, dan akhirnya suksesi pemerintahan para raja dipulihkan di bawah kepemimpinan Kaisar Tewodros II. Kekaisaran Ajuuraan yang berada di Tanduk Afrika mulai runtuh pada abad ke-17, digantikan oleh Kesultanan Geledi. Peradaban lainnya di Afrika mengalami kemajuan selama periode tersebut. Kekaisaran Oyo mengalami zaman keemasannya, begitu pula Kekaisaran Benin. Kekaisaran Ashanti berjaya di kawasan yang kini disebut Ghana pada tahun 1670. Kerajaan Kongo juga mengalami kemakmuran pada periode tersebut. Eksplorasi Eropa di Afrika mencapai puncaknya pada saat itu. Tahun 1511, bangsa Portugis menaklukkan Kesultanan Malaka di kawasan yang kini merupakan wilayah Malaysia dan Sumatra, Indonesia. Bangsa Portugis menguasai wilayah perdagangan penting tersebut sampai akhirnya digantikan oleh bangsa Belanda pada tahun 1641. Kesultanan Johor—yang berpusat pada ujung selatan semenanjung Malaya—menjadi kekuatan perdagangan yang mendominasi kawasan tersebut. Kolonisasi Eropa akhirnya menjamah hampir seluruh bagian Asia Tenggara: bangsa Inggris di Burma dan Malaysia, bangsa Prancis di Indochina, bangsa Belanda di Hindia Belanda, bangsa Spanyol di Filipina. Hanya Thailand yang berhasil bebas dari kolonisasi tersebut. Oseania di samudra Pasifik terkena imbas dari kontak dengan bangsa Eropa, bermula sejak pelayaran sirkumnavigasional oleh Ferdinand Magellan, yang berlabuh di kepulauan Mariana dan pulau-pulau lainnya pada tahun 1521. Perjalanan penting lainnya dilakukan oleh Abel Tasman (1642–44)—yang berhasil mencapai benua Australia, Selandia Baru, dan pulau-pulau di sekitarnya—dan Kapten James Cook (1768–1779), orang Eropa pertama dalam sejarah yang melakukan kontak dengan Hawaii. Britania Raya mendirikan koloni pertamanya di Australia pada tahun 1788. Di Timur Jauh, pemerintahan Dinasti Ming di Tiongkok digantikan oleh Dinasti Qing (1644), dinasti imperial terakhir di Tiongkok, yang memerintah sampai tahun 1912. Sementara itu Jepang mengalami zaman Azuchi-Momoyama (1568–1603), diikuti dengan zaman Edo (1603–1868). Dinasti Joseon di Korea (1392–1910) memimpin pada periode tersebut, dan berhasil mematahkan invasi Jepang dan Tiongkok pada abad ke-16 dan ke-17. Jepang dan Tiongkok menjalin hubungan dagang secara signifikan dengan bangsa-bangsa Eropa, khususnya perdagangan bangsa Portugis dengan Jepang (perdagangan Nanban). Selama zaman Edo, Jepang mengeluarkan politik isolasi dan menghalau segala pengaruh dari Dunia Barat. Di Asia Selatan, Kesultanan Delhi dan Kesultanan-kesultanan Dekkan tergantikan oleh Kesultanan Mughal pada abad ke-16. Bermula dari kawasan barat daya India, Kesultanan Mughal memimpin hampir seluruh bagian anak benua India pada akhir abad ke-17,[213] kecuali kawasan di ujung selatan India. Setelah menentang pemerintahan Kesultanan Mughal yang bercorak Islam, Kemaharajaan Maratha yang bercorak Hindu didirikan di pesisir barat pada tahun 1674, yang secara perlahan-lahan memperluas wilayahnya—sebagian besar merupakan wilayah negara India pada masa kini—dari tangan sultan Mughal selama bertahun-tahun, terutama melalui perang Dekkan (1681–1701). Di Rusia, Ivan IV diangkat sebagai Tsar pertama Rusia (1547), dan dengan menganeksasi khanat bangsa Turk di timur, ia mentransformasi Rusia menjadi kekuatan regional. Negara-negara di Eropa Barat—yang sedang mengembangkan teknologi canggih dan penaklukan kolonial—bersaing satu sama lain secara ekonomi dan militer dalam situasi perang yang hampir konstan. Kadang kala peperangan tersebut bersangkut paut dengan agama, entah Katolik versus Protestan, atau (di Eropa Timur) Kristen versus muslim. Peperangan yang terjadi meliputi Perang Tiga Puluh Tahun, Perang Suksesi Spanyol, Perang Tujuh Tahun, dan Perang Revolusi Prancis. Napoleon menjadi pemimpin Prancis pada tahun 1799, mengawali peperangan Era Napoleon pada awal abad ke-19. Di benua Amerika, terjadi perlombaan antarnegara Eropa untuk mengkolonisasi benua yang baru ditemukan tersebut, yang secara signifikan telah mendesak kaum pribumi, serta menghancurkan peradaban Aztek dan Inka yang telah berkembang. Spanyol, Portugal, Britania Raya, dan Prancis membuat klaim teritorial yang ekstensif dan mengambil lahan permukiman yang luas, serta mengimpor budak Afrika dalam jumlah banyak. Portugal mengklaim Brazil. Spanyol mengklaim Amerika Selatan selain Brazil, Mesoamerika, dan Amerika Utara sebelah selatan. Britania Raya mengkolonisasi pesisir timur Amerika Utara, dan Prancis mengkolonisasi kawasan tengah Amerika Utara. Rusia mendatangi pantai barat daya Amerika Utara dan mendirikan koloni pertama mereka di kawasan yang kini disebut Alaska pada tahun 1784, dan Fort Ross di California pada tahun 1812. Abad ModernRevolusi Ilmiah mengubah pemahaman manusia terhadap dunia dan menggiringnya pada Revolusi Industri, sebuah tranformasi besar bagi perekonomian dunia.[212][214] Revolusi Ilmiah pada abad ke-17 memberikan sedikit dampak langsung terhadap teknologi industri, tetapi setelah pertengahan abad ke-18 kemajuan ilmiah mulai diterapkan secara signifikan pada invensi praktis. Revolusi Industri diawali di Britania Raya dan menggunakan mode produksi baru—pabrik, produksi massal, dan mekanisasi—untuk menghasilkan produk secara lebih cepat dan dalam jumlah besar, serta mempekerjakan buruh lebih sedikit daripada masa sebelumnya. Abad Pencerahan juga menuju kepada permulaan demokrasi modern dalam Revolusi Amerika dan Prancis saat akhir abad ke-18. Demokrasi dan republikanisme kemudian bertumbuh dan memberikan dampak besar bagi kualitas kehidupan dan peristiwa-peristiwa besar di duna. Tahun 1762, saat Perang Tujuh Tahun berkecamuk, secara rahasia Prancis menyerahkan sebagian besar wilayah yang diklaimnya di Amerika Utara kepada Spanyol dalam Perjanjian Fontainebleau (1762). Tiga belas koloni Inggris mendeklarasikan kemerdekaannya sebagai Amerika Serikat pada tahun 1776, diratifikasi oleh Perjanjian Paris (1783), dan berakhir pada Perang Revolusi Amerika. Napoleon Bonaparte merebut kembali klaim Prancis dari Spanyol dalam peperangan Era Napoleon pada abad ke-19, namun menjualnya kepada Amerika Serikat sebagai Pembelian Louisiana pada tahun 1803. Setelah orang Eropa (terutama Inggris dan Spanyol) memberikan pengaruh dan pendudukan atas benua Amerika, aktivitas imperialisme di Barat akhirnya berpaling ke Timur dan Asia.[215][216] Pada abad ke-19, negara-negara Eropa mengalami kemajuan sosial dan teknologi daripada negeri-negeri di timur.[217] Kemaharajaan Maratha di India jatuh ke tangan bangsa Inggris pada tahun 1818, di bawah kuasa Perusahaan Hindia Timur Britania, dan seluruh bekas imperium Maratha dan Mughal melebur menjadi British Raj pada tahun 1858. Britania Raya memperoleh kuasa atas anak benua India, Mesir, dan semenanjung Malaya;[218] Prancis mengambil alih Indochina; sedangkan Belanda memperkuat kuasanya atas Hindia Belanda. Banyak emigran Inggris menduduki Australia, Selandia Baru, dan Afrika Selatan,[218] sedangkan Rusia menduduki kawasan Siberia yang belum mengenal pertanian.[219] Akhir abad ke-19, kekuatan negara-negara Eropa membagi-bagi daerah Afrika yang terjajah. Di Eropa sendiri, tantangan ekonomi dan militer menciptakan sistem negara kebangsaan, dan pengelompokan etnolinguistik mulai dipakai untuk mengenali jati diri sebagai bangsa yang berbeda dengan aspirasi otonomi kultural dan politik. Nasionalisme semacam itu akan menjadi hal penting bagi suku bangsa lain di berbagai belahan dunia saat abad ke-20. Selama Revolusi Industri, perekonomian dunia bergantung pada batu bara sebagai bahan bakar, setelah penemuan metode transportasi yang baru, seperti kereta api dan kapal uap, yang membuat dunia terasa makin sempit.[214] Di sisi lain, polusi industri dan kerusakan lingkungan—yang sudah ada sejak penemuan api dan permulaan peradaban—meningkat drastis. Kemajuan yang berkembang di Eropa selama pertengahan abad ke-18 ada dua: budaya kewirausahawan,[217] dan kemakmuran yang diperoleh melalui perdagangan jalur Atlantik[217] (termasuk perdagangan budak Afrika). Akhir abad ke-16, perak yang diperoleh dari benua Amerika telah memperkaya Kekaisaran Spanyol.[220] Keuntungan dari perdagangan budak dan perkebunan di Karibia hanya menyumbang sekitar 5% dari perekonomian Britania saat Revolusi Industri.[221] Sejumlah sejarawan menyimpulkan bahwa pada 1750, produktivitas buruh di kawasan-kawasan paling berkembang di Tiongkok masih sederajat dengan perekonomian Atlantik bangsa Eropa,[222] tetapi sejarawan lainnya seperti Angus Maddison manyatakan bahwa produktivitas perkapita Eropa Barat sejak akhir Abad Pertengahan telah melampaui daerah-daerah mana pun di dunia.[223] Sejarah kontemporer1900–1945Abad ke-20 dimulai saat Eropa berada dalam puncak kemakmuran dan kekuasaannya, sedangkan sebagian besar kawasan lainnya berada di bawah kekuatan kolonialisme mereka secara langsung atau dominasi secara tidak langsung.[224] Banyak daerah di belahan dunia lainnya mendapat imbas dari negara-negara yang sangat terpengaruh budaya Eropa: Amerika Serikat dan Jepang.[225] Saat permulaan abad ini, sistem global yang didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang bersaing satu sama lain menjadi persoalan yang dipenuhi ketegangan, akhirnya menyerah pada struktur negara-negara independen yang lebih lunak yang terorganisasi menurut cara barat. Transformasi tersebut bertumbuh menjadi serangkaian perang dengan medan dan kehancuran sangat besar. Perang Dunia I menghancurkan banyak imperium dan kerajaan di Eropa, serta melemahkan Britania Raya dan Prancis.[226] Setelah perang berakhir, ideologi-ideologi baru bermunculan. Revolusi Rusia (1917) menyebabkan berdirinya negara komunis,[227] sedangkan pada dasawarsa 1920 dan 1930 terjadi kediktatoran militer fasis di Italia, Jerman, Spanyol, dan lain-lain.[228] Perselisihan antarnegara yang berlarut-larut, diperburuk dengan perekonomian yang kacau dan Depresi Besar, telah mendukung terjadinya Perang Dunia II.[229][230] Kediktatoran militer di Eropa dan Jepang mengupayakan ekspansionisme imperialis. Kekalahan mereka membuka jalan bag kemajuan komunisme di Eropa Tengah, Yugoslavia, Bulgaria, Romania, Albania, Tiongkok, Vietnam Utara, dan Korea Utara. 1945–2000Setelah Perang Dunia II berakhir tahun 1945, Perserikatan Bangsa-Bangsa didirikan dengan harapan menyelesaikan perselisihan antarbangsa dan mencegah peperangan pada masa depan.[231][232] Perang tersebut menyisakan dua negara dengan kekuatan besar, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet, yang membimbing perkara internasional.[233] Keduanya saling mencurigai dan takut akan persebaran global dari model politik dan ekonomi salah satu negara tersebut. Hal itu memicu terjadinya Perang Dingin—perselisihan tanpa pertumpahan darah antara Amerika Serikat, Uni Soviet, dan sekutu masing-masing. Dengan pengembangan senjata nuklir[234] dan perlombaan senjata, umat manusia berada dalam risiko terjadinya perang nuklir yang dipicu kedua negara adikuasa tersebut.[k] Perang semacam itu dianggap sulit dijalankan, sehingga pendanaan dipakai dalam perang lewat pihak ketiga, dengan pengeluaran yang cocok untuk negara Dunia Ketiga tanpa senjata nuklir. Perang Dingin berakhir hingga tahun 1990-an, ketika sistem komunis Uni Soviet mulai runtuh, tak mampu bersaing secara ekonomi dengan Amerika Serikat dan Eropa Barat. Negara-negara Uni Soviet di Eropa Tengah menuntut kedaulatan bangsa mereka sehingga pada tahun 1991, Uni Soviet pecah menjadi sejumlah negara.[235] Sejak saat itu, Amerika Serikat menjadi satu-satunya negara adikuasa di dunia.[236][237][l] Pada beberapa dasawarsa awal abad ke-20, daerah jajahan negara-negara Eropa—Belgia, Inggris, Belanda, Prancis, dan imperium Eropa lainnya—di Afrika dan Asia mendeklarasikan kemerdekaannya secara resmi.[239][240] Negara-negara baru merdeka tersebut menghadapi tantangan dalam bentuk neokolonialisme, kemiskinan, buta huruf, dan penyakit tropis endemis.[241][242] Banyak negara di Eropa Barat dan Tengah yang perlahan-lahan membentuk suatu komunitas politik dan ekonomi, yaitu Uni Eropa, yang melebar ke timur karena keikutsertaan negara-negara bekas Uni Soviet.[243] Pada abad ke-20 terjadi ledakan kemajuan sains dan teknologi, serta peningkatan harapan hidup dan standar kehidupan bagi sebagian besar umat manusia. Dalam perkembangannya, perekonomian dunia beralih dari batu bara ke minyak bumi seiring pembaruan dalam teknologi transportasi, mengiringi permulaan Zaman Informasi,[244] yang menuju pada percepatan globalisasi.[245][246][247] Pada abad ini, aplikasi teknologi sudah mampu menembus atmosfer Bumi yang memungkinkan umat manusia menjelajahi ruang hampa di Tata Surya. Dalam bidang biologi, penemuan struktur DNA[248]—pola cetakan kehidupan—dan pengurutan genom manusia, merupakan suatu prestasi gemilang dalam pemahaman terhadap biologi manusia dan penanganan penyakit.[249] Angka melek huruf di seluruh dunia mulai meningkat, sebaliknya persentase sumber tenaga kerja untuk memproduksi pangan bagi umat manusia perlahan-lahan menurun. Teknologi perekaman suara, film, siaran radio dan televisi mengakibatkan informasi dan hiburan menyebar dengan sangat pesat. Kemudian, pada dasawarsa terakhir pada abad tersebut, terjadi peningkatan pada jumlah penggunaan komputer, termasuk komputer pribadi. Jaringan komunikasi global hadir dalam bentuk Internet. Media massa satu arah beralih menjadi komunikasi individual dalam gejala yang disebut pergeseran peradaban keempat menuju peradaban kelima.[250] Pada abad ini muncul beberapa ancaman global, ada yang terjadi akibat ulah manusia atau lebih parah daripada sebelumnya, dan ada yang baru diketahui secara luas, misalnya pengembangan nuklir, perubahan iklim global,[251][252] penebangan hutan, pembeludakan jumlah penduduk, keberadaan asteroid dan komet di dekat Bumi,[253] dan penyusutan sumber daya alam (khususnya bahan bakar fosil).[254] Abad ke-21Abad ke-21 ditandai oleh globalisasi ekonomi dan perkembangan komunikasi seperti telepon genggam dan Internet. Kebutuhan dunia dan pengurasan sumber daya alam meningkat karena pertumbuhan populasi dan industrialisasi, terutama di India, Tiongkok, dan Brasil. Kebutuhan ini mengakibatkan peningkatan kerusakan lingkungan dan mengembangkan ancaman pemanasan global.[255] Maka dari itu ada imbauan untuk pengembangan bahan bakar alternatif atau sumber energi yang dapat diperbarui (terutama tenaga surya dan tenaga angin), ajuan untuk teknologi bahan bakar fosil yang lebih bersih, dan pertimbangan untuk perluasan pemakaian tenaga nuklir (beberapa pembangkit listrik tenaga nuklir justru mengalami bencana).[256][257][258] Lihat pulaTopik sejarahSejarah menurut periodeSejarah menurut wilayahReferensiCatatan kaki
Referensi
Bibliografi
Pranala luar
|