Krisis Abad Ketiga (235–284 M), juga dikenal sebagai Anarki Militer atau Krisis Kekaisaran Romawi, adalah periode kekacauan besar dalam Kekaisaran Romawi yang ditandai dengan serangkaian invasi eksternal, perang saudara, pemberontakan, wabah penyakit, dan krisis ekonomi. Krisis ini memuncak dengan kehancuran struktur pemerintahan kekaisaran yang stabil dan hampir menyebabkan runtuhnya kekaisaran.
Latar Belakang
Pada awal abad ke-3, Kekaisaran Romawi mencapai puncak ekspansi dan stabilitas di bawah dinasti Severan. Namun, setelah kematian Kaisar Alexander Severus pada tahun 235 M, yang terbunuh oleh pasukannya sendiri, kekaisaran memasuki periode ketidakstabilan politik. Pergantian kekuasaan menjadi sangat sering, dan kebanyakan kaisar yang diangkat berasal dari kalangan militer.
Kaisar-kaisar yang memerintah selama periode ini sering kali memerintah hanya selama beberapa bulan atau tahun sebelum digantikan melalui pembunuhan atau kudeta. Kekaisaran menghadapi tekanan dari invasi oleh suku-suku barbar di perbatasan, pemberontakan di provinsi-provinsi, serta ketidakstabilan internal akibat perang saudara.
Penyebab Krisis
Beberapa faktor menyebabkan terjadinya Krisis Abad Ketiga:
Krisis Suksesi: Setelah kematian Alexander Severus, tidak ada sistem suksesi yang jelas di Kekaisaran Romawi. Hal ini menyebabkan serangkaian kaisar yang dipilih oleh tentara dan bukan berdasarkan garis keturunan yang sah, sehingga sering kali terjadi perebutan kekuasaan di antara para jenderal.
Tekanan Barbar: Kekaisaran menghadapi invasi besar-besaran dari berbagai suku barbar, termasuk Goth dan Frank dari utara, serta serangan Sassanid Persia dari timur. Pada saat yang sama, ada juga ancaman dari suku Alemanni dan bangsa-bangsa lain di sepanjang perbatasan Rhine dan Danube.
Krisis Ekonomi: Kekaisaran mengalami inflasi yang tak terkendali dan kemerosotan ekonomi, yang diperparah oleh meningkatnya kebutuhan untuk membiayai perang dan mempertahankan perbatasan. Devaluasi koin, pajak tinggi, dan sistem perdagangan yang runtuh mengakibatkan penderitaan besar di kalangan penduduk Romawi.
Wabah: Wabah Antoninus yang terjadi pada abad sebelumnya, serta wabah-wabah lain, mengurangi populasi kekaisaran secara signifikan, melemahkan angkatan kerja, dan membuat pasukan militer semakin sulit direkrut.
Ketidakstabilan Politik: Kaisar-kaisar sering kali diangkat oleh pasukan militer dan harus terus-menerus menghadapi ancaman kudeta. Ini menciptakan situasi di mana banyak jenderal memutuskan untuk memberontak dan memproklamirkan diri sebagai kaisar, menciptakan perang saudara terus-menerus.
Perang Saudara dan Perebutan Kekuasaan
Selama periode ini, lebih dari 20 kaisar memerintah Kekaisaran Romawi dalam waktu kurang dari 50 tahun. Beberapa kaisar yang paling signifikan dalam periode ini antara lain:
Maximinus Thrax (235–238 M), seorang jenderal tentara yang diangkat menjadi kaisar oleh pasukannya. Ia adalah kaisar pertama dari periode ini dan mewakili awal ketidakstabilan politik yang akan berlanjut selama beberapa dekade.
Gordianus III (238–244 M), seorang kaisar muda yang memerintah dalam periode singkat dan menghadapi tekanan besar dari serangan Persia.
Valerianus (253–260 M), yang ditangkap oleh bangsa Persia di bawah kepemimpinan Shapur I dan dipermalukan sebagai tawanan perang, peristiwa ini menimbulkan aib besar bagi Romawi.
Gallienus (253–268 M), yang berusaha memulihkan stabilitas tetapi harus menghadapi invasi barbar serta pemberontakan di berbagai wilayah.
Dampak dan Akibat Krisis
Fragmentasi Kekaisaran: Krisis ini juga menyebabkan kekaisaran terpecah menjadi tiga bagian besar selama beberapa dekade:
Kekaisaran Gallic di barat (260–274 M), yang mencakup wilayah Galia, Spanyol, dan Britania, memisahkan diri dari kekuasaan pusat di Roma.
Kekaisaran Romawi Timur atau Kekaisaran Palmyrene, yang berpusat di bawah kekuasaan Ratu Zenobia di Palmyra, menguasai sebagian besar provinsi timur, termasuk Mesir dan Suriah.
Kekaisaran Romawi Tengah, di bawah kendali kaisar yang berpusat di Italia, mengalami kesulitan mempertahankan kendali penuh atas wilayahnya.
Reformasi Diokletianus: Krisis ini akhirnya diakhiri oleh Kaisar Diokletianus, yang memerintah dari tahun 284 M hingga 305 M. Diokletianus melakukan berbagai reformasi besar-besaran, termasuk membagi kekuasaan menjadi Tetrarki, di mana empat kaisar memerintah kekaisaran secara bersamaan. Ia juga memperkuat birokrasi, mereformasi ekonomi, dan memperbarui sistem militer.
Akhir Krisis
Dengan kebijakan Diokletianus, kekaisaran berhasil dipulihkan dari kekacauan dan memasuki fase baru dalam sejarahnya. Meskipun ancaman dari luar dan ketidakstabilan internal tidak sepenuhnya hilang, sistem Tetrarki memberikan stabilitas yang cukup hingga awal abad ke-4, di mana Kekaisaran Romawi mulai pulih dari trauma Krisis Abad Ketiga.
Referensi
Jones, A.H.M. The Decline of the Ancient World. London: Longman, 1966.
Southern, Pat. The Roman Empire from Severus to Constantine. London: Routledge, 2001.
Ando, Clifford. Imperial Rome AD 193 to 284: The Critical Century. Edinburgh: Edinburgh University Press, 2012.
Catatan
Daftar pustaka
Olivier Hekster, Rome and its Empire, AD 193-284 (Edinburgh 2008) ISBN 978-0-7486-2303-7
Klaus-Peter Johne (ed.), Die Zeit der Soldatenkaiser (Akademie Verlag, Berlin 2008).
Alaric Watson, Aurelian and the Third Century (Taylor & Francis, 2004) ISBN 0-415-30187-4
John F. White, Restorer of the World: The Roman Emperor Aurelian (Spellmount, 2004) ISBN 1-86227-250-6
H. St. L. B. Moss, The Birth of the Middle Ages (Clarendon Press, 1935, reprint Oxford University Press, January, 2000) ISBN 0-19-500260-1
Ferdinand Lot, End of the Ancient World and the Beginnings of the Middle Ages (Harper Torchbooks Printing, New York, 1961. First English printing by Alfred A. Knopf, Inc., 1931).