Pedro Álvares Cabral
Pedro Álvares Cabral[A] (pengucapan bahasa Portugis: [ˈpeðɾu ˈaɫvɐɾɨʃ kɐˈβɾaɫ] atau bahasa Portugis Brasil: [ˈpedɾu ˈawvaɾis kaˈbɾaw]; ca 1467 atau 1468 – ca 1520) adalah seorang penjelajah, navigator, komandan militer, dan bangsawan Portugis yang dipandang sebagai penemu Brasil. Cabral melakukan eksplorasi besar yang pertama di pesisir timur laut Amerika Selatan dan mengklaimnya untuk Portugal. Meskipun detail dari kehidupan awal Cabral tidak jelas, ia diketahui berasal dari suatu keluarga bangsawan rendah dan menerima pendidikan yang baik. Ia ditunjuk sebagai pimpinan suatu ekspedisi ke India pada tahun 1500, setelah dibukanya rute baru oleh Vasco da Gama di sekitar Afrika. Tujuannya adalah agar dapat kembali dengan rempah-rempah berharga dan membangun hubungan perdagangan di India—untuk memotong jalur monopoli perdagangan rempah-rempah yang dikuasai para pedagang Arab, Turki, dan Italia. Meskipun ekspedisi sebelumnya yang dilakukan Vasco da Gama ke India, sesuai rute lautnya, mencatat tanda-tanda adanya daratan di bagian barat Samudra Atlantik selatan (pada tahun 1497), Cabral dipandang sebagai kapten pertama yang pernah menjamah empat benua, memimpin ekspedisi pertama yang mempertemukan Eropa, Afrika, Amerika, dan Asia.[2] Armada lautnya yang terdiri dari 13 kapal berlayar jauh ke Samudra Atlantik barat, mungkin disengaja, menuju tempat ia melakukan pendaratan pada apa yang awalnya ia anggap sebagai sebuah pulau besar. Karena daratan baru tersebut berada dalam ruang lingkup Portugis berdasarkan Perjanjian Tordesillas, Cabral mengklaimnya untuk Kerajaan Portugis. Ia menjelajahi pesisirnya, menyadari bahwa daratan luas itu kemungkinan sebuah benua, dan mengirim satu kapal untuk memberitahukan penemuan wilayah baru itu kepada Raja Manuel I. Benua tersebut adalah Amerika Selatan, dan daratan yang telah ia klaim untuk Portugal kelak dikenal sebagai Brasil. Armada lautnya mengangkut perbekalan dan kemudian berbalik ke arah timur untuk melanjutkan perjalanan menuju India. Badai di Atlantik selatan menyebabkan ia kehilangan sejumlah kapal, dan enam kapal yang tersisa pada akhirnya bertemu di Selat Mozambik sebelum melanjutkan perjalanan menuju Kalikut di India. Cabral mulanya berhasil menegosiasikan hak-hak perdagangan, namun para pedagang Arab melihat ekspedisi Portugal sebagai ancaman bagi monopoli mereka serta mencetuskan suatu serangan gabungan oleh kaum Arab dan India pada entrepôt Portugis. Banyak korban jatuh di pihak Portugis dan fasilitas-fasilitas mereka hancur. Cabral membalasnya dengan menjarah dan membakar armada kapal Arab, lalu membombardir kota tersebut sebagai pembalasan karena penguasanya tidak memberikan penjelasan mengenai serangan tak terduga itu. Dari Kalikut ekspedisi Portugis berlayar menuju Kerajaan Cochin, negara kota India lainnya; Cabral menjalin persahabatan dengan penguasa kerajaan itu dan memuati kapal-kapalnya dengan rempah-rempah yang dicari sebelum kembali ke Eropa. Meskipun kehilangan cukup banyak kapal dan nyawa manusia, pelayaran Cabral dianggap sebagai suatu kesuksesan sekembalinya ia ke Portugal. Keuntungan luar biasa yang dihasilkan dari penjualan rempah-rempah memperkuat keuangan Kerajaan Portugis dan membantu meletakkan dasar dari suatu Imperium Portugal yang kelak membentang dari Benua Amerika hingga Timur Jauh.[B] Di kemudian hari Cabral dilangkahi, mungkin sebagai akibat dari percekcokan dengan Manuel I, ketika suatu armada baru dihimpun untuk membangun keberadaan yang lebih kuat di India. Karena kehilangan dukungan sang raja, ia mengundurkan diri untuk menjalani suatu kehidupan pribadi, yang tentangnya hanya terdapat sedikit catatan yang masih terlestarikan. Pencapaian-pencapaiannya kebanyakan menghilang dalam ketidakjelasan selama lebih dari 300 tahun. Beberapa dasawarsa setelah kemerdekaan Brasil dari Portugal pada abad ke-19, reputasi Cabral mulai direhabilitasi oleh Kaisar Pedro II dari Brasil. Para sejarawan telah lama memperdebatkan apakah Cabral adalah penemu Brasil, dan apakah penemuan itu terjadi secara kebetulan atau terencana. Pertanyaan pertama telah terjawab melalui hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa kehadiran-kehadiran singkat para penjelajah sebelum Cabral di sana jelas disadari pada saat itu, tetapi tidak memberikan kontribusi apapun pada perkembangan masa depan dan sejarah daratan yang kelak menjadi Brasil, satu-satunya negara berbahasa Portugis di Benua Amerika. Mengenai pertanyaan kedua, tidak ada konsensus definitif yang telah terbentuk, dan hipotesis penemuan terencana tidak memiliki bukti kuat. Namun demikian, kendati ia dibayang-bayangi oleh para penjelajah sezamannya, saat ini Cabral dipandang sebagai seorang tokoh utama Abad Penjelajahan. Kehidupan awalHanya sedikit hal yang dapat dipastikan mengenai kehidupan Pedro Álvares Cabral sebelum, atau sesudah, pelayarannya yang menyebabkan ditemukannya Brasil. Ia lahir pada tahun 1467 atau 1468—tahun yang pertama disebutkan adalah yang paling mungkin[3][4]—di Belmonte, sekitar 30 kilometer (19 mi) dari Covilhã masa kini di Portugal tengah.[5] Ia adalah anak laki-laki dari Fernão Álvares Cabral dan Isabel Gouveia—salah seorang dari lima putra dan enam putri dalam keluarga mereka.[6] Cabral dibaptis dengan nama Pedro Álvares de Gouveia dan baru di kemudian hari, diduga setelah kakak laki-lakinya wafat pada tahun 1503,[7] ia mulai menggunakan nama keluarga ayahnya.[C][8][9] Lambang keluarganya bergambar dua kambing ungu dengan latar suatu bidang warna perak. Ungu merepresentasikan kesetiaan, dan kambing-kambing berasal dari nama keluarganya (cabral berkaitan dengan kambing-kambing dalam bahasa Indonesia).[3] Namun, hanya kakak laki-lakinya yang berhak menggunakan lambang keluarga tersebut.[10] Tradisi keluarga menyebutkan bahwa Cabrais merupakan keturunan dari Karanos (Caranus), yang menurut legenda adalah raja pertama Makedonia. Karanos sendiri dianggap sebagai salah seorang keturunan generasi ke-7 dari Herkules, manusia setengah dewa dalam mitologi klasik.[D] Terlepas dari adanya mitos-mitos, sejarawan James McClymont meyakini bahwa legenda keluarga lainnya kemungkinan menyimpan petunjuk tentang asal-usul sebenarnya keluarga Cabral. Menurut tradisi tersebut, Cabrais berasal dari seorang klan Kastilia bernama Cabreiras (cabra merupakan kata Spanyol untuk kambing) yang menggunakan lambang serupa.[E] Keluarga Cabral menjadi terkenal selama abad ke-14. Álvaro Gil Cabral (ayah dari kakek buyut Cabral dan seorang komandan militer di perbatasan) adalah salah seorang dari sedikit bangsawan Portugis yang tetap setia kepada Dom João I, Raja Portugal selama peperangan melawan Raja Kastilia. Sebagai penghargaan, João I menganugerahkan wilayah kekuasaan herediter Belmonte.[11] Dibesarkan sebagai seorang anggota keluarga bangsawan rendah,[12][13] Cabral dikirim ke istana Raja Dom Afonso V pada tahun 1479 saat usianya sekitar 12 tahun. Ia menerima pendidikan dalam bidang humaniora serta belajar memanggul senjata dan bertarung.[14] Ia mungkin berusia sekitar 17 tahun pada tanggal 30 Juni 1484 ketika ia diberi gelar moço fidalgo (bangsawan muda; suatu gelar minor yang biasanya diberikan kepada para bangsawan muda) oleh Raja Dom João II.[14] Catatan-catatan seputar tindakan-tindakannya sebelum tahun 1500 sangat fragmentaris, tetapi Cabral mungkin berkampanye di Afrika Utara, sebagaimana juga yang telah dilakukan para leluhurnya dan seperti yang lazim dilakukan oleh para bangsawan muda pada zamannya.[15] Raja Dom Manuel I, yang telah naik takhta dua tahun sebelumnya, memberikan kepadanya tunjangan tahunan senilai 30.000 reais sejak tanggal 12 April 1497.[16][17] Pada saat yang sama ia juga diberikan gelar fidalgo (bangsawan) dalam Dewan Raja dan disebut sebagai seorang Ksatria Ordo Kristus.[17] Tidak ada citra kontemporer ataupun deskripsi fisik terperinci mengenai Cabral. Diketahui bahwa ia berpostur tegap[18] dan sama tinggi dengan ayahnya, yaitu 190 meter (623,4 ft).[19] Karakter Cabral dideskripsikan sebagai sangat terpelajar, sopan,[20] arif,[21] dermawan, toleran dengan seteru,[9] bersahaja,[18] tetapi juga terlalu percaya diri[20] dan terlalu khawatir dengan respek yang ia rasakan sebagai tuntutan posisi dan kehormatannya.[22] Ditemukannya BrasilPanglima armada kapalPada tanggal 15 Februari 1500, Cabral ditunjuk sebagai Capitão-mor (secara harfiah Kapten-Mayor, atau panglima) dari suatu armada kapal yang berlayar ke India.[23] Kerajaan Portugis pada waktu itu memiliki kebiasaan menunjuk para bangsawan untuk memegang komando militer dan angkatan laut, terlepas dari pengalaman ataupun kompetensi profesional.[24] Kasus ini yang terjadi pada kapten-kapten semua kapal di bawah komando Cabral—kebanyakan adalah bangsawan sebagaimana dirinya.[25] Praktik tersebut memiliki potensi masalah yang nyata, karena otoritas dapat dengan mudah diberikan pada orang yang sangat tidak kompeten dan tidak layak, kendati juga dapat jatuh pada pemimpin-pemimpin berbakat seperti Afonso de Albuquerque atau Dom João de Castro.[26] Hanya terdapat sedikit detail yang masih terlestarikan hingga sekarang mengenai kriteria yang digunakan pemerintah Portugis dalam memilih Cabral sebagai pimpinan ekspedisi India. Dalam dekret kerajaan yang menyebutnya sebagai panglima, satu-satunya alasan yang diberikan adalah "jasa-jasa dan pelayanan". Tidak ada hal lain yang diketahui mengenai kualifikasi-kualifikasi tersebut.[27] Sejarawan William Greenlee berpendapat bahwa Raja Manuel I "tentu saja telah mengenalnya dengan baik di istana". Bahwa, bersama dengan "kedudukan keluarga Cabral, loyalitas mereka yang tidak diragukan lagi pada Kerajaan, penampilan personal Cabral, serta kemampuan yang telah ia tunjukkan di istana dan dalam dewan merupakan faktor-faktor penting".[28] Faktor lain yang menguntungkannya mungkin juga pengaruh dua saudaranya yang duduk dalam Dewan Raja.[28] Mengingat adanya intrik politik di istana pada saat itu, Cabral mungkin termasuk bagian dari suatu faksi yang menstimulasi pengangkatannya.[28] Sejarawan Malyn Newitt meyakini adanya semacam manuver tersembunyi dan mengatakan bahwa dipilihnya Cabral "merupakan upaya yang disengaja untuk menyeimbangkan kepentingan faksi-faksi tandingan dari para keluarga bangsawan, karena ia tampaknya tidak memiliki kualitas lain yang merekomendasikannya dan tidak ada pengalaman yang diketahui dalam mengomando ekspedisi-ekspedisi besar".[29] Cabral menjadi kepala militer, sementara para navigator yang jauh lebih berpengalaman diperbantukan dalam ekspedisi tersebut untuk menolongnya dalam hal-hal terkait angkatan laut.[30] Yang terpenting di antara mereka yaitu Bartolomeu Dias, Diogo Dias, dan Nicolau Coelho.[31] Bersama dengan kapten-kapten lainnya, mereka mengomandoi 13 kapal[32] dan 1.500 orang.[33] Dalam kontingen tersebut terdapat 700 prajurit, kendati sebagian besar adalah rakyat biasa yang tidak terlatih atau tidak memiliki pengalaman sebelumnya dalam pertempuran.[34] Armadanya terbagi menjadi dua divisi. Divisi pertama terdiri dari 9 nau (kerakah) dan 2 karavel bundar (karavel layar persegi), berlayar menuju Kalikut (saat ini lebih sering dikenal dengan nama Kozhikode) di India dengan tujuan membangun hubungan perdagangan dan mendirikan suatu feitoria. Divisi kedua terdiri dari 1 nau dan 1 karavel bundar, berlayar menuju pelabuhan Sofala yang sekarang berada di Mozambik.[35] Sebagai imbalan memimpin armada, Cabral berhak atas 10.000 cruzado (mata uang lama Portugis yang setara dengan sekitar 35 kg emas) dan hak untuk membeli 30 ton (33 ton pendek; 30 ton panjang) lada dengan biaya sendiri untuk dibawa kembali ke Eropa. Lada tersebut kemudian dapat dijual kembali, bebas pajak, kepada Kerajaan Portugis.[36] Ia juga diizinkan untuk mengimpor 10 peti rempah-rempah jenis apapun yang lain, bebas bea.[36] Walaupun perjalanannya sangat berbahaya, Cabral memiliki prospek untuk menjadi orang yang sangat kaya apabila ia kembali dengan selamat ke Portugal bersama kargonya. Pada masa tersebut rempah-rempah langka di Eropa dan sangat sering dicari.[36] Sebelumnya suatu armada pernah sampai ke India dengan mengelilingi Afrika. Ekspedisi tersebut dipimpin oleh Vasco da Gama dan kembali ke Portugal pada tahun 1499.[37] Selama beberapa dasawara, Portugal telah berupaya mencari suatu rute alternatif menuju Timur, dengan maksud menghindari Laut Mediterania yang berada di bawah kendali Republik Maritim Italia dan Kekaisaran Ottoman. Ekspansionisme Portugal pertama-tama mengarah pada suatu rute menuju India, dan kelak pada kolonisasi di seluruh dunia. Suatu hasrat untuk menyebarkan Kekristenan Katolik di tanah-tanah pagan merupakan faktor lainnya yang memotivasi eksplorasi. Terdapat juga suatu tradisi panjang mendesak mundur kaum Muslim, yang bermula dari perjuangan Portugal demi kebangsaan melawan orang Moor. Pertarungan itu pertama-tama meluas ke Afrika Utara dan akhirnya ke subbenua India. Satu ambisi tambahan yang memotivasi para penjelajah yaitu pencarian figur mitologis yang disebut Prester Yohanes—seorang raja Kristen yang berpengaruh yang bersamanya dikatakan dapat dibentuk suatu aliansi melawan kaum Muslim. Lambat laun, Kerajaan Portugis mencari suatu andil dalam perdagangan Afrika Barat yang menguntungkan atas budak-budak dan emas, serta perdagangan rempah India.[38] Keberangkatan dan kedatangan di daratan baruArmada kapal di bawah komando Cabral yang berusia 32–33 tahun itu berangkat dari Lisboa pada siang hari tanggal 8 Maret 1500. Pada hari sebelumnya telah diadakan acara pengutusan publik yang mencakup Misa serta perayaan-perayaan yang dihadiri oleh Raja, kalangan istana, dan keramaian massa.[39] Pada pagi hari tanggal 14 Maret, armada tersebut melintasi Gran Canaria, di Kepulauan Canaria.[40][41] Lalu melanjutkan pelayaran menuju Tanjung Verde, suatu koloni Portugis yang terletak di pesisir Afrika Barat, yang dicapai pada tanggal 22 Maret.[40][42] Hari berikutnya, satu nau yang berisikan 150 orang dan dikomandoi oleh Vasco de Ataíde menghilang tanpa jejak.[43] Armada Cabral melintasi Ekuator pada tanggal 9 April, dan berlayar ke arah barat sejauh mungkin dari Benua Afrika dengan menggunakan teknik navigasi yang dikenal sebagai volta do mar (secara harfiah "pemutaran laut").[44][45] Rumput laut terlihat pada tanggal 21 April, yang menyebabkan para pelaut yakin bahwa mereka hampir mencapai pantai. Mereka terbukti benar pada siang hari esoknya, hari Rabu tanggal 22 April 1500, ketika armada tersebut berlabuh di dekat gunung yang dinamakan Cabral Monte Pascoal ("Gunung Paskah", kala itu adalah minggu Paskah). Monte Pascoal berlokasi di pantai timur laut Brasil masa kini.[46] Bangsa Portugis mendapati adanya penduduk yang menghuni pesisir tersebut, dan semua kapten kapal berkumpul di atas kapal pemimpin yang dinakhodai Cabral pada tanggal 23 April.[47] Cabral memerintahkan Nicolau Coelho, seorang kapten yang memiliki pengalaman dari pelayaran Vasco da Gama ke India, untuk turun ke darat dan mengadakan kontak. Coelho lalu menginjakkan kaki di daratan tersebut dan bertukar cendera mata dengan penduduk asli.[48] Sekembalinya ia ke kapal, Cabral memimpin armada ke arah utara; setelah menempuh perjalanan sejauh 65 kilometer (40 mi) di sepanjang pantai, armadanya berlabuh pada tanggal 24 April di tempat yang diberi nama Porto Seguro ("Pelabuhan Aman") oleh sang panglima.[49] Tempat itu merupakan pelabuhan alam, dan Afonso Lopes (pandu atau pilot kapal pemimpin) membawa dua orang penduduk asli ke atas kapal untuk berunding dengan Cabral.[50] Sebagaimana yang terjadi saat kontak pertama, pertemuan tersebut berlangsung dalam suasana bersahabat dan Cabral memberikan hadiah-hadiah kepada penduduk setempat itu.[51] Para penduduk di sana merupakan para pemburu-pengumpul zaman batu, yang diberi label generik "orang Indian" oleh bangsa Eropa. Kaum prianya mengumpulkan makanan dengan cara berburu, mengail, dan menelusuri wilayah tertentu untuk mencari bahan pangan, sementara kaum wanitanya mengelola pertanian skala kecil. Mereka terbagi dalam suku-suku yang saling bersaing dengan ragam sangat banyak. Suku yang dijumpai Cabral adalah Tupiniquim.[52] Beberapa dari kelompok-kelompok ini nomaden dan yang lainnya menetap—yang memiliki pengetahuan tentang api tetapi logam tidak. Terdapat sedikit suku yang mempraktikkan kanibalisme.[53] Pada tanggal 26 April, karena semakin banyak kaum pribumi yang menunjukkan sikap ramah dan penasaran menampakkan diri, Cabral memerintahkan orang-orangnya untuk membangun sebuah altar di daerah pedalaman agar dapat diselenggarakan Misa Kristen—yang pertama dirayakan di atas tanah yang kelak menjadi Brasil. Ia sendiri turut berpartisipasi bersama dengan para awak kapal.[54] Hari-hari selanjutnya dihabiskan dengan kegiatan menimbun air, makanan, kayu, dan perbekalan lainnya. Bangsa Portugis juga membangun sebuah salib besar dari kayu—mungkin panjangnya 7 meter (23 ft). Cabral memastikan bahwa daratan baru ini terletak di sebelah timur garis demarkasi antara Portugal dan Spanyol yang ditentukan dalam Perjanjian Tordesillas, dengan demikian berada dalam cakupan yang dialokasikan bagi Portugal. Untuk meresmikan klaim Portugal atas daratan ini, salib kayu tersebut didirikan dan ibadah religius kedua diselenggarakan pada tanggal 1 Mei.[49][55] Untuk menghormati salib tersebut, Cabral menamakan daratan yang baru ditemukan ini Ilha de Vera Cruz (Pulau Salib Sejati).[56] Keesokan harinya sebuah kapal suplai di bawah komando Gaspar de Lemos[57][58] atau André Gonçalves[59] (sumber-sumber yang dikutip berbeda dalam hal siapa yang diutus)[60] kembali ke Portugal untuk memberi kabar kepada Raja tentang penemuan ini. Pelayaran ke IndiaTragedi di Afrika selatanArmada Cabral melanjutkan pelayarannya pada tanggal 2[61] atau 3[59] Mei 1500 dengan menyusuri pesisir timur Amerika Selatan. Cabral merasa yakin bahwa ia telah menemukan seluruh benua, bukan sebuah pulau.[62] Sekitar tanggal 5 Mei, armadanya berbelok ke arah timur menuju Afrika.[62] Pada tanggal 23[62] atau 24[58] Mei mereka dihadang badai di zona tekanan tinggi Atlantik Selatan, yang mengakibatkan hilangnya empat kapal. Lokasi tepat bencana ini tidak diketahui—spekulasi berkisar dari dekat Tanjung Harapan di ujung selatan Benua Afrika[62] sampai "dalam jarak pandang pantai Amerika Selatan".[63] Tiga nau dan satu karavel yang dikomandoi oleh Bartolomeu Dias—orang Eropa pertama yang sampai di Tanjung Harapan pada tahun 1488—karam, dan 380 orang hilang.[64] Kapal-kapal yang tersisa, karena terhalang oleh cuaca buruk dan temberang (tali-temali kapal) yang rusak, saling terpencar. Satu kapal yang terpisahkan, yang dikomandoi oleh Diogo Dias, bergerak maju sendirian,[65] sementara enam kapal lainnya berhasil berkumpul kembali. Mereka terkumpul dalam dua formasi, dan kelompok Cabral berlayar ke timur, melintasi Tanjung Harapan. Setelah memperbaiki posisi dan mengamati daratan, mereka berbelok ke utara dan mendarat pada suatu lokasi di Kepulauan Primeiras dan Segundas, di Afrika Timur dan utara Sofala.[65][66] Armada utama tetap berada di dekat Sofala selama sepuluh hari untuk melakukan perbaikan kapal.[65][67] Ekspedisi kemudian berlanjut ke utara, dan pada tanggal 26 Mei sampai di Kilwa Kisiwani, tempat Cabral mengalami kegagalan dalam menegosiasikan suatu perjanjian dengan rajanya.[68] Dari Kilwa Kisiwani, armada Cabral bertolak menuju Malindi, yang dicapai pada tanggal 2 Agustus. Cabral berjumpa dengan rajanya, yang dengannya Cabral menjalin hubungan baik dan bertukar hadiah. Para pandu direkrut di Malindi demi putaran akhir menuju India dan setelah itu armada melanjutkan pelayarannya. Mereka kemudian sampai di Anjadip, sebuah pulau yang sering dikunjungi kapal-kapal untuk mendapatkan pasokan dalam perjalanan menuju Kalikut. Di sini kapal-kapal mereka bersandar di pantai, didempul dan ditambal kembali, serta dicat. Pengaturan akhir juga dipersiapkan untuk mengantisipasi perjumpaan dengan penguasa Kalikut.[69] Pembunuhan massal di KalikutSetelah meninggalkan Anjadip, armada Cabral tiba di Kalikut pada tanggal 13 September.[70] Cabral berhasil melakukan negosiasi dengan Zamorin (atau "Samutiri"; gelar penguasa Kalikut) dan memperoleh izin untuk membangun sebuah faktori (pos perdagangan) dan sebuah gudang.[71] Dengan harapan dapat meningkatkan hubungan lebih jauh, atas permintaan Zamorin, Cabral mengirim orang-orangnya dalam sejumlah misi militer.[F] Namun, pada tanggal 16[72] atau 17[73] Desember, faktori tersebut mendapat serangan kejutan oleh sekitar 300[72] (menurut laporan lainnya kemungkinan sebanyak beberapa ribu)[71] orang Muslim Arab dan Hindu India. Meski dilakukan pertahanan yang tanpa harapan oleh para pemanah dengan busur silang, lebih dari 50 orang Portugis terbunuh.[G][72][74] Mereka yang berhasil bertahan segera mundur ke kapal-kapal, sebagian di antaranya dengan berenang. Karena mengira bahwa serangan itu disebabkan hasutan yang tidak benar oleh para pedagang Arab yang cemburu, Cabral menunggu 24 jam untuk mendapatkan penjelasan dari sang penguasa Kalikut, namun permintaan maaf tidak kunjung datang.[75] Orang-orang Portugis yang marah karena serangan terhadap faktori mereka, dan tewasnya rekan-rekan mereka, merebut 10 kapal dagang Arab yang sedang berlabuh di pelabuhan. Sekitar 600 awak mereka[74] terbunuh dan kargo-kargo yang disita dibakar.[73][76] Cabral juga memerintahkan kapal-kapalnya untuk membombardir Kalikut selama satu hari sebagai pembalasan atas dilanggarnya perjanjian.[73][76] Pembunuhan massal tersebut dipersalahkan antara lain karena rasa permusuhan bangsa Portugis terhadap kaum Muslim, yang telah berkembang selama berabad-abad konflik dengan bangsa Moor di semenanjung Iberia dan Afrika Utara.[77] Selain itu, bangsa Portugis berketetapan untuk mendominasi perdagangan rempah-rempah dan tidak bermaksud membiarkan persaingan berkembang. Bangsa Arab sendiri juga tidak berkeinginan membiarkan bangsa Portugis mematahkan monopoli mereka atas akses menuju rempah-rempah. Bangsa Portugis telah mengawali usahanya dengan mendesak untuk diberikan perlakuan istimewa dalam setiap aspek perdagangan. Surat dari Raja Manuel I yang dibawa oleh Cabral kepada penguasa Kalikut, yang diterjemahkan oleh para penerjemah Arab dari pihak sang penguasa, meminta pengecualian atas para pedagang Arab. Para pedagang Muslim meyakini bahwa mereka akan kehilangan kesempatan berdagang maupun mata pencaharian mereka,[78] dan berupaya untuk mempengaruhi penguasa Hindu untuk melawan bangsa Portugis. Bangsa Arab dan Portugis saling menaruh rasa curiga yang sangat besar atas setiap tindakan masing-masing pihak.[79] Sejarawan William Greenlee mengatakan kalau bangsa Portugis menyadari bahwa "mereka sedikit jumlahnya dan bahwa mereka yang datang ke India dengan armada-armadanya di kemudian hari akan selalu berada dalam posisi kalah secara jumlah; sehingga pengkhianatan ini perlu dihukum dengan cara yang sedemikian tegas agar bangsa Portugis ditakuti dan dihormati di kemudian hari. Keunggulan artileri merekalah yang memungkinkan mereka untuk mencapai tujuan ini." Dengan demikian, mereka menciptakan suatu preseden yang membentuk perilaku Eropa di Asia selama abad-abad berikutnya.[81] Kembali ke EropaPeringatan-peringatan dalam laporan perjalanan Vasco da Gama ke India telah mendorong Raja Manuel I untuk memberikan pengarahan kepada Cabral mengenai pelabuhan lain di bagian selatan Kalikut yang juga memungkinkannya berdagang. Kota itu adalah Kochi, dan armada Cabral berlayar menuju ke sana, mencapainya pada tanggal 24 Desember.[82] Kochi secara nominal adalah suatu vasal dari Kalikut, serta dipengaruhi oleh kota-kota India lainnya. Kochi sangat ingin memperoleh kemerdekaan, dan bangsa Portugis tidak segan untuk mengeksploitasi keterpecahan India—sebagaimana kelak dilakukan Britania tiga ratus tahun kemudian. Taktik itu nantinya memastikan hegemoni Portugis atas wilayah tersebut.[82] Cabral menjalin aliansi dengan penguasa Kochi, serta dengan para penguasa kota-kota India lainnya, dan berhasil mendirikan sebuah faktori. Pada akhirnya, setelah sarat dengan rempah-rempah berharga, armadanya pergi menuju Kannur untuk perdagangan lebih lanjut sebelum memulai perjalanannya kembali ke Portugal pada tanggal 16 Januari 1501.[83] Ekspedisi Cabral bertolak menuju pantai timur Afrika. Kemudian salah satu kapalnya terdampar di suatu gosong pasir dan mulai tenggelam. Karena tidak ada ruang lagi di kapal-kapal yang lain, muatannya jadi hilang dan Cabral memerintahkan agar kerakah tersebut dibakar.[84] Armada itu lalu melanjutkan perjalanan ke Pulau Mozambik (sisi timur laut Sofala), dalam rangka memuat perbekalan dan mempersiapkan kapal-kapal untuk melewati pelintasan sulit di sekitar Tanjung Harapan.[85] Satu karavel diutus ke Sofala, untuk tujuan lainnya dari ekspedisi ini. Karavel kedua, yang dianggap sebagai kapal tercepat dalam armada dan dikapteni oleh Nicolau Coelho, diutus untuk maju di depan demi memberitahukan Raja atas kesuksesan pelayaran ini. Kapal ketiga, yang dikomandoi oleh Pedro de Ataíde, menjadi terpisah dari armada setelah meninggalkan Mozambik.[85] Pada tanggal 22 Mei, armada Cabral—sekarang telah berkurang hingga tinggal dua kapal—mengitari Tanjung Harapan.[86] Mereka tiba di Beseguiche (sekarang Dakar, letaknya dekat Tanjung Verde) pada tanggal 2 Juni. Di sana mereka tidak hanya berjumpa dengan karavel Nicolau Coelho tetapi juga nau yang dikapteni oleh Diogo Dias—yang telah hilang lebih dari setahun setelah bencana di Atlantik Selatan. Nau tersebut telah melewati sejumlah petualangannya sendiri,[H] serta saat itu berada dalam kondisi buruk dengan hanya tersisa tujuh orang sakit dan kurang gizi di atas kapal—salah seorang dari mereka sedemikian lemah sehingga ia meninggal karena bahagia ketika melihat kembali rekan-rekannya.[87] Armada lain Portugis juga ditemukan sedang berlabuh di Beseguiche. Setelah Manuel I diberitahu mengenai ditemukannya daratan yang sekarang disebut Brasil, ia mengutus armada lain yang lebih kecil untuk mengeksplorasinya. Salah seorang navigator armada tersebut yaitu Amerigo Vespucci (yang darinya Benua Amerika kelak dinamakan), yang memberitahu Cabral tentang eksplorasinya, mengonfirmasikan bahwa ia memang telah melakukan pendaratan di atas suatu benua sepenuhnya dan bukan sekadar suatu pulau.[88] Karavel Nicolau Coelho adalah yang pertama berangkat dari Beseguiche dan tiba di Portugal pada tanggal 23 Juni.[89] Cabral tinggal di belakang, menunggu kapal Pedro de Ataíde yang hilang dan karavel yang diutus ke Sofala. Akhirnya kedua kapal yang dinanti menampakkan diri, dan Cabral tiba di Portugal pada tanggal 21 Juli 1501 sementara kapal-kapal yang lain tiba pada hari-hari berikutnya.[90] Dari semua kapal dalam ekspedisi Cabral, dua kapal kembali tanpa muatan, lima kapal bermuatan penuh, dan enam kapal hilang. Meski demikian, kargo-kargo yang diangkut oleh armadanya menghasilkan keuntungan hingga 800% bagi Kerajaan Portugis.[91] Setelah dilakukan penjualan, hasil-hasilnya menutup pengeluaran yang dihabiskan dalam memperlengkapi armada, menutup kerugian karena kapal-kapal yang hilang, dan menghasilkan keuntungan bersih yang melebihi total biaya-biaya tersebut.[92] "Tanpa gentar oleh kerugian-kerugian yang belum pernah terjadi sebelumnya yang telah ia alami," kata sejarawan James McClymont, ketika Cabral "mencapai pantai Afrika Timur, mendesak maju demi pemenuhan tugas yang telah dibebankan kepadanya serta mampu menginspirasi para perwira dan orang-orang yang bertahan hidup dengan keberanian serupa."[86] "Hanya sedikit pelayaran menuju Brasil dan India yang dieksekusi dengan sedemikian baik sebagaimana pelayaran Cabral," tegas sejarawan Bailey Diffie,[93] yang meletakkan jalan menuju segera dimulainya "suatu imperium maritim Portugis dari Afrika hingga Timur jauh," dan akhirnya suatu "imperium daratan di Brasil".[61] Kehidupan selanjutnya dan wafatnyaSekembalinya Cabral ke Portugal, Raja Manuel I mulai merencanakan armada lain untuk melakukan perjalanan ke India dan untuk membalas kerugian Portugis di Kalikut. Cabrel terpilih untuk mengomandoi "Armada Pembalasan" ini, sebagaimana armada tersebut dijuluki. Selama delapan bulan Cabral mempersiapkan segala sesuatunya,[94] namun karena alasan yang masih belum jelas, ia dibebastugaskan dari komando.[95] Tampaknya terdapat usulan untuk memberikan navigator lainnya, Vicente Sodré, komando independen atas salah satu bagian dari armada, dan Cabral sangat menentang hal ini.[96] Entah ia diberhentikan[97] atau mengajukan diri untuk dibebastugaskan dari komando,[98] kenyataannya ketika armada tersebut diberangkatkan pada bulan Maret 1502, komandannya adalah Vasco da Gama—seorang keponakan Vicente Sodré dari ibunya—dan bukan Cabral.[99] Diketahui bahwa permusuhan telah berkembang antara suatu faksi pendukung da Gama dan faksi lainnya pendukung Cabral. Pada suatu ketika, Cabral meninggalkan istana untuk selamanya.[94] Sang Raja sedemikian kesal dengan perseteruan itu sampai-sampai menyinggung hal itu di hadapannya dapat berakibat pada pengasingan, sebagaimana dialami oleh salah seorang pendukung da Gama.[100] Meskipun telah kehilangan keberpihakan Manuel I,[95][101] Cabral mampu mengikatkan diri dalam suatu perkawinan yang patut disyukuri pada tahun 1503[100][102] dengan Dona (Lady) Isabel de Castro, seorang wanita bangsawan kaya dan keturunan dari Raja Dom Fernando I dari Portugal.[100] Ibunya merupakan saudari dari Afonso de Albuquerque, salah seorang pemimpin militer terbesar Portugis sepanjang Abad Penjelajahan.[103] Pasangan tersebut memiliki setidaknya empat anak: dua orang putra (Fernão Álvares Cabral dan António Cabral) dan dua orang putri (Catarina de Castro dan Guiomar de Castro).[104] Terdapat dua orang putri lainnya bernama Isabel dan Leonor berdasarkan sumber-sumber lain, yang juga menyebutkan kalau Guiomar, Isabel, dan Leonor bergabung dengan tarekat-tarekat religius.[105] Afonso de Albuquerque berupaya untuk menjadi penengah bagi Cabral dan pada 2 Desember 1514 meminta Manual I agar memaafkannya serta mengizinkannya kembali ke istana, tetapi tidak berhasil.[106] Karena menderita demam kambuhan dan semacam tremor (kemungkinan malaria) sejak pelayarannya,[107] Cabral menarik diri ke Santarém pada tahun 1509. Ia menghabiskan sisa hidupnya di sana.[12][101] Hanya informasi samar yang tersedia mengenai aktivitasnya selama masa tersebut. Menurut sepucuk surat kerajaan tertanggal 17 Desember 1509, Cabral terlibat dalam sengketa atas suatu transaksi terkait properti yang adalah miliknya.[100][108] Surat lain dari tahun yang sama melaporkan kalau ia menerima hak istimewa tertentu, yang tidak dideskripsikan di dalam surat tersebut, berkenaan dengan suatu pelayanan militer.[16][100] Pada tahun 1518, atau mungkin sebelumnya, ia dinaikkan dari fidalgo menjadi ksatria dalam Dewan Raja dan berhak mendapatkan tunjangan bulanan 2.437 reais.[109] Tunjangan itu di luar tunjangan tahunan yang diberikan kepadanya sejak tahun 1497, dan masih dibayarkan.[16] Cabral wafat karena sebab yang tidak jelas, kemungkinan besar pada tahun 1520. Ia dimakamkan di kapela São João Evangelista dalam Convento da Graça di Santarém.[110] PeninggalanRehabilitasi anumertaPemukiman permanen Portugis yang pertama di daratan yang kelak menjadi Brasil adalah São Vicente, yang didirikan oleh Martim Afonso de Sousa pada tahun 1532. Seiring berjalannya waktu, bangsa Portugis perlahan-lahan memperluas perbatasan mereka ke arah barat, menaklukkan lebih banyak daerah dari penduduk asli Amerika maupun bangsa Spanyol. Brasil telah mengamankan sebagian besar perbatasannya yang sekarang pada tahun 1750 dan dipandang oleh Portugal sebagai bagian paling penting dari Imperium maritimnya yang sangat luas. Pada tanggal 7 September 1822, pewaris takhta Raja Portugis Dom João VI memproklamirkan kemerdekaan Brasil dari Portugal dan, sebagai Dom Pedro I, menjadi Kaisar pertamanya.[111][112] Penemuan Cabral, dan bahkan kuburnya di tanah kelahirannya, nyaris terlupakan sama sekali selama rentang waktu 300 tahun sejak ekspedisinya.[111][112] Hal ini mulai berubah sejak tahun 1840-an sewaktu Kaisar Dom Pedro II, penerus dan putra dari Pedro I, mensponsori penelitian dan publikasi terkait ekspedisi dan kehidupan Cabral melalui Institut Sejarah dan Geografi Brasil. Ini merupakan bagian rencana besar yang ambisius dari Kaisar untuk memupuk dan memperkuat suatu rasa nasionalisme di kalangan warga Brasil yang beraneka ragam—memberikan mereka suatu identitas umum dan sejarah sebagai penduduk dari suatu imperium berbahasa Portugis yang unik, yang dikelilingi oleh berbagai Republik Amerika-Hispanik.[113] Kebangkitan awal dalam minat akan Cabral diakibatkan oleh penemuan kembali makamnya pada tahun 1839 oleh sejarawan Brasil Francisco Adolfo de Varnhagen (kelak menjadi Visconde Porto Seguro).[107][114] Situasi yang benar-benar terabaikan yang di dalamnya ditemukan makam Cabral nyaris menyebabkan krisis diplomatik antara Brasil dan Portugal—yang terakhir disebutkan diperintah oleh saudari tertua Pedro II, yaitu Maria II.[115] Pada tahun 1871, Kaisar Brasil—dalam suatu perjalanan ke Eropa—mengunjungi kuburan Cabral dan mengajukan permintaan untuk melakukan penggalian demi studi ilmiah, yang terlaksana pada tahun 1882.[114] Saat penggalian kedua pada tahun 1896, sebuah guci berisi fragmen tulang dan tanah diizinkan untuk dipindahkan. Meskipun jenazahnya masih terbaring di Portugal, guci tersebut akhirnya dibawa ke Katedral Rio de Janeiro di Brasil pada tanggal 30 Desember 1903.[114] Sejak itu Cabral menjadi seorang pahlawan nasional di Brasil.[116] Namun, di Portugal, ia banyak dibayang-bayangi oleh Vasco da Gama rivalnya.[117][118] Sejarawan William Greenlee berpendapat bahwa eksplorasi Cabral adalah penting "bukan hanya karena posisinya dalam sejarah geografi tetapi karena pengaruhnya pada sejarah dan perekonomian periode tersebut." Walaupun ia mengakui kalau beberapa pelayaran memiliki "arti penting yang lebih besar bagi generasi mendatang", ia juga mengatakan kalau "beberapa kurang dihargai pada masa mereka".[119] Namun demikian, sejarawan James McClymont menegaskan bahwa "posisi Cabral dalam sejarah penjelajahan dan penaklukan Portugis tidak dapat dihapuskan terlepas dari supremasi orang-orang yang lebih besar atau lebih beruntung."[120] Ia menyimpulkan bahwa Cabral "akan selalu dikenang dalam sejarah sebagai sang pemimpin, jika bukan sang penemu pertama Brasil".[120] Hipotesis penemuan terencanaTerdapat suatu kontroversi di kalangan akademisi selama lebih dari satu abad berkenaan apakah penemuan Cabral merupakan kebetulan atau intensional. Apabila yang terakhir, itu berarti bahwa bangsa Portugis telah memiliki setidaknya sejumlah petunjuk mengenai keberadaan suatu daratan di sisi barat negerinya. Isu ini pertama kali diangkat oleh Kaisar Pedro II pada tahun 1854 dalam suatu sesi Institut Sejarah dan Geografi Brasil, ketika ia bertanya apakah penemuan itu mungkin intensional.[121] Sampai konferensi tahun 1854, presumsi yang tersebar luas adalah bahwa penemuan itu terjadi karena kebetulan. Karya-karya awal tentang subjek tersebut mendukung pandangan ini, misalnya História do Descobrimento e Conquista da Índia (Sejarah Penjelajahan dan Penaklukan India, diterbitkan pada tahun 1541) karya Fernão Lopes de Castanheda, Décadas da Ásia (Dekade-Dekade Asia, 1552) karya João de Barros, Crônicas do Felicíssimo Rei D. Manuel (Kronik dari D. Manuel yang paling mujur, 1558) karya Damião de Góis, Lendas da Índia (Legenda India, 1561) karya Gaspar Correia,[122] História do Brasil (Sejarah Brasil, 1627) karya frater Vicente do Salvador, dan História da América Portuguesa (Sejarah Amerika Portugis, 1730) karya Sebastião da Rocha Pita.[123] Karya pertama yang membela gagasan intensionalitas diterbitkan pada tahun 1854 oleh Joaquim Noberto de Sousa e Silva, setelah Pedro II membuka perdebatan.[124] Sejak saat itu, sejumlah akademisi menganut pandangan tersebut, termasuk Francisco Adolfo de Varnhagen,[115] Capistrano de Abreu,[115] Pedro Calmon,[125] Fábio Ramos,[126] dan Mário Barata.[127] Sejarawan Hélio Vianna menegaskan bahwa "kendati terdapat tanda-tanda intensionalitas" dalam penemuan Cabral, yang "utamanya didasarkan pada pengetahuan atau kecurigaan sebelumnya atas keberadaan daratan di tepi Atlantik Selatan", tidak terdapat bukti yang tak terbantahkan untuk mendukungnya.[128] Opini ini juga dipegang oleh Thomas Skidmore.[129] Perdebatan mengenai apakah ekspedisi Cabral merupakan suatu pelayaran terencana yang berakhir pada penemuan atau bukan dipandang "tidak relevan" oleh sejarawan Charles R. Boxer.[53] Sejarawan Anthony Smith menyimpulkan bahwa argumentasi-argumentasi yang saling bertentangan itu mungkin tidak akan pernah terselesaikan.[130] Para pendahuluCabral bukan orang Eropa pertama yang "tersandung" di area Brasil masa kini, belum lagi bagian-bagian lain dari Amerika Selatan. Koin-koin Romawi telah ditemukan di Venezuela masa kini, sisi barat laut Brasil, diperkirakan berasal dari kapal-kapal yang hanyut karena badai pada zaman kuno.[131] Orang Nordik pernah sampai di Amerika Utara dan bahkan mendirikan pemukiman-pemukiman, kendati ini berakhir dengan kegagalan pada suatu waktu sebelum akhir abad ke-15.[131] Christopher Columbus, dalam pelayarannya yang ketiga menuju Dunia Baru pada tahun 1498, menyusuri bagian dari daerah yang kelak menjadi Venezuela.[127] Dalam kasus Brasil, pernah terdapat anggapan bahwa kemungkinan navigator Portugis Duarte Pacheco Pereira telah melakukan suatu pelayaran ke pesisir Brasil pada tahun 1498. Keyakinan ini sekarang telah ditolak, dan saat ini dianggap bahwa ia sebenarnya berlayar ke Amerika Utara.[132] Terdapat bukti yang lebih meyakinkan kalau dua orang Spanyol, Vicente Yáñez Pinzón dan Diego de Lepe, menyusuri pesisir utara Brasil antara bulan Januari dan Maret 1500. Pinzón bertolak dari daerah yang sekarang dikenal sebagai Fortaleza (ibu kota dari Ceará, salah satu negara bagian Brasil) menuju muara Sungai Amazon. Di sana ia berjumpa dengan ekspedisi Spanyol lainnya yang dipimpin oleh Lepe, yang mencapai hingga Sungai Oyapock pada bulan Maret. Alasan mengapa Cabral diperhitungkan sebagai yang menemukan Brasil, bukan para penjelajah Spanyol itu, adalah karena kunjungan-kunjungan Pinzón dan Lepe hanya sepintas lalu dan tidak berdampak lama. Sejarawan Capistrano de Abreu,[133] Francisco Adolfo de Varnhagen,[134] Mário Barata,[135] dan Hélio Vianna[136] sepakat bahwa ekspedisi-ekspedisi Spanyol tidak mempengaruhi perkembangan dari wilayah yang kelak menjadi satu-satunya negara berbahasa Portugis di Benua Amerika—dengan suatu masyarakat, budaya, dan sejarah khas yang membedakannya dari masyarakat-masyarakat Amerika-Hispanik yang mendominasi wilayah selebihnya benua tersebut. Gelar dan kehormatanKebangsawanan
Tanda kehormatan
Lihat pulaWikimedia Commons memiliki media mengenai Pedro Álvares Cabral.
Catatan akhir
Catatan kaki
Bacaan tambahan
Referensi
|