Kereta api Gunungjati

Kereta api Gunungjati
Informasi umum
Jenis layananKereta api jarak jauh
StatusRencana Beroperasi
(GAPEKA 2025)
Daerah operasiDaerah Operasi III Cirebon
Pendahulu
  • Gunung Jati (1973-1990)
  • Cirebon Ekspres Tegal (2007-2019)
  • Argo Cheribon (2019-2025)
Mulai beroperasi
  • 1 Februari 1973 (Gunung Jati rute Cirebon-Jakarta)
  • 1 Februari 2025 (GAPEKA 2025; diperpanjang dari Stasiun Tegal)
Operator saat iniPT Kereta Api Indonesia
Lintas pelayanan
Stasiun awal
Stasiun akhirGambir
Frekuensi perjalananSatu kali keberangkatan tiap hari
Jenis relRel berat
Pelayanan penumpang
KelasEksekutif dan Ekonomi New Image
Pengaturan tempat duduk
  • 50 tempat duduk disusun 2-2 (kelas eksekutif)
    kursi dapat direbahkan dan diputar
  • 80 tempat duduk disusun 2-2. Sebanyak 40 kursi ke arah depan dan 40 ke arah belakang (kelas ekonomi premium)
    kursi dapat direbahkan
Fasilitas restorasiAda
Fasilitas observasiKaca panorama dupleks, dengan tirai, lapisan laminasi isolator panas
Fasilitas bagasiAda
Fasilitas lainToilet, alat pemadam api ringan, rem darurat, penyejuk udara, peredam suara.
Teknis sarana dan prasarana
Lebar sepur1.067 mm
Kecepatan operasional80 s.d 120 km/jam
Pemilik jalurDitjen KA, Kemenhub RI
Nomor pada jadwal117-120

Kereta api Gunungjati merupakan layanan kereta api penumpang kelas eksekutif dan ekonomi yang dioperasikan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk melayani relasi Semarang TawangCirebonGambir melalui lintas utara Jawa.

Sejarah

Jakarta–Cirebon (1973–1992)

KA Gunung Jati mulai beroperasi pada 1 Februari 1973, dan ditarik lokomotif diesel hidraulik BB301. Kereta api ini tergolong sebagai kereta ekspres yang dioperasikan untuk melanjutkan tugas dari KA Patas Cirebon–Jatinegara, dan diresmikan bersama oleh Menteri Perhubungan Frans Seda, Wali Kota Cirebon Tatang Suwardi, dan Kepala Bappenas Widjojo Nitisastro, dalam rangka peringatan hari ulang tahun ke-602 Cirebon. Kereta api ini beroperasi sebanyak dua kali pergi pulang sehari dan menempuh waktu selama 2,5 jam.[1]

Dalam pidatonya saat acara peresmian KA Gunung Jati, Nitisastro sempat menyinggung masalah distribusi pupuk. Hal ini menanggapi persoalan yang berkaitan dengan ketersediaan barang: barangnya ada, tetapi alat transportasinya tidak siap, atau sebaliknya: kendaraan banyak, tetapi barangnya tak ada satu pun yang diangkut. Masalah ini, menurutnya, harus diatasi dengan sinergi antarbisnis di sektor perdagangan dan transportasi.[2]

Pada 10 Mei 1984, PJKA mengumumkan bahwa dalam Gapeka 1984 yang dirilis pada hari itu, pola pelayanan KA Gunung Jati diubah, dengan meluncurkan KA Ekspres Tegal–Jakarta Kota pp, Cirebon–Jakarta Kota pp (via Pasar Senen), dan menghadirkan KRD Gunung Jati berbasis MBW 302, dengan rute Cirebon–Jakarta Kota pp (via Gambir), dengan waktu tempuh rata-rata 3,5 jam.[3]

Beberapa tahun berikutnya, PJKA pun akhirnya merombak seluruh pelayanan kereta api Gunung Jati menjadi kelas 3 (ekonomi) dan berjalan melalui Stasiun Pasar Senen, sehubungan dengan mulai beroperasinya kereta api Tegal Arum. Bahkan agar KA ini bisa bertahan, kereta api ini harus dijalankan bertukar dukungan sarana. Sebaliknya, Cirebon Ekspres justru naik kasta, karena pada 20 November 1989, Cirebon Ekspres sudah memiliki delapan rangkaian yang dua di antaranya dilengkapi penyejuk udara.[4] Pada 1 Juni 1992, sehubungan dengan switch-over jalur layang Jakarta Kota–Manggarai, Gunung Jati akhirnya dihapus sehubungan dengan dibukanya KA Cirebon Ekspres yang berangkat dari Cirebon pukul 12.20, sehingga menyisakan KA Tegal Arum yang beroperasi.[5]

Catatan

Referensi

  1. ^ Effendi, H. (6 Februari 1973). "Cirebon Express 2 1/2 Jam Hadiah HUT 602 Cirebon". Berita Buana. 
  2. ^ "Perlu Keserasian antara Perhubungan dan Perdagangan". Kompas. 2 Februari 1973. 
  3. ^ "PJKA Merencanakan Melakukan Perubahan Perjalanan Kereta Api". Berita Yudha. 10 Mei 1984. 
  4. ^ "KA Cirebon Ekspres Dilengkapi AC". Harian Neraca. 18 November 1989. 
  5. ^ "KA Cirebon Ekspres Tambah Jadwal Pemberangkatan". Berita Yudha. 6 Mei 1992. 
Kembali kehalaman sebelumnya