Cheng Ho
Laksamana Cheng Ho atau Zheng He (Hanzi sederhana: 郑和; Hanzi tradisional: 鄭和; Pinyin: Zhènghé; Wade–Giles: Chêng-ho; 1371–1433 or 1435) adalah seorang pelaut Tiongkok, penjelajah, diplomat, laksamana armada, dan kasim istana pada masa Dinasti Ming awal sering dianggap sebagai laksamana terhebat dalam sejarah Tiongkok. Ia awalnya lahir sebagai Ma He di keluarga Muslim dan kemudian mengadopsi nama keluarga Zheng yang diberikan oleh Kaisar Yongle.[2] Ditugaskan oleh Kaisar Yongle dan kemudian Kaisar Xuande, Zheng memerintahkan tujuh ekspedisi pelayaran harta karun ke Asia Tenggara, Asia Selatan, Asia Barat, dan Afrika Timur dari tahun 1405 hingga 1433. Menurut legenda, kapalnya yang lebih besar membawa ratusan pelaut di empat dek dan panjangnya hampir dua kali lipat dari kapal kayu mana pun yang pernah tercatat. Sebagai favorit Kaisar Yongle, yang dibantu Zheng dalam menggulingkan Kaisar Jianwen, Cheng Ho naik ke puncak hierarki kekaisaran dan menjabat sebagai komandan ibu kota selatan Nanjing. BiografiCheng Ho [3] adalah seorang kasim yang menjadi orang kepercayaan Kaisar Yongle dari Tiongkok (berkuasa tahun 1403–1424), kaisar ketiga dari Dinasti Ming. Nama aslinya adalah Ma He, juga dikenal dengan sebutan Ma Sanbao (馬 三保)/Sam Po Bo,[4] berasal dari provinsi Yunnan. Ketika pasukan Ming menaklukkan Yunnan, Cheng Ho ditangkap dan kemudian dijadikan orang kasim. Cheng Ho adalah keturunan suku Hui, suku bangsa yang secara fisik mirip dengan suku Han tetapi memeluk agama Islam. Cheng Ho melakukan pelayaran ke Malaka pada abad ke-15. Pada tahun 1424, Kaisar Yongle wafat. Penggantinya, Kaisar Hongxi (berkuasa tahun 1424–1425), memutuskan untuk mengurangi pengaruh kasim di lingkungan kerajaan. Cheng Ho melakukan satu ekspedisi lagi pada masa kekuasaan Kaisar Xuande (berkuasa 1426–1435). PenjelajahanCheng Ho melakukan ekspedisi ke berbagai daerah di Asia dan Afrika, antara lain:[butuh rujukan]
Bukti Laksamana Cheng Ho beragama Islam, di temukan makamnya berada di kawasan Niu Shou Shan ( Gunung Niu Shou ) kota Nanjing Provinsi Jiangsu, dengan bukti di temukan baju kebesaran laksamana Cheng Ho di makam tersebut, dan di atas makam tersebut ada tulisan kalimat thayyibah Basmalah dalam bahasa Arab.[1] Perintah laksamana Cheng Ho membangun kembali Masjid Jingjue, Masjid Jingjue didirikan pada 1388 masehi oleh kaisar pertama Dinasti Ming, Zhu Yuanzhang. Namun Masjid Jingjue sempat hancur terbakar pada 1430 masehi. Akhirnya, masjid ini dibangun kembali di bawah perintah Laksamana Cheng Ho pada 1492 masehi.[2]
Cheng Ho memimpin tujuh ekspedisi ke tempat yang oleh orang Tionghoa disebut Samudera Barat (Samudera Indonesia). Ia membawa banyak hadiah dan lebih dari 30 utusan kerajaan ke Tiongkok — termasuk Raja Alagonakkara dari Sri Lanka, yang datang ke Tiongkok untuk meminta maaf kepada Kaisar. ArmadaArmada Cheng Ho terdiri dari 27.000 anak buah kapal dan 307 (armada) kapal laut yang terdiri dari kapal besar dan kecil, mulai dari kapal bertiang layar tiga hingga bertiang layar sembilan. Kapal terbesar berukuran 5.000 liao memiliki dimensi panjang sekitar 70,75 m, lebar 15,24 m, dan sarat air 6,16 m, sedangkan kapal berukuran 2.000 liao berdimensi panjang sekitar 52,62 m, lebar 11,32 m, dan sarat air 4,6 m, sedangkan kapal 1.500 liao berdimensi panjang 47,71 m, lebar 10,26 m, dan sarat air 4,17 m.[6][7] Rangka layar kapal terdiri dari bambu Tiongkok. Selama berlayar mereka membawa perbekalan yang beragam termasuk binatang seperti sapi, ayam dan kambing yang kemudian dapat disembelih untuk seluruh anak buah kapal selama di perjalanan. Selain itu, mereka juga membawa banyak bambu Tiongkok sebagai suku cadang jika rangka tiang kapal mengalami kerusakan. Tidak ketinggalan mereka pun membawa kain sutra untuk dijual. KepulanganSepulangnya dari ekspedisi, Cheng Ho kembali dengan membawa berbagai penghargaan dan utusan lebih dari 30 kerajaan — termasuk Raja Alagonakkara dari Sri Lanka, yang datang ke Tiongkok untuk meminta maaf kepada kaisar Tiongkok. Pada saat pulang Cheng Ho membawa banyak barang berharga, di antaranya kulit dan getah pohon kemenyan; batu permata (ruby, emerald, dan lain-lain); dan beberapa orang Afrika, India dan Arab sebagai bukti perjalanannya. Cheng Ho bahkan membawa pulang beberapa binatang asli Afrika termasuk sepasang jerapah hadiah dari salah satu Raja Afrika, tetapi sayangnya satu jerapah mati dalam perjalanan pulang. RekorMajalah Life menempatkan Laksamana Cheng Ho sebagai orang terpenting ke-14 dalam milenium terakhir. Perjalanan Cheng Ho menghasilkan Peta Navigasi Cheng Ho yang mampu mengubah peta navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku tersebut ada 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan. Cheng Ho adalah penjelajah dengan armada kapal terbanyak sepanjang sejarah dunia yang pernah tercatat. Selain itu, ia pun dikenal sebagai pemimpin yang arif bijaksana, mengingat dengan armada sebegitu besar ia dan anak buahnya tidak pernah menjajah negara atau wilayah mana pun tempat armadanya merapat. Semasa singgah di India termasuk Kalkuta, anak buah juga mempelajari seni beladiri lokal yang bernama Kallary Payatt yang mana setelah dikembangkan di negeri Tiongkok menjadi salah satu cabang seni beladiri Kungfu. Cheng Ho dan IndonesiaCheng Ho mengunjungi Nusantara (Kepulauan Indonesia) sebanyak tujuh kali. Ketika singgah di Samudera Pasai, ia menghadiah Sultan Aceh sebuah lonceng raksasa "Cakra Donya", yang hingga kini tersimpan di museum Banda Aceh. Cheng Ho juga sempat berkunjung ke Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Raja Wikramawardhana. Referensi
Daftar pustaka
Pranala luar
Diskusi tentang Cheng Ho |