Arie Frederik Lasut
Arie Frederik Lasut (6 Juli 1918 – 7 Mei 1949) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dan ahli pertambangan dan geologis. Dia terlibat dalam perang kemerdekaan Indonesia dan pengembangan sumber daya pertambangan dan geologis pada saat-saat permulaan negara Republik Indonesia. Lasut dilahirkan di desa Kapataran, yang sekarang berada di kabupaten Minahasa, provinsi Sulawesi Utara. Dia adalah putera tertua dari delapan anak dari Darius Lasut dan Ingkan Supit.[1] Adiknya yang bernama Willy Lasut sempat menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Utara. PendidikanLasut mulai sekolah di Hollands Inlandsche School (HIS) di Tondano. Ia kemudian mendapat kesempatan untuk sekolah guru di Hollands Inlandsche Kweekschool (HIK) di Ambon karena keberhasilannya menjadi juara dalam kelasnya. Pada tahun 1933 Lasut lulus dari HIK Ambon dan termasuk salah satu siswa yang terpilih untuk melanjutkan sekolah ke HIK Bandung. Namun hanya setahun di Bandung, Lasut berkeputusan untuk tidak menjadi guru dan pindah ke Jakarta untuk mengikuti pelajaran di Algeme(e)ne Middelbare School (AMS).[2] Pada tahun 1937 Lasut lulus dari AMS dan memulai sekolah kedokteran di Geneeskundige Hooge School yang sekarang adalah Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia. Lasut terpaksa harus berhenti dari sekolah ini karena kesulitan dana.[3] Pada tahun 1938 Lasut mulai bekerja di Departement van Ekonomische Zaken (Departemen Urusan Ekonomi). Setahun kemudian Lasut masuk Techniche Hoogeschool te Bandung (Sekolah Teknik Bandung) yang sekarang adalah Institut Teknologi Bandung. Tetapi studinya harus dihentikan lagi karena kesulitan dana. Ia kemudian mendaftar dan berhasil mendapat beasiswa dari Dienst van den Mijnbouw (Jawatan Pertambangan) untuk menjadi asisten geolog. Saat itu adalah saat bermulanya Perang Dunia II dan serangan-serangan pasukan Jepang yang akhirnya menuju ke Indonesia pada tahun 1942. Sewaktu di sekolah teknik di Bandung Lasut pernah mendapat latihan untuk menjadi Corps Reserve Officer untuk membantu Belanda melawan Jepang. Lasut turut serta dalam perang melawan Jepang di Ciater di Jawa Barat. Semasa pendudukan Jepang di Indonesia Lasut bekerja di Chorisitsu Chosayo (Jawatan Geologis) di Bandung. Ia bersama dengan R. Sunu Sumosusastro termasuk beberapa orang Indonesia yang diberi posisi dalam jawatan tersebut oleh Jepang. Perjuangan kemerdekaanPada bulan September 1945, Presiden menginstruksikan untuk mengambilalih instansi-instansi pemerintahan dari Jepang. Lasut ikutserta dalam pengambilalihan jawatan geologis dari Jepang yang berhasil dilakukan secara damai. Jawatan itu kemudian dinamakan Jawatan Pertambangan dan Geologi. Kantor jawatan terpaksa harus dipindah beberapa kali untuk menghindari agresi Belanda setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Kantor jawatan sempat pindah ke Tasikmalaya, Magelang, dan Yogyakarta dari tempat semulanya di Bandung.[4] Sekolah pelatihan geologis juga dibuka selama kepemimpinan Lasut sebagai kepala jawatan saat itu. Selain usahanya di jawatan, Lasut turut aktif dalam organisasi Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) yang bertujuan untuk membela kemerdekaan Indonesia.[4] Dia juga adalah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat, awal mula dewan perwakilan di Indonesia.[5] Lasut terus diincar oleh Belanda karena pengetahuannya tentang pertambangan dan geologi di Indonesia, tetapi ia tidak pernah mau bekerjasama dengan mereka.[6] Pada pagi hari tanggal 7 Mei 1949, Lasut diambil oleh Belanda dari rumahnya dan dibawa ke Pakem, sekitar 7 kilometer di utara Yogyakarta. Di sana ia ditembak mati. Beberapa bulan kemudian jenazahnya dipindahkan ke pekuburan Sasanalaya Jl. Ireda di Yogyakarta di samping isterinya yang telah lebih dulu meninggal pada bulan Desember 1947. Upacara penguburan dihadiri oleh Mr. Assaat, pejabat presiden pada saat itu.[1] Arie Frederik Lasut mendapat penghargaan Pahlawan Pembela Kemerdekaan oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 20 Mei 1969.[7] Kehidupan keluargaLasut menikah dengan Nieke Maramis pada tanggal 31 Desember 1941. Mereka dikaruniai satu anak perempuan, Winny Lasut.[8] Sumber
|