Subaru Corporation (Jepang: 株式会社SUBARUcode: ja is deprecated , Hepburn: Kabushiki-gaisha Subaru), sebelumnya bernama Fuji Heavy Industries, Ltd. (Jepang: 富士重工業株式会社code: ja is deprecated , Hepburn: Fuji Jūkōgyō Kabushiki-gaisha) (FHI) dari tahun 1953 hingga 2017, adalah sebuah perusahaan multinasional dan konglomerat asal Jepang yang terutama berbisnis di bidang manufaktur transportasi darat dan dirgantara. Perusahaan ini paling terkenal berkat produk mobilnya yang bermerek Subaru. Divisi dirgantara dari perusahaan ini bertindak sebagai kontraktor pertahanan untuk pemerintah Jepang, serta memproduksi helikopter dan pesawat terbang di bawah lisensi dari Boeing dan Lockheed Martin. Divisi dirgantara dari perusahaan ini merupakan mitra manufaktur dan pengembangan global untuk Boeing dan Lockheed Martin.
Sejarah
Fuji Heavy Industries memulai sejarahnya dari Nakajima Aircraft Company, sebuah pemasok pesawat terbang terkemuka untuk pemerintah Jepang selama Perang Dunia II. Pada akhir Perang Dunia II, Nakajima dipecah oleh pemerintahan pendudukan Sekutu di bawah legislasi keiretsu, dan pada tahun 1950, sebagian dari Nakajima Aircraft Company telah dikenal sebagai Fuji Heavy Industries.
FHI pun resmi didaftarkan sebagai sebuah badan hukum pada tanggal 15 Juli 1953, saat lima perusahaan asal Jepang, yakni Fuji Kogyo, Fuji Jidosha Kogyo, Omiya Fuji Kogyo, Utsunomiya Sharyo, dan Tokyo Fuji Sangyo, resmi bergabung untuk membentuk salah satu produsen peralatan transportasi terbesar di Jepang.
Pada akhir dekade 1980-an, FHI menjadi pemasok peralatan militer, dirgantara, dan perkeretaapian besar di Jepang, namun 80% dari total penjualannya berasal dari mobil. Penjualan perusahaan ini pada tahun 1989 turun 15% menjadi US$4,3 milyar.[1] Pada tahun 1990, perusahaan ini merugi lebih dari US$500 juta. Industrial Bank of Japan Ltd., bank utama dari perusahaan ini, kemudian meminta Nissan Motor, yang memiliki 4,2% saham perusahaan ini, untuk ikut membantu. Nissan kemudian menunjuk Isamu Kawai, presiden Nissan Diesel Motor Co., untuk memimpin FHI.[2] Pada tahun 1991, FHI mulai memproduksi sedan dan hatchback Nissan Pulsar (Nissan Sunny di Eropa) sesuai kontrak.[3]
Pada tahun 2003, FHI resmi mengadopsi logo Subaru sebagai logo barunya.[4]
Pada tanggal 5 Oktober 2005, Toyota membeli 8,7% saham FHI dari General Motors, yang telah memiliki 20,1% saham FHI sejak tahun 1999.[5] GM kemudian menjual 11,4% saham FHI ke pasar, sehingga tidak lagi memegang satupun saham FHI. Perusahaan ini sebelumnya menyatakan bahwa mungkin ada 27 juta lembar saham (3,4%) yang dibeli oleh entitas yang belum diketahui pada tanggal 6 Oktober 2005, dan spekulasi pun muncul bahwa pembelian tersebut dilakukan oleh sebuah bank atau produsen mobil lain. Setelah pembelian tersebut, Toyota mengumumkan sebuah kontrak dengan Subaru pada tanggal 13 Maret 2006 untuk dapat menggunakan fasilitas produksi Subaru di Lafayette, Indiana, Amerika Serikat, serta berencana mempekerjakan hingga 1.000 orang untuk memproduksi Camry di sana, mulai triwulan kedua tahun 2007.
Pada bulan Juni 2014, perusahaan ini menjadi salah satu dari lima perusahaan besar asal Jepang yang dikontrak oleh Boeing Commercial Airplanes untuk memproduksi suku cadang Boeing 777X.[6]
Pada bulan Mei 2016, Fuji Heavy Industries mengumumkan bahwa mereka akan mengubah namanya menjadi Subaru Corporation mulai tanggal 1 April 2017.[7][8][9]
Dihentikan pada tahun 2017, divisi Subaru Industrial Power Products memproduksi dan menjual mesin, pompa, dan generator komersial yang sebelumnya diberi merek Subaru-Robin dan Robin. Divisi produk industrial Subaru mulai memproduksi mesin "Star" untuk mobil salju Polaris Industries pada tahun 1968, namun akhirnya dihentikan pada tahun 1998, saat Polaris Industries mulai memproduksi sendiri mesin dua tak Liberty, namun Subaru tetap menjadi mitra investasi dan pemasok piston. Subaru telah memasok lebih dari 2 juta mesin untuk mobil salju, ATV, kendaraan air, dan kendaraan utilitas buatan Polaris.[13]