Selada (tumbuhan)
Selada atau daun sla (Lactuca sativa) adalah tumbuhan sayur yang biasa ditanam di daerah beriklim sedang maupun daerah tropika. Kegunaan utama adalah sebagai salad. Selada digunakan dalam berbagai hidangan, termasuk sup, sandwich, dan bahkan bisa dipanggang.[1] Celtuce (selada asparagus) adalah salah satu jenis yang dihasilkan dari batangnya, yang dapat dimakan mentah atau dimasak. Selama ribuan tahun digunakan manusia, ia telah memperoleh nilai religius dan terapeutik di samping penggunaan utamanya sebagai sayuran. Awalnya, Eropa dan Amerika Utara mendominasi pasar selada, tetapi pada akhir abad kedua puluh, konsumsi selada telah menyebar ke seluruh dunia. Pada tahun 1969, produksi selada dan sawi putih dunia mencapai 27 juta ton, dengan China menyumbang 56% dari total.[2] Selada pertama kali dibudidayakan oleh orang Mesir kuno, yang mengubahnya dari tanaman yang berdaun lebar dan bijinya digunakan untuk mengekstrak minyak menjadi tanaman pangan berharga yang ditanam karena daunnya yang segar dan bijinya yang kaya minyak.[3] Selada menyebar ke Yunani dan Romawi. Romawi menyebut sayur tersebut lactuca, yang kemudian diserap ke bahasa Inggris menjadi lettuce. Pada tahun 50 M, banyak jenis selada telah dideskripsikan, dan selada sering ditampilkan dalam tulisan abad pertengahan, termasuk beberapa obat herbal.[4] "Banyak varietas selada muncul di Eropa selama abad ke-16 dan ke-18. Pada pertengahan abad ke-18, terdapat kultivar yang dapat ditemukan di kebun ataupun pekarangan rumah.[5] Selada umumnya ditanam sebagai tanaman kuat dan cukup mudah dikelola, namun membutuhkan suhu yang agak rendah untuk menghindari pembungaan segera. Pertumbuhan selada dapat dipengaruhi karena berbagai kekurangan nutrisi, hama, dan penyakit jamur serta bakteri. Lactuca sativa menyilang secara bebas di dalam spesies serta dengan beberapa spesies lactuca lainnya. Meskipun karakteristik ini dapat membuat penyimpanan benih sulit bagi tukang kebun rumah, para peneliti telah menggunakannya untuk memperluas lungkang gen kultivar selada yang dibudidayakan.[6] Selada adalah sumber vitamin K dan vitamin A yang baik, serta folat dan zat besi. Selada yang terkontaminasi terkadang menjadi penyebab wabah penyakit yang disebabkan bakteri, virus, atau parasit lainnya pada manusia, seperti E.coli dan Salmonella.[7] Taksonomi dan etimologiLactuca sativa termasuk dalam famili Asteraceae (bunga matahari atau aster) dan genus Lactuca (selada).[8] Carl Linnaeus pertama kali mendeskripsikan spesies tersebut dalam volume kedua Species Plantarum-nya pada tahun 1753.[9] Lactuca scariola var. sativa,[10] Lactuca scariola var. integrata, dan Lactuca scariola var. integrifolia semua sinonim untuk Lactuca sativa.[11] Selada liar atau berduri yang umum, Lactuca sativa merupakan sinonim untuk Lactuca serriola.[12] Ada banyak kategori taksonomi, subspesies, dan varian Lactuca sativa yang membedakan berbagai kelompok kultivar selada budidaya.[13] Selada terkait erat dengan banyak spesies Lactuca asli Asia barat daya yang paling dekat hubungannya adalah Lactuca serriola, gulma agresif yang ditemukan di seluruh daerah beriklim sedang dan subtropis.[14] Lactuca (Lac dalam bahasa Latin berartu "susu") adalah nama yang diberikan untuk selada oleh orang Romawi, bahan berwarna putih yang keluar dari batang yang dipotong, lateks.[15] Lactuca telah ditetapkan sebagai nama genus dengan sativa (berarti "ditaburkan" atau "dibudidayakan") ditambahkan sebagai nama spesies.[16] Kata modern lettuce diambil dari bahasa Prancis Kuno letues atau laitues, yang berasal dari nama Romawi.[17] Nama romaine berasal dari bentuk selada yang tumbuh di kebun kepausan Romawi, sedangkan cos berasal dari jenis biji Eropa tertua dari pulau Yunani Kos, yang merupakan pusat pertanian selada selama periode Bizantium.[18] DeskripsiSelada berasal dari Mediterania dan Siberia, namun telah dibawa ke hampir setiap bagian dunia. Tanaman biasanya tumbuh hingga ketinggian 15 hingga 30 cm (6 hingga 12 inci) dan memiliki penyebaran 15 hingga 30 cm (6 hingga 12 inci). Beberapa varietas ini beraneka ragam seperti daun berwarna cerah, berwarna hijau dan merah. Ada pula varietas memiliki daun kuning, keemasan, atau biru kehijauan.[19] Kemunculan selada hadir dalam berbagai bentuk dan tekstur, dari kepala selada bokor (iceberg) yang padat hingga daun selada berlekuk, bergigi, berenda, atau berkerut.[20] Sistem akar tanaman selada terdiri dari akar tunggang utama dan akar anakan yang lebih kecil. Akar tunggang yang panjang dan ramping dan akar sekunder yang sederhana terdapat dalam beberapa jenis, terutama yang ditemukan di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Varian Asia memiliki akar tunggang yang lebih panjang dan sistem sekunder yang lebih luas.[21] Umumnya, selada dapat memakan waktu antara 65 hingga 130 hari mulai dari penanaman hingga panen, tergantung jenis dan waktu tertentu (satu tahun).[22] Tanaman yang diproduksi untuk konsumsi jarang dibiarkan matang karena selada yang mekar (proses yang dikenal sebagai "bolting") menjadi pahit dan tidak dapat dijual. Selada mekar lebih cepat dalam cuaca panas, sedangkan suhu beku membatasi pertumbuhan dan terkadang menyebabkan kerusakan pada daun luar.[23] Selama berabad-abad, domestikasi selada melalui pemuliaan selektif telah menghasilkan beberapa perubahan seperti biji yang lebih besar, daun dan kepala yang lebih besar, rasa dan tekstur yang lebih baik, kandungan lateks yang lebih rendah, dan bentuk serta warna daun yang berbeda. Pekerjaan di bidang ini berlanjut hingga hari ini.[24] Penelitian ilmiah tentang modifikasi genetik selada sedang berlangsung, dengan lebih dari 85 percobaan lapangan yang dilakukan antara tahun 1992 dan 2005 di Uni Eropa dan Amerika Serikat untuk menguji pola perilaku yang memungkinkan toleransi herbisida yang lebih besar, ketahanan yang lebih besar terhadap serangga dan jamur lebih kuat, dan pola perbautan yang lebih lambat. Namun, selada secara genetik saat ini tidak digunakan dalam pertanian komersial.[25] SejarahSelada pertama kali ditanam untuk tujuan mengekstraksi minyak dari bijinya di Mesir kuno.[26] Sejak 2680 SM, tanaman ini dikembangkan dan dibudidayakan oleh sebagian besar orang Mesir untuk kemudian diambil daunnya dan dimakan.[15] Selada dianggap sebagai tanaman suci dewa reproduksi Min, dan selada itu dibawa dan ditempatkan di dekat foto-fotonya selama festivalnya. Selada yang dijadikan Ttanaman ang dianggap membantu dewa dalam "tanpa lelah melakukan perbuatan seksual".[27] Karena penggunaannya dalam upacara keagamaan, berbagai gambar motif di makam dan lukisan dinding telah dibuat. Jenis yang dibudidayakan tingginya sekitar 75 cm (30 inci) dan tampak seperti varian raksasa selada romaine saat ini. Orang Mesir menghasilkan selada tegak ini, yang kemudian diteruskan ke orang Yunani, yang kemudian diteruskan ke orang Romawi. Columella, seorang ahli pertanian Romawi, mencatat banyak kultivar selada sekitar tahun 50 M, beberapa di antaranya mungkin merupakan cikal bakal selada saat ini.[15] Selada muncul dalam banyak tulisan abad pertengahan, terutama sebagai ramuan obat. Hildegard dari Bingen menyebutkannya dalam tulisannya tentang tanaman obat antara 1098 dan 1179, dan banyak obat herbal awal menjelaskan kegunaannya. Pada tahun 1586, Joachim Camerarius menjelaskan tiga tipe dasar selada modern—kepala, longgar, dan romaine (atau cos).[18] Pada akhir abad ke-15, Christopher Columbus pertama kali membawa selada dari Eropa ke Amerika Serikat.[28][29] Pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-18, banyak varietas dikembangkan di Eropa, terutama Belanda. Buku-buku yang diterbitkan pada pertengahan abad ke-18 dan awal abad ke-19 menggambarkan beberapa varietas yang ditemukan di kebun saat ini.[30] Selada secara tradisional dipasarkan di dekat tempat penanamannya karena masa simpannya yang terbatas setelah panen. Teknologi pengepakan, penyimpanan, dan pengiriman baru meningkatkan daya angkut selada di awal abad kedua puluh, menghasilkan peningkatan besar dalam ketersediaan.[31] Perkembangan pendinginan vakum pada tahun 1950-an merevolusi produksi selada, memungkinkan pendinginan lapangan dan pengemasan selada daripada metode pendinginan vakum yang digunakan sebelumnya di gedung pengemasan di luar ladang.[32] Selada adalah tanaman yang sangat mudah tumbuh, sehingga banyak perusahaan benih sangat bergantung padanya untuk penjualan. Banyak perusahaan, terutama perusahaan A.S., mengganti nama varietas setiap tahunnya sehingga banyak jenis sulit diketahui dalam sejarahnya. Praktik ini diterapkan karena beberapa alasan, yang paling umum adalah untuk meningkatkan penjualan dengan memasarkan varietas "baru", atau untuk membuat pembeli tidak mengetahui bahwa varietas tersebut dikembangkan oleh pesaing. Varietas nama selada ini merupakan hal umum terjadi dari suatu negara ke negara lainnya berdasarkan dokumentasi pada akhir 1800-an yang mengungkapkan bahwa antara 65 dan 140 jenis selada yang unik, tergantung pada tingkat varietas terdaftar dan pada tahun itu ada sekitar 1.100 varietas selada telah diidentifikasi tersedia.[33] Meskipun sebagian besar selada yang dibudidayakan sekarang digunakan sebagai sayuran, sebagian kecil digunakan untuk membuat rokok bebas tembakau; Namun, nenek moyang liar selada domestik menghasilkan daun yang lebih mirip tembakau.[34] PenanamanSebuah tahunan yang kuat, beberapa jenis selada dapat menahan musim dingin bahkan di iklim yang relatif dingin di bawah lapisan jerami, dan tanaman pusaka yang lebih tua sering ditanam dalam bingkai dingin.[35] Selada dilakukan dengan memotong daun tunggal dan ditanam langsung di kebun dalam barisan tebal. Jenis selada ini biasanya dilakukan pada tanah datar berjarak 20 hingga 36 cm (7,9 hingga 14,2 inci) dan kemudian dipindahkan ke kebun setelah beberapa daun telah tumbuh. Selada yang berjarak lebih jauh menerima lebih banyak sinar matahari, yang meningkatkan warna dan jumlah nutrisi di daun. Selada pucat hingga putih, seperti bagian tengah di beberapa selada bokor (iceberg), mengandung sedikit nutrisi.[36] Selada tumbuh subur di bawah sinar matahari penuh dan tanah subur kaya nitrogen dengan pH 6,0 hingga 6,8. Panas menyebabkan selada mengalami pembautan tertunda, dengan sebagian besar jenis selada akan berkualitas buruk di atas 24°C (75°F). Suhu dingin dengan suhu 16 hingga 18°C (61 hingga 64 °F) yang lebih disukai dan juga suhu serendah 7°C (45°F) yang dapat ditoleransi. Suhu inilah yang dapat mendorong kualitas lebih baik.[37][38] Tanaman yang mendapatkan penyinaran pada daerah panas akan tumbuh lebih lambat. Suhu di atas 27 °C (81 °F) akan menyebabkan benih selada berkecambah dengan buruk atau tidak berkecambah sama sekali.[38] Ketika disimpan pada 0 °C (32 °F) dan kelembaban 96 persen setelah panen, selada bertahan paling lama. Ketika selada disimpan dengan buah yang melepaskan gas etilen yang merupakan agen pematangan, seperti apel, pir, dan pisang, selada akan cepat rusak. Kandungan air yang tinggi dari selada (94,9 persen) membuat tanaman sulit untuk diawetkan; tidak dapat dibekukan, dikalengkan, atau dikeringkan dan harus dikonsumsi segar.[39] Meskipun kandungan airnya tinggi, selada yang dibudidayakan secara tradisional memiliki jejak air yang rendah, hanya menggunakan 237 liter air setiap kilogram selada yang diproduksi.[40] Penggunaan air dapat dikurangi dengan kira-kira dua kali lipat menggunakan metode berkebun hidroponik. Kelompok kultivarSelada muncul dalam berbagai jenis atau kultivar. Jenis yang paling populer adalah daun, kepala, dan cos atau romaine.[38] Selada dibagi menjadi tujuh kelompok kultivar, masing-masing dengan banyak jenis:
Jenis butterhead dan crisphead yang juga dikenal dangan sebutan selada "kubis", dikarenakan kepalanya lebih pendek, merata, dan mirip kubis dibandingkan selada romaine.[47] Masalah budidayaMasalah tanaman yang disebabkan oleh kekurangan nutrisi dalam tanah dapat berkisar dari tanaman yang rusak hingga kurangnya pertumbuhan kepala.[38] Cutworms, yang memotong bibit di garis tanah; wireworms dan nematoda, yang menyebabkan tanaman kuning dan kerdil; kutu tanaman dan kutu daun yang ternoda, yang menyebabkan daun kuning dan terdistorsi; wereng, yang menyebabkan pertumbuhan kerdil dan daun pucat; thrips, yang mengubah daun menjadi abu-abu-hijau atau perak; penambang daun, yang membuat terowongan di dalam daun; dan ulat, siput, dan siput, yang memakan selada. Misalnya, larva ngengat hantu adalah hama umum tanaman selada.[48] Mamalia, termasuk kelinci dan babi, juga memakan tumbuhan.[49] Selada mengandung berbagai senyawa pertahanan, termasuk seskuiterpen lakton dan fenolat alami lainnya, seperti flavonol dan glikosida, yang membantu melindunginya dari hama. Varietas tertentu mengandung lebih banyak daripada yang lain, dan beberapa penelitian pemuliaan selektif dan modifikasi genetik telah difokuskan pada pemanfaatan sifat ini untuk mengidentifikasi dan menghasilkan varietas komersial yang lebih tahan terhadap hama.[50] Selada juga rentan terhadap sejumlah penyakit virus, termasuk jaringan vena tanaman, yang menyebabkan daun kuning, daun terdistorsi, dan virus mosaik, yang ditularkan oleh kutu daun dan menyebabkan pertumbuhan tanaman kurang dan daun rusak. Bakteri penyebab Aster yellows adalah Phytoplasma dan dibawa oleh (vektor) wereng. Contoh penyakit yang diakibatkan, embun tepung dan jamur berbulu halus, yang menjadi penyebab seluruh tanaman membusuk dan rusak.[51] Menurut Vàsquez tahun 2017, botrytis cinerea dikemukakan sebagai penyakit bakteri yang dapat diobati dengan sinar UV-C[52] sehingga meningkatkan aktivitas fenilalanin amonia-liase, sintesis fenolik, dan resistensinya. Kerumunan selada cenderung menarik hama dan penyakit. Gulma juga bisa menjadi masalah, karena selada yang dibudidayakan tidak terlalu bersaing dengan mereka, terutama jika disemai langsung ke tanah. Selada yang ditransplantasikan (dimulai di tanah datar dan kemudian dipindahkan ke bedengan yang tumbuh) dan biasanya lebih kompetitif pada awalnya, tetapi di musin ini, tanah dapat menjadi terlalu padat, menyebabkan selada menjadi rusak dan mengurangi hasil. Gulma dapat menjadi tempat berkembang biaknya serangga dan penyakit, sehingga sulit untuk dipanen[53] Dalam pertanian komersial, herbisida sering digunakan untuk mengelola gulma. Namun, dalam pertanian selada, hal ini mengakibatkan tumbuhnya gulma tahan herbisida.[24] Produksi
Pada tahun 2017, produksi selada global adalah 27 juta ton (dilaporkan digabungkan dengan chicory atau tanaman herbal), dengan China saja yang memproduksi sebanyak 15,2 juta ton, atau 56% dari total produksi (lihat tabel). Satu-satunya anggota genus Lactuca yang dibudidayakan secara komersial adalah selada.[55] Terlepas dari kenyataan bahwa Cina adalah penghasil selada terbesar di dunia, sebagian besar panen dikonsumsi di dalam negeri. Amerika Serikat adalah pengekspor selada terbesar kedua di dunia, setelah Spanyol.[56] Pasar besar paling awal untuk produksi selada skala besar adalah Eropa Barat dan Amerika Utara. Asia, Amerika Selatan, Australia, dan Afrika semuanya semakin penting pada akhir 1900-an. Selada butterhead lebih disukai di Eropa utara dan Inggris, sementara romaine lebih disukai di Mediterania, dan selada batang lebih disukai di Cina dan Mesir. Selada Crisphead, khususnya selada bokor, menjadi jenis yang dominan di Eropa utara dan Inggris pada akhir abad kedua puluh, dan menjadi semakin populer di Eropa barat. Sampai awal abad kedua puluh, di Amerika Serikat karena tidak ada satu jenis pun yang mendominasi, sejak selada crisphead mendapatkan popularitas. Dengan ditemukannya selada bokor pada tahun 1940-an, 95 persen selada yang dibudidayakan dan dikonsumsi di Amerika Serikat adalah selada bokor. Selada Crisphead menyumbang 95% dari selada yang dibudidayakan dan dikonsumsi di Amerika Serikat setelah penemuan selada bokor pada tahun 1940-an.[57] Jenis lain mulai mendapatkan kembali keunggulannya pada pergantian abad, akhirnya menyumbang lebih dari 30% dari total output. Selada batang berasal dari Cina, dan masih banyak ditanam di sana.[58] Produk salad kantong semakin populer di awal abad kedua puluh satu, khususnya di Amerika Serikat, di mana metode pengemasan dan transportasi baru membuat selada segar lebih lama.[59][60][61] Pada tahun 2013, California (71%) dan Arizona (29%) memproduksi hampir semua selada kepala dan daun segar negara itu, dengan selada kepala masing-masing menghasilkan $9400 per acre dan daun selada menghasilkan $8000 per acre.[60] Penggunaan kulinerMenurut deskripsi dari sekitar tahun 50 M, orang Romawi menyiapkan dan menyajikan daun selada dengan saus minyak dan cuka; tetapi, daun yang lebih kecil sering dikonsumsi mentah. Tradisi menawarkan salad selada sebelum makan dimulai pada masa pemerintahan Domitianus, yang berlangsung dari tahun 81 hingga 96 M. Praktiek perburuan selada, terutama jenis romaine besar, serta prosedur menuangkan kombinasi minyak dan cuka yang dipanaskan di atas daun, dilakukan di Eropa pasca-Romawi.[15] Karena masalah kesehatan dan keengganan budaya untuk makan daun mentah, konsumsi selada di Cina telah berkembang secara berbeda dari di negara-negara Barat. Salad di Cina terbuat "dari sayuran yang dimasak dan dimakan panas atau dingin. Selada juga digunakan dalam berbagai makanan yang lebih luas daripada di negara-negara Barat, termasuk dadih dan hidangan daging, sup, dan tumis, baik sederhana maupun dengan sayuran lainnya. Selada batang populer di Cina dan dapat dimakan segar atau dimasak, dengan yang terakhir digunakan sebagian besar dalam sup dan tumis.[58] Selada sering digunakan sebagai bahan utama dalam sup selada. Kandungan nutrisi
Selada adalah sumber vitamin K (97 persen AKG Harian) dan vitamin A (21 persen AKG Harian), dengan selada hijau yang lebih gelap, seperti romaine, memiliki jumlah provitamin A kompleks beta-karoten yang lebih tinggi. Kecuali selada bokor/iceberg, selada merupakan sumber folat dan zat besi yang baik (10-19% DV) (tabel).[39] Penyakit bawaan makananListeria monocytogenes sebuah agen penyebab listeriosis, adalah salah satu bakteri bawaan makanan yang dapat hidup pada selada dan berkembang biak dalam penyimpanan. Meskipun terdapat bakteri tingkat tinggi pada produk selada siap saji, sebuah studi tahun 2008 tidak menemukan kasus keracunan makanan terkait listeriosis, mungkin karena masa simpan produk yang pendek, mikroflora asli yang bersaing dengan bakteri Listeria, atau bakteri kemampuan untuk menyebabkan listeriosis terhambat.[62] Spesies Aeromonas, yang tidak terkait dengan wabah apa pun, termasuk di antara bakteri yang ditemukan pada selada.[63] Campylobacteriosis disebabkan oleh bakteri yang disebut Campylobacter. Yersinia intermedia dan Yersinia kristensenii (spesies Yersinia), yang terutama ditemukan di selada. Selada telah dikaitkan dengan beberapa Escherichia coli O157:H7 dan wabah Shigella yang kemungkinan tanaman terkontaminasi dari kotoran hewan.[63] Menurut penelitian tahun 2007, teknologi pendinginan vakum, yang sangat populer di bisnis selada California, meningkatkan penyerapan dan tingkat kelangsungan hidup Escherichia coli O157:H7.[64] Infeksi bakteri Salmonella, terutama pada Salmonella braenderup yang langka, juga telah dikaitkan dengan selada yang terkontaminasi.[65] Dalam selada, virus seperti hepatitis A, calicivirus, dan strain seperti Norovirus telah ditemukan. Selain itu, sayuran telah dikaitkan dengan infestasi parasit, terutama Giardia lamblia.[66] Simbolisme agama dan penggunaan obatSelada, penggunaan tradisional sebagai sayuran berdaun yang dikonsumsi. Pemanfaatan tanaman sebagai sayuran berdaun ini, telah tercatat melalui sejarah panjang sebagai sayuran yang dikonsumsi mulai dari budaya kuno hingga penggunaan saat ini sebagai simbolisme agama dan obat. Selada, misalnya, dianggap sebagai simbol kecakapan seksual dan pendorong cinta dan kesuburan pada wanita Mesir.[67] Itu juga diklaim oleh orang Romawi untuk meningkatkan potensi seksual.[68] Orang Yunani kuno, di sisi lain, menghubungkan tanaman dengan impotensi pria dan menawarkannya di pemakaman (karena perannya dalam mitos kematian Adonis), sementara wanita Inggris di abad kesembilan belas percaya itu menyebabkan kemandulan.[15] Anglo-Saxon menamakan selada "sleepwort" karena sifat narkotiknya yang ringan; namun, Lactuca sativa yang dibudidayakan mengandung jumlah narkotika yang lebih rendah daripada Lactuca sativa liar.[68] Efek narkotik disebabkan oleh dua seskuiterpen lakton (laktusin dan laktukopirin) yang ditemukan dalam cairan putih (lateks) yang ditemukan di batang selada, yang dikenal sebagai lactucarium atau "lettuce opium". Lactuca virosa atau "selada liar" adalah definisi standar lactucarium, ditemukan bahwa sejumlah kecil lactucarium dapat dibuat dengan cara yang sama dari Lactuca sativa dan Lactuca canadensis var. elongata, dan opium selada dari Lactuca serriola atau Lactuca quercina memiliki kualitas yang lebih tinggi.[69][70] Sebagai ramuan pahit, selada Romaine adalah salah satu benda simbolis di piring Seder Paskah Yahudi.[71] Beberapa pemukim Amerika percaya bahwa makan selada membantu mencegah cacar,[68] sementara kepercayaan Iran memberikan saran untuk mengkonsumsi bijinya, apabila menderita tipus.[72] Berdasarkan kepercayaan mereka, selada dimaksudkan sebagai bahan pengobatan tradisional untuk beberapa penyakit, rematik, ketegangan dan kegelisahan, batuk, dan kejiwaan.[73] Namun, tidak ada bukti ilmiah tentang manfaat ini pada manusia yang telah diidentifikasi. Orang-orang Yazidi di Irak utara, yang memiliki larangan agama terhadap makan selada, terus mempertahankan ikatan agama dengan tanaman tersebut.[74] ReferensiCatatan kaki
Daftar pustaka
Wikibooks memiliki buku di:
Pranala luar
|