Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Penyakit Creutzfeldt-Jakob adalah gangguan saraf degeneratif yang amat jarang dan tak tersembuhkan. PenyebabPenyakit ensefalopati spongiform menular ini disebabkan oleh prion, sehingga sering disebut sebagai penyakit prion. Penyakit prion lainnya termasuk Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker (GSS), insomnia familial fatal dan kuru pada manusia, juga ensefalopati spongiform sapi yang umum dikenal sebagai penyakit sapi gila, chronic wasting disease (CWD) pada rusa, dan scrapie pada domba. Prion yang dipercaya menyebabkan Creutzfeldt-Jakob memperlihatkan setidaknya 2 konformasi yang stabil. Konformasi dalam keadaan asli itu larut air dan ada dalam sel yang sehat. Sampai 2006, fungsi biologisnya tak diketahui. Keadaan konformatif lainnya kurang larut air dan mudah membentuk agregat protein. Orang juga bisa terjangkit Creutzfeldt-Jakob melalui mutasi gen (perlu didefinisikan), yang hanya terjadi dalam 5-10% dari semua kasus. Prion Creutzfeldt-Jakob berbahaya karena meningkatkan pelipatan protein asal ke dalam keadaan sakit, yang menyebabkan meningkatnya prion tak larut pada sel yang terjangkit. Massa protein yang salah lipat ini mengacaukan fungsi sel dan menyebabkan kematiannya. Mutasi pada gen untuk protein prion bisa menyebabkan kesalahan lipat sebagian besar regio alfa-heliks ke lembar beta yang terlipat. Perubahan konformasi ini melumpuhkan kemampuan protein mengalami pencernaan. Sekali prion ditransmisikan, protein cacat itu menyerang otak dan diproduksi di putaran umpan balik yang disokong sendiri, menyebabkan penyebaran eksponensial prion, kematian dalam beberapa bulan, meski beberapa orang diketahui hidup selama-lamanya 2 tahun. Stanley Prusiner dianugerahi Penghargaan Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1997 untuk penemuan prionnya. Lebih dari 1 dasawarsa, ahli patologi saraf Universitas Yale Laura Manuelidis meragukan penjelasan penyakit itu. Pada bulan Januari 2007 ia dan koleganya menerbitkan artikel di Proceedings of the National Academy of Science dan melaporkan bahwa mereka menemukan partikel serupa virus (namun sejauh ini tak menemukan asam nukleat) pada kurang dari 10% galur sel yang terinfeksi scrapie dan pada galur sel tikus yang ditulari agen Creutzfeldt-Jakob dari manusia.[1] Insidensi dan prevalensiMeski merupakan penyakit prion yang paling umum pada manusia, Creutzfeldt-Jakob masih jarang dan hanya terjadi pada sekitar 1:1.000.000 orang, yang biasanya menjangkiti orang antara usia 45–75, kebanyakan muncul pada orang antara usia 60–65. Pengecualian dalam hal ini adalah Creutzfeldt-Jakob varian (vCJD) yang kini dikenali, yang terjadi pada orang berusia muda. CDC memonitor kejadian Creutzfeldt-Jakob di Amerika Serikat melalui tinjauan berkala atas data kematian nasional. Menurut CDC:
Pertimbangan baru insidensi dan prevalensiDalam The Lancet (Juni 2006), sekelompok peneliti dari University College London mengatakan bahwa perkembangan vCJD terjadi dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun, dari studinya pada kuru, penyakit yang mirip di Papua Nugini.[4] Alasan di balik klaim ini adalah kuru ditularkan melalui kanibalisme di Papua Nugini saat seseorang memakan mayat saudaranya sebagai tanda berkabung. Pada tahun 1950-an, praktik itu dilarang, kemudian mencegah kemungkinan penularan lanjutan. Namun, di akhir abad ke-20, kuru mencapai proporsi epidemik di beberapa masyarakat Papua Nugini, kemudian menunjukkan bahwa vCJD memiliki masa inkubasi serupa, 30-50 tahun. Kritik atas teori ini adalah meski dilarang di Papua Nugini pada tahun 1950-an, bukan berarti kanibalisme kamar mayat berakhir. 15 tahun kemudian Jared Diamond diberitahu oleh orang Papua Nugini bahwa perilaku itu masih ada.[5] Para peneliti itu mencatat variasi genetik pada beberapa pasien kuru yang diketahui meningkatkan masa inkubasi yang panjang. Mereka juga mengajukan teori bahwa seseorang yang terkena Creutzfeldt-Jakob di awal 1990-an mewakili subpopulasi genetik yang berbeda, dengan masa inkubasi yang tidak biasanya pendek untuk ensefalopati spongiform sapi, yang berarti bahwa akan banyak pasien vCJD yang memiliki masa inkubasi yang panjang, yang akan tampil beberapa tahun kemudian.[4] GejalaGejala pertama Creutzfeldt-Jakob adalah demensia yang berlangsung cepat, menimbulkan kehilangan ingatan, perubahan kepribadian dan halusinasi, yang disertai dengan masalah fisik seperti menurunnya kecakapan berbicara, gerakan tertegun-tegun (mioklonus), disfungsi keseimbangan koordinasi (ataksia), perubahan gaya berjalan, postur yang kaku, dan serangan jantung. Durasi penyakit ini bervariasi, namun Creutzfeldt-Jakob yang sporadik (tak diwarisi) bisa fatal dalam beberapa bulan bahkan minggu (Johnson, 1998). Pada beberapa orang, gejala itu bisa berlanjut selama beberapa tahun. Pada sebagian besar pasien, gejala tersebut diikuti dengan gerakan tak sadar dan munculnya pelacakan elektroensefalogram diagnostik khas. Gejala Creutzfeldt-Jakob disebabkan oleh kematian sel saraf otak yang berkelanjutan, yang dikaitkan dengan bertambahnya protein prion abnormal. Saat jaringan otak penderita Creutzfeldt-Jakob diperiksa di bawah mikroskop, banyak lubang kecil terlihat di mana keseluruhan area sel saraf mati. Kata 'spongiform' pada 'ensefalopati spongiform menular' merujuk pada kemunculan 'pori' pada jaringan otak. DiagnosisDiagnosis Creutzfeldt-Jakob dicurigai bila ada gejala klinik dan tanda yang khas seperti demensia yang berlangsung cepat dengan mioklonus. Pengamatan lanjutan kemudian dapat dilakukan untuk mendukung diagnosis termasuk
Gambar Diffusion Weighted Imaging (DWI) paling sensitif. 24% kasus DWI hanya menunjukkan hiperintensitas korteks; 68% abnormalitas korteks dan subkorteks; dan 5% hanya anomali subkorteks.[6] Keterlibatan talamus dapat ditemukan pada sCJD (Creutzfeldt-Jakob sporadik), malahan lebih kuat dan konstan daripada vCJD.[7] Dalam sepertiga pasien sCJD, endapan "protein prion (scrapie)," PrPSc, dapat ditemukan di otot rangka dan/atau limpa. Diagnosis vCJD dapat didukung dengan biopsi amandel, yang mengandung PrpSc dalam jumlah banyak; namun, biopsi jaringan otak lebih bersifat menentukan.
PenangananSampai 2007, tidak ada pengobatan untuk Creutzfeldt-Jakob, sebuah penyakit mematikan, dan pencarian pengobatan terus berlanjut. Sebuah pengobatan eksperimental diberikan kepada bocah tanggung asal Irlandia Utara, Jonathan Simms, di awal Januari 2003.[9] Pengobatan itu, disebut pentosan polisulfat (PPS) dan digunakan untuk menangani sistitis interstisial, diinfuskan ke ventrikel lateral pasien dalam otak. PPS tak tampak menghentikan penyakit yang berkembang, dan fungsi serta jaringan otak terus hilang. Namun, pengobatan ini diduga memperlambat perkembangan penyakit yang sebaliknya tak dapat ditangani ini, dan mungkin menyebabkan kelangsungan hidup lebih panjang dari yang diharapkan pada 7 pasien yang diamati.[10] CJD Therapy Advisory Group kepada UK Health Departments meanasihatkan bahwa data itu tidak cukup mendukung klaim bahwa pentosan polisulfat efektif dan mengusulkan bahwa penelitian lanjutan pada hewan lebih.[11] Sebuah tinjauan pada tahun 2007 dari perawatan dengan PPS terhadap 26 pasien tak menemukan bukti kemujaraban karea kurangnya kriteria obyektid yang disetujui.[12] Para ilmuwan telah meneliti menggunakan interferensi RNA untuk memperlambat pertumbuhan scrapie pada tikus. RNA memblokir produksi protein yang mengubah proses Creutzfeldt-Jakob menjadi prion. Penelitian ini tidak mungkin menuju terapi manusia selama beberapa tahun.[13] PenularanProtein yang cacat dapat ditularkan oleh produk hormon pertumbuhan manusia (hGH), cangkoqan kornea, cangkoqan dura atau implan elektrode (bentuk yang didapat atau iatrogenik: iCJD); dapat diwarisi (bentuk herediter atau familial: fCJD); atau muncul untuk pertama kalinya pada pasien (bentuk sporadik: sCJD). Dalam bentuk herediter, sebuah mutasi terjadi pada gen untuk PrP, PRNP. 10-15% kasus Creutzfeldt-Jakob diwarisi. (CDC) Penyakit itu telah diketahui diakibatkan dari penggunaan HGH yang diambil dari kelenjar pituitari kadaver yang mati akibat penyakit Creutzfeldt-Jakob,[14] meski insidensi penyebabnya yang diketahui cukup kecil (sampai April 2004). Risiko infeksi melalui penggunaan HGH kadaver di AS hanya berakhir saat pengobatan itu dihentikan pada tahun 1985. Diperkirakan manusia dapat terjangkit penyakit ini dengan mengonsumsi bahan dari hewan yang terinfeksi penyakit ini yang dari jenis sapi. Sejauh ini, satu-satunya kasus yang dicurigai muncul adalah vCJD. Kanibalisme juga telah terlibat sebagai mekanisme penular prion abnormal, menyebabkan penyakit yang dikenal sebagai kuru, yang banyak ditemukan pada wanita dan anak-anak Suku Fore di Papua Nugini. Bila seorang lelaki suku itu memakan tubuh orang mati dan tak terinfeksi, wanita dan anak-anak yang memakan otak itu terinfeksi penyakit dari jaringan otak yang terinfeksi. Prion, agen infeksi Creutzfeldt-Jakob, mungkin tak terinaktivasi dengan menggunakan prosedur sterilisasi peralatan bedah rutin. Organisasi Kesehatan Dunia dan US Centers for Disease Control and Prevention merekomendasikan dekontaminasi panas dan kimiawi digunakan kedua-duanya untuk memproses peralatan yang terkena jaringan berinfektivitas. Tidak ada kasus penularan iatrogenik Creutzfeldt-Jakob telah dilaporkan setelah pelaksanaan prosedur sterilisasi terkini, atau sejak 1976.[15][16][17] Tembaga-hidrogen peroksida telah diusulkan sebagai alternatif sodium hidroksida atau sodium hipoklorit yang sekarang direkomendasikan.[18] Depolimerisasi termal juga merusak prion pada bahan organik dan anorganik yang terjangkit, karena proses itu merusak protein di tingkat molekul. Pembatasan donor darahPada tahun 2004, sebuah laporan baru yang diterbitkan di jurnal kedokteran Lancet menyebutkan bahwa vCJD dapat ditularkan melalui transfusi darah.[19] Penemuan itu menyebtakkan pejabat kesehatan karena epidemik penyakit itu yang besar bisa muncul di masa mendatang. Tidak ada uji untuk menentukan apakah donor darah terinfeksi dan di fase laten vCJD. Menanggapi laporan ini, pemerintah Britania melarang seseorang yang telah menerima transfusi darah sejak Januari 1980 dari menyumbangkan darah. Pada tanggal 28 Mei 2002, US Food and Drug Administration menegakkan aturan yang meniadakan donor seseorang yang menghabiskan setidaknya 6 bulan di negeri Eropa Barat tertentu, (atau 3 bulan di Britania Raya), antara tahun 1980-1996. Dengan banyaknya personel militer AS dan tanggungan mereka di Eropa, diperkirakan lebih dari 7% donor ditangguhkan akibat kebijakan ini. Perubahan kebijakan ini yang muncul belakangan telah mengendurkan pembatasan ini hingga jumlah puncak 5 tahun atau lebih dari perjalanan penduduk sipil di negeri Eropa Barat (6 bulan atau lebih bila militer). Namun, pembatasan 3 bulan pada perjalanan ke Britania Raya ini tak berubah.[20] Kebijakan serupa diterapkan kepada calon donor Layanan Darah Australian Red Cross, menghalangi orang yang telah menghabiskan waktu paling banyak 6 bulan atau lebih di Britania Raya antara tahun 1980-1996. Singapore Red Cross menghalangi calon donor yang telah menghabiskan waktu paling banyak 3 bulan di Britania Raya antara tahun 1980-1996. Sejak 1999, Health Canada mengumumkan kebijakan yang menghalangi seseorang mendonorkan darah jika tinggal di Britania Raya selama sebulan aau lebih dari 1 Januari 1980 hingga 31 Desember 1996. Pada tahun 2000, kebijakan yang sama diterapkan pada orang yang telah tinggal di Prancis, setidaknya 3 bulan dari Januari 1980 hingga Desember 1996. Kanada takkan menerima darah dari seseorang yang telah menghabiskan waktu lebih dari 6 bulan di sebuah negeri Eropa Barat sejak 1 Januari 1980.[21] Ikatan Donor Darah Denmark menghalangi calon donor yang telah menghabiskan waktu paling lama 12 bulan di Britania Raya antara tanggal 1 Januari 1980-31 Desember 1996. Blutspendedienst SRK Diarsipkan 2008-01-04 di Wayback Machine. dari Swiss mencegah calon donor yang telah menghabiskan waktu paling lama 6 bulan di Britania Raya antara tanggal 1 Januari 1980 hingga 31 Desember 1996. SejarahPenyakit ini pertama kali dijelaskan oleh 2 orang neurolog Jerman, Hans Gerhard Creutzfeldt dan Alfons Maria Jakob. Beberapa temuan klinis yang dijelaskan di kertas kerja pertama mereka tak seimbang dengan kriteria terkini untuk penyakit Creutzfeldt-Jakob, dan dianggap paling mungkin setidaknya 2 pasien di studi awal menderita akibat gangguan yang berbeda. Referensi budayaGeorge Balanchine, seorang koreografer mulia, diketahui meninggalkan jejak penyakit Creutzfeldt-Jakob di otaknya setelah kematiannya. Memang, tahun-tahun terakhir hidupnya menunjukkan bukti gejala yang berkaitan.[22] Penyakit ini juga ditampilkan di salah satu episode X-Files, Our Town, di mana sekelompok kanibal memakan seluruh tubuh (otak dll) anggota mereka yang mati agar tetap muda selamanya. Mereka terjangkit penyakit itu dari salah satu korbannya, dan tersebar ke seluruh kota sehingga membunuh mereka. Selama musim ke-4 acara TV House, di episode 4 (Guardian Angels (House)), pelamar kerja House mencurigai seseorang yang terjangkit Creutzfeldt-Jakob setelah mengerjakan kerja pada kadaver dengan gejala yang sama di sebuah kamar pemakaman. Untuk menguji diagnosis tim itu menggali kuburan dan membawa biopsi otak, yang hasilnya negatif. Di webcomic Broken Mirror Diarsipkan 2008-01-30 di Wayback Machine., salah satu tokoh pembantu terkena Creutzfeldt-Jakob setelah bepergian ke Italia, dan kemudian meninggal.[23] Referensi
|