Clostridium perfringens
Clostridium perfringens adalah spesies bakteri gram-positif yang dapat membentuk spora dan menyebabkan keracunan makanan.[1] Beberapa karakteristik dari bakteri ini adalah non-motil (tidak bergerak), sebagian besar memiliki kapsul polisakarida, dan dapat memproduksi asam dari laktosa.[1] C. perfringens dapat ditemukan pada makanan mentah, terutama daging dan ayam karena kontaminasi tanah atau tinja.[1] Bakteri ini dapat hidup pada suhu 15-55 °C, dengan suhu optimum antara 43-47 °C.[1] Clostridium perfringens dapat tumbuh pada pH 5-8,3 dan memiliki pH optimum pada kisaran 6-7.[1] Sebagian C. perfringens dapat menghasilkan enterotoksin pada saat terjadi sporulasi dalam usus manusia.[1] Spesies bakteri ini dibagi menjadi 5 tipe berdasarkan eksotoksin yang dihasilkan, yaitu A, B, C, D, dan E.[1] Sebagian besar kasus keracunan makanan karena C. perfringens disebabkan oleh galur tipe A, dan ada pula yang disebbkan oleh galur tipe C.[2] SejarahClostridium perfringens juga dikenal sebagai Clostridium welchii. Clostridium perfringens ditemukan pada tahun 1892 oleh dua orang ilmuwan George Nuttall dan William Welch pada luka gangren yang awalnya dikenal sebagai Bacillus aerogenes capsulatus. George Nuttall adalah seorang bakteriologi Amerika-Inggris tetapi memberikan kontribusi banyak untuk bidang ilmu. Nuttall mendirikan Institut Biologi dan Parasitologi Molteno di Cambridge University dan dia bertugas di sana hingga tahun 1921. Nuttall juga mendirikan Journal of Hygiene pada 1901 dan Journal of Parasitologi pada tahun 1908. William Welch memulai studinya di AS patologi dan mereka tinggal di Jerman. Ia kemudian kembali ke Amerika Serikat di mana ia membuka laboratorium patologi pertama di Bellevue Hospital Medical College di Kota New York pada tahun 1879. Ia pergi dari laboratorium patologi dan pada tahun 1893 diarahkan Johns Hopkins University dan mulai pertama jurusan patologi di AS. Kedua pria ini telah membuat penemuan besar dan tayangan yang kekal dalam biologi.[3] PembagianStrain ''Clostridium Perfringens'' dibagi menjadi 5 tipe berdasarkan eksotoksin yang dihasilkan yaitu A, B, C, D, dan E berdasarkan kemampuannya untuk menghasilkan empat racun utama Alpha (α) beta (β) epsilon (ε) dan iota (ι).[4][5] Sebagian besar kasus keracunan makanan karena ''Clostridium perfringens'' disebabkan oleh galur tipe A, dan adapula yang disebabkan oleh galur tipe C. Yang paling sering diisolasi sebagai bakteri patogen adalah ''Clostridium perfringens'' yang mempunyai 5 tipe, yaitu A-E. Semua tipe tersebut menghasilkan toksin-α dan dapat diperlihatkan keberadaannya dengan menggunakan tes Nagler. Toksin-toksin tersebut memegang peranan penting pada patologi suatu penyakit. Toksin-α bersifat letal dan menimbulkan nekrosi, sedangkan toksin-β bertanggung jawab pada hemolisis intravaskuler. EpidemiologiClostridium perfringens dapat ditemukan di dalam tanah, debu, makanan (terutama daging dan unggas mentah) dan merupakan floral normal usus dan saluran kelamin manusia. Clostridium perfringens adalah penyebab paling umum gas gangren yang terdeteksi pada 60-90% dari kasus klostridial mionekrosis. Pada tahun 2011 angka kejadian keracunan makanan yang disebabkan oleh bakteri ini adalah sekitar 160.000 kasus per tahun di Belanda dan penyebab gas gangren pada lebih dari 3000 orang setiap tahunnya, dengan angka kematian dari 25% di Amerika Serikat. Dalam 50 tahun terakhir dan seiring dengan berkembangnya teknik kultur bakteriologi anaerob genus Klostridium dapat menyebabkan infeksi pada aliran darah. Clostridium perfringens adalah mikroorganisme tersering diidentifikasi dalam darah, yaitu 20-50% dari isolat.[butuh rujukan] HabitatHabitat utama bakteri Clostridium perfringens adalah tanah dan usus manusia serta usus hewan. Hanya galur tipe A yang dijumpai di tanah dan traktus gastrointestinal. Karena dijumpai di tanah sebagai sel vegetatif, galur ini secara aktif dapat bereplikasi dan tanah merupakan habitatnya. Sebaliknya tipe B-E yang terdapat di tanah akan secara lambat tereliminasi karena ketidakmampuannya bersaing dengan galur tipe A yang habitatnya di tanah. Hampir setiap sampel tanah yang pernah diperiksa (kecuali tanah pasir Gurun Sahara) terbukti mengandung Clostridium perfringens.[6] Organisme ini juga ditemukan pada spesimen feses dari hampir semua vertebrata yang diperiksa, termasuk anjing, ternak sapi, ayam, burung pipit, bebek, rusa, kucing, singa, harimau, babi, kuda, dan manusia. Penelitian flora oleh Finegold dkk. menunjukkan bahwa Clostridium perfringens didapatkan pada 28 di antara 40 subjek dengan kadar rata-rata sekitar 109/g. Clostridium perfringens dapat ditemukan pada makanan mentah, terutama daging dan ayam karena kontaminasi tanah atau tinja. Bakteri ini dapat hidup pada suhu 15-55 °C, dengan suhu optimum antara 43-47 °C. Clostridium perfringens dapat tumbuh pada pH 5-8,3 dan memiliki pH optimum pada kisaran 6-7. Sebagian Clostridium perfringens dapat menghasilkan enterotoksin pada saat terjadi sporulasi dalam usus manusia.[butuh rujukan] MorfologiClostridium perfringens adalah bakteri non-motil (tidak bergerak), sebagian besar memiliki kapsul polisakarida dan dapat memproduksi asam dari laktosa, berkapsul, batang gemuk, berbentuk lurus, sisinya sejajar, ujung-ujungnya membulat/bercabang & berukuran 4 – 6 µ x 1 µ, sendiri-sendiri / tersusun bentuk rantai. Bersifat pleomorfik, sering tampak bentuk-bentuk involusi dan filamen. Bersimpai dan tidak bergerak. Sporanya sentral / subterminal. Bakteri ini menghasilkan spora subterminal dan positif Gram dengan ukuran panjang 0,8-1,5 mikrometer (um), dapat muncul tunggal dan kadang membentuk filamen. Setelah 24 jam inkubasi pada agar darah, koloni yang pada awalnya berdiameter 1–3 mm dapat mencapai diameter 4–15 mm.[3] FisiologiClostridium perfringens merupakan isolat klostridium yang sering menimbulkan masalah klinis. Clostridium perfringens akan membentuk spora yang sangat tahan terhadap tekanan lingkungan seperti radiasi, pengeringan, dan panas ketika sedang dalam keadaan yang tidak menguntungkan. Ketahanan ini memungkinkan Clostridium perfringens bertahan hidup pada makanan yang tidak dimasak sempurna yang kemudian dapat menyebabkan keracunan makanan. Clostridium perfringens ini cenderung berkembang biak pada daging atau unggas yang telah dipanggang, direbus, salad, sup, atau daging dengan saus.[3] BiokimiaClostridium perfringens tidak bisa menggunakan oksigen bebas sebagai akseptor elektron dalam pembentukan energi, bakteri ini menggunakan molekul kecil seperti piruvat sebagai akseptor elektronnya.[3] Oksigen bersifat toksik terhadap bakteri ini karena bakteri ini tidak memiliki enzim-enzim redoks yang diperlukan untuk mereduksi oksigen seperti katalase, peroksidase, dan superoksida dismutase. Clostridium perfringens tumbuh pada suhu 20-50oC optimal pada suhu 43-47oC dan Ph 7,4, dapat tumbuh pada medium yang diperkaya serum dan darah. EndosporaSecara teknik, spora yang dihasilkan bakteri disebut endospora yaitu suatu badan berdinding tebal yang terbentuk dalam sel bakteri. Endospora merupakan mekanisme pertahanan bakteri. Spora yang dihasilkan bakteri ini dapat bertahan bertahun-tahun di lingkungan tertentu, dan jika dalam keadaan yang menguntungkan maka spora ini akan mengalami germinasi dan sel vegetatif akan tumbuh. Endospora dari Clostridium perfringens ini tahan terhadap sinar matahari, pendidihan selama 20 menit dan resisten terhadap berbagai disinfektan.[3] Referensi
|