Pengganti gulaPengganti gula adalah bahan tambahan makanan yang meniru rasa dari gula ketika bertemu dengan lidah, umumnya memiliki nilai kalori yang lebih rendah. Pengganti gula dapat berasal dari bahan alam maupun sintetik. Minuman ringan yang berlabel "diet" atau "rendah kalori" biasanya mengandung bahan pengganti gula atau pemanis buatan. Rasa manis dari pengganti gula dibandingkan dengan gula pasir biasa sehingga didapatkan angka tertentu yang dapat digunakan untuk menakar jumlah atau konsentrasi yang akan digunakan dalam makanan supaya tidak terlalu manis. Stevia, aspartam, sukralosa, neotame, sodium asesulfam, dan sakarin adalah pemanis buatan yang paling banyak digunakan dalam industri saat ini. Stevia adalah salah satu pemanis pengganti gula yang berasal dari alam. Pemanis alami lainnya yaitu silitol dan sorbitol yang diekstrak dari buah-buahan namun juga bisa dibuat dari bahan lain dengan cara hidrogenasi gula sederhana. Silitol kini dapat dibuat dari xilosa, sorbitol dari glukosa, dan laktitol dari laktosa. Berbagai negara di dunia mendayagunakan lembaga pengawas makanan dan kesehatan dalam meregulasi penggunaan bahan pengganti gula ke dalam makanan. Di Amerika Serikat, pengawasan dilakukan oleh FDA, sedangkan di Indonesia pengawasan dilakukan BPOM. SejarahSebelum industrialisasi gula, manusia telah menggunakan berbagai macam bahan di alam untuk membuat bahan pemanis, terutama dari buah-buahan dan madu. Namun pemanis sintetik pertama diperkirakan adalah timbal (II) asetat yang dibuat pertama kali oleh bangsa Romawi. Ketika gula tidak didapatkan dan kehabisan madu, seseorang akan merebus jus anggur ke dalam panci besar yang terbuat dari timbal dalam waktu lama sehingga didapatkan bahan yang memiliki rasa yang sangat manis yang disebut dengan defrutum. Namun pemahaman mengenai keracunan timbal belum muncul ketika itu.[1] Alasan penggunaanBahan pengganti gula digunakan dengan sejumlah alasan antara lain:
Pengganti gula dari bahan alamiTingkat kemanisan dan kepadatan energi dibandingkan dengan sukrosa, komponen utama gula pasir.
Pemanis sintetikUmumnya pemanis sintetik tidak mengandung kalori.
Masalah kesehatanStudi yang dilakukan terhadap tikus menemukan bahwa rasa manis yang diterima oleh lidah menyebabkan respons pelepasan insulin ke aliran darah.[4] Pelepasan insulin ini menyebabkan gula darah tersimpan di jaringan tubuh. Jika insulin yang ada dalam darah melebihi batas aman, dapat menyebabkan hipoglikemia atau hiperinsulinemia. Hal ini menyebabkan tubuh akan merasa makin lapar dan memakan lebih banyak makanan pada kesempatan berikutnya. Tikus dalam percobaan memperlihatkan peningkatan berat badan.[4][5] Namun seberapa jauh ketepatan hasil percobaan terhadap analogi tubuh manusia masih belum pasti.[6] Sebuah studi yang dilakukan University of Texas Health Science Center di San Antonio pada tahun 2005 menunjukkan peningkatan berat badan dan risiko obesitas pada masyarakat yang rutin mengonsumsi soda diet, yaitu soda tanpa gula alami melainkan dengan pemanis buatan. Namun studi ini tidak menemukan apakah peningkatan berat badan menyebabkan meningkatnya konsumsi soda diet atau sebaliknya, soda diet yang menyebabkan peningkatan berat badan.[7] Sebuah studi yang dilakukan Universidade Federal do Rio Grande do Sul tahun 2012 memperlihatkan bahwa penambahan sakarin dan aspartam pada pola makan tikus menyebabkan peningkatan berat badan, dibandingkan dengan tikus kontrol yang hanya diberi makanan dengan pemanis sukrosa.[8] Lihat pulaReferensi
Bahan bacaan terkait
Pranala luar
|