Kemudahan transportasi, terutama untuk makanan yang bersifat curah (cairan, butiran)
Menentukan porsi yang sesuai untuk penjualan dan/atau konsumsi
Pemberian informasi, karena kemasan dapat diberikan label yang mencantumkan berbagai informasi, termasuk barcode[2]
Estetika
Jenis-jenis kemasan
Kemasan terbagi menjadi tiga kategori, yaitu kemasan primer, sekunder, dan tersier. Kemasan primer mengalami kontak langsung dengan produk, bahkan ikut terproses bersama dengan produk. Sedangkan kemasan sekunder dan tersier tidak mengalami kontak langsung dengan makanan.
Contoh kemasan primer yaitu kemasan aseptik, kaleng, karton, botol, dan sebagainya. Pada industri pengalengan ikan, kaleng terkadang ikut dipanaskan bersama dengan isinya sambil "memasak" dan mensterilisasi ikan. Karton menjadi kemasan primer pada produk tertentu, misal buah. Sedangkan pada produk lain, karton bisa tergolong kemasan sekunder.
Kemasan sekunder menggabungkan produk yang terbungkus kemasan primer. Sedangkan kemasan tersier menggabungkan produk yang terbungkus kemasan sekunder.
Tren dan kebijakan pengemasan
Kemasan minimal
Kemasan minimal adalah mengurangi jumlah tingkatan kemasan yang membawa produk, sehingga yang biasanya dikemas hingga sampai kemasan tersier, diturunkan menjadi hanya sekunder. Motivasi dalam melakukan hal ini adalah menurunnya biaya produksi dan sampah. Pengemasan tingkat tinggi biasanya dilakukan oleh retailer besar seperti supermarket, dan mereka cenderung menghasilkan sampah kemasan lebih banyak dibandingkan retailer kecil (misal pasar petani).[3]
Kemasan aktif
Kemasan aktif adalah kemasan yang memiliki kemampuan untuk mengindikasikan kondisi atau memberikan informasi tertentu dari suatu produk secara dinamis.[4] Contoh kemasan aktif yaitu:
Pencatat temperatur, biasanya untuk pendistribusian produk dalam kondisi dingin (cold chain) sehingga riwayat temperatur yang dialami produk sejak dari produsen hingga siap dijual dapat diketahui. Biasanya hal ini untuk mencegah apakah produk telah didistribusikan secara benar atau tidak, karena hal ini dapat menentukan kualitas dan usia simpan produk.[5]
Indikator kimiawi, yang dapat bekerja seperti kertas lakmus yang menempel pada produk sehingga dapat diketahui apakah telah terjadi perubahan dari kualitas produk.
Kemasan biodegradable yang kondisinya dapat berubah mengikuti kualitas produk di dalamnya. Sehingga perubahan kualitas pada kemasan dapat menjadi indikasi bahwa produk telah berada dalam kemasan dalam waktu lama. Kemasan semacam ini dapat dibuat dari bahan yang dapat dimakan seperti gelatin dan pati, dan telah digunakan dalam industri farmasi sebagai kapsul.[6]
RFID dapat dipasang pada kemasan sehingga dapat menyimpan informasi yang hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu.
Referensi
^Bix, L (2003). "The Packaging Matrix"(PDF). 1536266. IDS Packaging. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2008-12-17. Diakses tanggal 2009-12-11.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
Riva, Marco; Piergiovanni, Schiraldi, Luciano; Schiraldi, Alberto (January 2001). "Performances of time-temperature indicators in the study of temperature exposure of packaged fresh foods". Packaging Technology and Science. 14 (1): 1–39. doi:10.1002/pts.521.
Hans-Jürgen Bässler und Frank Lehmann: Containment Technology: Progress in the Pharmaceutical and Food Processing Industry. Springer, Berlin 2013, ISBN 978-3642392917
Heldman, D.R. ed (2003). "Encyclopedia of Agricultural, Food, and Biological Engineering". New York: Marcel Dekker
Potter, N.N. and J.H. Hotchkiss. (1995). "Food Science", Fifth Edition.New York: Chapman & Hall. pp. 478–513.
Robertson, G. L. (2013). "Food Packaging: Principles & Practice". CRC Press. ISBN 978-1-4398-6241-4