Gambang keromong
Gambang keromong (atau kadang ditulis gambang kromong) adalah sejenis orkes yang memadukan alat-alat musik gamelan dengan alat-alat musik Tionghoa, seperti sukong, tehyan, dan kong'ahyan.[1] Sebutan gambang kromong diambil dari nama dua buah alat perkusi, yaitu gambang dan kromong. Awal mula terbentuknya orkes gambang kromong tidak lepas dari seorang pemimpin komunitas Tionghoa yang diangkat Belanda (kapitan Cina) bernama Nie Hoe Kong (masa jabatan 1736-1740).[2]
Wilayah Perkembangan Gambang KromongWilayah Perkembangan Gambang Kromong mulai terkenal dan menyebar ke seluruh penjuru kota. Saat itu tidak hanya dikenal di Jakarta, tetapi juga di bagian utara Kota Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Kawasan-kawasan tersebut memang merupakan area budaya Betawi. Dalam musik gambang kromong dikenal dua liau (gaya) permainan : 1. Liau kulon (barat), liau kulon berkembang di Jakarta Barat sampai Tangerang, dan lebih terasa pengaruh musik Tionghoa dan Betawinya. 2. Liau wetan (timur), liau wetan berkembang di Jakarta Timur sampai Bekasi, dan agak lebih terasa pengaruh musik Sunda. Jenis-jenis LaguGambang Kromong secara umumnya memiliki pakem pada tiga tingkatan lagu;
Lagu Phobin
Dan dalam musik latar wayang Sin Pe di antaranya adalah: Tauw Tiat, Dji Tiat, Sam Tiat โ Tauw To, Dji To, Sam To, Si To, Gouw To, Lak To, Tjit To dan Pe To, dan sebagainya. Lagu Dalem
Lagu dalem di awali dengan Phobin seperti Pobin Jago, Pobin Peh Pan Tau, Phobin Tju Te Pan, dan kemudian diakhiri dengan "Lopan" (penutup) seperti Lopan Tukang Sado, Lopan Tje Tju Teng, Lopan Poa Si Li Tan, Lopan Seng Kyok, dan lain sebagainya. Lagu Sayur
Alat musikBilahan gambang yang berjumlah 18 buah, biasa terbuat dari kayu suangking, huru batu, manggarawan atau kayu jenis lain yang empuk bunyinya bila dipukul. Kromong biasanya dibuat dari perunggu atau besi, berjumlah 10 buah (sepuluh pencon). Tangga nada yang digunakan dalam gambang kromong adalah tangga nada pentatonik Cina,[3] yang sering disebut salendro cina atau salendro mandalungan. Instrumen pada gambang kromong terdiri atas gambang, kromong, gong, gendang, suling/bangsing, trompet/piston, kecrek, dan sukong, tehyan, atau kongahyan sebagai pembawa melodi. Orkes gambang kromong merupakan perpaduan yang serasi antara unsur-unsur pribumi dengan unsur Tionghoa. Secara fisik unsur Tionghoa tampak pada alat-alat musik gesek yaitu sukong, tehyan, dan kongahyan. Perpaduan kedua unsur kebudayaan tersebut tampak pula pada perbendaharaan lagu-lagunya. Kepopuleran saat iniGambang kromong merupakan musik Betawi yang paling merata penyebarannya di wilayah budaya Betawi, baik di wilayah DKI Jakarta sendiri maupun di daerah sekitarnya (Jabodetabek). Jika terdapat lebih banyak penduduk peranakan Tionghoa dalam masyarakat Betawi setempat, terdapat lebih banyak pula grup-grup orkes gambang kromong. Di Jakarta Utara dan Jakarta Barat, misalnya, terdapat lebih banyak jumlah grup gambang kromong dibandingkan dengan di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.[4] Dewasa ini juga terdapat istilah "gambang kromong kombinasi".[5] Gambang kromong kombinasi adalah orkes gambang kromong yang alat-alatnya ditambah atau dikombinasikan dengan alat-alat musik Barat modern seperti gitar melodis, bas, gitar, organ, saksofon, drum dan sebagainya, yang mengakibatkan terjadinya perubahan dari laras pentatonik menjadi diatonik tanpa terasa mengganggu.[6] Hal tersebut tidak mengurangi kekhasan suara gambang kromong sendiri, dan lagu-lagu yang dimainkan berlangsung secara wajar dan tidak dipaksakan.[6] Maestro terakhir gambang kromong klasikPang Tjin Nio atau lebih dikenal sebagai Encim Masnah adalah maestro lagu klasik gambang kromong yang pernah menjadi primadona pada tahun 1960-an ini dilahirkan di Banten pada tahun 1925. Berasal dari keluarga peranakan Cina. Ibunya orang Indonesia asli berasal dari Mauk, sebuah daerah pinggir pantai utara Tangerang, provinsi Banten, sedangkan ayahnya orang Tionghoa (Pang An Tjong). Memiliki nama asli Pang Tjin Nio, sedangkan nama Masnah sendiri merupakan panggilan dari orang. Nama tersebut dilengkapi dengan โencimโ didepannya, yang merupakan panggilan umum perempuan peranakan Tionghoa. Beliau dilahirkan sebagai anak tunggal. Ibunya seorang penyanyi gambang kromong. Masnah yang tak sempat kenal ayahnya kemudian dinikahkan oleh ibunya dalam usia yang masih sangat muda. Pada usia 14 tahun, ia sudah menikah enam kali. Suaminya yang keenam, Kim Siu, juga tak berumur panjang. Ia semakin terpukul ketika ibunya dan anak satu-satunya meninggal dunia. Awal mula bersentuhan dengan gambang kromong adalah ketika ia diajak temannya menonton gambang kromong. Salah seorang pemusik, Oen Oen Hok, yang kemudian menjadi suaminya yang ketujuh, mengajaknya ikut manggung. Berbekal bakat menyanyi yang menurun dari ibunya, dalam tempo singkat ia langsung berhasil menghafal semua lagu-lagu klasik Betawi. Kemampuan menyanyinya juga diasah oleh seniman gambang kromong tenar pada masa itu, Tek Kho. Sejak saat itu ia menjadi penyanyi gambang kromong yang beredar dari satu panggung ke panggung yang lain bersama Gambang Kromong Irama Masa pimpinan suaminya Oen Oen Hok. Di tahun 1960-an nyaris tak ada waktu istirahat baginya. Beruntung pada masa itu penyanyi gambang kromong tak banyak, sehingga namanya dengan mudah cepat di kenal sebagai penyanyi gambang kromong terpopuler di seantero Jakarta dan Banten. Kesuksesannya tersebut sampai bisa membuatnya membeli sebuah rumah. Namun sayang, kariernya sempat terhenti pada tahun 1980-an karena ada larangan dari pemerintahan Orde Baru, dan baru di perbolehkan tampil kembali pada tahun 1990-an. Pang Tjin Nio adalah segelintir seniman gambang kromong yang masih hapal lagu lagu dalem (klasik), tapi kini tinggal kenangan tanpa ada yang mewarisinya. Beberapa grup & Seniman Gambang Kromong klasik
Lihat juga
Galeri
Pranala luar
Referensi
|